PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Jumat, 28 September 2012

Persaksian Aqidah Syaikhul Islam asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab

Secara kenyataan, risalah ini memang sebuah jawaban dari asy-Syaikh
kepada penduduk al-Qashim, sekaligus sebagai persaksian akidah beliau
rahimahullaah. Meskipun ringkas, setidaknya tulisan ini telah mewakili
sebagai sebuah bantahan atas sederet tuduhan dusta dan kebohongan yang
disandarkan kepada beliau.


Kami tidak ingin berpanjang-lebar untuk memberi pembukaan,
selanjutnya kami persilakan kepada pembaca untuk menyimak terjemah dari
risalah tersebut di atas.

Terjemahan:


Bismillaahir rahmanir rahim



Aku mempersaksikan kepada Allah, dan malaikat-malaikat yang
menghadiriku. Dan aku mempersaksikan kepada kalian bahwa sesungguhnya
aku berakidah dengan akidah al-Firqatun Najiyah, Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Di dalamnya terdapat keimanan kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan
setelah kematian, keimanan kepada takdir baik dan yang buruk. Dan
termasuk dalam keimanan kepada Allah, ialah beriman dengan sifat yang
Allah menyifati diri-Nya dengan sifat tersebut melalui lisan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan perubahan maupun
penolakan. Bahkan aku berkeyakinan bahwa Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:



لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ  
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha Mendengar dan Melihat.”
Asy-Syura: 11



Sehingga aku tidak akan menafikan segala yang telah Allah
subhaanahu wa ta’aalaa
sifatkan untuk diri-Nya, aku pun tidak
merubah-rubah kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya. Aku juga tidak
menyimpangkan satu pun dari nama-nama dan ayat-ayat-Nya, aku tidak pula
menanyakan “bagaimana” tentang sifat-sifat itu. Aku tidak akan
memisalkan sifat-sifat Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan
sifat makhluk-Nya, karena Allah tidak ada yang sebanding dan tidak ada
yang sama dengan-Nya, tidak ada tandingan bagi-Nya. Allah subhaanahu
wa ta’aalaa
tidak dikiaskan dengan dengan makhluk-Nya,
sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa lebih tahu tentang
diri-Nya dan tentang selain-Nya. Allah adalah yang paling benar dan
paling baik ucapan-Nya, sehingga Allah menyucikan diri-Nya dari segala
yang disifatkan oleh orang-orang yang menyelisihi-Nya, termasuk orang
ahlut takyif (orang yang bertanya tentang bagaimana hakikat sifat Allah subhaanahu
wa ta’aalaa
) dan ahlut tamtsil (orang yang memisalkan sifat Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan sifat makhluk-Nya). Allah juga
menyucikan diri-Nya dari orang-orang yang meniadakan sifat-sifat bagi
Allah, termasuk di dalamnya ahlut tahrif (orang yang merubah-rubah makna
sifat dari makna yang sebenarnya) dan ahlut ta’thil (orang yang menolak
adanya sifat-sifat bagi Allah), Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:


سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى
المُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang
mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan
segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.”
Ash-Shaffat:
180-182




Adapun al-Firqatun Najiyah, mereka dalam hal perbuatan-perbuatan
Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah bersikap tengah antara
Qadariyah (kelompok yang mengingkari takdir) dan Jabriyah (kelompok yang
menetapkan takdir tetapi meniadakan kehendak bagi manusia), dalam hal
ancaman Allah mereka bersikap tengah antara Murji`ah (kelompok yang
menyatakan bahwa perbuatan maksiat seorang hamba tidak akan berakibat
siksaan atasnya) dan Wa’idiyyah (kelompok yang berlebihan dalam
menetapkan ancaman Allah). Al-Firqatun Najiyah dalam hal keimanan dan
agama mereka bersikap tengah antara Haruriyah dan Mu’tazilah, juga
pertengahan antara Murji`ah dan Jahmiyah. Adapun tentang para sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, al-Firqatun Najiyah
bersikap tengah antara Rafidhah dan Khawarij.


Aku berkeyakinan bahwa Al-Qur`an adalah Kalamullah yang diturunkan
dari-Nya dan bukan makhluk. Al-Qur`an itu bermula dari-Nya dan akan
kembali kepada-Nya pula. Aku berkeyakinan bahwa Allah subhaanahu wa
ta’aalaa
benar-benar berbicara dengan Al-Qur`an itu, dan Allah
menurunkan Al-Qur`an kepada Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam,
hamba, utusan, dan kepercayaan-Nya melalui wahyu dan
perantara antara Dia dan hamba-hamba-Nya. Aku beriman bahwa Allah
subhaanahu wa ta’aalaa
mengerjakan segala yang Allah kehendaki,
tidak ada satu pun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya, dan tidak
ada satu pun yang keluar dari keinginan-Nya. Tidak ada satu pun di alam
ini yang keluar dari takdir-Nya, dan tidak ada satu pun yang muncul
melainkan termasuk dalam pengaturan-Nya. Tidak ada tempat menghindar
bagi siapapun untuk terlepas dari takdir yang ditentukan, dan tidak ada
seorang pun yang bisa melebihi apa yang telah dituliskan baginya di
dalam lembaran yang tertulis.



Aku meyakini wajibnya beriman kepada segala hal yang Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam
kabarkan tentang perkara yang akan
terjadi setelah kematian. Sehingga aku beriman kepada ujian dan nikmat
kubur, aku beriman kepada peristiwa dikembalikannya ruh-ruh ke dalam
jasad-jasadnya, yang kemudian manusia semuanya berdiri menuju Rabbul
‘Alamin dalam keadaan mereka itu tidak beralas kaki, telanjang dan tidak
membawa bekal. Sementara matahari menjadi dekat dengan mereka. Kemudian
timbangan-timbangan ditegakkan, sehingga amalan-amalan para hamba
ditimbang dengannya. Siapa saja yang timbangannya berat maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung, dan siapa saja yang timbangannya
ringan maka mereka itulah yang merugikan diri-diri mereka, dan mereka
kekal di dalam neraka selamanya. Lalu buku-buku catatan amalan
dibagikan, maka sebagian mereka mengambil dengan tangan kanan dan
sebagian mereka mengambil dengan tangan kirinya.


Aku beriman kepada telaga Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam
di tempat berkumpulnya manusia pada hari kiamat nanti.
 Air telaga itu lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu.
Bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang di langit. Barangsiapa meminum
satu teguk saja dari telaga itu niscaya setelah itu dia tidak akan
merasa haus selamanya. Aku pun beriman bahwa ash-Shirath (jembatan) itu
dibentangkan di atas tepi Jahannam, manusia akan melintasinya menurut
kadar amalan-amalan mereka.



Aku beriman kepada syafaat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
dan aku beriman bahwa beliau adalah orang pertama yang menyampaikan
syafaat dan yang pertama diberi syafaat. Tidak ada seorang pun yang
mengingkari syafaat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali
para penyeru bid’ah dan kesesatan. Akan tetapi syafaat itu tidak akan
terjadi kecuali setelah izin dan ridha Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَلاَ يَشْفَعُوْنَ إلاَّ لِمَنْ ارْتَضَى
“Mereka tidak memberi syafaat kecuali kepada orang-orang yang
Allah meridhainya.”
Al-Anbiya`: 28



Dan Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada seorang pun yang memberi syafaat di sisi-Nya kecuali
dengan izin-Nya.”
Al-Baqarah: 255


Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِيْ السَّمَوَاتِ لا تُغْنِيْ شَفَاعَتُهُمْ
شَيْئاً إلاَّ مِنْ بَعْدِ أنْ يَأذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى  
“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka tidak akan
bermanfaat kecuali setelah Allah mengijinkan bagi orang yang Allah
kehendaki dan Allah ridhai.”
An-Najm: 26




Allah subhaanahu wa ta’aalaa tidak akan meridhai selain
kepada orang yang bertauhid. Adapun orang-orang musyrik, maka mereka
tidak mendapatkan sedikit pun bagian dari syafaat tersebut. Sebagaimana
Allah subhaanahu wa ta’aalaa firmankan:

فَمَا تَنْفَعُهُمُ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ  
“Tidak akan bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang
memberi syafaat.”
Al-Muddatstsir: 48



Aku beriman bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang keduanya
telah tercipta. Surga dan neraka telah ada pada hari ini dan keduanya
tidak akan sirna. Aku beriman bahwa kaum mukminun akan melihat Rabb
mereka dengan mata kepala mereka pada hari kiamat nanti. Mereka akan
melihat-Nya sebagaimana mereka melihat bulan purnama, yakni mereka tidak
terhalangi (tidak berdesakan) ketika melihatnya.


Aku beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa
sallam
adalah penutup para Nabi dan Rasul. Tidak akan sah iman
seorang hamba sampai dia beriman kepada risalah beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam
dan bersaksi dengan kenabian beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Aku beriman bahwa umat yang paling
utama ialah Abu Bakr ash-Shiddiq, kemudian ‘Umar al-Faruq, kemudian
‘Utsman Dzun Nurain kemudian ‘Ali al-Murtadha, kemudian sahabat yang
lain yang termasuk dalam 10 orang (yang telah dipersaksikan bahwa mereka
akan masuk surga), kemudian para sahabat yang ikut perang Badr,
kemudian para sahabat yang ikut dalam baiat di bawah pohon dalam
Bai’atur Ridhwan, kemudian seluruh sahabat radhiyallahu ‘anhum. Aku
mencintai para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
aku menyebut kebaikan-kebaikan mereka, aku mengakui keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas mereka, dan aku memintakan ampun untuk
mereka. Aku menahan diri dari menyebutkan kejelekan mereka, aku tidak
berbicara tentang apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Aku
meyakini keutamaan mereka, sebagai bentuk pengamalan firman Allah
subhaanahu wa ta’aalaa:




وَالَّذِيْنَ جَاؤُا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوُلُوْنَ رَبّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلاَ
تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبّنَا إنَّكَ
رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

“Dan orang-orang yang datang setelah mereka yang berkata,”Wahai
Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului
kami dengan keimanan, dan jangan engkau jadikan di dalam hati kami
kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”
Al-Hasyr:
10


Dan aku menyatakan keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas
Ummahatul Mukminin (para ibunda kaum mukminin), yang mereka
itu disucikan dari segala bentuk kejelekan.


Dan aku menetapkan karamah para wali Allah subhaanahu wa ta’aalaa
serta mukasyafah (firasat) mereka. Akan tetapi mereka tidak
memiliki hak sedikit pun dari hak-hak Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
Tidak boleh diminta dari mereka segala perkara yang tidak dimampui
selain oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Dan aku tidak
mempersaksikan atas seorang pun dari kaum muslimin dengan surga maupun
neraka kecuali orang-orang yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi aku berharap bagi orang
yang berbuat baik (untuk mendapat surga) dan aku menakutkan (terjatuh
ke dalam neraka) atas diri orang yang berbuat buruk. Dan aku tidak
mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin dengan suatu dosa, dan aku
tidak mengeluarkannya dari lingkaran Islam. Aku pun berpandangan bahwa
jihad akan terus tegak bersama setiap pemimpin, yang baik maupun yang
jahat. Shalat jamaah di belakang mereka pun tetap diperbolehkan. Dan
jihad tetap berlangsung semenjak Allah subhaanahu wa ta’aalaa mengutus
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sampai golongan
terakhir dari umat ini berperang melawan Dajjal. Kejahatan seorang yang
jahat dan keadilan seorang yang adil tidak bisa membatalkan (meniadakan)
jihad itu. Aku juga berpandangan bahwa wajib untuk mendengar dan taat
kepada para pemimpin kaum muslimin, yang baik maupun yang jahat, selama
mereka tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah subhaanahu
wa ta’aalaa.
Siapapun yang



menduduki kekhilafahan dan manusia bersepakat atas kepemimpinannya,
mereka ridha atasnya sedangkan dia menang atas mereka dengan pedangnya
hingga menjadi khalifah maka wajib menaatinya. Memberontak kepadanya
adalah haram. Aku pun memandang bahwa hajr (meninggalkan) penyeru bid’ah
dan memisahkan diri darinya berlaku sampai mereka bertaubat. Aku
menghukumi mereka berdasar apa yang tampak dari mereka, dan aku
menyerahkan rahasia-rahasia mereka kepada Allah subhaanahu wa
ta’aalaa.
Dan aku meyakini bahwa segala perkara yang diada-adakan
dalam agama ini adalah bid’ah.



Aku meyakini bahwa iman itu adalah ucapan dengan lisan, perbuatan
dengan anggota badan, keyakinan dengan hati. Aku meyakini bahwa iman itu
bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Aku juga
berkeyakinan bahwa iman itu memiliki 70 sekian cabang, yang paling
tinggi adalah syahadat Laa ilaha illallah, yang paling bawah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan. Aku memandang wajib untuk
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, sesuai
dengan yang diwajibkan oleh syariat Muhammadiyyah yang suci.


Inilah akidah yang ringkas, aku menulisnya dalam keadaanku yang
sibuk. Dengan tujuan agar kalian mengetahui apa yang ada di sisiku, dan
Allah saksi atas apa yang kita ucapkan.


Kemudian setelah itu, tidak tersamarkan bagi kalian bahwa telah
sampai kepadaku berita bahwa surat dari Sulaiman bin Sahim telah sampai
kepada kalian. Dan sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu
di antara kalian telah menerima dan membenarkannya. Dan sungguh, Allah subhaanahu wa ta’aalaa Mengetahui bahwa laki-laki itu (Sulaiman)
telah berdusta atas namaku dengan banyak hal yang aku tidak pernah
mengatakannya, dan sebagian besar dari perkara-perkara itu tidak
terlintas di pikiranku. Di antara perkara yang ia tuduhkan itu ialah
ucapannya bahwa:

-          Aku membatilkan (menolak) kitab-kitab empat madzhab.

-          Aku mengatakan bahwa manusia sejak 600 tahun mereka tidak
berada di atas sesuatu pun, dan ucapannya bahwa aku mengaku berhak untuk
berijtihad.

-          Aku keluar dari taklid dan aku berkata bahwa perselisihan
ulama adalah adzab.

-          Aku mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang
shalih.

-          Aku mengkafirkan al-Bushiri disebabkan ucapannya, “Ya
akramal khalqi.”

-          Aku berucap bahwa sekiranya aku bisa merobohkan kubah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam niscaya aku akan
merobohkannya. Dan sekiranya aku berkuasa atas Ka’bah niscaya aku
jadikan saluran airnya dari kayu.

-          Aku mengharamkan untuk menziarahi kubur Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam
dan aku mengingkari ziarah kubur
kedua orang tua dan yang selain keduanya.
-          Aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
-          Aku mengkafirkan Ibnul Faridh dan Ibnu ‘Arabi.
-          Aku membakar buku Dala`ilul Khairat dan Raudhur
Riyahain
dan aku menamainya Raudhusy Syayathin.


Jawabanku terhadap perkara-perkara ini dengan aku katakan,
“Subhaanaka hadza buhtanun ‘azhim (Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah
kedustaan yang besar).” Sebelum ini, ada orang yang membuat kedustaan
bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mencela ‘Isa
bin Maryam dan mencela orang-orang shalih. Maka sungguh, hati-hati
mereka memiliki keserupaan dengan kebohongan yang dibuat-buat dan
perkataan dusta. Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:


إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِآيَاتِ
اللهِ وَأُلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ  
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah
orang-orang pendusta.”
An-Nahl: 105



Mereka telah berdusta terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam
bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhnya para malaikat, ‘Isa dan ‘Uzair berada di dalam neraka.”
Kemudian Allah subhaanahu wa ta’aalaa menurunkan tentang hal
ini:


إِنَّ الَّذِيْنَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِّنَّا الْحُسْنَى أُوْلَئِكَ
عَنْهَا مُبْعَدُوْنَ
“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan
yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.”
Al-Anbiya`:
101




Adapun permasalahan-permasalahan yang lain, yakni bahwa aku berkata:

-          Tidak sempurna keislaman seseorang sampai dia mengetahui
makna Laa ilaha illallah dan aku menjelaskan maknanya kepada orang yang
datang kepadaku.

-          Aku mengkafirkan orang yang bernadzar jika ia berkeinginan
dengan nadzar itu untuk mendekatkan diri kepada selain Allah dan
melakukan nadzar semata-mata bertujuan untuk itu.

-          Bahwa menyembelih untuk selain Allah adalah kekufuran, dan
sembelihannya haram untuk dimakan.



Maka permasalahan-permasalahan ini benar dariku dan aku lah yang
mengatakannya. Aku memiliki dalil-dalil dari Kalamullah dan ucapan
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, juga dari ucapan para
ulama yang diikuti semisal imam yang empat. Jika Allah memudahkan, aku
akan menjelaskan jawabannya di dalam risalah tersendiri Insya Allah
ta’ala.

Kemudian ketahui dan renungkanlah firman Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:


يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
فَتَبَيَّنُوْا أَنْ تُصِيْبُوْا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلَى
مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Al-Hujurat:
6

" HUKUM KELUARGA BERENCANA "

Pertanyaan:


Assalamu’alaikum,Ustadz tolong dijelaskan tentang hukum Keluarga
Berencana, cara mendakwahkannya, dan berikan permasalahan KB terkini.
Sebelumnya ana ucapkan terima kasih.

Jawaban Ustadz:


Bismillahirrahmanirrahim.Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam,
keluarga, sahabat dan seluruh orang yang mengamalkan sunnahnya hingga
hari kiamat.


Langsung saja, KB (Keluarga Berencana, yaitu membatasi jumlah anak,
hanya dua saja, atau tiga atau lainnya), suatu kata-kata manis, indah,
nan menggiurkan, akan tetapi sebenarnya merupakan makar dan perangkap
yang dipropagandakan oleh musuh-musuh Alloh, dan kemudian diikuti oleh
banyak kaum muslimin yang kurang menyadari akan maksud dan kandungannya.


Untuk sedikit mengetahui batu di balik udang dari alasan program KB
ini, maka saya harapkan kepada para pembaca untuk mengingat kemudian
merenungkan alasan yang senantiasa dijadikan dasar bagi program ini:
yaitu alasan takut tidak mampu membiayai anak-anak, dan takut
tersibukkan dengan mendidik mereka. Saudara-saudaraku yang semoga
senantiasa dirahmati Alloh, renungkanlah firman Alloh Ta’ala berikut
ini:


“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu.”
(QS. Al Isra’: 31)


Saudara-saudaraku, kita sebagai umat yang beriman kepada Alloh
ta’ala, Dzat Yang Maha Memberi rezeki, hendaknya juga percaya bahwa
ketika Alloh menciptakan manusia, Alloh Ta’ala juga telah mempersiapkan
untuknya segala yang akan ia dapatkan selama hidup di dunia, sehingga
tidaklah ada sesuap makanan yang masuk ke dalam mulutnya, melainkan
sebagian dari rezeki yang telah Alloh tuliskan untuknya. Alloh ta’ala
tidak pernah menciptakan satu manusia pun tanpa jatah rezeki, bahkan
semenjak kita masih di dalam perut ibu kita masing-masing, Alloh telah
mengutus seorang malaikat untuk menuliskan jatah rezeki kita:


“Sesungguhnya penciptaan setiap orang dari kamu di dalam perut ibunya
selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian berubah menjadi segumpal
darah semasa itu juga (selama 40 hari), kemudian menjadi segumpal
daging semasa itu juga (selama 40 hari), kemudian Alloh mengutus seorang
malaikat, dan ia diperintahkan dengan empat hal, dan dikatakan
kepadanya: tuliskanlah amalannya, rezekinya, ajalnya, dan bahagia atau
sengsara.” (Muttafaqun ‘Alaih)


Inilah kejadian yang sebenarnya terjadi, yaitu masing-masing kita
telah mendapat jatah rezeki, yang tidak mungkin berkurang atau
bertambah, oleh karena itu tidak ada alasan untuk khawatir akan
kekurangan rezeki karena memiliki banyak anak. Masing-masing anak kita
lahir dengan membawa jatah rezekinya sendiri-sendiri. Kita tidak akan
mengurangi jatah rezeki anak kita, sebagaimana anak kita tidak akan
mengurangi jatah rezeki kita. Bahkan tidaklah ada orang yang mati,
melainkan bila jatah rezekinya telah ia dapatkan semuanya dengan
sempurna:


“Sesungguhnya Ar Ruh Al Amin (Malaikat Jibril) telah membisikkan
dalam kalbuku, bahwasanya tidaklah ada seorang jiwa pun yang mati,
hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, maka hendaknya
kalian membaguskan permohonan.” (As Syafi’i, Ibnu Majah, Al Bazzar, At
Thabrany, dan Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al Albani)


Sehingga alasan program KB bertentangan atau bertujuan mengikis habis
dan tuntas keimanan kepada Alloh, dan takdir bahwa rezeki telah diatur
dan ditentukan oleh Alloh ta’ala.


Apalagi bila kita menelusuri sejarah awal mulanya program KB di
dunia, dan penerapan program ini di berbagai negara. Program ini
dicetuskan untuk membatasi dan menghambat pertumbuhan umat islam,
sehingga melemahkan kekuatan mereka. Oleh karena itu program ini dengan
keras ditentang oleh gereja, dan tidak diterapkan di kebanyakan
negara-negara Nasrani dan Yahudi.


“Nikahilah olehmu wanita yang penyayang dan subur (dapat melahirkan
banyak anak) karena aku akan berbangga-bangga dengan kalian di hadapan
umat-umat lain.” (Ahmad, Abu Dawud dan disahihkan oleh Al Albani)


Jumlah kaum muslimin yang besar merupakan salah sumber kekuatan dalam
menghadapi musuh-musuh agama Islam, oleh karena itu kita berkewajiban
menumbuhkan generasi penerus dan pejuang yang memperjuangkan agama, baik
melalui pendidikan aqidah, atau melalui memperbanyak jumlah generasi
penerus umat islam.


Adapun teori yang mengatakan bahwa perkembangan manusia lebih cepat
dibanding perkembangan ekonomi, sampai-sampai perbandingannya 1
berbanding 2 atau lebih, ini merupakan kedustaan belaka. Sebab bila kita
amati, kenyataan masyarakat di sekitar kita, niscaya kita dapatkan
bahwa teori ini dusta dan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab betapa
banyak jumlah orang kaya yang hartanya melimpah ruah, sedangkan
orang-orang miskin jumlahnya lebih sedikit dibanding mereka. Akan tetapi
karena orang-orang kaya tidak mau menjalankan kewajiban menyantuni
orang miskin, baik melalui zakat yang wajib atau shadaqoh sunnah, maka
terjadilah kesenjangan sosial yang tidak berbanding. Seandainya
kewajiban zakat ditunaikan dengan baik, niscaya berbagai kemiskinan dan
permasalahan terkait akan terkendalikan.


“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa dan menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al A’raf: 156)


Pada ayat di atas Alloh menegaskan bahwa salah satu syarat
diturunkannya rahmat dan kemurahan Alloh ta’ala ialah menunaikan zakat.
Sehingga bila seluruh kaum muslimin yang memiliki kekayaan sudi
menunaikan zakat mereka, pasti rahmat Alloh ta’ala akan senantiasa
menyertai kehidupan kita. Dan bila rahmat Alloh telah menyertai
kehidupan kita, niscaya kemiskinan dan berbagai problematika akan dapat
dituntaskan.


Akan tetapi pada kenyataannya, kita enggan untuk menunaikan zakat,
sehingga yang turun dari langit bukanlah rahmat dari Alloh, akan tetapi
bencana dan petaka. Hujan yang turun dari langit bukannya membawa
kebaikan, akan tetapi membawa bencana, berbagai bencana alam yang
diakibatkan oleh hujan sering menimpa negeri kita. Dan di lain
kesempatan, petaka kekeringan sering menimpa berbagai daerah di negeri
kita, padahal, dahulu negeri kita terkenal sebagai negeri yang subur dan
makmur. Fenomena ini seakan-akan membuktikan sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam:


“Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat harta mereka, melainkan
mereka akan dihalangi untuk mendapatkan hujan dari langit, dan kalau
bukan karena binatang ternak, niscaya mereka tidak akan pernah diberi
hujan.” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi, dan disahihkan oleh Al Albani)


Kita semua dapat membayangkan berapa besar jumlah zakat yang akan
terkumpul dari seluruh kaum muslimin, dan berapa banyak kaum fakir dan
miskin yang akan terentaskan dari kemiskinan.


Dan bila kita, menginginkan kemakmuran yang sejati, maka hendaknya
kita menyingkirkan ajaran syirik, kemaksiatan, dan menggantikannya
dengan keimanan, tauhid dan amal saleh. Bila hal ini telah terwujud,
maka kita -insya Alloh- akan dapat menggapai janji Alloh ta’ala berikut:


“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al
An’am: 82)

Dan janji berikutnya:


“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf: 96)


Saudara-saudaraku semuanya, hendaknya kita senantiasa mengembalikan
segala urusan kita kepada ajaran syariat kita, agar kita tidak
terperangkap oleh jaring-jaring setan dan pengikutnya.


Sebelum jawaban ini saya tutup, saya akan mengingatkan para pembaca
bahwa hakikat KB adalah seperti yang telah saya isyaratkan dengan
ringkas di atas, yaitu membatasi jumlah anak. Dan telah saya jelaskan
bahwa ini tidak boleh dan bertentangan dengan syariat Islam. Akan tetapi
walau demikian, para ulama’ membedakan antara membatasi dengan mengatur
jarak kelahiran, dengan tujuan agar lebih ringan dalam mengatur dan
merawat mereka, atau karena alasan medis, misalnya karena ada gangguan
dalam rahim atau yang serupa, (ingat sekali lagi: bukan untuk membatasi
jumlah anak). Bila yang dilakukan adalah semacam ini, yaitu mengatur
jarak kelahiran anak, dan dengan tujuan seperti disebutkan, maka para
ulama’ membolehkannya, dan tidak haram. Karena tidak bertujuan untuk
memutus keturunan, atau membatasi jumlahnya. Wallohu’ a’lam bisshowab.

***

Penanya: Agung DN.Dijawab Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri

MEREKA ITU DILAKNATI ALLAH DAN DILAKNATI (PULA) OLEH SEMUA MAKHLUK YANG DAPAT MELAKNATI

Bila keledai ilmu menjadi rujukan salafi maz’um. . .

Dengar hai orang-orang yang disebut ulama....!![1]
            Allah telah menciptakan kami sebagai orang-orang merdeka dan kami tidak mungkin menjadi budak bagi kalian atau budak bagi sekelompok orang-orang munafik, orang-orang yang mabuk dan banci, dengan nama atas agama yang kalian ingin lariskan secara palsu dan dusta atas nama Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa  sallam.

            Dengan atas nama Syaikh Imam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah, kalian jajakan suatu mazhab yang mensucikan penguasa dan memberikannya sifat kema’shuman...
            Dengan atas nama Syaikh Imam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah, kalian telah melarang dari memberikan nasihat buat orang-orang bejat itu...
            Dengan atas nama Syaikh Imam Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah, kalian menyelewengkan agama Allah dan kalian menjadikannya sebagai pijakan bagi orang-orang durjana dari Dinasti Salul[2]...

            Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menciptakan kami merdeka dan Dia memerintahkan kami untuk ibadah kepadaNya saja, bukan ibadah kepada kalian dan bukan pula kepada tuhan-tuhan kalian kaum munafikin.
            Kalian dengan fatwa-fatwa kalian itu menginginkan —dan memang kalian telah melakukannya— menjadikan kami sebagai kawanan kambing yang tidak memiliki daya dan kekuatan.
            Dengar hai mufti...!![3] Jazirah Arab bukanlah kavling-kavling tanah di Eropa milik bapak ibumu, dan kamu ini bukan (Paulus Urban Eropa) dan Fadh juga bukan (Raja Luis)
            Jazirah Arab ini adalah negeri yang dibuka oleh para shahabat, yang mana mereka itu adalah leluhur kami, dan mereka menyiramnya dengan darah-darah mereka, di setiap tempat mereka mempunyai peperangan yang mengingatkan manusia terhadap kejayaan yang mereka lakukan. Maka tidak bisa kamu dan Dinasti Salul datang saat kelalaian para penolong agama Allah dan kalian ingin merubahnya menjadi kavling-kavling yang di dalamnya kalian menguasai manusia dan tanah. Kamu dan pengikutmu di Majelis Fatwa sama sekali tidak mempunyai hak campur tangan dalam urusan-urusan kami, seolah kami ini sekedar budak-budak di tanah kavling kalian yang bernama Kerajaan Saudi.
            Kami ini bukanlah Rafidhah atau Syi’ah sehingga kalian menjadikan (jalan atas kami) bagi duri-duri yang kalian namakan sebagai Wulatul Umur (Pemimpin), dan seolah mereka itu tidak berbicara dari hawa nafsu dan  tidak melakukan kecuali kebenaran. Kalian memberikan kepada mereka kema’shuman dalam setiap apa yang mereka lakukan, termasuk seandainya mereka itu loyal kepada orang-orang Yahudi dan Nashrani, dan termasuk seandainya mereka menganggap halal Riba, merubah agama, memperbudak rakyat untuk Amerika, dan melakukan segala keburukan terhadap umat ini.
            Itu buktinya anak-anak mereka membunuh anak-anak rakyat, kemudian ternyata kami tidak melihat kalian berbuat apa-apa.
            Dan juga itu pembesar-pembesar mereka mencuri kekayaan-kekayaan umat, dan kalian malah memberikan kepada mereka cek-cek ketidak bersalahan dan kekayaan-kekayaan itu adalah halal bagi mereka, dan mereka masih terus mencuri. Setiap kali mereka menggulirkan peraturan baru yang dengannya mereka memakan harta manusia, seperti peraturan asuransi yang paling terakhir, maka kalian datang dengan stempel kalian yang kotor dan kalian membubuhkan tanda tangan atas nama Allah Subhanahu Wa Ta'ala bahwa harta ini adalah harta yang wajib dibayarakan untuk Waliyul Amri sehingga kalian bersekutu dengan para perampok dalam menjarah kekayaan kaum muslimin.
            Semua itu dengan atas nama Islam dan dengan atas nama Al Imam Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Al Imam Ahmad ibnu Hanbal...
            Seandainya kakek kamu Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab masih hidup, tentu beliau mendera kamu seperti terhadap unta saat melihatmu berkata terhadap para pencari ilmu : “Saya hanya memiliki 3 menit saja buat kalian”. Siapa kamu... dan pada dasarnya tidak ada nilai bagimu di hadapan manusia kecuali sebatas bahwa kamu mengaku termasuk ahli ilmu… Seandainya tidak ada ilmu tentulah kamu juga termasuk ternak-ternak yang menggembala di pengembalaan Dinasti Salul.
            Telah tiba saatnya untuk membongkar semua kejahatan-kejahatan kalian dan menelanjangi kalian di hadapan manusia. Dikarenakan kamu (hai mufti) telah membuka auratmu serta terbongkar kebohonganmu atas nama orang-orang baik saat kamu menjadikan agama ini sekedar pencaharian, maka sungguh para pencari ilmu telah datang kepadamu untuk menyampaikan kepadamu sedikit dari kejahatan-kejahatan yang menimpa umat, maka kamu katakan kepada mereka “Waktu kerja sudah habis..! semoga Allah membinasakanmu, manusia tidak mengambil ilmu dari kamu kecuali karena mereka mengira bahwa kamu ini ahli ilmu...!! Sungguh, kalian telah membongkar diri kalian sendiri bahwa kalian ini tidak lebih dari sekedar para pegawai Dinasti Salul. Jadi sabarlah terhadap apa yang akan datang terhadap kamu. Jangan ngomong      —dan jangan pula kamu dan para pembeo dari pengikutmu— menggembar-gemborkan bahwa daging para ulama itu beracun, karena kamu bukan tergolong ulama akan tetapi kamu ini sekedar pegawai kantor yang pulang ke rumahnya di akhir jam kantor. Jadi daging dan kehormatan kalian itu halal...!!
            Bila saja Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menganggap sikap orang kaya yang menunda pembayaran hutangnya sebagai suatu kezaliman yang menghalalkan kehormatannya, maka apa gerangan dengan penundaan penunaian kewajibannya, ini lebih buruk dari penundaan kewajiban harta, yaitu kewajiban penyampaian hukum-hukum Allah dan agama-Nya. Menyembunyikan ilmu dan mendiamkan kebathilan adalah lebih jahat dari sekedar penunda-nundaan hutang sebesar 10 Riyal orang kaya terhadap orang yang menagihnya. Sedangkan Allah ta’ala ber-firman :
* w =Ïtä ª!$# tôgyfø9$# Ïäþq¡9$$Î/ z`ÏB ÉAöqs)ø9$# wÎ) `tB zOÎ=àß
“Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang,                                              kecuali oleh orang yang dianiaya” (An Nisa : 148)
Maka bagaimana dengan orang yang menzalimi Islam, menyimpangkannya dan menjadikannya sebagai pijakan bagi hawa nafsu dan keinginan para penguasa...??!
            Jadi, kehormatan dan daging kalian adalah halal dan mubah bagi setiap orang yang ingin membongkar kedok kalian dan membeberkan kebohongan kalian atas nama Allah dan Rasul-Nya, karena kejahatan kalian terhadap umat Islam ini tergolong kejahatan dan kebathilan yang paling keji dan kalian melakukannya dengan lembaga kalian yang rusak ini, dan ia adalah alat dan sarana yang paling efektif yang digunakan oleh orang-orang munafik untuk merobohkan seluruh pilar-pilar Islam di negeri ini. Mereka mengeluarkan dari celah-celah kalian agama baru yang coreng moreng, yang tidak memiliki sedikitpun kaitan dengan Islam yang kalian sandarkan secara palsu dan dusta kepada Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab dan Imam Ahmad ibnu Hanbal
            Dan siapa yang menyatakan bahwa daging kalian adalah beracun, maka ia orang yang dungu, Karena Allah telah mencap orang-orang semacam kalian dari Bani Israil bahwa mereka itu seperti keledai dan seperti anjing. Sedangkan kalian, dengan sebab apa yang kalian lakukan terhadap Islam adalah lebih keji dan lebih busuk dari apa yang dilakukan Bani Israil yang telah Allah laknati hanyalah menyembunyikan ilmu, sedangkan kalian menjadikan sikap memegang Al Haq sebagai kejahatan. Dan akar masalah itu semua berdiri di atas suatu masalah yaitu tazkiyah (rekomendasi) kalian yang mutlak terhadap Dinasti Salul dan melepaskan tangan-tangan mereka untuk mengacak-acak segala sesuatu dari urusan umat ini, sedangkan kalian berperan sebagai pegawai yang memberikan rekomendasi dan pengesahan buat mereka itu di atas Al Haq, sedang orang yang menyelisihi mereka adalah di atas kebathilan.
            Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah telah memvonis terhadap orang-orang semisal kamu hai mufti, bahwa status minimal mereka itu adalah fasiq, jadi kamu ini fasiq dalam pandangan kakekmu... dan ini minimal. Dengar apa yang dikatakan kakekmu tentang orang-orang semacam Dinasti Salul dan dengar juga apa yang beliau katakan tentang orang-orang semacam kamu : “Sesungguhnya para thaghut yang diyakini manusia akan kewajiban mentaati mereka itu selain Allah adalah seluruhnya kuffar murtaddun dari Islam. Bagaimana tidak sedangkan mereka itu menghalalkan apa yang Allah haramkan dan mengharamkan apa yang Allah halalkan, serta mereka melakukan kerusakan di muka bumi dengan ucapan mereka, perbuatan mereka dan dukungan mereka. Siapa yang mendebat membela-bela mereka atau mengingkari orang yang mengkafirkan mereka atau mengklaim bahwa perbuatan mereka ini meskipun bathil namun tidak memindahkan mereka kepada kekafiran, maka status minimal orang yang membela-bela ini adalah fasiq, karena tidak sah Dienul Islam kecuali bara’ah dari mereka itu dengan mengkafirkannya....” (Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, Ar Rasa’il Asy Syakhshiyyah : 188)
       Sedangkan kamu ini hai mufti, tidak merasa cukup dengan membela-bela Dinasti Salul, akan tetapi kamu memberikan kepada mereka tazkiyyah (rekomendasi) yang mutlak, kamu menganggap taat kepada mereka itu adalah kewajiban dan kamu memberikan kepada mereka hak-hak yang tidak pernah diberikan para shahabat kepada Abu Bakar dan Umar radliyallahu 'anhum. Kamu melarang pengingkaran terang-terangan terhadap kaum munafikin itu, padahal para shahabat mengingkari Umar terang-terangan di masjid, di tengah khutbah dan di hadapan manusia !!!
            Beginilah kamu... kamu sekalian adalah orang-orang yang mendebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini, maka siapa yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat ? Atau siapa yang jadi pelindung mereka terhadap siksa Allah ? .
            Saya mengetahui bahwa kamu berlindung dengan tentara Dinasti Salul dan pasukan keamanan khusus mereka, dan sebelum orang-orang betah berlindung dan mereka yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka, maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak disangka-sangka. Bila hari ini kekuatan kaum munafikin bisa melindungimu, maka siapa yang bisa melindungimu bila kamu sudah dimasukan ke kuburanmu...?? Bila hari ini kamu merasa bangga dengan banyaknya pengikut dan kekuatan, maka apa yang akan kamu lakukan di hari setiap yang di langit dan di bumi datang di hadapan Ar Rahman sebagai hamba...??.
            Sepupumu[4] yang lain melarang sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal qunut dan mendo’akan binasa untuk Yahudi dan Nashrani, karena mendo’akan binasa untuk Nashrani adalah mempersulit munafikin Dinasti Salul di hadapan kekasih mereka dari kalangan Nashrani, maka sepupumu melarang sunnah qunut (Nazilah) karena hal itu. Dan untuk orang-orang semacam dia dan kamu, juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah berkata : “Kapan saja orang alim meninggalkan apa yang dia ketahui dari Kitabullah dan Sunnah RasulNya, serta dia mengikuti putusan penguasa yang menyelisihi hukum Allah dan Rasul-Nya, maka ia murtad kafir yang berhak diberikan hukuman di dunia dan di akhirat”  (Majmu Al Fatawa : 35/372-373).
            Sesungguhnya dia mencak-mencak dan berkata dengan penuh kebanggaan ; “Sesungguhnya sebahagian kaum muslimin membanggakan Usamah Ibnu Laden. Ini adalah cacat dalam memahami Islam...!!” Dan kami katakan kepadanya : “Subhanallah... membanggakan kaum mujahidin yang berusaha keras untuk membebaskan negeri dua tanah suci dari kaum salibis telah menjadi cacat dalam memahami Islam, sedangkan memuja kaum munafikin yang memberikan keleluasaan bagi kaum salibis dan memasukan mereka dengan fatwa-fatwa kalian dan menganggap mereka sebagai Ulil Amri yang wajib ditaati adalah Islam yang shahih...!? Mengapa kalian (berbuat demikian), bagaimana kamu mengambil keputusan ?!?
            Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kita dari mengatakan kepada orang-orang munafikin “Tuan”, sedangkan dia berkata setiap hari “Tuanku pelayan dua tanah suci”. Kami tidak tahu, apakah membanggakan mujahid fi sabilillah itu adalah kejahatan, ataukah mengagungkan orang munafik yang menghadirkan orang-orang kafir di negeri dua tanah suci dan memberikan mereka keleluasaan dengan suatu yang tidak pernah terjadi sepanjang sejarah jazirah Arab...?.
            Sekarang kami akan memulai membuka file-file kalian agar umat mengetahui berapa banyak yang telah tertipu oleh kalian dan oleh orang-orang semacam kalian dari kalangan yang telah menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang murah serta menjadikan dien ini sebagai pijakan bagi selera para penguasa itu.
  1. Kebusukan kalian yang paling pertama dalam menyelewengkan agama Allah adalah bahwa kalian ini pilar-pilar utama dalam mengokohkan kakuasaan kaum munafikin yang loyal penuh terhadap musuh-musuh Allah dari kalangan Yahudi dan Nashrani. Kalian tidak merasa cukup dengan sikap diam dari mengatakan Al Haq dan tidak mengingkari Al Bathil, akan tetapi kalian melampaui itu sampai sikap memberikan tazkiyah bagi pemerintah Alu Salul dan menganggap sekedar mengingkari mereka sebagai bagian dari kemungkaran yang paling besar. Dan dengan ini kalian keluarkan fatwa-fatwa yang dengannya kalian anggap sebagian du’at dan mushlihin sebagai penjahat. Dan dengan pernyataan dari kalian ini maka Ibnu Salul[5] menjebloskan kaum mushlihin itu ke dalam penjara betahun-tahun. Dan sebagian dari mereka ada yang masih menjalani kezaliman ini di penjara, bukan karena apa-apa selain mereka mengatakan “Rabb kami adalah Allah, bukan Amerika atau Ibnu Salul...!!”
  2. Dengan fatwa-fatwa kalian yang kalian sepakati, kalian telah membuka negeri dua tanah suci ini bagi setiap Nashrani lacur dan bagi tentara Amerika cabul untuk melindungi pemerintahan Ibnu Salul. Kalian tidak cukup dengan membolehkan, akan tetapi kalian menjadikan pendatangan orang-orang kafir ke Biladul Haramain sebagai bagian dari kewajiban yang paling wajib !! Dan pertimbangan kalian adalah bila Amerika tidak datang tentulah lenyap pemerintahan Ibnu Salul dan tentu Saddam mengambil negerinya, sehingga kalian mengganti orang kafir dengan orang kafir untuk menetap di atas pemerintahan orang-orang munafik itu dan seluruhnya adalah buruk. Sedangkan yang paling buruk adalah orang-orang munafik, karena orang-orang munafik berada di dasar yang paling bawah dalam api neraka.
            Kemudian kalian tidak merasa cukup dengan hal itu, dan setelah berlalu 10 tahun semenjak kedatangan orang-orang liar itu, kalian tidak berhenti di batas apa yang pernah kalian katakan dahulu di awal-awal fatwa kalian yaitu, ”bahwa kami hanya sekedar meminta bantuan mereka” dan kalian menipu orang-orang yang benar dan yang baik saat kalian menampakan bahwa masalahnya sekedar isti’anah (meminta bantuan), sedang setiap anak kecil di dunia ini mengetahui bahwa isti’anah itu bukan dengan bentuk Amerika datang dengan pasukannya beserta berbagai macam perlengkapan dan persenjataannya serta ia menetap di negeri ini, ini bukan isti’anah tetapi ini pendudukan...!!!
            Saya katakan, kalian tidak merasa cukup dengan hal itu akan tetapi kalian memberikan keleluasaan bagi mereka, dengan cara kalian menjadikan sekedar penolakan bahwa Amerika yang Nashrani yang memerangi lagi menjadikan pangkalan militernya di negeri Al Haramain yang datang dengan segala kekuatan militernya sebagai kejahatan. Dan saat sebahagian ulama bangkit menolak keberadaan militer AS ini, maka kalian mengingkari mereka dan kalian memberikan izin kepada Dinasti Salul untuk memenjarakan mereka bertahun-tahun karena mereka mengingkari kemungkaran.
            Kemudian kalian tidak berhenti di sini saja, akan tetapi kalian melampauinya di mana kalian menjadikan militer Kristen yang bersenjatakan paling modern itu sebagai kaum kafir mu’ahid dan kafir dzimmiy, sedangkan alasan kalian adalah bahwa mereka itu datang dengan seizin Waliyul Amri (??) dan kalian lemparkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam : “Keluarkanlah kaum musyrikin dari jazirah Arab”. Kalian tidak perduli dengan hukum Allah dan hukum Rasul-Nya seperti kepedulian kalian yang sangat akan pengadaan jalan keluar bagi Dinasti Salul dari perangkap yang dijeratkan Saddam terhadap mereka. Semua itu atas nama agama dan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab. Terus di atas qiyas yang rusak ini, terbangunlah sikap kalian menjadikan kaum mujahidin yang mengumumkan akan berjihad melawan Amerika sebagai Khawarij atau orang-orang yang memerangi Allah dan para penebar kerusakan di muka bumi. Kemudian kalian gulirkan fatwa-fatwa yang dengannya kalian halalkan darah empat orang dari pemuda pilihan Islam. Sedangkan kejahatan mereka tidak lain adalah karena membunuh orang-orang Amerika yang memerangi, padahal kamu sudah tahu bahwa orang muslim tidak boleh dibunuh dengan sebab ia membunuh orang kafir, dan bahwa alasan kalian itu rusak dari dasarnya karena orang-orang yang kalian anggap sebagai Waliyul Amri sebenarnya adalah orang-orang munafik yang merusak aturan Allah lagi memerangi agama-Nya. Dan telah merasa yakin akan hal ini setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Terus andai saja alasan qiyas kalian itu benar, maka sungguh ketidak bolehan membunuh orang muslim dengan orang kafir adalah hukum syar’iy yang mutlak yang tidak bisa digugurkan dengan ijtihad atau qiyas yang rusak dari kalian. Akan tetapi mata penglihatan tidak buta namun yang buta adalah mata hati yang ada di dalam dada…
            Kemudian ini semua sudah berlalu, dan Syaikh Usamah Ibnu Laden beserta orang-orangnya melepaskan tangannya dari kalian dan berkata : “Mereka itu ulama-ulama sesat yang terjungkir di dalam kesesatan dan tidak akan keluar darinya”. Maka akhirnya kembali Syaikh Usamah dan orang-orang yang bersamanya keluar dari negeri dua tanah suci dan berangkat ke Afganistan dan beliau mengumumkan frontnya untuk memerangi Yahudi dan Nashrani Salibis serta berjihad di jalan Allah, akan tetapi beliau tetap dikejar kejahatan kalian dan kalian mengeluarkan fatwa-fatwa yang mentahdzir (menghati-hatikan) manusia darinya dan kalian menganggap beliau dan para mujahidin sebagai Khawarij, padahal sesunguhnya Syaikh Usamah melarang para pemuda jihad untuk memerangi kaum munafikin kalian dan beliau memerintahkan para mujahidin untuk mengarahkan serangan-serangannya terhadap orang-orang Amerika dan orang-orang kafir asli saja. Akan tetapi perbuatan itu tidak menyenangkan kalian, dan fatwa-fatwa kalian terus muncul dan menganggap sesat para mujahidin dan mentazkiyah (memberikan rekomendasi) bagi kaum munafikin, sehingga setiap kekasih Ibnu Salul telah menjadi kekasih kalian dan dilindungi fatwa-fatwa kalian.
            Kalian tidak berhenti di sana saja, akan tetapi saat para mujahidin pergi menyatroni halaman rumah-rumah orang kafir dan menyerang mereka pada 11 September, kalian tidak hati-hati dan ingat akan Allah Pencipta kalian serta minimal kalian diam, justru kalian mengeluarkan fatwa-fatwa yang menyalahkan jihad para mujahidin di sana dan kalian menganggapnya sebagai tindakan pengrusakan di muka bumi, serta kalian menangisi kematian orang-orang kafir Amerika. Dan yang menghentakan adalah dusta kalian atas nama Allah dan Rasul-Nya saat kalian klaim bahwa jihad itu tidak sah kecuali dengan izin Waliyul Amri, sedang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Jihad itu berlangsung sampai hari kiamat”. Waliyul Amri di otak kalian tidak lain adalah munafikin Dinasti Salul, padahal di benak orang-orang mu’min sesungguhnya Dinasti Salul adalah penguasa yang paling dahsyat pemerangannya terhadap Allah dan Rasul-Nya dan yang paling besar perubahan dan penyelewengannya terhadap agama Allah.
            Lagi-lagi kalian tidak berhenti di batas itu saja, akan tetapi kalian mengajak kaum muslimin untuk membantu orang-orang kafir terhadap kaum muslimin…! sebagaimana yang dilakukan oleh si sesat Ghanim As Sadlan[6] saat dia mengajak umat untuk membantu orang Amerika melawan kaum muslimin. Maka ketenggelaman dalam kesesatan, kefasikan dan kebejatan macam apa yang lebih dahsyat dari hal ini...?! Dan orang alim macam apa yang menyuruh manusia untuk membantu orang-orang kafir melawan kaum muslimin...??
            Hai orang-orang yang disebut ulama...
            Demi Allah, sesungguhnya kalian ulama sesat, dan demi Allah sesungguhnya Bul’am Ibnu Baura keadaannya lebih ringan daripada kalian, karena Bul’am melepaskan diri dari ayat-ayat Allah, sedangkan kalian adalah telah merubah agama Allah di atas pengetahuan dan mengatakan kepada manusia “Inilah Islam dan inilah dakwah Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab...!”
            Apa kalian tidak malu pada diri kalian sendiri, bagaimana dengan sebab kalian dan sebab pengguguran kalian akan hukum-hukum Allah yang tidak sejalan dengan para penguasa, kalian jadikan Ahlus Sunnah sebagai bahan perolok-olokan bagi setiap ahli bid’ah dan kelompok-kelompok yang sesat serta bahan tertawaan bagi umat-umat yang lain ? Apa kalian tidak malu di mana kalian telah menjadikan dakwah Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab suatu yang lebih mudah tunduk bagi para penguasa[7] daripada orang-orang Rafidlah kepada imam-imam mereka…??
            Bila saja Rafidlah telah memberikan kema’shuman terhadap para imam dari kalangan shahabat keturunan Ali radliyallahu 'anhu, sehingga mereka sesat dalam hal itu dan banyak menyesatkan manusia, maka apa gerangan dengan kalian yang memberikan kema’shuman terhadap orang-orang yang minimal mereka itu dikatakan munafikin yang keterlaluan dalam kenifakannya ?. Ini dia yang mengaku dengan lisannya, bahkan ia merasa bangga dengan hal itu, yaitu telah menghabiskan 30 tahun bekerja dalam Dinas Intelejen yang loyal kepada Amerika, dan dia memberikan kekayaan ummat kepada orang-orang Amerika dan memerangi mujahidin yang dipimpin Syaikh Usamah. Namun demikian kalian tidak pernah berfikir untuk menasihatinya, apalagi menyuruh dia taubat padahal dia telah melakukan salah satu kekafiran yang ditegaskan oleh kakek-kakek kalian dari kalangan ulama di dalam kitab-kitab dan tulisan-tulisan mereka. Dan dia seharusnya disuruh taubat dan kaum muslimin bara’ darinya seluruhnya. Tidak terlintas dibenak kalian termasuk memberikan kesempatan bagi orang lain untuk mengomentarinya dan menyangsikan akan status dia sebagai bagian dari Ulil Amri, maka contoh mana yang lebih pas untuk sikap kalian yang memberikan kema’shuman terhadap Dinasti Salul daripada hal tersebut...?.
            Sedangkan kalian memiliki kesiapan untuk mengistitabah (menyuruh bertaubat) sebagian ulama yang baik dalam beberapa masalah yang tergolong masalah furui’iyyah (cabang) yang kecil, sebagaimana yang telah kalian lakukan saat kalian mempermalukan Syaikh Dibyan Ad Dibyan dalam masalah memotong janggut yang lebih dari segenggam, sedangkan kalian tidak sedikitpun memiliki rasa tanggung jawab untuk mengistitabah orang-orang tadi, padahal dia itu ongkang-ongkangan dengan kekafiran, kemunafikinan dan keloyalannya terhadap musuh-musuh Allah dari kalangan bangsa Amerika dan yang lainnya.
            Dan khianat macam apa terhadap umat ini yang lebih busuk dari kumpulan-kumpulan kalian untuk memberikan fatwa tentang Pokemon —dan terima kasih untuk kalian, sungguh kalian telah memberikan menfaat bagi manusia, dan semoga Allah memberkati kalian— sedangkan tragedi-tragedi besar yang terjadi menimpa umat ini justru kalian tidak berbuat apa-apa dan tidak mampu membongkar benang merah di belakangnya, karena Dinasti Salul tidak meminta fatwa dari kalian. Mana kalian dari apa yang terjadi di Iraq ? dan mana kalian dari apa yang terjadi di Afganistan dan Palestina ? dan justru sikap pengecut dan buta mata hati pada si mufti ini telah sampai pada tahap dia mengharamka operasi-operasi syahid di Palestina.
            Sesungguhnya kalian terombang-ambing dalam kesesatan dan kedurjanaan, dan masalah pemberian kema’shuman terhadap Dinasti Salul adalah masalah yang bisa dilihat oleh setiap orang yang punya mata, jelas… sejelas matahari di siang bolong !!. Dan kalau tidak demikian maka jelaskan kepada saya bagaimana dahulu si mufti itu memfatwakan keharaman asuransi, kemudian tatkala asuransi itu dilegalkan bahkan diharuskan oleh Dinasti Salul terhadap manusia, maka orang sesat ini memerintahkan kaum muslimin untuk tunduk kepada Dinasti Salul dalam hal memakan harta mereka dengan cara yang bathil. Maka kecelakaan besarlah bagi dia akibat dari apa yang dia fatwakan dan kecelakaan besarlah baginya akibat yang dia lakukan. Dan yang membuat kita tertawa ialah bahwa ia menyuruh manusia untuk membayar dan tidak mengambil bunga dan kompensasi di belakang harta mereka. Bagus, tapi apa faedah kamu hai Syaikh ? sedang kamu telah memposisikan dirimu pada posisi orang-orang yang memikul amanah ilmu. Bagaimana kamu akan memberikan manfaat bagi manusia, sedangkan kamu menyuruh mareka melakukan kesesatan kemudian kamu katakan kepada mereka : “jangan ambl bunga !” Bagaimana kamu akan melepaskan dirimu dari tangan-tangan yang akan bergelantung pada lehermu di hari kiamat akibat kejahatan-kejahatanmu terhadap hak Allah, hak Rasul, dan hak umat ?
            Dan seperti apa yang telah kami buktikan bahwa kalian ini lebih sesat daripada orang-orang Rafidlah, maka kami menetapkan juga bahwa kalian lebih sesat daripada Khawarij, apa kalian mau dalil-dalil? Ya, dalil-dalil saya adalah bahwa kalian menghalalkan darah-darah manusia yang paling baik, yaitu para mujahidin saat kalian menganggap mereka sebagai perusak dan kalianpun memfatwakan agar mereka dibunuh, sedangkan orang-orang kafir asli yang menduduki jazirah Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan Amerika, Yahudi, dan yang lainnya, kalian anggap mereka sebagai kaum kafir dzimmiy yang terjaga darahnya lagi tidak boleh dibunuh. Dan ini salah seorang pengikut kalian dari kalangan orang-orang sesat telah memfatwakan bahwa dua orang pemuda yang memerangi tentara Amerika di Kuwait tidak akan mencium bau surga, kenapa alasannya hai orang sesat...?! apa karena pemuda itu telah membunuh orang-orang Amerika sedangkan orang Amerika itu adalah kaum kafir dzimmiy, aneh.... aneh sekali ! Dalam fiqih, akal, dan tolak ukur apa kamu menganggap pasukan besar yang menetap di suatu tempat dengan berbagai perlengkapan perangnya sebagai kaum kafir dzimmiy?!!
            Kalian memfatwakan untuk membunuh orang Islam dan kalian biarkan kaum salibis sedangkan ini ajaran Khawarij, sedangkan Khawarij justru tidak memberontak kecuali karena klaim alasan mereka ingin menegakkan Kitabullah, namun mereka menyimpang dan sesat. Sedangkan kalian justru malah menyuruh manusia untuk taat kepada orang yang tidak menegakan Kitabullah dari kalangan Dinasti Salul, dan kalian memerintahkan untuk membunuh orang yang menuntut penegakan Kitabullah dari kalangan mujahidin yang jujur dan yang lainnya dari para du’at dan orang-orang yang melakukan perbaikan. Apa kalian paham bahwa kalian lebih sesat dari Khawarij…?!!
            Kalian dalam pandangan saya adalah lebih busuk daripada Dinasti Salul, karena Dinasti Salul adalah kaum munafikin yang mencari kekuasaan dan dunia, sedangkan kalian mengklaim bahwa kalian berbicara atas nama Allah dan bahwa kalian adalah pelindung dien ini, sehingga kalian telah datang dengan agama —yang demi Allah— ia bukan sama sekali bukan agama Allah, akan tetapi ia termasuk kesesatan dan penyimpangan, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang Allah firmankan :
×@÷uqsù tûïÏ%©#Ïj9 tbqç7çFõ3t |=»tGÅ3ø9$# öNÍkÏ÷r'Î/ §NèO tbqä9qà)t #x»yd ô`ÏB ÏYÏã «!$# (#rçtIô±uÏ9 ¾ÏmÎ/ $YYyJrO WxÎ=s%
“Maka kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri,               lalu dikatakan ; ”Ini dari Allah” (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit”                      (Al Baqarah : 79)
            Kejahatan-kejahatan kalian terhadap hak Allah dan Rasul-Nya tidak berhenti pada sikap diam saat larisnya kebathilan, akan tetapi telah melampaui pada batas, kalian mendukung kebathilan ini dan menjadikannya sebagai asal (kebenaran), kemudian kalian berdusta atas nama Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab saat kalian menganggap bahwa inilah madzhab salaf dan imam yang empat. Kalian tidak punya malu dari sikap kalian mempopulerkan kebathilan dengan lisan-lisan kalian, bahkan menyandarkannya kepada imam dan ulama sunnah —semoga Allah membersihkan para imam dari fitnah kalian—.
            Disaat dahulu para ulama adalah sebagai pemegang amanah bagi umat sepanjang sejarah, dan saat ilmu berpisah dari kekuasaan setelah Khilafah Rasyidah, para ulama membentuk lembaga yang kokoh lagi berkaitan dengan umat secara langsung yang menjaga dien ini dan menjamin bahwa penguasa; bagaimanapun ia tenggelam dalam syahwat kekuasaan, ia tidak mampu merubah hukum atau loyal kepada orang-orang kafir atau menggugurkan jihad atau menghalalkan yang haram. Akan tetapi kalian pada masa sekarang yang seharusnya menjadi tumpuan amanah umat dan agama Allah dari tangan-tangan kotor yang merubah dan menyelewengkannya, ternyata kalian wal ‘iyadzubillah malah menjadi tumpuan amanah kaum munafikin, dan kalianlah yang mengokohkan pilar-pilar kemunafikan, dan kalianlah yang mengakui kekuasaan orang-orang bejat itu saat kalian menganggap mereka sebagai para pemimpin kaum muslimin, dan kalian menjadikan sekedar pengingkaran terhadap mereka sebagai kemungkaran, sehingga kalian telah melakukan hal terburuk saat tidak merasa cukup dengan diam dari kebathilan, akan tetapi kalian merekomendasikannya dan menjadikannya sebagai kebenaran sedang selainnya adalah kebathilan, sehingga hal itu lahirlah kekuasaan mereka di setiap pilar-pilar masayarakat.
            Dan tidaklah berlebihan bila saya katakan bahwa kalianlah yang bertanggung jawab langsung dari setiap kerusakan yang terjadi di negeri Al Haramain.
            Dengan sebab kalianlah digugurkannya hukum-hukum Islam terbesar yang paling pertamanya yaitu Al hukmu bima anzalallah. Ini mahkamah-mahkamah perdagangan menjadi saksi itu atas kalian, dan ini gedung riba dihadapan Masjidil Haram dan Mesjid Nabawi membongkar kebusukan-kebusukan kalian di hadapan khalayak…!!
            Dan dengan sebab kalian dan sikap diam kalian, orang-orang sekuler menguasai media pemberitaan dan menyebarkan kerusakan di tengah umat lewat jaringan-jaringan udara dan yang lainnya…
            Dengan sebab kalian, kekayaan umat dihambur-hamburkan dan dipakai berfoya-foya oleh sekelompok kaum munafikin yang zalim dan otoriter…
            Dengan sebab kalian, kekuasaan sudah mendarah daging dan telah menjadi suatu hal yang tidak diingkari seorangpun, serta siapa yang berani mengingkari maka ia akan dijebloskan ke penjara….
            Dengan sebab kalian, orang-orang kafir mengendalikan negeri-negeri Islam dan negeri Islam yang paling suci tanah haramain…
            Dengan sebab kalianlah merejalelanya kekacauan dalam persidangan, merebak pula kezaliman dan hudud hanya ditegakan terhadap orang-orang yang lemah, namun tidak ditegakan terhadap seorangpun dari Alu Salul. Ini dia seorang pilar Alu Salul mencak-mencak bahwa Alu Salul tidak boleh ditegakan hudud terhadap mereka di hadapan kalian…
            Dan saya menambahkan ucapan buat ulama resmi pemerintah, bahwa kalian sama sekali tidak segan-segan dari mempermainkan agama dan menaklukannya sesuai keinginan-keinginan pemerintah. Ini dia Syaikh Al Mani’ saat ditanya tentang asuransi, dia berkata : “Bukankah ada perselisihan di dalamnya dan ia itu tidak seperti keharaman zina ? dan selagi ada perselisihan di dalamnya —menurut qiyas kalian—, maka wajib mengikuti pemimpin dan mentaatinya karena ia memiliki hak ijtihad dalam memilih apa yang diperselisihkan.
            Baik hai Mani’, sungguh dahulu Ahlus Sunnah telah berselisih dalam masalah khuruj (pemberontak) terhadap para penguasa yang fasiq apalagi kalau orang-orang, akan tetapi kenapa kalian menjadikan dalam fatwa-fatwa kalian dan alur pemikiran kalian masalah khuruj terhadap para penguasa itu termasuk dosa besar yang paling besar ? dan kalian menjadikannya sebagai masalah yang qath’iy (pasti) dan kalian tidak mempertimbangkan bahwa di dalamnya telah terjadi perselisihan yang kuat dan jelas di antara ulama dari kalangan shahabat tabi’in ? Bahkan kalian berdusta atas nama Ahlus Sunnah saat kalian mengklaim bahwa mereka telah ijma untuk tidak khuruj terhadap penguasa itu, padahal para penuntut ilmu yang yunior saja mengetahui bahwa Ahlus Sunnah yang mengatakan tidak boleh khuruj terhadap para penguasa yang fasiq tidaklah mengatakan : Wajib mentaati mereka dalam kesesatan dan dalam pengguguran hukum-hukum Islam, justru Ahlus Sunnah sepakat seluruhnya bahwa dia itu penguasa yang tidak memiliki puluhan perkara yang mengugurkan kekuasaan dan pemerintahan atas kaum muslimin. Kalian menjadikan mereka barisan para shahabat tidak boleh khuruj terhadap mereka dan tidak disentuh sedikitpun, apalagi kalau disejajarkan pada deretan para penguasa muslim yang fasiq?
            Dan dari sekarang dan seterusnya saya meminta dari umat agar tidak pergi lagi kepada mereka itu, karena hujjah sudah tegak atas mereka dan terbongkar sudah urusan mereka. Mereka tidak punya hak saat kita berjumpa dengan mereka selain kita bacakan kepada mereka :
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqßJçFõ3t !$tB $uZø9tRr& z`ÏB ÏM»uZÉit7ø9$# 3yçlù;$#ur .`ÏB Ï÷èt/ $tB çm»¨Y¨t/ Ĩ$¨Z=Ï9 Îû É=»tGÅ3ø9$#   y7Í´¯»s9'ré& ãNåkß]yèù=t ª!$# ãNåkß]yèù=tur cqãZÏ軯=9$# ÇÊÎÒÈ 
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk setelah jelas bagi kami menerangkannya kepada manusia dalam        Al Kitab. Mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati”.        (Al Baqarah : 159)
            Wahai para pemuda umat, apabila kalian berjumpa dengan salah seorang dari mereka maka bacakanlah di depan mereka : Mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. Hadapi mereka dengan ayat ini di setiap waktu sampai mereka kembali dari kesesatannya.
            Dan ketahuilah wahai para pemuda umat bahwa terus menerus kalian dekat dari mereka tidak akan menambah mereka kecuali kedurjanaan dan kebejatan, maka lemparilah mereka dengan halilintar Al Haq dan bacakanlah di hadapan mereka ayat-ayat dan hadist-hadist yang melaknat dan yang menghati-hatikan dari para ulama-ulama pengkhianat. Qana’ahlah dari mereka secara total, dan cucilah tangan dan hati dari mereka, karena mereka adalah sumber segala kejahatan dan sumber di balik setiap bencana. Jangan kalian menduga bahwa mereka bisa mengurai atau mengikat. Ini keputusan persahabatan telah berjalan sedang mereka diam, ini keputusan persekongkolan bersama Yahudi tapi mereka diam, bahkan di antara mereka ada yang memberkahinya, dan keputusan-keputusan yang lebih busuk dan lebih keji, maka tunggulah...!!
            Dan mereka berkata kepada kamu : “Kami akan menasihati para pengusa itu dan mengingatkan mereka”, maka ketahuilah bahwa mereka itu dusta dan tidak akan melakukannya, dan keputusan persaudaraan serta keputusan-keputusan lainnya yang telah lalu tidak akan dibatalkan karena pada dasarnya mereka itu dipasang untuk mengokohkan kekuasaan kaum munafikin itu, dan mereka tidak akan melakukan sesuatupun yang membahayakan pemerintah nifaq atau menggugurkan keabsahan-keabsahannya. Seandainya pada mereka itu terdapat kebaikan, tentulah tidak akan berjalan terus di atas riba yang ditata dengan undang-undang lagi dilindungi oleh kaum munafikin lebih dari 30 tahun tanpa ada sedikitpun pengingkaran terhadap Dinasti Salul, dan tidak akan berjalan pula dalam tenggang waktu ini kegiatan penerapan budaya barat di negeri ini, dan tidak akan tersisa seorang sekulerpun dalam aparatur negara seandainya memang para ulama itu melaksanakan kewajiban syar’iy dan amanah yang dibebankan oleh Allah dan Rasul-Nya.
            Saya mengingatkan umat dan mengingatkannya dengan hal yang bahaya, yaitu dalam contoh Kristen, saat penguasa yang zalim bersekongkol dengan kedurjanaan, maka bangsa eropa bangkit berontak dengan revolusi Prancis terhadap agama semuanya, mereka hempaskan agama dan berlindung dengan serkularisme. Dan bila kalian biarkan para ulama pengkhianat itu mengacak-acak agama Allah sesuka hati mereka, maka sungguh akibatnya  —demi Allah— sangatlah hina.
            Benar bahwa agama Allah akan terjaga, akan tetapi al haq ini harus memiliki orang-orang yang menegakannya, kita tiada takut tetapi wajib hati-hati dari akibat-akibat seperti ini, dan kita katakan; sesungguhnya dengan sebab karunia Allah, tidak mampu sekalipun Paulus yang paling menyimpang dan raja yang paling zalim dan bengis tidak mampu menyembunyikan hakikat Islam, dan orang-orang di dalamnya dari kalangan ahli ilmu yang memerangi dengan cahaya al haq dan para mujahidin selalu sigap terhadap orang yang berupaya menyesatkannya, dan yang paling terdepan adalah Syaikh kita yang terbimbing Usamah Ibnu Laden —kita memohon taufik dan kemenangan baginya kepada Allah ta’ala—.
            Sebagaimana wajib atas kalian hai para pemuda Islam berkumpul di sisi ahli ilmu yang masih tersisa yang mengarahkan al haq dan tidak takut di jalan Allah celaan orang yang mencela. Dekatlah dengan para Syaikh itu dan jagalah mereka dengan dada kalian sebelum mereka terkena kebusukan dari kaum munafikin dan para ulama pengkhianat itu. Berkumpulah semoga Allah memberkahi kalian di sisi salaf, yaitu ahli ilmu yang mengharapkan wajah Allah…
            Milikilah kitab-kitab Syaikh Hamud ‘Uqla rahimahullah dan berkeliling di sekeliling murid-muridnya dari kalangan yang kami nilai mereka di atas jalan yang benar. Mereka adalah amanah di leher kalian, dan jangan biarkan pedang-pedang nifaq dan khianat mampu menyentuh mereka dengan keburukan sampai Allah menentukan suatu yang pasti terjadi.   

Penulis :
Luwis Athiyyah

Alih bahasa :
Abu Sulaiman Aman Abdurrahman


[1] Ulama-ulama pemerintah thaghut Saudi maksudnya(Pent.)

[2] Makdudnya Dinasti Saudi sekarang(Pent)

[3] Mufti Saudi sekarang Abdul Aziz Alu Asy Syaikh(Pent)

[4] Dia menteri wakaf dan urusan haji negara kafir Saudi, Shalih Alu Asy Syaikh.(Pent)

[5] Dia adalah Fadh Ibnu Abdil Aziz. (Pent)

[6] Ia adalah guru besar Universitas Muhammad Ibnu Su’ud di Riyadh, ia termasuk ulama pemerintah Saudi.(Pent)

[7] Ya, realita seperti itu, Kaum Salafi Maz’um yang paling mengaku Ahlus Sunnah dan mengklaim mengikuti dakwah Syaikh Muhammad ibnu Abdul Wahhab, padahal Ahlus Sunnah dan Syaikh sendiri bara’ dari perbuatan mereka. Mereka adalah selalu loyal kepada pemerintah thaghut yang mereka anggap muslim.(Pent)

Bantahan Terhadap Fatwa Ibnu Baz Yang Sesat Lagi Menyesatkan Karena Dibangun Di Atas Kejahilan Terhadap Realita Demokrasi & Kekafiran Orang Yang Masuk Majelis Syirik Demokrasi Demi Mashlahat Dakwah

FAIDAH :
Maksiat itu tidak menjadi boleh dengan niat, akan tetapi dengan dalil syar’iy yang khusus

            Ketahuilah, bahwa maksiat tidak dibolehkan dan tidak berubah menjadi ketaatan dengan sebab niat sebagaimana yang telah lalu dalam ucapan Abu Hamid Al Ghazali[1] rahimahullah. Dan ketahuilah bahwa bila boleh melakukan maksiat dalam kondisi-kondisi khusus, maka sesungguhnya ini tidak (menjadi) boleh kecuali dengan dalil khusus yang membolehkan untuk melakukan maksiat itu bukan dengan sekedar niat, dan contoh hal ini :
  1. Dusta adalah haram dan tergolong dosa besar, akan tetapi ia dibolehkan dalam tiga tempat dengan penegasan hadits Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, bukan dengan sekedar niat. Dan tempat-tempat ini adalah : Dalam peperangan, dalam mendamaikan diantara manusia, serta antara laki-laki dengan isterinya, sebagaimana hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ummu Kultsum binti Uqbah ra.
  2. Makan bangkai adalah haram dan tergolong dosa yang besar, akan tetapi ia (menjadi) boleh bagi orang yang dalam kondisi darurat dalam kelaparan dengan penegasan Kitabullah ta’ala, bukan dengan niat. Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam kondisi terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al Baqarah : 173)
Sedangkan dalil yang membolehkan adalah membatasi rukhshah (dispensasi) terhadap gambarannya (saja) dan tidak bisa (hal lain) diqiyaskan kepadanya.
            Dan saya menyebutkan faidah ini dengan sebab fatwa salah satu Syaikh masa sekarang yang telah saya baca, yaitu Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz, dimana didalamnya ia membolehkan bagi orang muslim mencalonkan diri untuk menjadi anggota Parlemen Legislatif di negara-negara yang dihukumi dengan Qawanin Wadl’iyyah dengan niat dakwah ilallah di parlemen-parlemen ini dan yang serupa dengannya. Dan dia berdalil dengan hadits : “Sesungguhnya amalan itu tergantung niat”. Sungguh telah ada dalam majalah Liwaa-ul Islam, Vol.11/ 1409 H, hal : 7 dimulhaq ucapan berikut ini : [Tidak apa-apa bergabung dengan Majelis Rakyat] sebagai jawaban terhadap pertanyaan tentang keabsahan pencalonan diri untuk Majelis Rakyat, dan Hukum Islam tentang pencoblosan kartu suara pemilu dengan niat memilih para du’at ikhwan yang beragama dengan baik untuk majelis itu, maka Syaikh Abdul Aziz Bin Baz memfatwakan dengan ucapannya : [sesungguhnya Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam berkata : “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan bagi setiap orang itu adalah apa yang dia niatkan” Oleh sebab itu tidak apa-apa bergabung dengan Majelis Rakyat bila maksud dari hal itu adalah dukungan terhadap Al Haq dan tidak menyetujui terhadap kebathilan, karena dalam hal itu terdapat pembelaan kebenaran dan kebergabungan kepada du’at ilallah sebagaimana tidak apa-apa pula memberikan suara yang dengannya ia memilih para du’at yang shaleh serta mendukung Al Haq dan para pemeluknya. Wallahu Waliyyul Taufiq.] Selesai.
Saya berkata : Fatwa ini salah, sesuai apa yang telah kami nukil dari Al Ghazali, yaitu maksiat itu tidak menjadi boleh dengan sebab niat, sedangkan kekafiran itu adalah maksiat yang paling besar, dan masuk kedalam Majelis Rakyat (Parlemen, MPR, DPR, dan yang serupa dengannya (Pent.)) adalah kekafiran sehingga ia tidak menjadi boleh dengan sebab niat. Majelis Rakyat itu adalah sebagai wasilah (sarana/jalan) penegakan sistem Demokrasi, sedangkan mengetahui status hukum menjadi anggota didalamnya atau memberikan suara adalah dibangun diatas pengetahuan akan hakikatnya, karena fatwa adalah mengetahui hukum yang semestinya pada suatu realita. Maka kami memulai dengan menjelaskan hakikat Demokrasi kemudian menjelaskan hukumnya dan hukum ikut serta di majelis-majelis ini. Saya katakan dengan memohon taufiq kepada Allah ta’ala :


Hakikat Demorasi
Pembukaan :
            Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : [Para ahli fiqih berkata : Nama itu ada 3 macam ; satu macam yang diketahui batasannya dengan syari’at, seperti  shalat, dan zakat. Macam yang (lain) yang diketahui batasannya dengan bahasa, seperti matahari dan bulan. Dan macam lain yang diketahui batasannya dengan ‘urf (adat kebiasaan yang berlaku seperti kata qabdl (serah terima) dan kata ma’ruf (cara yang baik dalam firmanNya : “Dan pergaulilah mereka dengan ma’ruf”] (Majmu Al Fatawa : 13/82). Dan beliau mengulang-ulang ucapannya ini dalam banyak tempat, diantaranya Majmu Al Fatawa : 7/286 dan 19/235. Dan dikarenakan kata ‘Demokrasi’ adalah tidak pernah datang dari dalam syari’at ini dan tidak pula tergolong apa yang diketahui oleh orang-orang Arab dari bahasanya, maka untuk mengetahui makna dan hakikatnya mestilah merujuk kepada ‘urf para penganutnya yang telah meletakannya, dan dalam hal ini Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam hukum-hukum mufti : [“Ia tidak boleh memfatwakan dalam hal pengakuan, sumpah, wasiat, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan lafadh (kata) dengan apa yang biasa ia pahami dari lafadh-lafadh itu tanpa mengetahui ‘urf pemilik bahasa itu dan orang-orang yang berbicara dengannya, sehingga ia bisa menempatkannya pada apa yang menjadi kebiasaan mereka dan apa yang mereka ketahui walaupun itu menyelisihi hakikat asal kata tersebut, dan bila ia tidak melakukan hal itu maka ia sesat dan menyesatkan” (I’lamul Muwaqqi’in : 4/228)]
            Ini semua tentang penjelasan wajibnya merujuk kepada para peletak istilah DEMOKRASI untuk mengetahui maknanya, agar seseorang tidak mengatakan bahwa ia memaksudkan syura dengannya atau ia memaksudkan dengannya kegiatan politik dan nama-nama lainnya yang lenyap bersamanya hakikat sebenarnya dan secara otomatis status hukumnya.

Hakikat Demokrasi :
            Dikarenakan Demokrasi adalah istilah politik yang berasal dari barat, maka sesungguhnya    -sesuai pembukaan- yang lalu sepatutnya merujuk kepada para pemiliknya untuk mengetahui maknanya yang dibangun diatasnya pengetahuan akan hukumnya. Sedangkan maksud Demokrasi menurut ‘urf pemiliknya ; adalah Kedaulatan Rakyat dan bahwa Kedaulatan Rakyat adalah kekuasaan tertinggi lagi mutlak tanpa dikendalikan dengan kekuasaan lain apapun. Dan kekuasaan ini terjelma pada hak rakyat dalam memilih para pemimpinnya dan haknya dalam pembuatan undang-undang apa saja yang ia kehendaki.
            Rakyat biasanya menjalankan kekuasaan ini dengan cara mewakilkan, yaitu ia memilih wakil-wakilnya yang mengatasnamakan rakyat di Parlemen, dan mereka mewakili rakyat dalam menjalankan kekuasaan ini. Ada didalam Ensiklopedi Politik : [Semua sistem Demokrasi berdiri diatas prinsip pemikiran yang satu, yaitu bahwa kekuasaan itu kembali kepada rakyat dan bahwa rakyatlah pemegang kedaulatan, yaitu bahwa Demokrasi itu pada ujungnya adalah prinsip Kedaulatan Rakyat] (Mausuu’ah As Siyasah, karya Dr. Abdul Wahhab Al Kayali, juz 2, hal : 756)
Dan ia berkata dalam definisi Demokrasi Perwakilan : “ia mengandung arti bahwa rakyat -yang mana ia adalah pemilik kedaulatan- tidak melaksanakan kekuasaan pembuatan hukum dengan dirinya sendiri, akan tetapi ia menyerahkannya kepada para wakilnya yang dipilih untuk masa waktu tertentu. Dan rakyat menjadikan mereka itu sebagai wakil-wakilnya dalam menjalankan kekuasaan ini dengan mengatasnamakannya. Jadi Parlemen dalam sistem Demokrasi Perwakilan merupakan jelmaan kedaulatan rakyat, dan dia-lah yang mengungkapkan keinginan rakyat melalui apa yang ia gulirkan berupa hukum-hukum atau undang-undang. Dan sistem ini secara fakta sejarah telah tumbuh di Inggris dan Prancis, kemudian dari keduanya ini ia menjalar ke negara-negara lain” (Referensi yang lalu : 2/757)
Dan dari uraian yang lalu jelaslah bahwa Demokrasi pada intinya adalah kedaulatan rakyat, dan bahwa kedaulatan ini pada dasarnya bermuara pada hak yang mutlak dalam pembuatan hukum yang tidak tunduk terhadap kekuasaan yang lain. Dan inilah sebahagian definisi kedaulatan. Dr. Abdul Hamid  Mutawalliy -guru besar UUD- berkata : [Demokrasi dalam berbagai Undang Undang Dasar  biasa diungkapkan dengan prinsip ‘Kedaulatan Rakyat’, sedangkan ‘kedaulatan’ sesuai dengan definisinya adalah kekuasaan tertinggi yang tidak ada yang lebih tinggi darinya (Andhimatul Hukmi Fid Duwal An Namiyyah, Dr. Abdul Hamid  Mutawalliy, terbitan 1985 M, hal : 625)
Politikus barat Joejeff Frankl berkata : [Kedaulatan memiliki arti kekuasaan tertinggi yang tidak mengakui kekuasaan yang lebih tinggi darinya atau dibelakangnya yang memiliki wewenang untuk meninjau ulang putusan-putusannya. Dan makna yang paling mendasar ini tidak pernah mengalami perubahan sepanjang masa-masa modern ini, dan definisi Jane Boudanne terhadap ‘kedaulatan’ ditahun 1578 M yang mana isinya : “Bahwa kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dari atas penduduk dan rakyat dan tidak dibatasi undang-undang”, adalah tetap walaupun bahwa maksud kedaulatan yang mana Boudane mengkhususkan sang pemimpin pada zamannya dengan kedaulatan itu telah berpindah setelahnya kepada rakyat] (Al ‘Alaqat Ad Dauliyyah, Joejeff Frankl, Cet. Tuhamah 1984, hal : 25)

Perkembangan Demokrasi Modern

Adapun Demokrasi, maka pondasi-pondasinya telah dikukuhkan oleh Revolusi Prancis tahun 1789, meskipun sistem perwakilan yang bersifat Parlemen telah tumbuh di Inggris satu abad penuh sebelum itu. Dan dari sisi ide pemikiran maka sesungguhnya prinsip Kedaulatan Rakyat itu -yang mana ia adalah dasar paham Demokrasi- telah tertuang sejak beberapa dekade dalam tulisan-tulisan John Lock Montesquieu dan Jean Jacques Rouseau yang telah meletakan dasar teori Kesepakatan Sosial yang mana ia adalah dasar teori Kedaulatan Rakyat. Dan itu adalah sebagai reaksi balik dan sebagai bentuk pemberantasan terhadap teori Tafwidl Ilahiy (pengemban kewenangan dari Tuhan) yang mendominasi Eropa selama 10 abad. Teori itu adalah teori yang menetapkan bahwa para raja itu memerintah dengan pilihan dan pengangkatan dari Allah, sehingga dengan hal itu para raja memiliki kekuasaan yang mutlak lagi mendapat dukungan dalam hal itu dengan dukungan para Paulus. Dan bangsa-bangsa Eropa telah mengalami penderitaan yang amat pedih dari kekuasaan yang mutlak ini, sehingga jadilah kedaulatan rakyat sebagai pengganti dihadapannya untuk keluar dari kekuasaan mutlak para raja dan para Paulus yang memerintah dengan kewenangan dari tuhan -menurut klaim mereka-.
Jadi, Demokrasi pada asal munculnya adalah sikap pembangkangan terhadap kekuasaan Allah, supaya ia memberikan kekuasaan itu sepenuhnya kepada manusia agar manusia itu membuat sistem kehidupan dan undang-undangnya oleh dirinya sendiri tanpa batasan apapun.
Perpindahan dari teori tafwidh ilahiy ke teori kedaulatan rakyat tidaklah berpindah dengan cara yang damai, akan tetapi lewat suatu revolusi yang tergolong paling berdarah terbesar di dunia, yaitu Revolusi Prancis tahun 1789 M yang diantara slogannya adalah “Gantunglah raja terakhir dengan usus pendeta terakhir”, dan Dr. Safar Al Hawali berkata : [Revolusi ini telah melahirkan hasil-hasil yang sangat urgen, untuk pertama kalinya dalam sejarah Eropa yang kristen telah terlahir sebuah negara republik yang tidak terikat agama yang mana falsafahnya berdiri diatas  hukum dengan atas nama rakyat “dan bukan atas nama Allah”,dan diatas prinsip kebebasan beragama sebagai pengganti dari otoriter katholik, dan diatas prinsip kebebasan individu sebagai pengganti dari keterikatan dengan akhlak agama, serta diatas Undang Undang Dasar sebagai pengganti dari keputusan –keputusan gereja (Dr. Safat Al Hawaliy, hal : 169, terbitan Univ. Ummul Qura’ 1402 H)
Dan telah nampak teori Kedaulatan Rakyat dan haknya dalam menetapkan undang-undangnya secara jelas dalam prinsip-prinsip Revolusi Prancis dan Undang Undang Dasarnya, dimana pasal ke 6 dari pengumuman hak-hak tahun 1789 menegaskan bahwa : “Undang-undang adalah ungkapan dari keinginan rakyat” , yaitu undang-undang itu bukan ungkapan dari keinginan gereja atau keinginan Allah. Dan pengumuman HAM yang muncul bersama dengan UUD Prancis tahun 1973 pasal ke 25 darinya menegaskan bahwa “Kedaulatan itu berpusat pada rakyat” . (Dinukil dari Mabadi-ul Qanun Ad Dusturiy, karya Dr. Sayyid Shabriy, Hal : 52)
Oleh sebab itu Dr. Abdul Hamid Mutalliy berkata : [Prinsip-prinsip Revolusi Prancis 1789 M dinilai sebagai dasar prinsip-prinsip Demokrasi Barat (Andhimatul Hukmi Fid Duwal An Namiyyah, Karyanya hal : 30)

Hukum Demokrasi Dan Hukum Para Anggota Parlemen
Beserta Para Pemilih Mereka

Alasan hukum terhadap Demokrasi adalah keberadaan Kedaulatan didalamnya milik rakyat, dengan makna kedaulatan yang mana ia adalah kekuasaan tertinggi yang tidak mengakui kekuasaan yang lebih tinggi darinya. Demokrasi, kekuasaannya bersumber dari dirinya sendiri tanpa batasan apapun, sehingga ia melakukan apa yang ia kehendaki dan menggulirkan hukum yang diinginkannya tanpa koreksi seorangpun terhadapnya, padahal ini adalah sifat Allah ta’ala, sebagaimana firmanNya :
“Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendakNya), tidak ada yang dapat menolak ketetapanNya”  (Ar Ra’d : 41)
dan firmanNya ta’ala :
“Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendakiNya” (Al Maidah : 1)
dan firmanNya ta’ala :
“Sesungguhnya Allah melakukan apa yang dikehendakiNya” (Al Hajj : 14)
            Dan dari ini kita menyimpulkan bahwa Demokrasi itu menyandarkan sifat Uluhiyyah (ketuhanan) terhadap insan dengan bentuk ia memberikan wewenang yang mutlak dalam pembuatan hukum (tasyri) kepadanya, sehingga dengan hal itu Demokrasi menjadikan insan sebagai ilah (tuhan) disamping Allah dan sekutu bagiNya dalam wewenang penetapan hukum bagi manusia, sedangkan ini adalah kufur akbar tanpa keraguan didalamnya. Dan denganungkapan yang lebih jelas, maka sesungguhnya tuhan yang baru dalam Demokrasi adalah hawa nafsu insan dimana ia menetapkan hukum yang ia pandang (cocok) dengan hawa nafsunya tanpa terikat dengan apapun. Allah ta’ala berfirman :
“Terangkan kepadaKu tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ? atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami ? mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka itu lebih sesat jalannya (dari binatang ternak)” (Al Furqan : 43-44)
            Dan ini menjadikan Demokrasi itu sebagai dien (agama) baru yang berdiri sendiri yang mana Kedaulatan didalamnya ada ditangan rakyat sebagai lawan dari agama Islam yang mana Siyaadah (Kedaulatan/Kakuasaan) didalamnya ada ditangan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“As Sayyid (yang berkuasa) itu hanyalah Allah tabaraka wa ta’ala” (HR. Abu Dawud dalam Kitab Adab dari As Sunan, sedangkan isnadnya shahih)
            Dan dalam menjelaskan sikap pentuhanan manusia dalam sistem Demokrasi ini telah berkata Ustadz Abul A’la Al Maududiy : [Pondasi-pondasi peradaban barat, sesungguhnya peradaban modern yang berdiri dalam payungnya sistem kehidupan masa kini dengan berbagai cabang-cabangnya yang bersifat keyakinan, akhlak, ekonomi, politik, pengetahuan, berpijak diatas tiga landasan, yaitu prinsip-prinsip inti berikut ini : Sekulerisme, Nasionalisme, dan Demokrasi,    -sampai ucapannya- Adapun prinsip yang ketiga, yaitu Demokrasi atau pentuhanan manusia dengan digabungkannya kepada dua prinsip yang lalu, maka sempurnalah gambaran yang mengumpulkan dalam bingkainya bencana dan kekacauan-kekacauan di dunia ini. Tadi telah saya katakan bahwa makna Demokrasi dalam peradaban yang modern ini adalah hukum (kekuasaan) mayoritas (rakyat), yaitu individu-individu suatu daerah bebas merdeka dalam apa yang berkaitan dengan perealisasian kepentingan-kepentingan sosial mereka, dan bahwa undang-undang daerah ini adalah mengikuti hawa nafsu -sampai ucapannya- Dan bila kita mengamati ketiga prinsip itu sekarang, maka kita dapatkan bahwa Sekulerisme telah memerdekakan manusia dari peribadatan, ketaatan, dan rasa takut kepada Allah dari batasan-batasan moral yang baku, dan melepaskan kebebasan mereka secara penuh serta menjadikan mereka sebagai budak bagi diri mereka sendiri lagi tanpa ada pertanggung jawaban dihadapan siapapun. Kemudian datang nasionalisme untuk menghadirkan bagi mereka tegukan yang banyak dari khamr egoisme, kesombongan, keponggahan, dan penyepelean orang lain. dan terakhir datang demokrasi, dan ia mendudukan insan -setelah kendalinya dilepas dan telah menjadi tawanan hawa nafsu dan korban keponggahan egoisme- diatas singgasana pentuhanan, sehingga dilimpahkan kepadanya seluruh kekuasaan pembuatan hukum dan perundang-undangan dan dikerahkan baginya alat-alat pemerintahan dengan sejumlah fasilitas-fasilitasnya dalam meraih setiap apa yang diinginkannya.   -kemudian Al Maududiy berkata- Dan sesungguhnya saya katakan kepada kaum muslimin dengan tegas, bahwa Demokrasi yang Nasionalisme lagi Sekuler adalah menentang agama keyakinan yang kalian anut, dan bila kalian menerimanya maka seolah kalian telah meninggalkan Kitabullah dibelakang punggung kalian, dan apabila kalian ikut andil dalam penegakannya atau keberlangsungannya, maka dengan itu berarti kalian telah mengkhinati Rasul kalian yang telah Allah utus kepada kalian -sampai ucapannya- Dimana saja sistem (Demokrasi) ini ada, maka sesungguhnya kami tidak menganggap Islam itu ada, dan bila Islam itu ada maka tidak ada tempat bagi sistem ini] (dari kitab Al Islam Wal Madaniyyah Al Haditsah, Al Maududiy, alih bahasa (kedalam bahasa Arab) Khalil Al Hamidiy)
            Dan setelah perkataan ini, perlu pembaca ketahui bahwa jama’ah Al Maududiy, yaitu Jama’ah Islamiyyah di Pakistan telah menjadikan Demokrasi sebagai manhaj (metode) dan telah ikut serta dalam pemilihan umum Parlemen di Pakistan -sedang ia adalah negara seluler- disaat Al Maududiy masih hidup dan setelah ia meninggal dan sampai hari ini, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
“Mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan yang tiada kamu kerjakan” (Ash Shaff : 2-3)
dan firmanNya ta’ala :
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab ? Maka tidaklah kamu berfikir ? (Al Baqarah : 44)
            Bila rakyat sang pemilik kedaulatan -dalam Demokrasi- melaksanakan kedaulatannya lewat perantaraan para wakilnya di Parlemen, maka kedua belah pihak ini terjatuh dalam kekafiran,  yaitu para wakil rakyat di Parlemen dan rakyat yang memilih mereka untuk jabatan ini.
            Adapun para anggota Parlemen, maka sebab kekafiran mereka adalah bahwa mereka itu para pemilik kedaulatan yang langsung, dimana mereka itulah orang-orang yang membuat hukum selain Allah bagi manusia, baik dengan membuat undang-undang atau dengan mengesahkannya dan menyetujuinya. Dan semua Undang undang Dasar[2] sekuler modern yang menegaskan bahwa:  ”Parlemen memegang kekuasaan membentuk undang-undang” . Baik Parlemen itu bernama Majelis Rakyat atau Dewan Nasional atau Konggres atau Dewan Legislatif atau nama-nama lainnya. Dan ini menjadikan para wakil rakyat itu sekutu-sekutu bersama Allah dalam RububiyyahNya berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
“Apakan mereka mempunyai sekutu-sekutu (sembahan-sembahan selain Allah) yang mensyari’atkan untuk mereka dien yang tidak diizinkan Allah?” (Asy Syura : 21)
Sedangkan dien -dalam salah satu maknanya- adalah sistem (aturan) hidup manusia baik haq maupun bathil berdasarkan firmanNya Subhanahu Wa Ta'ala :
“Bagi kalian dien kalian dan bagiku dienku”  (Al Kafirun : 6)
Allah Subhanahu Wa Ta'ala menamakan kekafiran yang dianut oleh orang-orang kafir sebagai dien, oleh sebab itu barangsiapa membuatkan hukum bagi manusia maka dia itu telah menjadikan dirinya sebagai ilah (tuhan) bagi mereka dan sekutu bersama Allah. Ini adalah dalil.
            Dan dalil lain terhadap kekafiran para wakil rakyat itu adalah bahwa mereka dengan sebab pembuatan hukum mereka bagi manusia selain Allah adalah mereka telah mengangkat diri merka sebagai arbab (tuhan-tuhan) bagi manusia selain Allah, sedangkan ini adalah kekafiran dengan sendirinya, sebagaimana firmanNya ta’ala :
“Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah” (Ali Imran : 64)
Sedangkan pentuhanan (Rububiyyah) yang diutarakan dalam ayat itu adalah dengan cara pembuatan hukum selain Allah, sebagaimana ia dalam firmanNya :
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah” (At Taubah : 31)
            Dan dari Adiy Ibnu Hatim ra, -ia asalnya Nashrani terus masuk Islam- ia berkata : [Saya mendatangi Rasulullah, sedang beliau membaca surat Bara’ah, sampai firmanNya “mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah”. Saya berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak menjadikan mereka sebagai tuhan”. Beliau bersabda, “Bukankah mereka menghalalkan bagi kamu apa yang diharamkan Allah kemudian kamu menghalalkannya, dan mereka mengharamkan atas kalian apa yang dihalalkan bagi kalian kemudian kalian mengharamkannya ?”. Maka saya berkata, “Ya”. Beliau bersabda, “ Maka itulah peribadatan kepada mereka” (HR. Ahmad dan Tirmidzi, ia berkata : Hadits Hasan)]
Al Alusy berkata : [Mayoritas para ahli tafsir berkata : “Maksud dari arbab (tuhan-tuhan) bukanlah bahwa mereka meyakini bahwa mereka itu tuhan-tuhan dialam ini, namun yang dimaksud adalah bahwa mereka itu mentaatinya dalam perintah-perintah dan larangan-larangannya] selesai.
            Dan ini semuanya menjelaskan bahwa orang yang membuat hukum bagi manusia selain Allah, seperti para ulama Yahudi dan para Pendeta Nashrani serta para anggota Parlemen maka dia itu telah menjadikan dirinya sebagai tuhan bagi mereka, dan cukuplah itu sebagai kekafiran yang nyata baginya. Barangsiapa dari para wakil rakyat itu ridha dengan tugas-tugas Parlemen syirik ini ATAU dia ikut serta didalamnya maka ini kekafiran yang sangat nyata tidak ada keraguan didalamnya. Adapun orang yang mengklaim dari kalangan wakil rakyat itu bahwa dia tidak ridha terhadap hal tersebut dan bahwa ia tidak masuk kecuali untuk dakwah dan perbaikan maka dia kafir juga, sedangkan ucapan ini tidak lain adalah tipu muslihat yang dengannya dia menipu orang-orang awam dan orang-orang bodoh dan tameng yang dengannya ia melindungi dirinya.
            Adapun sebab kekafirannya maka ia adalah bahwa masuknya dia kedalam Parlemen-parlemen ini adalah pengakuan darinya terhadap keabsahan tugas Parlemen ini -yaitu tahakum (mengacu hukum) kepada pikiran manusia- serta kekomitmenan darinya terhadap prinsip-prinsip Parlemen (Demokrasi) dan prinsip Undang Undang Dasar yang mana Parlemen itu berdiri sesuai ketentuannya. Dan ini semua adalah tahakum secara sukarela darinya kepada thaghut yang pelakunya dikafirkan. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah) kepada Allah” (Asy Syura : 10)
Sedangkan Demokrasi menegaskan bahwa : Apa yang kami berselisih didalamnya maka putusannya (terserah) kepada para wakil rakyat di Parlemen atau kepada publik dalam istifta (jejak pendapat). Dan seluruh anggota Majelis Rakyat (Parlemen) komitmen dengan prinsip kafir ini, dan andai mereka menampakan sedikit saja penentangan terhadapnya tentulah dipecat langsung dari majelis (Parlemen) itu sesuai tata tertib yang berlaku. Dan siapa menampakan kekafiran dihadapan kami maka kami menampakan pengkafiran terhadapnya.
            Dan macam orang ini kafir juga berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala :
“Dan sesungguhnya Allah menurunkan kepada kamu didalam Al Qur’an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayar Allah diingkari dan diperolok-olok, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain, karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka” (An Nisa : 140)
Sedangkan parlemen-parlemen ini adalah didirikan diatas kekafiran terhadap ayat-ayat Allah karena tugas utamanya adalah pembuatan hukum perundang-undangan selain Allah ta’ala. Barangsiapa duduk bersama mereka maka ia kafir seperti mereka, maka apa gerangan dengan orang-orang yang komitmen dengan undang-undangnya ??!, sedangkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa menghindari hal-hal subhat, maka ia telah memberi keselamatan bagi agama dan kehormatannya”  (Muttafaq ‘alaih). Maka bagaimana dengan orang yang tidak menghindari kekafiran seperti para wakil rakyat itu ? Bagaimana agama mereka bisa selamat ? dan bagaimana mereka menginginkan menusia menjaga kehormatan mereka sedangkan mereka itu berbusana dengan kekafiran ?.
            Disana masih ada tugas kekafiran yang lain bagi para anggota Parlemen itu yang sebahagian orang tidak ingat terhadapnya, dimana tugas mereka satu-satunya itu bukanlah hanya memegang kekuasaan pembuatan hukum selain Allah, akan tetapi seluruh teks-teks Undang Undang Dasar sekuler modern menegaskan : “bahwa Parlemen adalah yang mengakui politik umum negara dan dialah yang menjalankan pengawasan terhadap aktifitas-aktifitas kekuasaan Eksekutif yaitu Pemerintah, serta bahwa Pemerintah itu bertanggung jawab dihadapan Parlemen”. Dan ini artinya bahwa seluruh kekafiran yang dijalankan pemerintah -seperti: berhukum dengan qawanin wadl’iyyah dan mengakui sistem sekuler (anti aturan agama) dalam politik dalam dan luar negeri serta pendidikan, pemberitaan, ekonomi, dan yang lainnya- semua ini diakui para anggota Parlemen dan mereka membolehkan Pemerintah dalam mengamalkannya, bahkan mereka memiliki hak untuk mengoreksi Pemerintah bila menyimpang dari kekafiran ini, sedangkan tidak ada keraguan akan kekafiran orang mengakui kekafiran atau yang membolehkan untuk mengamalkannya.
Syaikh Ibnu Baz sendiri berkata dalam penjelasan pembatal keempat dari sepuluh pembatal keIslaman yang dikumpulkan Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab, Ibnu Baz berkata :[“Dan masuk dalam hal itu juga setiap orang yang meyakini bahwa boleh memutuskan dengan selain Syari’at Isalm dalam mu’amalat hudud atau yang lainnya meskipun dia tidak meyakini bahwa hal itu lebih utama dari hukum syari’at, karena dengan hal itu berarti menghalalkan apa yang telah Allah haramkan secara ijma. Sedangkan setiap orang yang menghalalkan apa yang telah Allah haramkan dari suatu yang sudah diketahui secara pasti dari dien ini seperti : zina, khamr, riba, dan pemutusan dengan selain syari’at Allah maka dia itu kafir dengan ijma kaum muslimin” (majalah Al Buhuts Al Islamiyyah, yang muncul dari sekretariat pusat Al Buhuts Wa Ad Dakwah Wal Ifta di Saudi, Vol. 7, hal : 17-18)] dan dalam risalahnya Naqdul Qaumiyyah Al Arabiyyah, Syaikh Ibnu Baz mensifati pemutusan dengan qawanin wadl’iyyah bahwa : “Ia itu adalah kerusakan yang besar, kekafiran yang nyata, dan kemurtaddan yang terbuka”, hal : 50.
Para anggota Parlemen itu bertanggung jawab terhadap keberlangsungan Pemerintah dalam hal berhukum dengan qawanin wadl’iyyah, sebagaimana mereka itu bertanggung jawab terhadap pembuatan undang-undang yang baru, sedangkan kedua tugas ini tergolong kekafiran yang nyata (kegelapan berlapis-lapis). Dan ini  semua dalam menjelaskan sebab-sebab kekafiran para anggota Parlemen, baik yang ridha diantara mereka maupun yang mengelak yang mengklaim bahwa ia tidak masuk kedalamnya kecuali untuk Dakwah Islamiyyah. Dan saya mengetahui  bahwa orang-orang yang mengelak itu diawal dinas di Parlemen diminta dari mereka untuk melakukan Sumpah Parlemen yang menegaskan terhadap sikap mengakui untuk menghormati Undang Undang Dasar dan Undang Undang, kemudian merekapun melaksanakan sumpah itu dan mereka tambahkan terhadapnya “dalan selain maksiat”. Sedangkan hal ini tidak mengeluarkan mereka dari kekafiran, bahkan justerumenambah kekafiran, karena ia adalah pelecehan terhadap Allah. Dan ucapan “Dalam selain maksiat” hanyalah dikatakan dalam membaiat pemimpin kaum muslimin diatas Kitabullah dan As Sunnah dalam selain maksiat sebagaimana ditunjukan oleh atsar-atsar yang ada, ia tidak dikatakan dalam  pengakuan terhadap syirik. Barangsiapa menyatakan “Dalam selain maksiat”  disamping pengakuannya terhadap syirik -yaitu kekomitmenan dengan Undang Undang Dasar dan Undang Undang- maka dia itu orang yang memperolok-olok agama Allah, seperti orang yang mengatakan “Saya bersaksi bahwa Al Masih adalah Putera Allah dalam selain maksiat” sama persis. Ini adalah berkaitan dengan para anggota Parlemen.
Adapun orang-orang yang memilih mereka dari kalangan individu-individu masyarakat maka kafir juga, karena sesuai  ketentuan Demokrasi Perwakilan sesungguhnya para pemilih itu pada hakikatnya adalah mengangkat para wakil mereka dalam melaksanakan kedaulatan syiriknya -pembuatan hukum selain Allah- sebagai wakil dari mereka. Jadi, para pemilih itu memberikan kepada para wakil rakyat itu kewenangan melaksanakan syirik dan mengangkat mereka -dengan pencoblosan mereka itu- sebagai arbab musyarri’in (tuhan-tuhan pembuat hukum) selain Allah.
Allah ta’ala berfirman :
“Dan (tidak wajar pula bagiNya) menyuruhmu menjadikan Malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) Dia menyuruhmu berbuat kekafiran diwaktu kamu sudah (menganut agama) Islam ? (Ali Imran : 80)
Bila saja orang yang menjadikan Malaikat dan para nabi sebagai arbab adalah kafir, maka bagaimana dengan orang yang menjadikan para anggota Parlemen itu sebagai arbab ?
Juga firmanNya Subhanahu Wa Ta'ala :
“Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah” (Ali Imran : 64)
Menjadikan manusia sebagai arbab (tuhan) selain Allah adalah syirik dan kufur terhadap Allah, dan inilah yang dilakukan oleh para pemilih anggota Parlemen.
            Ustadz Sayyid Quthub rahimahullah berkata -dalam ucapannya tentang ayat itu- :
“Sesungguhnya manusia dalam seluruh sistem-sistem bumi sebahagian mereka menjadikan sebahagian yang lain sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah….. Ini terjadi pada Demokrasi yang paling tinggi sebagaimana ia terjadi pada diktatorisme yang paling rendah, sama saja. Sesungguhnya kekhususan Rububiyyah yang paling pertama adalah hak menjadikan manusia sebagai hamba, hak membuat sistem, jalan hidup (falsafah), hukum-hukum, undang-undang, norma-norma dan timbangan-timbangan. Dan hak ini dalam seluruh sistem buatan bumi adalah diklaim oleh sebahagian manusia -dalam satu gambaran dari gambaran-gambarannya- dan urusan didalamnya kembali kepada sekelompok manusia apapun bentuknya, dan sekelompok manusia yang menundukan manusia lain terhadap aturan-aturannya, nilai-nilainya, timbangan-timbangannya dan ide-idenya. Ini adalah tuhan-tuhan dibumi yang dijadikan oleh sebahagian manusia sebagai arbab selain Allah, dan mereka memperkenankan sekelompok manusia ini untuk mengaku Uluhiyyah dan Rubbubuyyah, sehingga dengan hal itu mereka mengibadatinya selain Allah walaupun mereka tidak sujud dan ruku terhadapnya. Maka penghambaan diri ini adalah ibadah yang tidak boleh ditunjukan kecuali kepada Allah -sampai ucapannya- : -dan Islam dengan makna ini- adalah dien disisi Allah, dan ia adalah yang dibawa setiap Rasul dari sisi Allah. Sungguh Allah telah mengutus para Rasul dengan dien ini untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadap manusia kepada penghambaan terhadap Allah, serta dari kezaliman manusia kepada keadilan Allah…. Barangsiapa berpaling darinya maka dia bukan muslim dengan kesaksian Allah, apapun upaya pentakwilan yang dilakukan oleh para pentakwil dan penyesatan yang dilakukan oleh orang-orang yang menyesatkan… “Sesungguhnya dien yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam” selesai (Fidzilalil Qur’an, Sayyid Quthub : 1/704-704)
Ini adalah apa yang berkaitan dengan penjelasan sebab-sebab kekafiran para pemilih.
            Sesungghunya parlemen-parlemen sekuler yang didalamnya berlangsung pembuatan hukum-hukum kafir dan pengesahan serta pengharusan untuk mengamalkannya, ia pada hari ini adalah sangat serupa dengan tempat-tempat ibadah kaum musyrikin yang didalamnya mereka memajang berhala-berhala mereka dan didalamnya mereka melakukan ritual syirik mereka. Dan sesungguhnya setiap orang yang membantu terhadap penegakan parlemen-parlemen ini -baik dengan cara ikut menjadi anggota didalamnya, dan ini adalah dilakukan oleh para anggota Parlemen, atau dengan memilih anggota-anggotanya, dan ini adalah dilakukan oleh para pemilih, atau dengan menghiasi hal itu dihadapan manusia- maka ia kafir.
            Dan penerapan hukum-hukum ini terhadap individu-individu mereka adalah sesuai batasan-batasan yang diutarakan di “Kaidah Takfir” di Mabhats I’tiqad dalam bab ketujuh kitab ini.
            Dan penyebaran ilmu tentang hukum-hukum kasus macam ini adalah wajib atas setiap orang yang berkecimpung dalam ilmu dan dakwah, agar binasa orang yang binasa diatas kejelasan dan hidup orang yang hidup diatas kejelasan.
            Demokrasi dan Majelis Parlemen –wahai saudaraku- adalah agama orang-orang kafir dan hawa nafsu mereka, sedangkan ridha dengannya adalah masuk dalam agama mereka, mengikuti Millah mereka dan keluar dari Millah Islam. Allah Azza Wa Jalla berfirman :
Atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya” (Al Kahfi : 20)
Dan firmanNya :
“Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang zalim”  (Al Baqarah : 145)
Syaikh Ibnu Baz sendiri berkata :
“Zalim bila disebutkan begitu saja, maka dimaksudkan dengannya syirik akbar, sebagaimana firmanNya : “Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim” (Al Baqarah : 254)” (dari Majmu Fatawa Ibnu Baz : 2/110-111 dan yang serupa : 1/179)
            Maka janganlah kalian kembali kebelakang menjadi kafir murtad, dan jangan biarkan syaitan melecehkan akal kalian dan membangkitkan angan-angan kosong pada kalian bahwa bisa merealisasikan penegakan syari’at lewat jalan majelis-majelis kafir ini.
Allah t'ala berfirman :
“Syaitan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaitan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka” (An Nisa : 120)
            Dan hendaklah kalian wahai saudara-saudaraku mengetahui bahwa Demokrasi adalah agama Amerika yang menganggap dirinya sebagai pelindung Demokrasi di dunia, sedangkan Konggres (Parlemen) Amerika telah menetapkan aturan yang mensyaratkan penerapan Demokrasi dinegara-negara yang diberikan bantuan Amerika. Itu dikarenakan sesungguhnya sistem Demokrasi adalah diantara sistem yang paling mudah yang memberikan peluang bagi Amerika untuk campur tangan dalam urusan-urusan negara-negara itu dengan cara yang bersifat undang-undang, dan itu dengan cara mengendalikan anggota-anggota Parlemen yang membuat hukum dan penggolan anggota-anggota tertentu terlaksana dengan mengiming-iming orang-orang umum yang bodoh dengan harta. Dan sungguh Amerika telah ikut campur dalam banyak pemilihan Dewan Legislatif, diantaranya sebagai contoh campur tangannya di Pemilu Italia tahun 1947, dan  didalamnya presiden Amerika Truman telah menggulirkan prinsipnya yang terkenal yang membolehkan bagi intelejen Amerika untuk menyerahkan dana lebih dari USD 70 jt  dalam rangka memenangkan Partai Demokrat Kristen dan menjatuhkan Partai Komunis Italia. Amerika mengumumkan hal ini dengan merasa bangga dengannya. Kembali tahun 1976 Amerika campur tangan dalam pemilu Italia, dan didalamnya Menlu AS Henry Kissenger menggulirkan prinsipnya untuk campur tangan pada pemilu Italia. (Dari kitab At Tarikh As Siyasiy Al Hadits, Dr. Fayiz Shalih Abu Jabir, terbitan Darul Basyir 1989, Hl : 414 dan 406)
            Ini adalah agama Amerika dan agama kaum Yahudi dan Nashrani, dan ia adalah apa yang telah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam hati-hatikan kita terjatuh didalamnya dengan ucapannya : “Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan-jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga andai mereka memasuki lobang dlab (hewan berbahaya) tentu kalian akan mengikuti mereka pula”, mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka yahudi dan Nashrani ?”, beliau bersabda, “Maka siapa lagi ?” (Muttafaq ‘alaih)
            Dan ini wahai saudara-saudaraku, tidak lain adalah tipudaya busuk untuk memalingkan kaum muslimin dari jihad yang wajib atas mereka, yaitu menjihadi para penguasa murtad dan orang-orang kafir lainnya. Datanglah syaitan-syaitan manusia mengatakan : [Kenapa jihad dan susah-susah sedangkan kotak suara pemilu adalah solusi ? kamu tidak memikul beban syar’iy selain kamu pergi ke TPS untuk memasukan surat suara kedalam kotak, dan sungguh Syaikh Ibnu Baz telah memfatwakan kebolehan hal itu, dan bila kesempatan sekarang tidak berhasil, maka bisa jadi kesempatan yang nanti berhasil !] Agar manusia menghabiskan umur mereka dalam mengamati hasil pemungutan suara itu. Dan tidak ragu lagi bahwa manusia yang paling bahagia dengan jalan syaitan ini adalah para thaghut dengan berbagai ragam bentuknya, yang tidak memberikan kesempatan bagi sebahagian orang-orang yang mengaku islam untuk masuk Parlemen kecuali untuk memalingkan kaum muslimin dari menjihadi mereka. Dan sungguh Syaikhul Islam ibnu Taimiyyah rahimahullah telah menuturkan dalam banyak tempat dalm kitabnya Minhajus Sunnah An Nabawiyyah bahwa “imamah (kepemimpinan) itu terjadi dengan bai’at orang-orang yang memiliki kekuatan”. Dan jangan engkau terkecoh dengan jutaan manusia yang memberikan suara untuk kepentingan orang-orang yang mengklaim mereka itu Islamiyyun (Partai-partai Islam) dalam pemilihan umum wakil rakyat, karena sesungguhnya jutaan orang-orang itu andai diminta dari mereka untuk memanggul senjata dan jihad dalam rangka menegakan pemerintah Islam, tentu mereka akan menyelinap pergi menjauh. Maka kekuatan macam apa yang ada pada mereka itu sedangkan kekuatan tentara berada disisi para penguasa kafir ? Sedangkan negara itu adalah bagi yang memiliki kekuatan, sedangkan kekuatan itu adalah: Personil dan senjata kemudian logiistik, maka hasil pemilu  Parlemen ini tidak lain adalah kepalsuan dan khayalan yang tidak berdasarkan pada kekuatan apalagi bersandarkan pada keabsahan syar’iy. Jadi, Demokrasi dengan Parlemen dan pemilunya tidak lain adalah tipu muslihat untuk membius kemampuan milik Islam, dan ia tidak lain adalah saluran untuk memalingkan kemampuan ini jauh dari tahta para thaghut. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
“dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar, padahal disisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu, dan sesungguhnya makar mereka itu (amat besar) sehingga gunung-gunung dapat lenyap karenanya” (Ibrahim :  46)
            Orang-orang kafir dengan berbagai macam ragamnya menganut Demokrasi selagi ia merealisasikan keinginan-keinginan mereka, kemudian bila berbenturan dengan kepentingan-kepentingan mereka, maka mereka orang yang paling pertama kali menghancurkannya. Perumpamaan mereka dalam hal itu seperti  orang kafir yang membuat patung dari korma untuk  ia sembah, kemudian tatkala dia lapar maka ia memakan tuhannya yang sebelumnya ia sembah. Dan contoh-contoh atas hal itu sangat banyak dari kawasan timur dan barat.

Kesimpulan

            Wahai saudaraku muslim, sesungguhnya para anggota Parlemen para pemegang wewenang dalam pembuatan hukum bagi manusia, adalah mereka itu hakikatnya adalah arbab (tuhan-tuhan) yang diibadati selain Allah, sedangkan orang-orang yang memilih mereka dari kalangan manusia adalah sebenarnya mengangkat mereka sebagai arbab selain Allah, dan kedua belah pihak ini adalah kafir dengan sebab ini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :
“Katakanlah, “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebahagian kita menjadikan sebahagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah” (Ali Imran : 64)
sehingga tidak boleh masuk kedalam majelis-majelis ini dan tidak boleh pula ikut serta dalam memilih anggota-anggotanya.
            Dan bila telah jelas dihadapanmu bahwa ikut serta dalam parlemen-parlemen ini dengan pencalonan diri atau dengan pemberian suara pilih adalah termasuk kufur akbar. Dan bila kami telah mengatakan bahwa maksiat itu tidak menjadi boleh dengan sebab niat, akan tetapi boleh dengan dalil khusus dari syari’at. Sedangkan kekafiran itu adalah lebih dahsyat dan lebih besar daripada maksiat, sehingga tidak bisa dibolehkan dengan alasan niat, darurat, atau maslahat. Maka pernyataan kebolehan dengan dalil maslahat meskipun terpenuhi syarat-syarat syar’i-nya maka ia adalah sekedar ijtihad, sedangkan tidak ada ijtihad disaat ada nash.
            Sebahagian orang-orang kafir telah mengklaim bahwa niat mereka dan maksud mereka dari kekafiran itu adalah taqqarub (mendekatkan diri) kepada Allah, maka Allah membantah ucapan-ucapan mereka itu dan Dia mengkafirkan mereka serta menilai mereka dusta. Seandainya mereka ingin mendekatkan diri kepada Allah tentulah mereka mendekatkan diri kepadaNya dengan apa yang Dia syari’atkan, bukan dengan apa yang Dia larang, dan itu dalam firmanNya :
“Dan orang-orang yang mengambil sembahan selain Allah (berkata), “kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”, Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih kepadanya. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta lagi sangat kafir” (Az Zumar : 3)
Syaikh Ibnu Baz sendiri berkata : [“Orang-orang musyrik telah mengklaim bahwa mereka memaksudkan dengan peribadatan terhadap para nabi, orang-orang shalih, serta memaksudkan dengan sikap mereka menjadikan patung dan berhala sebagai tuhan disamping Allah, mereka hanyalah memaksudkan dengan itu semua kedekatan diri dan syafa’at kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, maka Allah membantah hal itu dan menggugurkan dengan firmanNya 'Azza wa Jalla :
“Dan mereka menyembah selain dari pada Allah apa yang tidak mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, “Mereka pemberi syafa’at kepada kami disisi Allah”. Katakanlah, “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahuiNya baik dilangit dan tidak (pula) dibumi ?” Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan” (Yunus : 18)” Kemudian ia menuturkan surat Az Zumar tadi, Selesai (Majmu Fatawa Syaikh Ibnu Baz, Juz 3 hal : 38)]
            Maka ini sendiri adalah realita orang yang masuk Parlemen dan mengatakan bahwa maksudnya adalah “dakwah ilallah”, sungguh ia adalah dusta lagi sangat kafir, meskipun ia menamakan kemusyrikannya terhadap Allah itu sebagai dakwah ilallah.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata :
“Seandainya perubahan nama dan gambaran itu mengharuskan perubahan hukum dan hakikat sebenarnya tentu rusaklah agama, dan dirubahlah ajaran serta lenyapkah Islam ini. Dan apa manfaat bagi kaum musyrikin dari sikap mereka menamakan berhala-berhala mereka sebagai tuhan, sedang didalamnya tidak terdapat sedikitpun sifat-sifat hakikat ketuhanan ? Dan apa manfaat bagi mereka saat menamakan penyekutuan tuhan terhadap Allah sebagai taqarrub kepada Allah ? -sampai ucapannya- maka mereka itu pantas dibacakan terhadap mereka itu : “Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya, Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuknya” (An Najm : 23)” (I’lamul Muwaqqi’in, Juz 2, hal : 130)
            Dan atas dasar ini maka fatwa Ibnu Baz ini adalah salah. Dan hendaklah engkau memegang faidah ini, pegang erat ia dengan kedua tanganmu, yaitu bahwa, “maksiat itu tidak dilegalkan dengan niat, akan tetapi dengan dalil khusus” Abu Hamid Ad Ghazali rahimahullah berkata -dalam ucapannya yang lalu- : [maka tidak selayaknya orang yang bodoh memahami hal itu dengan keumuman sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam : “Sesungguhnya amalan itu tergantung niat” lalu ia menduga bahwa maksiat itu berubah menjadi ketaatan dengan sebab niat  -sampai ucapannya- Maka ini semua adalah kebodohan, karena niat itu tidak memiliki pengaruh dalam mengeluarkannya dari statusnya sebagai kezaliman, aniaya, dan maksiat, bahkan maksud baik dia dengan keburukan –yang menjauhi tuntutan syari’at- itu adalah keburukan lain. Bila dia mengetahuinya maka ia adalah orang yang membangkang terhadap syari’at dan bila dia tidak mengetahuinya maka ia itu maksiat dengan sebab kebodohannya” (Ihya ulumuddin, juz : 4/388)]
Inilah, dan bila telah saya utarakan bahwa maksiat itu tidak dibolehkan dengan niat baik, namun dengan dalil syar’iy yang khusus, maka sesungguhnya hal ini tidak berlaku terhadap seluruh maksiat, karena disana ada hal-hal yang haram yang tidak bisa menjadi boleh sama sekali dan disana ada hal-hal yang haram menjadi boleh pada kondisi dengan dalil yang khusus.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah menuturkan perbedaan antara kedua macam ini, beliau berkata : [“sesungguhnya hal-hal yang diharamkan (muharramat) itu ada dua macam : Pertama, yang dipastikan secara syar’iy bahwa tidak membolehkan sesuatupun darinya baik karena darurat maupun tidak, seperti ; syirik, perbuatan-perbuatan keji, berbicara atas nama Allah tanpa dasar ilmu dan kezaliman murni. Ia adalah yang disebutkan dalam firmanNya ta’ala :
“Katakanlah, “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui” (Al A’raf : 33) hal-hal ini diharamkan dalam semua syari’at, dan untuk mengharamkannya Allah mengutus semua Rasul dan Dia tidak membolehkan sama sekali sesuatupun darinya, dan tidak pula dalam kondisi apapun, dan oleh sebab itu ia diturunkan dalam surat Makkiyyah ini, serta Dia meniadakan pengharaman dari selainnya karena Dia mengharamkannya sesudahnya seperti : darah, bangkai, daging babi. Allah mengharamkannya pada kondisi tertentu, tidak pada kondisi lain, serta pengharamannya tidak mutlak. Dan begitu juga khamr, dibolehkan untuk melenyapkan apa yang tersangkut ditenggorokan dengan kesepakatan, dan dibolehkan untuk melenyapkan kehausan menurut salah satu dari dua pendapat ulama, sedangkan orang yang tidak membolehkannya berkata “bahwa khamr tidak bisa menghilangkan haus” dan ini pendapat Ahmad. Jadi, masalahnya tergantung pada penghilangan dahaga dengannya. Bila diketahui bahwa ia bisa menghilangkan haus maka dibolehkan tanpa keraguan sebagaimana daging babi dibolehkan untuk melenyapkan kelaparan, sedangkan bahaya yang dipandang bahwa ia membinasakannya adalah lebih besar dari dahaga (darurat) rasa lapar, oleh sebab itu dibolehkan meminum air bernajis saat kehausan tanpa ada perselisihan, sehingga bila haus bisa hilang (maka boleh), dan bila tidak, maka tidak ada pembolehan pada sesuatu dari hal itu” (Majmu Al fatawa : 14/470-471)]
            Dan telah jelas dihadapan anda bahwa Demokrasi termasuk syirik akbar, karena hakikatnya adalah menjadikan manusia sebagai tuhan-tuhan yang membuat hukum selain Allah, sedangkan sesungguhnya syirik -sebagaimana yang dikatakan Ibnu Taimiyyah- adalah termasuk hal-hal yang  diharamkan yang qath’iy (pasti)yang tidak bisa dibolehkan baik karena darurat ataupun bukan, dan tidak pula karena maslahat, sungguh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah berkata : [“Dan ini tidak berlaku pada hal-hal yang empat macam itu, karena syirik mengada-adakan atas Allah tanpa dasar ilmu, perbuatan-perbuatan keji baik yang nampak darinya maupun yang tersembunyi, dan kezaliman adalah didalamnya tidak ada sedikitpun dari maslahat” (Majmu Al Fatawa : 14/467)] Ini adalah batasan apa yang dibolehkan dengan maksiat dengan dalil khusus dan apa yang sama sekali tidak bisa dibolehkan darinya kecuali dalam paksaan yang menyudutkan dengan syarat-syaratnya yang dianggap secara syar’iy.[3]
            Dan sangat disayangkan sekali, sungguh sebahagian ahli ilmu telah mengikuti Syaikh Ibnu Baz dalam pembolehannya untuk ikut serta dalam Parlemen syirik ini dengan klaim bahwa itu darurat, dan inilah taqlid yang haram lagi tercela, yang akan kami uraikan pembahasan didalamnya di bab kelima dari kitab ini Insya Allah. Dan diantara orang yang mengekor kepada Ibnu Baz dalam hal ini adalah Dr. Safar Al Hawali (dalam kaset rekaman No. 4661 -Tasjilat Al Hidayah Al Islamiyyah di Damman- ceramah tanggal 23-06-1412 H). Dan sengaja saya khususkan penyebutan dia karena dua sebab : Pertama, karena dia mengajarkan aqidah kepada manusia dan dia mengetahui hakikat syirik dan macam-macamnya. Dan kedua, bahwa dia telah menulis sebuah kitab (tentang sekulerisme), didalamnya dia menjelaskan asal usul Demokrasi dan hakikatnya yang syirik, sehingga dengan hal itu dia adalah yang paling utama untuk tidak terperosok dalam taqlid yang tercela ini, yaitu taqlid dalam menyelisihi dalil syar’iy.
Dan saya hadirkan dihadapan anda sebahagian ucapannya tentang Demokrasi dalam kitabnya “Al Ilmaniyyah (sekulerisme)” . Dr, Safar Al hawaliy berkata hal : 687 [“Diantara syubhat-syubhat ini adalah keberatan sebahagian manusia dari pen-cap-an kata kafir atau jahiliyyah terhadap orang yang telah Allah ta’ala cap dengan kata itu, berupa : sistem-sistem, kondisi-kondisi, individu-individu, dengan alasan bahwa sistem-sistem ini -terutama sekulerisme Demokrasi- tidak mengingkari keberadaan Allah dan tidak melarang pelaksanaan syiar-syiar ibadah, serta sebahagian individu-individu sistem sekuler ini mengucapkan syahadat dan menegakan ajaran-ajaran Islam seperti; Shalat, shaum, haji, dan shadaqah, dan mereka juga menghormati para tokoh agama (!) dan lembaga-lembaga keagamaan…. Maka bagaimana kita menerima pernyataan bahwa sekulerisme itu sistem jahiliyyah dan bahwa orang-orang yang beriman kepadanya adalah kaum jahiliyyah ? Dan termasuk hal yang sangat jelas bahwa orang-orang yang melontarkan syubhat ini tidaklah memahami makna laa ilaaha ilallaah dan tidak pula kandungan ‘Al Islam’ dan ini andai kita berkhusnudzan terhadap mereka, sedang itu adalah hal yang tidak boleh pada banyak dari kalangan cendikiawan yang beralasan dengan alasan-alasan ini”]
Dan Dr. Safar juga berkata hal : 692-693 [“Dan layak kita mencermati ucapan Syaikhul Islam (yaitu) bahwa kemurtaddan dari ajaran-ajaran agama ini adalah lebih dahsyat dari keluarnya orang kafir asli darinya, supaya kita mengatakan “Sesungguhnya ini adalah apa yang didapati oleh rencana yahudi Salibis”  sebagaimana yang telah lalu dalam wasiat Zuwaimer, sungguh rencana ini telah putus asa dari mengeluarkan kaum muslimin dari agama mereka kepaham-paham atheis materialis, maka ia berpindah -setelah berfikir dan merancang- kepada apa yang lebih busuk dan lebih berbahaya, ia balik berlindung pada upaya penciptaan pemerintahan yang berhukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan, dan pada waktu yang sama pemerintahan-pemerintahan itu mengaku Islam dan menampakan penghormatan terhadap aqidah, sehingga membunuh kepekaan rasa masyarakat dan mengantongi loyalitas mereka membius hati kecilnya, kemudian mereka mulai menghancurkan syari’at Allah dengan penuh rasa aman dari reaksi protesnya. Oleh sebab itu arbab sistem pemerintahan ini tidak berani untuk mengatakan terang-terangan bahwa mereka itu atheis atau anti agama, akan tetapi mereka menyatakan -dengan penuh kebanggaan- bahwa mereka itu Kaum Demokrat umpamanya” (Al Ilmaniyyah, terbitan Jami’ah Ummil Qura’ 1402 H)] Maka sejalankah -bersama ucapan ini- sikap dia mengikuti Ibnu Baz dalam fatwanya ?
Dan dalam kesempatan ini saya tidak lupa mewasiatkan kepada setiap orang yang suka memberikan fatwa kepada menusia -apa saja level dia itu- agar dia memiliki bashirah (pengetahuan yang dalam) akan waqi’ (realita) yang dia berfatwa didalamnya agar dia tidak tertipu oleh orang yang meminta fatwa dalam pemaparan realita yang buruk pada gaun yang indah sebagaimana mereka menampilkan Demokrasi syirik dengan pakaian Dakwah Ilallah, karena sesungguhnya diantara syarat-syarat mufti adalah mengetahui realita yang dia berfatwa didalamnya. Sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ahkamul Mufti : [Faidah keempat puluh empat : “Haram atasnya bila datang kepadanya suatu masalah yang didalamnya ada upaya licik untuk menggugurkan kewajiban atau penghalalan suatu yang haram atau makar atau tipuan, (haram atasnya) membantu orang yang meminta fatwa didalamnya dan menghantarkan kepada maksudnya atau memfatwakan kepadanya dengan hal dhahir yang bisa melenggangkan dia kepada tujuannya, namun justeru dia itu mesti memiliki kepekaan pengetahuan terhadap makar manusia, tipu daya mereka, dan keadaan-keadaan mereka. Dan tidak sepantasnya dia berbaik sangka terhadap mereka, akan tetapi ia harus cerdik, hati-hati lagi paham akan keadaan-keadaan manusia dan urusan-urusan mereka disamping kepahaman dia akan syari’at. Dan bila tidak seperti itu maka dia sesat lagi menyesatkan. Berapa banyak masalah dhahirnya nampak indah sedangkan bathinnya makar, tipu daya, dan kezaliman, kemudian orang yang dangkal hanya melihat kepada dhahirnya dan memutuskan kebolehannya, sedangkan orang yang dalam pengetahuannya meneliti maksud dan bathin masalah itu. Orang pertama terkecoh dengan tipu daya masalah sebagaimana orang yang bodoh akan uang terkecoh oleh kepalsuan uang perak. Sedangkan orang yang kedua adalah membongkar kepalsuan uang logam itu. Dan berapa banyak kebathilan yang ditampilkan oleh seseorang dengan keindahan tutur kata, penguraian ungkapan dan penampakan ucapan indah dalam bentuk gambaran al haq, dan berapa banyak kebenaran yang ditampilan dengan wajah menjijikan dan buruknya pengungkapan dan bentuk gambaran al bathil. Dan orang yang sedikit memiliki kecerdikan dan pengalaman saja tidak akan merasa samar akan hal itu. Bahkan ini adalah mayoritas keadaan manusia, dan dikarenakan hal itu adalah sangat banyak dan populer maka tidak perlu diberikan contoh-contoh, bahkan orang yang mengamati aliran-aliran yang bathil dan bid’ah seluruhnya, ia mendapatkannya telah ditampakan oleh para pengikutnya dalam bentuk-bentuk yang indah dan mereka menyelimutinya dengan ungkapan-ungkapan yang bisa diterima oleh orang yang tidak mengetahui hakikatnya” (I’lamul Muwaqqi’in : 4/229-230)]
Dan kita akan kembali membicarakan Demokrasi di Mabhats kedelapan dari bab ketujuh diakhir kitab ini Insya Allah (Inilah uraian saya), Wa billahi ta’ala at taifiq….

Selesai, Ahad 1427 H
4 Rajab 1427 H / 30 Juli 2006
Penulis : Alih Bahasa : Abu Sulaiman Aman Abdurrahman



[1] Al Gazali rahimahullah berkata : [Bagian pertama : Maksiat, dan ia itu tidak bisa berubah dari prinsipnya dengan sebab niat, maka tidak selayaknya orang bodoh memahami hal itu dari keumuman sabda nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya amal itu tergantung niat” lalu dia menduga bahwa maksiat itu bisa berubah menjadi ketaatan dengan sebab niat, seperti orang yang membicarakan aib seseorang dalam rangka menyenangkan hati orang lain, atau memberi makan orang yang faqir dari harta orang lain, atau membangun sekolah/mesjid atau pos penjagaan dari harta haram sedangkan maksudnya adalah baik…. Maka ini semuanya kebodohan, karena niat itu tidak memiliki pengaruh dalam mengeluarkannya dari statusnya sebagai kedzaliman, aniaya, dan maksiat. Bahkan maksud baik dia dengan keburukan -yang menyelisihi tuntutan syari’at- itu adalah keburukan lain. Bila ia mengetahuinya, maka ia adalah orang yang membangkang terhadap syari’at, dan bila ia tidak mengetahuinya maka ia maksiat dengan sebab kebodohannya, karena mencari ilmu itu fardhu ‘ain atas setiap muslim, sedangkan kebaikan itu bisa diketahui sebagai kebaikan hanyalah dengan syari’at. Maka bagaimana keburukan itu bisa menjadi kebaikan? Mana mungkin, justeru yang melariskan hal itu terhadap hati adalah syahwat yang bersembunyi dan hawa nafsu yang terpendam -sampai ia berkata- maksudnya adalah bahwa orang yang memaksudkan kebaikan dengan maksiat karena kebodohan adalah tidak diudzur, kecuali bila dia masuk Islam dan belum mendapatkan kesempatan untuk belajar. Dan Allah ta’ala berfirman :
“Maka bertanyalah kepada ahli Al Qur’an (ulama) bila kalian tidak mengetahui” (Q.S.                             )
-sampai ia berkata- Jadi, sabda nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya amal itu tergantung niat” adalah khusus bagi ketaatan dan hal-hal yang mubah dari ketiga macam amalan itu tidak berlaku untuk maksiat, karena ketaatan bisa menjadi maksiat dengan sebab niat, dan hal-hal yang mubah bisa menjadi maksiat dan ketaatan dengan sebab niat. Adapun maksiat maka sama sekali tidak bisa menjadi ketaatan dengan sebab niat. Ya, niat memiliki pengaruh didalamnya, yaitu bila maksiat itu disertai maksud-maksud yang buruk maka dosanya berlipat ganda dan siksanya makin besar] selesai dari ucapan Al Ghazali yang dinukil dalam Al Jami’ selembar sebelum ucapan diatas. (Pent.)

[2] Diantaranya Undang Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, menegaskan dalam Bab II pasal 3 (1) : “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang Undang Dasar”
Juga Bab VII pasal 20 (1) : “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”
Padahal itu adalah hak mutlak Allah Subhanahu Wa Ta'ala…… Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dengan sekedar menerima menjadi anggota MPR/DPR maka orang itu kafir lagi thaghut walaupun tidakmembuat hukum atau tidak disumpah apapun alasannya, dan tidak diterima alasan kebodohan, taqlid, ijtihad, atau takwil. Kafir secara muayyan.(pent.)

[3] Syaikh Abdul Qadir berkata dalam bab ketujuh dari juz ketujuh hal : 28 kitab Al Jami’ : [Sarana-sarana penerapan Demokrasi adalah hukumnya sama dengan hukum Demokrasi, seperti; membentuk partai-partai politik, membentuk mejelis-majelis perwakilan (Parlemen), ikut serta dalam partai-partai ini atau dalam pemilihan para anggota Majelis Perwakilan ini dengan cara pencalonan diri atau dengan pemberian suara, semua ini adalah kufur akbar dari orang yang melakukannya, karena ini adalah sarana-sarana penerapan Demokrasi yang mana ia adalah agama orang-orang kafir. Dan janganlah kamu terpedaya oleh banyaknya orang-orang yang binasa dalam hal ini, (orang-orang) yang telah meninggalkan agama Islam dan masuk dalam agama orang-orang kafir selama mereka ridha dengan Demokrasi dan sarana-sarananya, meskipun orang diantara mereka itu ruku’ dalam satu hari seribu kali atau khatam (Al Qur’an) satu hari seratus kali khataman, dia itu kafir] selesai.(Pent.)