Syeikh Abu Bashir
Kaum muslimin tidak akan mungkin
mencapai tujuan mereka atau merealisasikan satupun dari tujuan-tujuan Islam
melalui jalan demokrasi atau sistem demokrasi, disebabkan beberapa hal, yang
terpenting adalah :
1- Islam adalah dien Allah Ta’ala
yang disyariatkan untuk hamba-Nya. Sebagai sebuah dien rabbani, Islam mempunyai
tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang khusus yang bersumber dari Allah Ta’ala.
Tujuan-tujuan Islam tidak mungkin diraih kecuali melalui sarana-sarana syar’i
yang diterangkan dalam Al Qur’an dan as sunah. Tujuan syar’i manapun yang
dicari tidak melalui sarana yang syar’i yang benar, maka cara tersebut
merupakan sebuah kesesatan dan menyimpang dari kebenaran. Berarti juga
melaksanakan ketaatan tidak sesuai dengan yang disunahkan dan disyariahkan.
Minimal status hukumnya adalah bid’ah yang sesat. Sementara Allah Ta’ala tidak
akan menerima ibadah dari hamba-Nya kecuali bila dilaksanakan sesuai cara yang
telah diperintahkan dan disyariahkan kepada mereka. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala :
فمن
كان يرجو لقاء ربه فليعمل عملاً صالحاً ولا يشرك بعبادة ربه أحداً
Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada Rabb-nya". (QS. 18:110)
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Abi Ashim dalam
kitabus Sunnah :
عن
جابر بن عبد الله قال: كنا جلوساً عند النبي r ، فخط خطاً هكذا أمامه فقال:" هذا سبيل الله U "، وخط خطاً عن يمينه، وخط خطاً عن شماله
وقال:" هذه سبل الشيطان " ثم وضع يده قي الخط الأوسط ثم تلا هذه الآية:} وأن هذا صراطي مستقيماً فاتبعوه ولا تتبعوا السبل
فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون.
dari Jabir bin Abdullah ia berkata,” Kami duduk-duduk bersama nabi
shalallahu ‘alaihi wa salam. Beliau menggaris sebuah garis lurus di depan
beliau kemudian bersabda,” Ini adalah jalan Allah. Beliau kemudian menggaris
sebuah garis di sebelah kanan dan sebelah kiri beliau kemudian bersabda,” Ini
adalah jalan-jaan setan.” Beliau lantas meletakkan tangan beliau di garis yang
berada di tengah kemudian membaca firman Allah Ta’ala :
وأن
هذا صراطي مستقيماً فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم به
لعلكم تتقون
dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus,
maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (QS. 6:153)
Tidak diragukan lagi bahwa
demokrasi adalah jalan setan yang memecah belah manusia dan menjauhkan mereka
dari jalan Allah ta’ala yang lurus. Barang siapa menempuh jalan demorasi dan
menempuh sarana-sarana demokrasi berarti telah menempuh jalan setan. Bagaimana
mungkin orang yang menempuh jalan setan akan bisa mencapai pantai kemenangan
dan keamanan dengan bahtera Islam ?
Adapun pernyataan para pendukung
demokrasi bahwa hukum sarana berbeda dengan hukum tujuan, di mana kita tidak boleh menyelisihi nash-nash
syariat dalam urusan tujuan, namun boleh saja menyelisihi syariat dalam urusan
sarana mencapai tujuan sesuai kebutuhan keadaan…maka pernyataan ini adalah
pernyataan yang rusak dan batil, secara akal dan syariat tidak benar.
Pernyataan ini menyerupai pernyataan orang-orang Yahudi yang berprinsip tujuan
menghalalkan segala cara.
Benarlah Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam yang telah bersabda :
:"
لتتبعن سُنن من كان قبلكم شبراً بشبر، وذراعاً بذراع، حتى لو دخلوا جُحر ضَبٍّ
تبعتموهم " قلنا: يا رسول الله اليهود والنصارى ؟ قال:" فمن ".
Kalian akan benar-benar mengikuti
jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi
sehasta, bahkan sekalipun mereka memasuki lubang biawak, kalian tetap akan
mengikuti mereka.” Para shahabat bertanya,” ya
Rasulullah, Apakah mereka (yang kami ikuti itu) adalah orang-orang Yahudi dan
nasrani ?” Beliau menjawab,” siapa lagi kalau bukan mereka.” Muttafaq’ alaihi.
Dalam riwayat yang lain :
حتى
لو أن أحدهم ضاجع أمه بالطريق لفعلتم
Bahkan seandainya di antara
mereka ada yang memperkosa ibunya sendiri di pinggir jalan raya, kalian pun
akan berbuat serupa.” Artinya, di antara kalian akan ada juga yang melakukan
perbuatan mereka yang bejat tersebut.
Kalaupun hal ini terjadi,
tentulah dalam suasana serba permisif dan kebebasan individu yang menjadi
prinsip dasar dan ciri khas demokrasi !!!!
Kami bertanya,” Cara untuk meraih kehidupan islami yang
baru (khilafah islamiyah—pent) adalah dengan cara yang diterangkan oleh
syariat, ataukah ---meskipun cara
menegakkan kehidupan Islami yang baru tersebut sangat urgen---dibiarkan kosong
dan diserahkan kepada hawa nafsu dan akal manusia tanpa ada penjelasan dari
Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa salam.
Jika jawabannya adalah dengan
cara yang telah diterangkan oleh syariat, maka kami katakan ; anda telah
mengerti, maka komitmenlah dengan jalan syariat tersebut…tak seorangpun boleh
menyelisihi cara yang telah disunahkan dan disyariatkan tersebut.
Adapun jika jawaban anda adalah
jalan tersebut diserahkan kepada manusia, Allah dan Rasulullah Shallallahu
‘alahi wa salam belum menjelaskannya…maka anda telah menyelisihi nash-nash
syariat yang menyebutkan dien Islam telah sempurna, tak ada sebuah perkarapun
yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala kecuali telah disebutkan dan dijelaskan
Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
اليومَ
أكملت لكم دينَكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام ديناً
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.
فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله
واليوم الآخر
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. 4:59)
Imam Ibnu Qayyim dalam I’lamul
Muwaqi’in 1/49 mengatakan,” Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu”, menggunakaln lafal
nakirah (indifinitief) dengan konteks syarat yang umum mencakup segala hal
urusan dien yang diperselisihkan oleh orang-orang yang beriman, baik urusan
yang besar maupun kecil, yang jelas maupun masih samar-samar. Jika dalam
kitabullah belum ada penjelasan atas masalah yang diperselisihkan, tentulah
Allah Ta’ala tidak memerintahan mengembalikan persoalan kepada Al Qur’an (dan
as Sunah). Karena mustahil Allah Ta’ala memerintahkan mengembalikan persoalan
yang diperselisihkan kepada sesuatu yang tidak memberikan jawaban tuntas. Dari
ayat ini, manusia telah bersepakat (ijma’ ulama—pent) bahwa mengembalikan persoalan kepada Allah maknanya
adalah mengembalikan kepada Al Qur’an, sedang mengembalikan persoalan kepada
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam artinya mengembalikan kepada pribadi
beliau saat beliau masih hidup, dan kepada sunnah beliau setelah beliau
meninggal.”
Dalam hadits yang shahih, beliau telah bersabda ;
:" ما
تركت شيئاً يقربكم إلى الله إلا وقد أمرتكم به، وما تركت شيئاً يبعدكم عن الله
ويقربكم إلى النار إلا وقد نهيتكم عنه
Tidak ada satu halpun yang mendekatkan diri kalian kepada Allah
kecuali telah aku perintahkan kepada kalian, dan tidak ada halpun yang
menjauhkan diri kalian dari Allah dan mendekatkan kepada neraka, kecuali aku
telah melarang kalian melakukannya.”
2- Kekuasaan dan menjadi khalifah di atas bumi bagi umat yang
beriman adalah terikat dengan syarat bertauhid kepada Allah serta menjauhi
kesyirikan dan segala hal yang menyebabkan kesyirikan. Sebagaimana firman Allah
Ta’ala :
وعد
الله الذين آمنوا منكم وعملوا الصالحات ليستخلفنهم في الأرض كما استخلف الذين من
قبلهم وليمكننَّ لهم دينهم الذي ارتضى لهم وليبدلنهم من بعد خوفهم أمناً يعبدونني
لا يشركون بي شيئاً
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara
kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka
agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah
(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman
sentausa.Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka
itulah orang yang fasik. (QS. 24:55)
Berkuasa di bumi, teguhnya kekuasaan dan keamanan setelah
sebelumnya berada dalam ketakutan, seluruh karunia Allah Ta’ala ini adalah
balasan dari bertauhid dan menjauhi kesyirikan.
Sementara demokrasi ----sebagaimana telah kami jelaskan---adalah
pemikiran syirik, tegak diatas kesyirikan, mentuhankan makhluk dengan cara
menjadikan makhluk sebagai sumber hukum, perundang-undangan, menghalalkan dan
mengharamkan. Jika keadaannya seperti itu, maka bagaimana hendak mengharapkan
pertolongan Allah turun lewat jalan tersebut ? Orang yang bertindak demikian
bagaikan orang yang menjadikan kesyirikan dan kekafiran sebagai sarana untuk
menolong Islam dan tauhid. Ini jelas mustahil !!!!!
Allah Ta’ala berfirman :
إن
تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم
Jika kalian menolong Allah Ta’ala, Allah akan menolong kalian dan
meneguhkan kaki kalian.” (QS. Muhammad :7).
Artinya, jika kalian menolong Allah Ta’ala dengan cara mentaati
perintahnya dan menjauhi larangan-Nya, Allah Ta’ala akan menolong kalian dengan
meneguhkan kalian dan menjadikan kalian berkuasa di muka bumi. Janji ini adalah
jawaban dari syarat yang disebutkan pertama, bila syarat tersebut tidak
dilaksanakan maka janji Allah pun tidak akan datang. Maka dipahami dari syarat
ini, Allah tidak akan menolong orang-orang yang tidak menolong Allah Ta’ala.
Ayat yang serupa adalah ayat yang berbicara tentang diri
Rasulullah :
وإن
تطيعوه تهتـدوا
Jika kalian mentaatinya ( Muhammad ), kalian akan mendapat
petunjuk.” (An Nuur :54).
Artinya, jika kalian tidak mentaatinya, kalian tidak akan mendapat
petunjuk. Akibatnya, kalian tidak akan mendapat pertolongan. Di antara bentuk
ketaatan kepada Rasulullah adalah menjauhi syirik dan segala hal yang menjurus
kepada kesyirikan, termasuk di dalamnya demokrasi yang mentuhankan makhluk ini.
Maka janganlah –wahai kaum pendukung demokrasi--- lambatnya
datangnya kemenangan menjadikan kalian mencari kemenangan dengan kesyirikan dan
cara-cara yang bathil. Sesungguhnya apa yang ada di tangan Allah Ta’ala tidak
bisa diraih kecuali dengan mentaati dan mentauhidkan-Nya. Orang yang paham
mengetahui hal ini, dan orang yang bodoh tidak menyadari hal ini.
Ustadz Sayid Qutub mengatakan :,” Saya masih ingat ketika akh Ali
Asymawi memberitahukan kepadaku bahwa di Mesir ada seorang akh dari Sudan yang
berkunjung. Ia adalah pimpinan ikhwanul Muslimin cabang Sudan . Ia
datang untuk mengunjungiku, hanya saja waktunya belum ditentukan dan akhirnya
kunjungan tersebut tidak jadi. Hanya saja saya mengetahui dari akh Ali Asymawi
bahwa Ali Asymawi telah menemui akh dari Sudan tersebut satu atau dua kali
tiap berkunjung ke Mesir. Akh dari Sudan tersebut menceritakan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di Sudan ,
termasuk peran pokok ikhwanul Muslimin, yang menyebabkan jatuhnya rezim militer
sebagaimana sudah sama-sama diketahui. Ia juga menyatakan rasa optimisnya yang
mendalam akan sudah dekatnya pemerintahan Islam di Sudan sebgai hasil dari
pemilihan umum yang akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat.
Saya juga masih ingat, pada saat itu saya mengomentari semua
cerita tersebut bahwa tegaknya pemerintahan Islam di sebuah negara tidak
akan pernah datang melalui cara-cara seperti ini. Sesungguhnya tegaknya
sebuah pemerintahan Islam hanya akan tercapai melalui metode yang lambat dan
dalam rentang waktu yang panjang, sebuah metode yang bertujuan membangun
landasan, bukan puncak, dimulai dengan menanamkan aqidah sejak awal dan
mentarbiyah akhlak yang islami. Sesunggguhnya jalan yang nampaknya pelan
dan sangat panjang ini, pada hakekatnya adalah jalan yang paling dekat dan
paling cepat.
Saat itu saya juga menyatakan ; mereka (ikhwanul muslimin di Sudan ) belum
pernah merasakan pengalaman-pengalaman yang telah kita lalui di Mesir. Karena
itu, mereka pasti akan mencobanya karena saya sudah bisa mengira mereka pasti
tidak akan menerima sebuah nasehatpun dari kami, akibat semangat dan rasa
optimis mereka yang terlalu mendalam.”[1]
3- Di antara sebab lain yang menghalangi kaum muslimin mampu
meraih tujuan-tujuan gerakan keislaman mereka melalui demokrasi, atau pemilihan
umum atau kotak undian (kotak suara) adalah adanya sunnah perlawanan dan pertarungan antara kebenaran dengan
kebatilan, sejak adanya kehidupan di muka bumi dan Allah mengutus para rasul,
sampai Allah mewarisi dunia dan seluruh
isinya.
Orang-orang kafir ---dengan seluruh kelompok dan pemikirannya---
sekali-kali tidak akan pernah ridha dan membiarkan tegaknya sebuah negara Islam
atau Islam mempunyai kekuatan, selama mereka mempunyai kekuatan untuk
merealisasikan hal tersebut, meskipun
untuk hal itu mereka harus
menghadapi berbagai peperangan, terbunuhnya ribuan nyawa dan ternodainya
kehormatan. Ketika perang melawan Islam sudah berkecamuk, segala hal yang
terlarang dianggap boleh oleh orang-orang kafir. Menurut mereka segala yang
mereka lakukan adalah sesuai dan demi menegakkan undang-undang (konstitusi),
mendapat tanda tangan dan persetujuan persatuan bangsa –bangsa.[2]
Hal yang sudah sangat jelas dan telah disepakati ini ----tidak ada
yang menyelisihinya selain para pendukung demokrasi---telah ditunjukkan oleh
nash-nash Al Qur’an, demikian juga realita yang kita alami dan kita lihat.
Adapun dalil-dalil Al qur’an, di antaranya adalah firman Allah
Ta’ala :
ولولا
دفعُ اللهِ الناس بعضَهم ببعضٍ لفسدت الأرض ولكن الله ذو فضلٍ على العالمين
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia
dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai
karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. (QS. 2:251)
ولولا
دفعُ الله الناسَ بعضهم ببعضٍ لهدمت صوامع وبيعٌ وصلوات ومساجدُ يذكر فيها اسم
الله كثيراً ولينصرن الله من ينصره إن الله لقوي عزيز
Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia
dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di
dalamnya banyak disebut nama Allah. Sseungguhnya Allah pasti menolong orang
yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha
Perkasa. (QS. 22:40)
كذلك
يضرب الله الحق والباطل
Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang
bathil. (QS. Ar Ra’d :17)
ولن
ترضى عنك اليهود ولا النصارى حتى تتبع ملتهم
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu
sehingga kamu mengikuti agama mereka.
ولا
يزالون يقاتلونكم حتى يردوكم عن دينكم إن استطاعوا
Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat)
mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup.
(QS. 2:217)
ودَّ
كثير من أهل الكتاب لو يردونكم من بعد إيمانكم كفاراً حسداً من عند أنفسهم
Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan
kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari
diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. (QS. Al Baqarah
;109).
وكيف
وإن يظهروا عليكم لا يرقبوا فيكم إلاً ولا ذمةً
Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya
dengan orang-orang musyirikin), padahal mereka memperoleh kemenangan terhadap
kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak
(pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya,
sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik
(tidak menepati perjanjian). (QS. 9:8)
Dan banyak ayat lainnya yang menunjukkan bahwa kebenaran dan
kebatilan akan senantiasa berseteru dan bertabrakan, kebatilan tidak mungkin
akan ridho selama di sampingnya masih ada kebenaran dan pendukungnya. Kebatilan
tidak akan pernah diam, tenang dan senang, kecuali dengan salah satu dari dua
alternatif ; menghalangi pendukung kebenaan dari dien mereka yang benar dan
memurtadkan mereka jika mereka mempunyai kemampuan untuk hal itu, atau
menlenyapkan keberadaan mereka, melancarkan peperangan dan pembunuhan. Inilah
yang dinyatakan oleh ayat-ayat Al Qur’an :
ومن
أصدق من الله قيلاً
Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah (QS.
4:122)
Begitu juga realita yang kita lihat dan kita alami, membenarkan
nash-nash Al Qur’an yang telah disebutkan diatas. Apa yang telah terjadi di
Tunisia, Mesir, Sudan ---sebelum masa jendral Basyir---Turki, Al Jazair, Malaysia
dan negara-negara lain di mana kaum muslimin mencoba berjuang lewat jalan
demokrasi dan pemilihan umum, kemudian mereka meraih kemenangan (suara
mayoritas)…kita melihat, bagaimana demokrasi para thaghut telah berubah menjadi
nyata-nyata rezim diktator, mereka membolehkan untuk mereka sendiri ---dengan
mengatas namakan demokrasi---apa yang sejatinya oleh demokrasinya sendiri
dilarang. Itu semua dilakukan dengan sepengetahuan dan sependengaran para kampiun
demokrasi di seluruh dunia !!!! Bagaimana undang-undang dasar, peraturan
pemerintah dan kondisi damai dianulir begitu saja, lantas secara tiba-tiba
kondisi darurat diberlakukan, tank-tank militer turun ke jalan raya, ribuan
umat Islam dijebloskan ke penjara, demi menjaga ---menurut pengakuan
mereka---keselamatan demokrasi dari bahaya terorisme.
Hal ini sudah menjadi fenomena umum yang diketahui dengan baik
oleh para aktivis Islam pendukung demokrasi. Mereka menyebutkan hal ini dalam
buku-buku dan jurnal-jurnal mereka… meski demikian, mereka tetap saja
menyombongkan diri dan menyelisihi perintah syariat. Mereka tidak mau, kecuali
menempuh jalan yang gelap gulita ini. Seakan-akan saat digiring ke penjara,
mereka justru merasakan enaknya cemeti para algojo penjara.
Mereka paham betul bahwa Islam tidak mungkin akan mencapai
kenangan lewat jalan ini, Islam tidak akan mungkin merealisasikan satu saja
dari sekian banyak tujuannya lewat jalan ini. Meski demikian, mereka tetap saja
berusaha lewat jalan ini dan berulang kali mengulangi usaha tersebut, tanpa mau
mengambil pelajaran dari pengalaman-pengalaman yang lalu dan kerasnya
pelajaran. Mereka tidak mau mempertimbangkan dampak-dampak destruktif yang
mengenai umat Islam dan para pemuda Islam, akibat percobaan mereka ini !!!!
Seakan-akan mereka itu lupa atau memang pura-pura lupa, akan sabda
rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam :
المؤمن
كيِّس فَطِن لا يلدغ من جحرٍ مرتين
Orang yang beriman itu cerdik dan sehat pikirannya. Ia tidak akan
terjatuh dua kali dalam lubang yang sama.” Sayang, para aktivis Islam pendukung
demokrasi telah terjatuh puluhan kali
dalam lubang yang sama, tanpa mau belajar !!!
[1] -
dalam buku “Limadza A’damuuni hal. 66.” Saya katakan ; pandangan Sayid Qutub
telah benar. Sesungguhnya kalangan aktivis Islam di Sudan telah berkali-kali
mencoba pemilihan umum dalam demokrasi. Setiap kali mereka terlibat, akibat yang
ditimbulkan terhadap mereka dan masyarat Sudan ternyata buruk dan tidak
menyenangkan.
[2] -
Perhatiikanlah apa yang terjadi pada hari-hari ini dengan bangsa muslim Chechnya ,
dengan hak mereka, sebuah bangsa yang menolak tunduk kepada kekuatan kafir.
Seluruh kekuatan kafir, kejahatan dan kemunafikan telah bersatu padu mengeroyok
mereka, membunuh anak-anak, perempuan, orang tua, menghancurkan rumah-rumah
mereka dengan tank, rudal dan pesawat tempur…mereka membiarkan anak-anak dan
wanita beralaskan salju, beratapkan langit terbuka. Ini semua terjadi dengan
segenap penglihatan dan pendengaran seluruh dunia, mereka sama sekali tidak bergerak atau
mengatakan kecaman terhadap para thaghut pembuat kerusakan tersebut !!!!
Silahkan bertanya dosa apa
yang dilakukan oleh bangsa yang tertindas tersebut, yang dikeroyok oleh
kekuatan kafir dan syirik internasional… jawabannya tak lain karena mereka
mengatakan Rabb kami adalah Allah
ta’ala…mereka mengatakan no kepada atheisme dan kekafiran
yang berwujud thaghut Rusia.. mereka mengatakan kami ingin hidup secara Islami,
agama yang kami yakini dan kami peluk… Inilah dosa mereka, dosa yang tidak
mungkin diampuni atau didiamkan menurut undang-undang PBB !!!!
Demokrasi mana yang kalian
inginkan wahai orang-orang yang tertipu ???? negara mana yang kalian tegakkan
lewat kotak undian ???? sedang kalian sendiri diatur dengan undang-undang kafir
yang tidak manusiawi???