Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah pernah menjelaskan dalam fatwanya sebagai berikut:
Banyak orang yang membiasakan mengucapkan ‘shodaqollahul ‘azhim’ ketika selesai membaca Al Qur’an Al Karim, padahal sebenarnya amalan ini tidak ada dasarnya. Tidak boleh membiasakan bacaan ini, bahkan kalau ditimbang-timbang dengan aturan syari’at amalan ini termasuk amalan tanpa tuntunan jika diyakini oleh yang membacanya bahwa aamalan tersebut sunnah. Sehingga sepantasnya amalan itu tidak diteruskan (ditinggalkan). Janganlah dibiasakan karena tidak ada dalil yang mendukungnya. Sedangkan ayat yang menyebutkan,
قُلْ صَدَقَ اللَّهُ
“Ucapkanlah: shodaqallahu”[1]
bukanlah dimaksudkan untuk hal ini. Ayat tersebut adalah perintah Allah
untuk menjelaskan mengenai kebenaran kitab Allah yaitu taurat dan
lainnya. Allah pun membenarkan isi Al Qur’an Al ‘Azhim kepada hamba-Nya.
Namun sekali lagi, ayat tersebut bukan dalil untuk menyatakan
disunnahkannya mengucapkan bacaan tadi setelah membaca Al Qur’an atau
setelah membaca beberap ayat atau membaca surat. Karena tidak pendukung
pula maksud tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dari para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.Satu hal lagi yang menguatkan, tatkala Ibnu Mas’ud membacakan awal-awal surat An Nisa’ di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai pada firman Allah,
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu).”[2] Ketika itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,
“Cukup, cukup.” Ibnu Mas’ud ketika itu menoleh dan melihat nabi sedang
menangis karena beliau mengingat kedudukan mulia untuknya di hari kiamat
yang disebutkan dalam ayat ini, “Maka bagaimanakah (halnya orang
kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari
tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (wahai Muhammad) sebagai saksi
atas mereka itu (sebagai umatmu).” Dan tidak ada satu nukilan dari para ulama -sejauh yang kami ketahui- yang menyebutkan bahwa Ibnu Mas’ud selesai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan ‘cukup’, lalu beliau mengucapkan ‘shodaqollahul ‘azhim’.Intinya, menutup membaca Al Qur’an dengan ucapan ‘shodaqollahul ‘azhim’ tidak ada dasarnya dalam Islam. Namun jika dilakukan kadang-kadang saja karena ada faktor yang menuntut, maka tidaklah mengapa. (Sumber fatwa: http://www.binbaz.org.sa/mat/215)
Padahal yang ada tuntunan setelah selesai membaca Al Qur’an adalah mengucapkan, “Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik” (Maha suci Engkau, ya Allah sambil memuji-Mu. Tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Engkau. Aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu)
Dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Tidaklah Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- duduk di suatu tempat atau membaca Al Qur’an ataupun melaksanakan shalat kecuali beliau akhiri dengan membaca beberapa kalimat”. Aku pun bertanya kepada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Wahai Rasulullah, tidaklah Anda duduk di suatu tempat, membaca Al Qur’an ataupun mengerjakan shalat melainkan Anda akhiri dengan beberapa kalimat?” Jawaban beliau,
نَعَمْ،
مَنْ قَالَ خَيْراً خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ
قَالَ شَرّاً كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ [اللَّهُمَّ]
وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
“Betul, barang siapa yang mengucapkan kebaikan maka dengan
kalimat tersebut amal tadi akan dipatri dengan kebaikan. Barang siapa
yang mengucapkan kejelekan maka kalimat tersebut berfungsi untuk
menghapus dosa. Itulah ucapan Subhanakallahumma wa bihamdika laa ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.
” (HR. An Nasai dalam Al Kubro. Syaikh Muqbil Al Wadi’i dalam Al Jami’
Ash Shahih mimma Laisa fii Ash Shahihain 2: 12 mengatakan, “Hadits ini
adalah hadits yang shahih”)Semoga ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu kita lestarikan dan rutinkan, sedangkan yang tidak ada dasarnya dari beliau itulah yang dijauhi dan ditinggalkan. Sekali lagi, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Wallahu waliyyut taufiq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar