PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Jumat, 06 Juli 2012

Fase- Fase Turunnya Perintah Jihad

Para ulama’ menyebutkan bahwa ibadah jihad disyari’atkan melalui empat tahapan sebagai berikut :

[1]- Tahapan larangan untuk berperang dan perintah untuk bersabar menghadapi gangguan dan cercaan orang-orang musyrik sembari terus menyebarkan dakwah.

Selama 13 tahun masa dakwah di Makkah, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat diperintahkan oleh Allah Ta’ala untuk memaafkan seluruh gangguan orang-orang musyrik. Beliau dan para sahabat dilarang untuk membalas atau memerangi mereka. Meski siksaan dan gangguan orang-orang musyrik sudah kelewat batas dan banyak sahabat jatuh menjadi korban, Rasulullah tetap memerintahkan seluruh sahabat untuk bersabar.

عَنْ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ رَضِي اللَّه عَنْهمَا أَخْبَرَهُ (...وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابُهُ يَعْفُونَ عَنِ الْمُشْرِكِينَ وَأَهْلِ الْكِتَابِ كَمَا أَمَرَهُمُ اللَّهُ وَيَصْبِرُونَ عَلَى الْأَذَى. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( وَلَتَسْمَعُنَّ مِنِ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنِ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ) الْآيَةَ. وَقَالَ اللَّهُ (وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ ) إِلَى آخِرِ الْآيَةِ وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَأَوَّلُ الْعَفْوَ مَا أَمَرَهُ اللَّهُ بِهِ حَتَّى أَذِنَ اللَّهُ فِيهِمْ ..)
Usamah bin Zaid radiyallahu 'anhu berkata,” Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam dan para sahabat memaafkan orang-orang musyrik dan ahlu kitab sebagaimana perintah Allah kepada mereka (untuk memaafkan). Beliau dan para sahabat bersabar atas gangguan (orang-orang musyrik dan ahlu kitab). 
Allah berfirman (artinya)” Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan."[QS. Ali Imran :186]. 
Allah berfirman (artinya),” Banyak orang-orang ahli kitab yang sangat ingin sekali memurtadkan kalian dikarenakan kedengkian pada diri mereka.” [QS. Al Baqarah :109]. Beliau melasanakan perintah Allah untuk memaafkan, sampai Allah mengizinkan beliau (untuk membalas).” 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ وَأَصْحَابًا لَهُ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا فِي عِزٍّ وَنَحْنُ مُشْرِكُونَ فَلَمَّا آمَنَّا صِرْنَا أَذِلَّةً فَقَالَ إِنِّي أُمِرْتُ بِالْعَفْوِ فَلَا تُقَاتِلُوا. فَلَمَّا حَوَّلَنَا اللَّهُ إِلَى الْمَدِينَةِ أَمَرَنَا بِالْقِتَالِ فَكَفُّوا فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ( أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ).
Dari Ibnu Abbas bahwasanya Abdurahman bin Auf dan beberapa sahabat mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam saat masih di Makkah dan berkata,”Wahai Rasulullah, kami dahulu ketika masih musyrik adalah orang-orang yang mulia, tetapi setelah kami beriman kami justru menjadi orang-orang yang hina.” Maka beliau menjawab,” Aku diperintahkan untuk memaafkan, maka janganlah kalian memerangi mereka.” 
Ketika Allah memindahkan kami ke Madinah dan Allah memerintakan kami untuk berperang, kami justru tidak berperang. Maka Allah menurunkan ayat (Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka:"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari takutnya…" 
Hadits-hadits ini menunjukkan, larangan berperang selama masa dakwah di Makkah disebutkan dalam firman Alloh :

فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ 
“ Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai datang perintah Allah (untuk memerangi / membalas ).” [QS. Al Baqarah :109].

لَتُبْلَوُنَّ فِي أَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًىكَثِيرًا وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ
" Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu bersabar dan bertaqwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan." [QS. Ali Imran :186]

أَلَمْ تر إلى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقُُ مِّنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لولا أخرتنا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ والآخرة خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً 
“ Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka:"Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat!" Setelah diwajibkan kepada mereka berperang, tiba-tiba sebagian dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari takutnya. Mereka berkata:"Ya Rabb kami, mengapa engkau wajibkan berperang kepada kami Mengapa tidak engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi" Katakanlah:"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun."(QS. An-Nisa’: 77).

قُل لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لاَيَرْجُونَ أّيَّامَ اللهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ 
“ Katakanlah kepada orang-orang yang beriman untuk memaafkan orang-orang (musyrik) yang tidak mengharapkan hari (perjumpaan dengan) Allah.” [QS. Al Jatsiyah :14].
Dalam fase dakwah Makkah ini tidak ada jihad dalam artian perang. Yang ada sebatas jihad dakwah, sebagaimana firman Allah Ta’ala :

فَلاَ تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُم بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا
“ Maka janganlah kau mentaati orang-orang kafir itu dan lawanlah mereka secara sungguh-sungguh dengan Al Qur’an.” [QS. Al Furqan :52].

[2]- Diperbolehkan berperang untuk membela diri dan tidak diwajibkan.

Hal ini disebutkan dalam firman Alloh :

أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“ Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (Al-Hajj: 39)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ لَمَّا أُخْرِجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ أَخْرَجُوا نَبِيَّهُمْ لَيَهْلِكُنَّ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى ( أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ ) الْآيَةَ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ لَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّهُ سَيَكُونُ قِتَالٌ
Dari Ibnu Abbas ia berkata,” Ketika Nabi diusir dari Makkah, sahabat Abu Bakar berkata,” Mereka mengusir nabi mereka. Inna Lillahi wa inna ilaihi raji’un. Mereka benar-benar akan binasa.” Maka turunlah ayat [QS. Al Hajj:39]. Abu Bakar berkata setelah turunnya ayat ini,” Aku tahu setelah ini akan terjadi perang.” 

[3]- Diwajibkan berperang hanya jika kaum muslimin diserang.

وَ قَاتِلُوْا فِي سَبِيْلِ اللهِ الذِيْنَ يُقَاتَلُوْنَكُمْ 
“ Dan berperanglah di jalan Alloh melawan orang-orang yang memerangi kalian.” (QS. Al-Baqoroh: 190)

فَإِنِ اعْتَزَلُوكُمْ فَلَمْ يُقَاتِلُوكُمْ وَأَلْقَوْا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ فَمَا جَعَلَ اللهُ لَكُمْ عَلَيْهِمْ سَبِيلاً {90} سَتَجِدُونَ ءَاخَرِينَ يُرِيدُونَ أَن يَأْمَنُوكُمْ وَيَأْمَنُوا قَوْمَهُمْ كُلَّ مَارُدُّوا إِلَى الْفِتْنَةِ أُرْكِسُوا فِيهَا فَإِن لَّمْ يَعْتَزِلُوكُمْ وَيُلْقُوا إِلَيْكُمُ السَّلَمَ وَيَكُفُّوا أَيْدِيَهُمْ فَخُذُوهُمْ وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأُوْلاَئِكُمْ جَعَلْنَا لَكُمْ عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا مُّبِينًا 
“ Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada sesuatu kaum,yang antara kamu dan kaum itu telah ada perjanjian (damai) atau orang-orang yang datang kepada kamu sedang hati mereka merasa keberatan untuk memerangi kamu dan memerangi kaumnya. Kalau Allah menghendaki, tentu Dia memberi kekuasaan kepada mereka terhadap kamu, lalu pastilah mereka memerangimu. Tetapi jika mereka membiarkan kamu, dan tidak memerangi kamu serta mengemukakan perdamaian kepadamu maka Allah tidak memberi jalan bagimu (untuk melawan dan membunuh) mereka. (90) 
Kelak kamu akan dapati (golongan-golongan) yang lain, yang bermaksud supaya mereka aman dari pada kamu dan aman(pula) dari kaumnya. Setiap mereka diajak kembali kepada fitnah (syirik), merekapun terjun ke dalamnya. Karena itu jika mereka tidak membiarkan kamu dan (tidak) mau mengemukakan perdamaian kepadamu, serta (tidak) menahan tangan mereka (dari memerangimu), maka tawanlah mereka dan bunuhlah mereka dimana saja kamu menemui mereka, dan merekalah orang-orang yang kami berikan kepadamu alasan yang nyata (untuk menawan dan membunuh) mereka. " [QS. An Nisa’ :90-91].

[4]- Diwajibkan memerangi seluruh orang musyrik meskipun mereka tidak memerangi kaum muslimin, termasuk memerangi mereka di negeri mereka, sampai mereka mau masuk Islam atau membayar.

Inilah fase terakhir perintah jihad yang turun sebelum Rasulullah wafat. Fase ini merupakan fase niha’i (final, terakhir) perintah jihad, yang ditandai dengan turunnya ayat saif (pedang), yaitu firman Alloh :

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ
“ Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyirikin di mana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian.” (At-Taubah: 5).
Allah juga berfirman :

قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“ Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) pada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah Dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah: 29)
Dalam hadits shahih Rasulullah bersabda :

عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ 
“ Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka menyaksikan tiada Ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Bila mereka telah melakukan hal itu, maka mereka telah menjaga darah dan harta mereka, sementara perhitungan amal mereka di sisi Allah.” 

اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا
“ Berperanglah di jalan Allah, dengan nama Allah, perangilah orang yang kafir (tidak beriman kepada Allah), berperanglah dan janganlah kalian mengambil harta rampasan perang sebelum dibagikan, jangan mengkhianati perjanjian, jangan mencincang, jangan membunuh anak-anak!.” 
Imam Ibnu Qoyyim meringkasnya dalam perkataan beliau :

وَكَانَ مُحَرَّماً ثُمَّ مَأْذُوناً بِهِ ثُمَّ مَأْمُوراً بِهِ لِمَنْ بَدَأَهُمْ بِالْقتِاَلِ ثُمَّ مَأْمُوراً بِهِ لِجَمِيعِ اْلمُشْرِكِينَ 
“ Jihad itu awalnya diharamkan, lalu diijinkan, lalu diperintahkan melawan orang yang menyerang terlebih dahulu, lalu diperintahkan untuk memerangi seluruh orang-orang musyrik.” 
Ibnu Qoyyim berkata,“ Maka keadaan orang kafir setelah turun surat At-Taubah ditetapkan menjadi tiga kelompok, yaitu Muharibin, Ahlu ‘Ahdin dan Ahlu Dzimmah. Ahlul ‘Ahdi wash Shulhi (dianggap) tergabung ke dalam negara Islam, maka orang kafir tinggal dua macam saja yaitu Muharibin dan Ahludz Dzimmah.” 
Ketika menafsirkan firman Alloh (فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ) Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu..”(At-Taubah: 5), imam Ibnul ‘Arobi berkata,“ Ayat ini menasakh seratus empat belas ayat.” 
Imam Ibnu Athiyah berkata tentang ayat saif :

وَهَذِهِ اْلآيَةُ نَسَخَتْ كُلَّ مُوَادَعَةٍ فِي اْلقُرْآنِ أَوْ مَا جَرَى مَجْرَى ذَلِكَ، وَهِيَ عَلَى مَا ذُكِرَ مِائَةُ آيَةٍ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ آيَةً
“ Ayat ini menaskh seluruh ayat Al Qur’an yang memerintahkan perjanjian damai dan hal yang semakna dengannya, yang menurut para ulama berjumlah 114 ayat.” 
Imam Ath Thabari mengatakan tentang QS. Al Baqarah :109 :

فَنَسَخَ اللهُ جَلَّ ثَنَاؤُهُ الْعَفْوَ عَنْهُمْ وَالصَّفْحَ بِفَرْضِ قِتَالِهِمْ حَتىَّ تَكُونَ كَلِمَتُهُمْ وَكَلِمَةُ اْلمُؤْمِنِينَ وَاحِدَةً أَوْ يُؤَدُّوا اْلجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ صِغَاراً
“ Allah Ta’ala menaskh perintah memaafkan dan membiarkan dengan mewajibkan mereka memerangi orang-orang musyrik sampai kalimat (dien) mereka dan kalimat (dien) kaum muslimin satu atau mereka membayar jizyah dalam keadaan hina.” Beliau kemudian menyebutkan bahwa perkataan Ibnu Abbas, Qatadah, dan Rabi’ bin Anas yang menunjukkan ayat saif telah menaskh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan." 
Imam Al Qurthubi mengatakan tentang QS. Al Baqarah ;109 :

هَذِهِ اْلآيَةُ مَنْسُوخَةٌ بِقَوْلِهِ : قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَلاَيُحَرِّمُونَ مَاحَرَّمَ اللهُ وَرَسُولُهُ وَلاَيَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَن يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ، عَنِ بْنِ عَبَّاٍس وَقِيلَ : النَّاسِخُ لَهَا:  فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ  
“ Ayat ini telah dinaskh oleh ayat “ Perangilah orang-orang yang tidak beriman..dalam keadaan hina.” [QS. At Taubah :28]. Inilah pendapat Ibnu Abbas. Ada juga yang berpendapat bahwa yang menaskh adalah firman Allah,” Maka bunuhlah orang-orang musyrik.” [QS. At Taubah :5]. 
Tentang firman Allah QٍS. At Taubah 73 :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“ Wahai nabi, berjihadlah melawan orang-orang kafir dan munafik dan perlakuan mereka secara keras (tegas).” Imam Al Qurthubi mengatakan :

وَهَذِهِ اْلآيَةُ نَسَخَتْ كُلَّ شَيْءٍ مِنَ اْلعَفْوِ وَالصَّفْحِ
“ Ayat ini menaskh setiap ayat yang memerintahkan untuk memaafkan dan membiarkan.” 
Begitu juga dengan imam Ibnu Katsir. Setelah menyebutkan pendapat Ibnu Abbas yang menyatakan ayat saif telah menaskh seluruh ayat yang memerintahkan bersabar dan tidak melawan, beliau berkata :

وَكَذَا قَالَ أَبُو ْالعَالِيَةَ وَالرَّبِيعُ بْنُ أَنَسٍ وَقَتَادَةُ وَالسُّدِّيُّ :إِنَّهَا مَنْسُوخَةٌ بِآيَةِ السَّيْفِ،وَيُرْشِدُ إِلَى ذَلِكَ أيَْضاً قَولُهُ تَعَالَى:  حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ 
“ Demikian juga pendapat imam Abu Aliyah, Rabi’ bin Anas, Qatadah dan As Sudi bahwa ayat-ayat memaafkan telah dinaskh oleh ayat saif. Hal ini juga ditunjukkan oleh ayat,” Sampai datangnya perintah Allah.” 
Imam Ibnu Hazm juga mengatakan :

وَنُسِخَ اْلمَنْعُ مِنَ الْقِتَالِ بِإِيجَابِهِ
“ Larangan berperang telah dinaskh oleh perintah yang mewajibkan perang.” 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan ;

… فَأَمْرُهُ لَهُمْ بِالْقِتَالِ نَاسِخٌ ِلأَمْرِهِ لَهُمْ بِكَفِّ أَيْدِيهِمْ عَنْهُمْ
“ Perintah Allah kepada mereka untuk berperang merupakan naskh atas perintah-Nya untuk menahan tangan mereka.” 
Tentang QS. Ali Imran ayat 186, beliau berkata ; 

إِنَّ هَذِهِ اْلأَيَةَ وَمَا شَابَهَهَا مَنْسُوخٌ مِنْ بَعْضِ الْوُجُوهِ
“ Ayat ini dan ayat-ayat serupa telah dinaskh dari berbagai alasan.” 
Imam As Suyuthi di dalam kitabnya Al-Iklil fis Timbatit Tanziil dan At-Tahbir Fii ‘ilmit Tafsiir juga menyatakan ayatus saif telah menasakh ayat-ayat yang memerintahkan untuk memaafkan, berlapang dada dan berdamai. Ketika menerangkan QS. At Taubah :5 “…maka bunuhlah orang-orang musyrik di mana saja kalian jumpai mereka.” beliau berkata:

هَذِهِ آيَةُ السَّيْفِ النَّاسِخَةِ ِلآيَاتِ اْلعَفْوِ وَالصَّفْحِ وَاْلإِعْرَاضِ وَالْمُسَالَمَةِ، وَاسْتَدَلَّ بِعُمُومِهَا اْلجُمْهُورُ عَلَى قِتَالِ التُّرْكِ وَالْحَبَشَةِ
” Ayat ini adalah ayatus saif yang telah menasakh ayat-ayat yang berkenaan dengan memberikan maaf, berlapang dada, berpaling dan berdamai. Berdasar keumuman ayat ini, mayoritas ulama berpendapat untuk memerangi bangsa Turki dan Habasyah.” 
Para ulama salafu sholih yang menyatakan bahwa ayat saif telah menasakh (menghapus seluruh fase ayat-ayat jihad sebelumnya) adalah :
- Imam Adh-Dhohak bin Muzahim (Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anul Adzim 4/134), 
- Imam Ar-Robi’ bin Anas (Al-Baghowi, Ma’alimu Tanzil 2/269, Multan, Idaarotu Ta’lifat Asyrafiyah, tahqiq ; Marwan Suwar dan Khalid Abdurahman Al ‘Ak), 
- Imam Mujahid dan Abul ‘Aliyah (Asy-Syaukani, Fathul Qodir 1/162, Beirut, Daarul Kutub Al Ilmiyah, cet 1:1415 /1994), 
- Imam Al-Hasan ibnul Fadl (Al-Qurthubi, Al Jami’u li Ahkamil Qur’an 13/73, Al Baghawi 2/269), 
- Imam Ibnu Zaid (Al-Qurthubi, 2/339), 
- Imam Musa bin ‘Uqbah, Ibnu ‘Abbas, Al-Hasan, ‘Ikrimah, dan Qotadah (Asy Syaukani, Fathul Qodir I/497, Mahmud Al Alusi, Ruuhul Ma’ani Fi tafsiri Al Qur’anil Adzim wa Sab’il Matsani 1/357, Beirut, Daarul Fikr, 1408 /1987), 
- Imam Ibnul Jauzi dan ‘Atho’ (Al-Baghowi 3/122).
Pendapat ini juga dikatakan oleh ;
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Ibnu Taimyah, Al-Ihtijaj bil Qodar hal. 36),
- Imam Asy-Syaukani (Fathul Qodir 1/162), 
- Imam Al-Qurthubi (Tafsir Al-Qurthubi 2/331), 
- Imam As Suyuthi (Ad Durul Mantsur fi Tafsir Al Ma’tsur 1/262, Beirut, Daarul Fikr, 1993/1414), dan para ulama’ dari berbagai masa. 
Beberapa ulama’ salaf sholih bahkan telah menyatakan adanya ijma’ (kesepakatan seluruh ulama mujtahidin) tentang mansukh (telah dihapusnya) hukum-hukum jihad sebelum hukum yang terakhir. 
Imam Al Jashash mengatakan tentang QS. An Nisa’ 90:

وَلاَ نَعْلَمُ أَحَداً مِنَ الْفُقَهَاءِ يَحْظَرُ قِتَالَ مَنِ اعْتَزَلَ قِتَالَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، وَإِنَّمَا اْلخِلاَفُ فِي جَوَازِ تَرْكِ قِتَالِهِمْ لاَ فِي حَظَرِهِ. فَقَدْ حَصَلَ اْلاِتِّفَاقُ مِنَ اْلجَمِيعِ عَلَى نَسْخِ حَظَرِ الْقِتَالِ لِمَنْ كَانَ وَصْفُهُ مَا ذَكَرْنَا
“ Kami tidak mengetahui ada seorang ulamapun yang melarang memerangi orang-orang kafir yang tidak memerangi kita. Justru yang diperselisihkan adalah boleh tidaknya tidak memerangi mereka, bukan larangan memerangi mereka. Karena telah menjadi kesepakatan semua ulama tentang dinaskhnya larangan memerangi orang kafir yang keadaannya seperti kami sebutkan tadi.” 
Imam Shodiq Hasan Khan Al-Bukhori mengatakan :

وَمَا وَرَدَ فِي مُوَادَعَتِهِمْ أَوْ فِي تَرْكِهِمْ إِذَا تَرَكُوا اْلمُقَاتَلَةَ فَذَلِكَ مَنْسُوخ ٌباِتِّفَاقِ الْمُسْلِمِينَ
“ Adapun riwayat tentang berdamai dan membiarkan (tidak memerangi) orang-orang kafir apabila mereka tidak memerangi (kaum muslimin), maka hal itu telah mansukh berdasar kesepakatan seluruh kaum muslimin.” 
Syaikhul mufasirin imam Ibnu Jarir ketika menafsirkan QS. Al Jatsiyah 14, berkata :

وَهَذِهِ اْلآيَةُ مَنْسُوخَةٌ بِأَمْرِ اللهِ بِقِتَالِ اْلمُشْرِكِينَ، وَإِنَّمَا قُلْنَا هِيَ مَنْسُوخَةٌ ِلإِجْمَاعِ أَهْلِ التَّأْوِيلِ عَلَى أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ
” Ayat ini telah mansukh dengan perintah Alloh untuk memerangi orang-orang musyrik, sesuai dengan ijma’ ulama takwil (mufasirin) atas hal itu.” 
Imam Asy-Syaukani mengatakan : 

أَمَّا غَزْوُ الْكُفَّارِ وَمُنَاجَزَةُ أَهْلِ الْكِتَابِ وَحَمْلُهُمْ عَلَى ْالإِسْلاَمِ أَوْ تَسْلِيمِ الْجِزْيَةِ أََوِ الْقَتْلِ فَهُوَ مَعْلُومٌ مِنَ الضَّرُوْرَةِ الدِّيْنِيَّةِ ... وَمَا وَرَدَ فِي مُوَادَعَتِهِمْ أَوْ تَرْكِهِمْ إِذَا تَرَكُوا ْالمُقَاتَلَةَ فَذَلِكَ مَنْسُوخٌ بِإِجْمَاعِ اْلمُسْلِمِينَ بِمَا وَرَدَ مِنْ إِيْجَابِ الْمُقَاتَلَةِ لَهُمْ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَعَ ظُهُورِ الْقُدْرَةِ عَلَيهِمْ وَالتَّمَكُّنِ مِنْ حَرْبِهِمْ وَقَصْدِهِمْ إِلَى دِيَارِهِمْ
” Menyerang orang-orang kafir dan ahli kitab serta membawa mereka (untuk memilih salah satu dari tiga pilihan, pent) : masuk kepada agama Islam, atau membayar jizyah atau bunuh (perang), merupakan al-ma'lum min ad-dien bi-dharurah (perkara yang sangat jelas dalam agama, diketahui oleh orang awam maupun ulama) … dalil yang menyebutkan meninggalkan dan membiarkan mereka jika mereka tidak memerangi, sudah mansukh berdasar ijma’ kaum muslimin dengan dalil yang mewajibakn memerangi mereka apapun kondisinya selama memiliki kemampuan dan sanggup memerangi mereka di negeri mereka.” 


Catatan Penting 

Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan naskh ketiga fase jihad pertama, adalah wajib hukumnya memerangi orang-orang musyrik setelah sebelumnya dilarang atau diperbolehkan sekedar untuk membela diri saja. 
Jadi, yang dimansukh adalah mencukupkan diri dengan dakwah lisan dan jihad membela diri semata (jihad defensif). Dengan adanya hukum naskh ini, maka memerangi orang-orang musyrik hukumnya wajib sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam. Meski demikian, hukum berdakwah dengan lisan dan jihad defensif tetap berlaku, hanya saja ditambah dengan satu kewajiban baru yaitu memerangi orang-orang musyrik sekalipun mereka tidak memerangi umat Islam (jihad ofensif).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
“ Sebagian orang mengatakan ayat-ayat yang memerintahkan mendebat orang kafir telah dinaskh oleh ayat saif karena mereka meyakini bahwa perintah untuk memerangi berarti meniadakan perintah mendebat. Pendapat ini salah, karena sebuah naskh terjadi bila hukum yang menaskh bertolak belakang dengan hukum yang dimansukh, sebagaimana perintah menghadap ke masjidil haram dalam sholat bertolak belakang dengan perintah menghadap ke Masjidil Aqsho, dan seperti firman Allah (tahanlah tangan-tangan kalian…) yang bertolak belakang dengan perintah (perangilah mereka…), 
Sebagaimana firman Allah (Tidakkah kau melihat orang-orang yang diperintahkan untuk menahan tangan-tangan mereka, mendirikan sholat dan menunaikan zakat. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, mereka takut kepada manusia sebagaimana takutnya mereka kepada Allah atau bahkan lebih takut lagi…” (QS. An Nisa’ :77). Perintah Allah Ta’ala untuk berperang menaskh perintah-Nya untuk menahan tangan-tangan mereka.
Adapun perintah Allah,” Serulah mereka kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan peringatan yang baik dan debatlah mereka dengan debat yang lebih baik” (QS. An Nahl :125) dan firman-Nya,” dan janganlah kalian mendebat ahlu kitab kecuali dengan cara yang lebih baik…” (QS. Al Ankabut :46), maka kedua ayat ini tidak bertolak belakang dengan perintah berjihad melawan orang-orang yang diperangi. (Yang ada) Perintah jihad itu bertolak belakang dengan larangan berjihad dan perintah untuk sekedar berdebat saja.”
Beliau lalu menyebutkan beberapa cara mengkompromikan antara perintah berjihad dan perintah berdebat. Cara kelima adalah :
“ Cara kelima : Yang dimasukh adalah (perintah untuk) mencukupkan diri dengan sekedar berdebat saja.”
Hukum-Hukum Mendakwahi Kafir Harbi.
Maksud dakwah disana: mendakwahi kafir harbi kepada Islam lalu membayar jizyah (disana terdapat perbedaan besar dalam penulisan yang semuanya dikembalikan kepada jizyah setelah mereka memenuhinya dari kalangan ahli kitab dan majusi, namun penerimaan jizyah ditolah dari golongan murtad, lihat Al-Mughni, karya. Ibnu Qudamah, 9/173-174, ahkamu liahlidzdzimmah, karya. Ibnu Qayyim, 1/87-111.
para fuqaha telah menashkan bahwa dakwah disana meliputi dakwah hakikiyah dan hikmiyah, adapun dakwah hakikiyah adalah dakwah dengan lisan sedangkan dakwah hikmiyah yaitu penyebar luasan dakwah ke timur dan barat dimana saja mereka bisa diseru dan dimana saja mereka diperangi dengan menegakkan kekuatan kepada mereka . (bahru raiq, 5/82, Syarh Fathul qadir, 5/445).
Adapun sifat dakwah hakikiyah maka kami katakan- akan kami datangkan nash-nash sharih dengan sifat dakwah ini:
Dalam kitab Kifayatuththalib: sifat dakwah adalah menyeru mereka untuk berpaling kepada Islam jikalau mereka memenuhi seruan Islam ini maka jagalah tanganmu dari mereka namun bila mereka menolak maka suruhlah mereka untuk membayah jizyah, jika mereka menolak bayar jizyah maka perangilah mereka, jika mereka menyerah maka perintahkan kepada mereka untuk tunduk kepada kekuasaan kami, jika mereka menerimanya maka tahanlah tanganmu dari mereka namun bila mereka menolaknya maka perangilah mereka seandainya mereka bisa didakwahi maka peperangan terhadap mereka dikecualikan. (Kifayatuththalib, 2/6, atstsamaru addin syarah risalah al-Qiruni, 1/412).
Berkata ibnu Rojab semoga merahmatinya berkata Malik: bila diwajibkan dakwah atasnya maka mereka hanya diseru kepada Islam secara umum tanpa menjelaskan kepada mereka tentang hukum-hukum syar'i kecuali apabila mereka bertanya tentangnya maka dijelaskan kepadanya, begitu juga mereka diperintahkan untuk membayah jizyah secara umum tanpa ada batasan dan tanpa penolakan dari mereka (wajib) kecuali mereka bertanya dengan sebab harus membayar jizyah maka dijelaskan kepadanya. (tarikh al-Iklil, 3/350).
Dan pendapat tentangnya: mereka orang kafir diseru untuk masuk Islam diberi jangka waktu 3 hari disandarkan kepada seperti halnya kepada orang murtad untuk bertobat, bila mereka memenuhi seruan Islam maka wajib menahan tangan atasnya karena darah dan harta bendanya telah terjaga dengan sebab masuk Islam atapun bila mereka memilih membayar jizyah maka wajib untuk menahan tangan atasnya juga, bila dia tidak mau memilih Islam atau membayar jizyah maka mereka diperangi dengan perbuatan dengan segenap macam perangkat perang untuk memerangi mereka (peralatan persenjataan). (al-fawakih addiwani, 1/396).
Adapun dakwah hikmiyah yaitu dengan merealisasikan 
dakwah Islam supaya sampai terdengar oleh orang-orang kafir dengan berbagai jalan.
Alloh Ta'ala berfirman : katakanlah wahai Muhammad, siapakah yang lebih kuat kesaksiannya? katakanlah, "Alloh", Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Al-Quran ini diwahyukan kepadaku agar dengan itu aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang yang sampai Al-Quran kepadanya. Dapatkah kamu benar-benar bersaksi bahwa tidak ada ilah-ilah lain bersama Alloh?" Katakanlah, "Aku tidak dapat bersaksi, "Katakanlah, "Sesungguhnya hanyalah Dialah Alloh Robb Yang Maha Esa dan aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dengan Alloh." (Qs. Al-An'aam ayat 19).
Berkata As-Saadi maksud ayat pada kalimat "liungdzirokum bihi wa man balagho" pada ayat diatas: adapun "wa man balagho" adalah siapa saja yang telah sampai Al-Quran kepadanya maka dia telah terkena peringatan.
Dari Muhammad bin Ka'ab rahimahulloh: maksud "liungdzirokum bihi wa man balagho"adalah siapa saja yang telah sampai Al-Quran padanya maka dia telah menyaksikan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. 
Berkata ibnu Zaid rahimahulloh maksud ayat pada kalimat "wa uhiya ilayya hadzal qur'an liungdzirokum bihi wa man balagho" adalah siapa saja yang telah sampai Al-quran padanya, maka aku (Muhammad) telah memperingatinya, firman Alloh "wahai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Alloh kepada kalian semua" (Qs. Al-A'raaf ayat 158) maka barangsiapa yang telah sampai Al-Quran padanya maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatinya.
Dari Hasan bin Shalih berkata: aku ditanya oleh Laits apakah seseorang bisa tidak terkena dakwah ? Aku berkata bahwa Mujahid mengatakan: dimana saja Al-Quran datang maka penduduknya telah terkena seruan dan peringatan lalu membacakan ayat diatas. 
Dari Mujahid sesungguhnya dia berkata maksud kalimat "wa uhiya ilayya hadzal qur'an liungdzirokum bihi" maksudnya kepada orang Arab, "wa man balagho" maksudnya kepada bangsa 'ajam yakni non arab.

Istriku, Aku Mencintaimu


Kendati dirinya telah keliling dunia, bahkan hampir tidak ada negara baru di dalam peta, dan terlalu sering naik pesawat terbang sehingga seperti naik mobil biasa, namun istrinya belum pernah naik pesawat terbang kecuali pada malam itu. Hal itu terjadi setelah 20 tahun pernikahan mereka. Dari mana? Dan kemana? Dari Dahran ke Riyadh. Dengan siapa? Dengan adiknya yang orang desa dan bersahaja yang merasa dirinya harus menyenangkan hati kakaknya dengan semampunya. Ia membawa wanita itu dengan mobil bututnya dari Riyadh menuju Dammam. Pada waktu pulang, wanita itu berharap kepadanya agar ia naik pesawat terbang. Wanita itu ingin naik pesawat terbang sebelum meninggal. Ia ingin naik pesawat terbang yang selalu dinaiki Khalid, suaminya, dan yang ia lihat di langit dan di televisi.
Sang adik mengabulkan keinginannya dan membeli tiket untuknya. Ia menyertakan putranya sebagai mahramnya. Sementara ia pulang sendirian dengan mobil sambil diguncang oleh perasaan dan mobilnya.
Malam itu Sarah tidak tidur, melainkan bercerita kepada suaminya, Khalid, selama satu jam tentang pesawat terbang. Ia bercerita tentang pintu masuknya, tempat duduknya, penerangannya, kemegahannya, hidangannya, dan bagaimana pesawat itu terbang di udara. Terbang!! Ia bercerita sambil tercengang. Seolah-olah ia baru datang dari planet lain. Tercengang, terkesima, dan berbinar-binar. Sementara suaminya memandanginya dengan perasaan heran. Begitu selesai bercerita tentang pesawat terbang, ia langsung bercerita tentang kota Dammam dan perjalanan ke sana dari awal sampai akhir. Juga tentang laut yang baru pertama kali dilihatnya sepanjang hidupnya. Dan juga tentang jalan yang panjang dan indah antara Riyadh dan Dammam saat ia berangkat. Sedangkan saat pulang ia naik pesawat terbang. Pesawat terbang yang tidak akan pernah ia lupakan unuk selama-lamanya.
Ia berlutut seperti bocah kecil yang melihat kota-kota hiburan terbesar untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Ia mulai bercerita kepada suaminya dengan mata yang berbinar penuh ketakjuban dan kebahagiaan. Ia melihat jalan raya, pusat perbelanjaan, manusia, batu, pasir, dan restoran. Juga bagaimana laut berombak dan berbuih bagaikan onta yang berjalan. Dan bagaimana ia meletakkan kedua tangannya di air laut dan ia pun mencicipinya. Ternyata asin… asin. Pun, ia bercerita bagaimana laut tampak hitam di siang hari dan tampak biru di malam hari.
“Aku melihat ikan, Khalid! Aku melihatnya dengan mata kepalaku. Aku mendekat ke pantai. Adikku menangkap seekor ikan untukku, tapi aku kasihan padanya dan kulepaskan lagi ke air.
Ikan itu kecil dan lemah. Aku kasihan pada ibunya dan juga padanya. Seandainya aku tidak malu, Khalid, pasti aku membangun rumah-rumahan di tepi laut itu. Aku melihat anak-anak membangun rumah-rumahan di sana. Oh ya, aku lupa, Khalid!” ia langsung bangkit, lalu mengambil tasnya, dan membukanya. Ia mengeluarkan sebotol parfum dan memberikannya kepada sang suami. Ia merasa seolah-olah sedang memberikan dunia. Ia berkata, “Ini hadiah untukmu dariku. Aku juga membawakanmu sandal untuk kau pakai di kamar mandi.”
Air mata hampir menetes dari mata Khalid untuk pertama kali. Untuk pertama kalinya dalam hubungannya dengan Sarah dan perkawinannya dengan sang istri. Ia sudah berkeliling dunia tapi tidak pernah sekalipun memberikan hadiah kepada sang istri. Ia sudah naik sebagian besar maskapai penerbangan di dunia, tapi tidak pernah sekalipun mengajak sang istri pergi bersamanya. Karena, ia mengira bahwa wanita itu bodoh dan buta huruf. Apa perlunya melihat dunia dan bepergian? Mengapa ia harus mengajaknya pergi bersama?
Ia lupa bahwa wanita itu adalah manusia. Manusia dari awal sampai akhir. Dan kemanusiaannya sekarang tengah bersinar di hadapannya dan bergejolak di dalam hatinya. Ia melihat istrinya membawakan hadiah untuknya dan tidak melupakannya. Betapa besarnya perbedaan antara uang yang ia berikan kepada istrinya saat ia berangkat bepergian atau pulang dengan hadiah yang diberikan sang istri kepadanya dalam perjalanan satu-satunya dan yatim yang dilakukan sang istri. Bagi Khalid, sandal pemberian sang istri itu setara dengan semua uang yang pernah ia berikan kepadanya. Karena uang dari suami adalah kewajiban, sedangkan hadiah adalah sesuatu yang lain. Ia merasakan kesedihan tengah meremas hatinya sambil melihat wanita yang penyabar itu. Wanita yang selalu mencuci bajunya, menyiapkan piringnya, melahirkan anak-anaknya, mendampingi hidupnya dan tidak tidur saat ia sakit. Wanita itu seolah-olah baru pertama kali melihat dunia. Tidak pernah terlintas di benak wanita itu untuk mengatakan kepadanya, “Ajaklah aku pergi bersamamu!” Atau bahkan, “Mengapa ia tidak pernah bepergian?” Karena ia adalah wanita miskin yang melihat suaminya di atas, karena pendidikannya, wawasannya, dan kedermawanannya. Tapi ternyata bagi Khalid, semua itu kini menjadi hampa, tanpa rasa dan tanpa hati. Ia merasa bahwa dirinya telah memenjara seorang wanita yang tidak berdosa selama 20 tahun yang hari-harinya berjalan monoton.
Kemudian, Khalid mengangkat tangannya ke matanya untuk menutupi air matanya yang nyaris tak tertahan. Dan ia mengucapkan satu kata kepada istrinya. Satu kata yang diucapkannya untuk pertama kalinya dalam hidupnya dan tidak pernah terbayang di dalam benaknya bahwa ia akan mengatakannya sampai kapan pun. Ia berkata kepada istrinya, “Aku mencintaimu.” Ia mengucapkannya dari lubuk hatinya.
Kedua tangan sang istri berhenti membolak-balik tas itu. Mulutnya pun berhenti bercerita. Ia merasa bahwa dirinya telah masuk ke dalam perjalanan lain yang lebih menakjubkan dan lebih nikmat daripada kota Dammam, laut, dan pesawat terbang. Yaitu, perjalanan cinta yang baru dimulai setelah 20 tahun menikah. Perjalanan yang dimulai dengan satu kata. Satu kata yang jujur. Ia pun menangis tersedu-sedu.
Sumber: “Malam Pertama, Setelah Itu Air Mata” karya Ahmad Salim Baduwailan, Penerbit eLBA via 

Sehat dan Cantik dengan Zaitun


 Rasanya tak ada yang tak kenal dengan zaitun. Walaupun mungkin di antara kita belum pernah melihatnya atau mengkonsumsinya kita semua sebagai muslim tidak asing lagi dengannya. Karena Al-Qur’an mengabadikannya sebagai pohon yang diberkahi.
Maka tak heran bila saat ini para peneliti maupun ilmuwan modern banyak menemukan manfaat dan khasiat dari pohon zaitun ini. Tak ada salahnya kita meneliti lebih dalam lagi tentang manfaat zaitun ini bagi kita terutama para akhwat yang ingin tetap tampil sehat dan cantik (Insya Allah) dengan zaitun.
Ibnul Qayyim AL-Jauziyah dalam bukunya Zaadul Maad menerangkan tentang keutamaan pohon zaitun :
Allah Berfirman tentang Zaitun :
“Yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah baratnya, yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api,” (QS. An-Nuur: 35)
Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dengan isnad yang jayyid, dari hadits Abu Hurairah, Nabi kita shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Makanlah minyak zaitun dan minyakilah dengannya, karena ia berasal dari pohon yang penuh barakah.”
Kemudian Ibnul Qayyim melanjutkan lagi bahwa :
Kualitas minyak zaitun tergantung dari kualitas buah zaitun. Perasan dari buah yang masak adalah yang paling baik. Minyak dari buah zaitun masih mentah bersifat dingin dan kering. Minyak dari buah zaitun yang merah berkualitas menengah dan dari buah zaitun yang hitam memiliki sifat yang panas dan lembab secara seimbang.
Ia bermanfaat untuk membebaskan racun dan mengeluarkan cacing.semua jenis minyak ini menghaluskan kulit dan menghambat tumbuhnya uban. Air zaitun yang asin baik untuk bekas luka karena kebakaran dan menguatkan gusi. Sedangkan daun zaitun digunakan untuk mengobati luka, gatal-gatal dan mencegah keringat. (Zaadul Maad hal: 333)
Tak heran bila orang-orang Arab banyak mengkonsumsi buah zaitu dan sekaligus minyaknya ini. Di antara mereka ada yang cukup dengan menyantap minyak zaitun dengan roti Arab saja.. Biasanya kaum wanita Arab meminyaki rambut mereka dengan minyak zaitun sebelum tidur kemudian berkeramas keesokan harinya menjadikannya lebat, tidak mudah rontok dan panjang.
Selain itu bagi para ibu muda (akhwat) yang sedang mengandung ternyata minyak zaitun ini pun dapat dipakai untuk mengoles bagian perut yang terkadang gatal dan mengurangi guratan di seputar perut bila rajin menggunakannya, insya Allah.
Para pakar kecantikan modern menggunakan minyak zaitun dalam pembuatan krem kecantikan mereka untuk menghilangkan guratan setelah melahirkan.
Mengenal lebih dalam lagi tentang zaitun ini, buah zaitun yang diawetkan sering digunakan sebagai campuran hidangan seperti salad, pizza, mezze dari Yunani atau untuk campuran tapas dari Spanyol.
Dalam dunia kuliner, selain buah zaitun utuh, minyaknya pun sangat terkenal. Minya zaitun yang berwarna kuning pucat sampai hijau tua merupakan minyak nabati tak jenuh tunggal. Tentu saja dapat pula menambah nilai gizi pada masakan.
Ada tiga jenis minyak zaitun yang dijual di pasaran. Biasanya tersedia dalam kemasan botol atau kaleng besar. Ada dua jenis zaitun yaitu yang berwarna hijau dan hitam. Sampai saat ini Spanyol dan Italia masih merupakan negara terdepan dalam memproduksi minyak zaitun.
buah dari tanaman yang banyak tumbuh di daratan Mediterania ini, uga dipakai untuk menjaga kemulusan dan kecantikan kulit para ratu Romawi dan Mesir pada zaman dahulu dan itu bukan merupakan rahasia lagi.
Tampaknya, keyakinan bangsa Romawi terhadap khasiat zaitun kini telah terungkap. Buktinya, para ahli pun berpendapat bahwa nutrisi yang terkandung dalam buah zaitun berguna secarafisiologis dan klinis.
Secara fisiologis, zaitun bermanfaat untuk mempercepat proses pencernaan. Sedangkan secara klinis, ia memiliki fungsi sebagai pencegah kanker usus, penyakit kandung kemih, penyakit jantung, dan mampu mampu menurunkan kadar kolesterol.
Pohonnya yang selalu hijau di sepanjang tahun memberi manfaat yang berlimpah bagi kesehatan. Mulai dari kayunya yang keras, buahnya baik yang mentah maupun yang matang, sampai minyaknya, dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Selain itu, manfaat zaitun bagi dunia farmasi dan kimia sangat banyak ini dikarenakan kandungan minyaknya yang tergolong tak jenuh tunggal. Limbah minyak zaitun sendiri masih dapat dipergunakan sebagai bahan bakar, pupuk dan makanan hewan dan minyak pelumas.
Sedangkan, biji zaitun dapat digunakan sebagai produk cetakan plastik. Dalam dunia kecantikan buah zaitun juga turut berperan, terbukti beberapa produk kecantikan juga banyak yang menggunakan buah ini.
Minyak zaitun (olive oil) merupakan ‘obat’ andalan bangsa Mesir dan Romawi kuno sejak jaman dulu kala. Sampai sekarang pun minyak zaitun sangat populer bagi bangsa Mesir hingga Mediterania, bukan hanya sebagai bagian dari masak-memasak, tetapi juga berperan menjaga kesehatan mereka.
Hal ini dibuktikan oleh Dimitros Trichopoulus, profesor dari Harvard School of Public Health di AS yang menyelidiki hubungan antara banyaknya konsumsi minyak zaitun dengan pertumbuhan kanker payudara.
Dari penelitian yang melibatkan sedikitnya 2300 wanita diketahui bahwa wanita yang mengkonsumsi minyak zaitun lebih dari satu kali dalam sehari memiliki peluang terkena kanker payudara 25 % lebih rendah dibanding wanita yang kurang mengkonsumsi minyak zaitun.
Dan, kenyataannya wanita Mesir dan Mediterania lebih sedikit terkena kanker payudara dibanding dengan wanita Amerika.
“Minyak zaitun banyak mengandung vitamin E yang sangat dibutuhkan untuk menghentikan kerusakan sel-sel pemicu kanker. Selain itu juga, mengandung polifenol yang berperan sebagai penghadang radikal bebas,” ungkapnya lagi.
Jadi kita semua telah mengetahui betapa barakahnya pohon ini.Untuk ukhti muslimah yang senang luluran maka minyak zaitun inipun dapat digunakan untuk luluran sebelum mandi,insya Allah bila rutin di gunakan maka kulit ukhti akan tampak lebih halus dan segar. Nah, mengapa tidak dicoba…
Jangan lupa bila ada saudara-saudara kita yang ingin safar umrah ataupun haji, selain titip air zam-zam sebagai oleh-oleh, tak ada salahnya minta pula dikirimi minyak zaitun beserta buahnya.
Wallahu a’lam bish-shawwab.

Sumber:
  1. Zaadul Maad, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Pustaka Azzam, 1990M
  2. Sumber bacaan lain dan pengalaman pribadi

Kecemburuan Istri Rasulullah


 Cemburu merupakan tanda adanya cinta, mustahil orang yang mengakui mencintai kekasihnya (suaminya/istrinya) tidak memiliki rasa cemburu. Cemburu merupakan tanda kesempurnaan cinta, akan tetapi cemburu bisa tercela apabila terlalu berlebihan dan melampui batas. Aisyah radhiyallahu anha adalah seorang wanita pencemburu hal ini terjadi karena begitu besar rasa cintanya kepada kekasihnya yaitu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.Nah, marilah kita simak kisah beliau.
Dari Aisyah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam keluar dari rumahnya pada suatu malam.Aisyah menuturkan,
“Maka akupun menjadi cemburu kepada beliau sekiranya beliau mendatangi istri yang lain. Kemudian beliau kembali lagi dan melihat apa yang terjadi pada diriku.”apakah engkau sedang cemburu?” tanya beliau.”Apakah orang semacam aku ini tidak layak cemburu terhadap orang seperti engkau ?”
“Rupanya syetan telah datang kepadamu”, sabda beliau”Apakah ada syetan besertaku?’ tanyaku
“Tak seorangpun melainkan bersamanya ada syetan” jawab beliau.”Besertamu pula?” tanyaku.
“Ya, hanya saja Allah menolongku untuk mengalahkannya sehingga aku selamat”, jawab beliau. (ditakrij Muslim dan Nasa’i)
Dari Aisyah, dia berkata,
“Aku tidak pernah melihat orang yang pandai masak seperti halnya Shafiyah. Suatu hari dia membuatkan makanan bagi Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, yang ketika itu beliau di rumahku.Seketika itu badanku gemetar karena rasa cemburu yang menggelegak. Lalu aku memecahkan bejana Shafiyah. Akupun menjadi menyesal sendiri. Aku berkata,”Wahai Rasulullah, apa tebusan atas apa yang aku lakukan ini?” Beliau menjawab, “bejana harus diganti dengan bejana yang sama, makanan harus diganti dengan makanan yang sama” (ditakrij Abu Daud dan An-Nasa’i)
Sedangkan dalam riwayat lain dari Anas bin Malikk radhiyallahu anhu, dia menceritakan,
Nabi shalallahu alaihi wassalam pernah berada disisi salah seorang istrinya. Kemudian seorang dari ummul mukminin mengirimkan satu mangkuk makanan. Lalu istri Nabi yang berada dirumahnya memukul tangan Rasulullah sehingga mangkuk itu jatuh dan pecah. Maka Nabi pun mengambil dan mengumpulkan makanan di dalamnya. Beliau berkata:”Ibumu cemburu, makanlah.” Maka merekapun segera memakannya. Sehingga beliau memberikan mangkuk yang masih utuh dari istri dimana beliau berada, dan meninggalkan mangkuk yang telah pecah tersebut di rumah istri yang memecahkannya.(HR.Bukhari, Ahmad, Nasai dan Ibnu Majah)
Hadits senada diatas dengan beberapa tambahan, yaitu di dalam Ash-Shahih, dari hadits Humaid dari Anas Radhiyallahu anhu, dia berkata,
” Ada diantara istri Nabi shalallahu alaihi wassalam yang menghadiahkan semangkuk roti dicampur kuah kepada beliau, selagi beliau berada di rumah istri beliau yang lain (Aisyah). Aisyah menepis tangan pembantu yang membawa mangkuk, sehingga mangkuk itu pun jatuh dan pecah. Nabi Shalallahu alaihi wassalam langsung memunguti roti itu dan meletakkan kembali diatas mangkuk, seraya berkata, “makanlah. Ibu kalian sedang cemburu.” setelah itu beliau menunggu mangkuk pengganti dan memberikan mangkuk yang pecah itu kepada Aisyah”.(diriwayatkan oleh Bukhari, Tirmidzi, Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).
Begitupula kecemburuan Aisyah terhadap Shafiyah. Tatkala Rasulullah tiba di Madinah bersama Shafiyah yang telah dinikahinya, dan beliau berbulan madu bersamanya ditengah jalan, maka Aisyah berkata,
“Aku menyamar lalu keluar untukmelihat. Namun beliau mengenaliku. Beliau hendak menghampiriku, namun aku berbalik dan mempercepat langkah kaki. Namun beliau dapat menyusul lalu merengkuhku, seraya bertanya,”Bagaimana pendapatmu tentang dia?” Aku menjawab, “Dia adalah wanita Yahudi di tengah para wanita yang menjadi tawanan” (ditakrij Ibnu Majah).
Aisyah Radhiyallahu anha pernah berkata,
“Aku tidak pernah cemburu terhadap wanita seperti kecemburuanku terhadap Khadijah, karena Nabi Shalallahu alaihi wassalam seringkali menyebut namanya. Suatu hari beliau juga menyebut namanya, lalu aku berkata, “Apa yang engkau lakukan terhadap wanita tua yang merah kedua sudut mulutnya? Padahal Allah telah memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadamu”. Beliau bersabda, “Demi Allah, Allah tidak memberikan ganti yang lebih baik darinya kepadaku” (Diriwayatkan Bukhari).
Aduhai, kecemburuan yang sangat mendalam hanya karena kekasihnya menyebut wanita lain padahal wanita yang disebutnya telah kembali kepada Zat Yang Mulia tetap membuatnya cemburu. Akan tetapi bisa engkau lihat ya ukhti,…betapa mulianya akhlak Rasulullah terhadap istrinya yang cemburu . Tidaklah beliau mengeluarkan perkataan yang kasar melainkan kata-kata yang haq.Semoga para suami kita bisa meneladani sikap dan akhlak beliau, shalallahu alaihi wassalam.Karena hanya beliaulah sebaik-baik sosok teladan yang patut untuk ditiru dan di contoh oleh semua umatnya.Sebagaimana dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21).
Semoga shalawat dan salam tercurah kepada beliau, istri-istrinya, keluarganya, dan sahabatnya. Wallahu’alam bish-shawwab.

Rujukan:
1. Al-Qur’anul karim dan terjemah dalam bahasa Indonesia, Departemen Agama.
2. Fiqh Wanita, Syaikh Kamil Uwaidah, Pustaka Al-Kautsar.
3. Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Darul Falah
4. Al-Qur’an dan As-Sunnah bicara Tentang Wanita,Muhammad Shiddiq Khan. Darul Falah.
(muslimahzone.com)

Surat As Syahid Sayyid Quthb Kepada Sang Bunda


 Ibu adalah madrasah bagi anak-anaknya, karena ibu yang paling banyak memiliki waktu di rumah bersama dengan anak-anaknya. Pendidik yang hebat, insya Allah, akan menghasilkan anak didik yang hebat pula. 
Jika seorang ibu ingin anaknya menjadi penghafal Al-Qur’an, biasakanlah memperdengarkan dan mencontohkan (membacanya) di hadapan anak sejak usia dini, bahkan sejak dalam masa kandungan pun bisa. 
Semoga saja dengan kebiasaan baik kita sebagai orangtua, kebaikan tersebut akan menular kepada anak-anak kita, dengan izin Allah. Sebagaimana ibunda seorang Ulama Mujahid Sayyid Quthb rahimahullah yang dengan izin Allah telah berhasil mendidik anaknya menjadi seorang hafiz Qur’an dan ulama yang memiliki pemahaman tinggi akan ilmu Dien ini (Islam).
Tidakkah kita ingin anak kita kelak akan menjadi ulama? yang kemudian ia menuliskan surat cinta yang indah seperti surat As Syahid (insya Allah) Sayyid Quthb kepada sang bunda berikut ini:
“Untukmu wahai bunda, kutuliskan buku ini tatkala engkau mendengarkan dari balik dinding alunan dan lantunan orang yang membaca al Qur’an di desa sepanjang Romadhon. Saat itu, aku bersamamu – aku asyik bermain seperti anak kecil lainnya –, namun engkau memberiku isyarat dengan sebuah bisikan yg membuatku tertarik untuk mendengarkan lantunan bacaan al Qur’an sehingga ritme alunan al Qur’an merasuk ke dalam jiwaku. Meski pada saat itu aku belum memahami maknanya.
Saat aku mulai besar, engkau masukkan aku ke madrasah ibtida’iyah di desa. Satu hal yang menjadi prioritas harapanmu adalah semoga Alloh berkehendak membukakan rahmat-Nya untuk ku hingga aku mampu menghafal al Qur’an. Dan semoga Alloh menganugerahkan aku suara yang bagus untuk melantunkannya sehingga aku dapat membacakannya untukmu disetiap waktu.
Kemudian kau ubah jalan hidupku ke sebuah jalan hidup baru yang kini sedang aku telusuri; setelah separuh harapanmu terwujud, yaitu aku telah menghafal al Qur’an seluruhnya!
Kini kau telah pergi meninggalkan kami, wahai bunda. Bayangmu yang masih terekam dibenakku adalah sikapmu saat duduk di depan radio untuk mendengarkan lantunan bacaan al Qur’an yg indah. Tersirat di wajahmu yg cantik, bahwa engkau amat mengerti – dengan hatimu yang luas dan perasaanmu yang lembut – akan makna dan kandungan al Qur’an.
Untukmu wahai bunda, buah hasil dari nasihatmu yang tiada batasnya kepada anakmu yang kecil ini. Meskipun aku tidak mampu memberikan bacaan al Qur’an yang bagus untukmu, semoga saja aku mampu memberikan pena’wilan al Qur’an yang bagus untukmu. Semoga Alloh swt menjagamu disisi-NYA dan menjaga anak kecilmu ini……”
Anakmu,
Sayyid Quthb
Dari Pengantar At-Tashwiir Al-Fanniy fil Qur’aan

20 Tips Membahagiakan Suami Anda


Tidak lengkap rasanya jika ada 20 cara membahagiakan istri Anda, tidak ada 20 cara membahagiakan suami Anda. Berikut masih dalam buku yang sama, “Nasihat Indah Untuk Suami Istri”, karya Syekh Umar Bakri Muhammad, bagaimana para istri memikat suami mereka. Semoga bermanfaat!
  1. Anda adalah sekuntum mawar yang sedang bersinar di rumah Anda. Buatlah disaat suami Anda  masuk ke rumah, dia merasa bahwa kecantikan dan keharuman mawar tersebut, tidak bukan dan tidak lain hanyalah untuknya seorang.
  2. Bagaimana caranya agar suami Anda itu bisa merasa damai dan nyaman, baik dengan perbuatan ataupun dengan kata-kata ? Hal itulah yang secara terus menerus Anda selalu usahakan untuk suami Anda. Untuk kesempurnaannya, lakukan itu dengan sepenuh jiwa.
  3. Sopan dan penuh perhatianlah Anda ketika berbincang-bincang  dan berdiskusi, jauhkanlah perdebatan dan sikap keras kepala untuk mengemukakan pendapat Anda.
  4. Pahami  kebenaran dan keindahan prinsip-prinsip Islam di balik kelebihan sang suami terhadap Anda selaku istri, yang memang terkait dengan kodrat seorang wanita, dan janganlah hal ini dianggap sebagai sesuatu yang dzolim (penindasan).
  5. Lembutkanlah suara Anda ketika berbicara dengan sang suami dan pastikan suara Anda tidak meninggi pada saat dia bersama Anda.
  6. Pastikan Anda bangun pada malam hari untuk melakukan sholat malam secara rutin, hal ini akan membawa kecerahan dan kebahagiaan pada perkawinan Anda, sungguh mengingat Allah SWT akan membawa ketenangan pada hati Anda.
  7. Bersikaplah diam ketika suami Anda sedang marah dan jangan tidur kecuali dia mengijinkannya.
  8. Berdirilah dekat suami Anda ketika dia sedang memakai baju dan sepatunya.
  9. Buatlah suami Anda merasa bahwa Anda menginginkan sang suami untuk mengenakan baju yang Anda pilih buat dia, pilihlah pakaian itu oleh Anda sendiri.
  10. Anda harus sensitif dan memahami kebutuhan suami Anda, untuk menjadikan pernikahan Anda menjadi yang terbaik tanpa menghabiskan waktu Anda.
  11. Ketika ada perselisihan pendapat, hendaknya Anda tidak menunggu agar sang suami meminta ma’af kepada Anda (jangan jadikan hal ini sebagai prioritas utama harapan Anda) kecuali kalau suami Anda secara sadar mengakuinya.
  12. Rawatlah penampilan dan pakaian suami Anda, biarpun kelihatannya suami Anda malas untuk merawat dan memakainya, tapi yakinlah bahwa dia akan menyukainya sebagaimana teman-temannya juga akan menyukainya.
  13. Hendaknya Anda tidak selalu mengandalkan suami Anda untuk berkeinginan melakukan hubungan badan,  sekali-kali Anda mulailah lebih dulu, tentu pada saat  yang tepat.
  14. Di malam hari, jadilah seperti pengantin baru buat suami Anda, janganlah Anda beranjak tidur lebih dulu dari sang suami, kecuali kalau dirasa sangat perlu.
  15. Janganlah menunggu atau mengharapkan balasan dari semua perbuatan dan kebiasaan baik Anda,  banyak suami karena kesibukan kerjanya, gampang melupakan untuk melakukan hal tersebut,  atau secara tidak sengaja lupa untuk menyampaikan penghargaan yang semestinya kepada Anda.
  16. Hendaknya berbuat sesuai dengan keadaan dan kemampuan keuangan yang ada, dan jangan meminta sesuatu yang berlebihan dan mahal.
  17. Ketika suami Anda baru pulang dari perjalanan yang lama ataupun bepergian dari tempat yang jauh, sambutlah dia dengan wajah yang ceria dan tunjukkanlah bahwa Anda sangat merindukan kedatangannya.
  18. Ingatlah selalu bahwa keberadaan sang suami adalah salah satu sarana mendekatkan diri Anda kepada Allah SWT.
  19. Pastikan Anda untuk selalu memperbaharui dan merubah bentuk penampilan Anda, sebagai tanda dan ungkapan  kasih Anda menyambut suami tercinta.
  20. Ketika sang suami meminta sesuatu untuk melakukan hal-hal tertentu, maka pastikan Anda melakukannya dengan sigap dan sepenuh hati,  jangan sampai Anda merasa enggan dan lamban.
(muslimahzone.com)