Secara kenyataan, risalah ini memang
sebuah jawaban dari asy-Syaikh
kepada penduduk al-Qashim, sekaligus sebagai persaksian akidah beliau
rahimahullaah. Meskipun ringkas, setidaknya tulisan ini telah mewakili
sebagai sebuah bantahan atas sederet tuduhan dusta dan kebohongan yang
disandarkan kepada beliau.
Kami tidak ingin berpanjang-lebar untuk memberi pembukaan,
selanjutnya kami persilakan kepada pembaca untuk menyimak terjemah dari
risalah tersebut di atas.
Terjemahan:
Bismillaahir rahmanir rahim
Aku mempersaksikan kepada Allah, dan malaikat-malaikat yang
menghadiriku. Dan aku mempersaksikan kepada kalian bahwa sesungguhnya
aku berakidah dengan akidah al-Firqatun Najiyah, Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Di dalamnya terdapat keimanan kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan
setelah kematian, keimanan kepada takdir baik dan yang buruk. Dan
termasuk dalam keimanan kepada Allah, ialah beriman dengan sifat yang
Allah menyifati diri-Nya dengan sifat tersebut melalui lisan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan perubahan maupun
penolakan. Bahkan aku berkeyakinan bahwa Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha Mendengar dan Melihat.” Asy-Syura: 11
Sehingga aku tidak akan menafikan segala yang telah Allah
subhaanahu wa ta’aalaa sifatkan untuk diri-Nya, aku pun tidak
merubah-rubah kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya. Aku juga tidak
menyimpangkan satu pun dari nama-nama dan ayat-ayat-Nya, aku tidak pula
menanyakan “bagaimana” tentang sifat-sifat itu. Aku tidak akan
memisalkan sifat-sifat Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan
sifat makhluk-Nya, karena Allah tidak ada yang sebanding dan tidak ada
yang sama dengan-Nya, tidak ada tandingan bagi-Nya. Allah subhaanahu
wa ta’aalaa tidak dikiaskan dengan dengan makhluk-Nya,
sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa lebih tahu tentang
diri-Nya dan tentang selain-Nya. Allah adalah yang paling benar dan
paling baik ucapan-Nya, sehingga Allah menyucikan diri-Nya dari segala
yang disifatkan oleh orang-orang yang menyelisihi-Nya, termasuk orang
ahlut takyif (orang yang bertanya tentang bagaimana hakikat sifat Allah subhaanahu
wa ta’aalaa) dan ahlut tamtsil (orang yang memisalkan sifat Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan sifat makhluk-Nya). Allah juga
menyucikan diri-Nya dari orang-orang yang meniadakan sifat-sifat bagi
Allah, termasuk di dalamnya ahlut tahrif (orang yang merubah-rubah makna
sifat dari makna yang sebenarnya) dan ahlut ta’thil (orang yang menolak
adanya sifat-sifat bagi Allah), Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى
المُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang
mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan
segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.” Ash-Shaffat:
180-182
Adapun al-Firqatun Najiyah, mereka dalam hal perbuatan-perbuatan
Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah bersikap tengah antara
Qadariyah (kelompok yang mengingkari takdir) dan Jabriyah (kelompok yang
menetapkan takdir tetapi meniadakan kehendak bagi manusia), dalam hal
ancaman Allah mereka bersikap tengah antara Murji`ah (kelompok yang
menyatakan bahwa perbuatan maksiat seorang hamba tidak akan berakibat
siksaan atasnya) dan Wa’idiyyah (kelompok yang berlebihan dalam
menetapkan ancaman Allah). Al-Firqatun Najiyah dalam hal keimanan dan
agama mereka bersikap tengah antara Haruriyah dan Mu’tazilah, juga
pertengahan antara Murji`ah dan Jahmiyah. Adapun tentang para sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, al-Firqatun Najiyah
bersikap tengah antara Rafidhah dan Khawarij.
Aku berkeyakinan bahwa Al-Qur`an adalah Kalamullah yang diturunkan
dari-Nya dan bukan makhluk. Al-Qur`an itu bermula dari-Nya dan akan
kembali kepada-Nya pula. Aku berkeyakinan bahwa Allah subhaanahu wa
ta’aalaa benar-benar berbicara dengan Al-Qur`an itu, dan Allah
menurunkan Al-Qur`an kepada Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, hamba, utusan, dan kepercayaan-Nya melalui wahyu dan
perantara antara Dia dan hamba-hamba-Nya. Aku beriman bahwa Allah
subhaanahu wa ta’aalaa mengerjakan segala yang Allah kehendaki,
tidak ada satu pun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya, dan tidak
ada satu pun yang keluar dari keinginan-Nya. Tidak ada satu pun di alam
ini yang keluar dari takdir-Nya, dan tidak ada satu pun yang muncul
melainkan termasuk dalam pengaturan-Nya. Tidak ada tempat menghindar
bagi siapapun untuk terlepas dari takdir yang ditentukan, dan tidak ada
seorang pun yang bisa melebihi apa yang telah dituliskan baginya di
dalam lembaran yang tertulis.
Aku meyakini wajibnya beriman kepada segala hal yang Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam kabarkan tentang perkara yang akan
terjadi setelah kematian. Sehingga aku beriman kepada ujian dan nikmat
kubur, aku beriman kepada peristiwa dikembalikannya ruh-ruh ke dalam
jasad-jasadnya, yang kemudian manusia semuanya berdiri menuju Rabbul
‘Alamin dalam keadaan mereka itu tidak beralas kaki, telanjang dan tidak
membawa bekal. Sementara matahari menjadi dekat dengan mereka. Kemudian
timbangan-timbangan ditegakkan, sehingga amalan-amalan para hamba
ditimbang dengannya. Siapa saja yang timbangannya berat maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung, dan siapa saja yang timbangannya
ringan maka mereka itulah yang merugikan diri-diri mereka, dan mereka
kekal di dalam neraka selamanya. Lalu buku-buku catatan amalan
dibagikan, maka sebagian mereka mengambil dengan tangan kanan dan
sebagian mereka mengambil dengan tangan kirinya.
Aku beriman kepada telaga Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam di tempat berkumpulnya manusia pada hari kiamat nanti.
Air telaga itu lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu.
Bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang di langit. Barangsiapa meminum
satu teguk saja dari telaga itu niscaya setelah itu dia tidak akan
merasa haus selamanya. Aku pun beriman bahwa ash-Shirath (jembatan) itu
dibentangkan di atas tepi Jahannam, manusia akan melintasinya menurut
kadar amalan-amalan mereka.
Aku beriman kepada syafaat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
dan aku beriman bahwa beliau adalah orang pertama yang menyampaikan
syafaat dan yang pertama diberi syafaat. Tidak ada seorang pun yang
mengingkari syafaat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali
para penyeru bid’ah dan kesesatan. Akan tetapi syafaat itu tidak akan
terjadi kecuali setelah izin dan ridha Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَلاَ يَشْفَعُوْنَ إلاَّ لِمَنْ ارْتَضَى
“Mereka tidak memberi syafaat kecuali kepada orang-orang yang
Allah meridhainya.” Al-Anbiya`: 28
Dan Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada seorang pun yang memberi syafaat di sisi-Nya kecuali
dengan izin-Nya.” Al-Baqarah: 255
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِيْ السَّمَوَاتِ لا تُغْنِيْ شَفَاعَتُهُمْ
شَيْئاً إلاَّ مِنْ بَعْدِ أنْ يَأذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka tidak akan
bermanfaat kecuali setelah Allah mengijinkan bagi orang yang Allah
kehendaki dan Allah ridhai.” An-Najm: 26
Allah subhaanahu wa ta’aalaa tidak akan meridhai selain
kepada orang yang bertauhid. Adapun orang-orang musyrik, maka mereka
tidak mendapatkan sedikit pun bagian dari syafaat tersebut. Sebagaimana
Allah subhaanahu wa ta’aalaa firmankan:
فَمَا تَنْفَعُهُمُ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ
“Tidak akan bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang
memberi syafaat.” Al-Muddatstsir: 48
Aku beriman bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang keduanya
telah tercipta. Surga dan neraka telah ada pada hari ini dan keduanya
tidak akan sirna. Aku beriman bahwa kaum mukminun akan melihat Rabb
mereka dengan mata kepala mereka pada hari kiamat nanti. Mereka akan
melihat-Nya sebagaimana mereka melihat bulan purnama, yakni mereka tidak
terhalangi (tidak berdesakan) ketika melihatnya.
Aku beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa
sallam adalah penutup para Nabi dan Rasul. Tidak akan sah iman
seorang hamba sampai dia beriman kepada risalah beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan bersaksi dengan kenabian beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Aku beriman bahwa umat yang paling
utama ialah Abu Bakr ash-Shiddiq, kemudian ‘Umar al-Faruq, kemudian
‘Utsman Dzun Nurain kemudian ‘Ali al-Murtadha, kemudian sahabat yang
lain yang termasuk dalam 10 orang (yang telah dipersaksikan bahwa mereka
akan masuk surga), kemudian para sahabat yang ikut perang Badr,
kemudian para sahabat yang ikut dalam baiat di bawah pohon dalam
Bai’atur Ridhwan, kemudian seluruh sahabat radhiyallahu ‘anhum. Aku
mencintai para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
aku menyebut kebaikan-kebaikan mereka, aku mengakui keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas mereka, dan aku memintakan ampun untuk
mereka. Aku menahan diri dari menyebutkan kejelekan mereka, aku tidak
berbicara tentang apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Aku
meyakini keutamaan mereka, sebagai bentuk pengamalan firman Allah
subhaanahu wa ta’aalaa:
وَالَّذِيْنَ جَاؤُا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوُلُوْنَ رَبّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلاَ
تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبّنَا إنَّكَ
رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka yang berkata,”Wahai
Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului
kami dengan keimanan, dan jangan engkau jadikan di dalam hati kami
kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” Al-Hasyr:
10
Dan aku menyatakan keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas
Ummahatul Mukminin (para ibunda kaum mukminin), yang mereka
itu disucikan dari segala bentuk kejelekan.
Dan aku menetapkan karamah para wali Allah subhaanahu wa ta’aalaa
serta mukasyafah (firasat) mereka. Akan tetapi mereka tidak
memiliki hak sedikit pun dari hak-hak Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
Tidak boleh diminta dari mereka segala perkara yang tidak dimampui
selain oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Dan aku tidak
mempersaksikan atas seorang pun dari kaum muslimin dengan surga maupun
neraka kecuali orang-orang yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi aku berharap bagi orang
yang berbuat baik (untuk mendapat surga) dan aku menakutkan (terjatuh
ke dalam neraka) atas diri orang yang berbuat buruk. Dan aku tidak
mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin dengan suatu dosa, dan aku
tidak mengeluarkannya dari lingkaran Islam. Aku pun berpandangan bahwa
jihad akan terus tegak bersama setiap pemimpin, yang baik maupun yang
jahat. Shalat jamaah di belakang mereka pun tetap diperbolehkan. Dan
jihad tetap berlangsung semenjak Allah subhaanahu wa ta’aalaa mengutus
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sampai golongan
terakhir dari umat ini berperang melawan Dajjal. Kejahatan seorang yang
jahat dan keadilan seorang yang adil tidak bisa membatalkan (meniadakan)
jihad itu. Aku juga berpandangan bahwa wajib untuk mendengar dan taat
kepada para pemimpin kaum muslimin, yang baik maupun yang jahat, selama
mereka tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah subhaanahu
wa ta’aalaa. Siapapun yang
menduduki kekhilafahan dan manusia bersepakat atas kepemimpinannya,
mereka ridha atasnya sedangkan dia menang atas mereka dengan pedangnya
hingga menjadi khalifah maka wajib menaatinya. Memberontak kepadanya
adalah haram. Aku pun memandang bahwa hajr (meninggalkan) penyeru bid’ah
dan memisahkan diri darinya berlaku sampai mereka bertaubat. Aku
menghukumi mereka berdasar apa yang tampak dari mereka, dan aku
menyerahkan rahasia-rahasia mereka kepada Allah subhaanahu wa
ta’aalaa. Dan aku meyakini bahwa segala perkara yang diada-adakan
dalam agama ini adalah bid’ah.
Aku meyakini bahwa iman itu adalah ucapan dengan lisan, perbuatan
dengan anggota badan, keyakinan dengan hati. Aku meyakini bahwa iman itu
bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Aku juga
berkeyakinan bahwa iman itu memiliki 70 sekian cabang, yang paling
tinggi adalah syahadat Laa ilaha illallah, yang paling bawah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan. Aku memandang wajib untuk
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, sesuai
dengan yang diwajibkan oleh syariat Muhammadiyyah yang suci.
Inilah akidah yang ringkas, aku menulisnya dalam keadaanku yang
sibuk. Dengan tujuan agar kalian mengetahui apa yang ada di sisiku, dan
Allah saksi atas apa yang kita ucapkan.
Kemudian setelah itu, tidak tersamarkan bagi kalian bahwa telah
sampai kepadaku berita bahwa surat dari Sulaiman bin Sahim telah sampai
kepada kalian. Dan sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu
di antara kalian telah menerima dan membenarkannya. Dan sungguh, Allah subhaanahu wa ta’aalaa Mengetahui bahwa laki-laki itu (Sulaiman)
telah berdusta atas namaku dengan banyak hal yang aku tidak pernah
mengatakannya, dan sebagian besar dari perkara-perkara itu tidak
terlintas di pikiranku. Di antara perkara yang ia tuduhkan itu ialah
ucapannya bahwa:
- Aku membatilkan (menolak) kitab-kitab empat madzhab.
- Aku mengatakan bahwa manusia sejak 600 tahun mereka tidak
berada di atas sesuatu pun, dan ucapannya bahwa aku mengaku berhak untuk
berijtihad.
- Aku keluar dari taklid dan aku berkata bahwa perselisihan
ulama adalah adzab.
- Aku mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang
shalih.
- Aku mengkafirkan al-Bushiri disebabkan ucapannya, “Ya
akramal khalqi.”
- Aku berucap bahwa sekiranya aku bisa merobohkan kubah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam niscaya aku akan
merobohkannya. Dan sekiranya aku berkuasa atas Ka’bah niscaya aku
jadikan saluran airnya dari kayu.
- Aku mengharamkan untuk menziarahi kubur Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan aku mengingkari ziarah kubur
kedua orang tua dan yang selain keduanya.
- Aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
- Aku mengkafirkan Ibnul Faridh dan Ibnu ‘Arabi.
- Aku membakar buku Dala`ilul Khairat dan Raudhur
Riyahain dan aku menamainya Raudhusy Syayathin.
Jawabanku terhadap perkara-perkara ini dengan aku katakan,
“Subhaanaka hadza buhtanun ‘azhim (Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah
kedustaan yang besar).” Sebelum ini, ada orang yang membuat kedustaan
bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mencela ‘Isa
bin Maryam dan mencela orang-orang shalih. Maka sungguh, hati-hati
mereka memiliki keserupaan dengan kebohongan yang dibuat-buat dan
perkataan dusta. Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِآيَاتِ
اللهِ وَأُلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah
orang-orang pendusta.” An-Nahl: 105
Mereka telah berdusta terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhnya para malaikat, ‘Isa dan ‘Uzair berada di dalam neraka.”
Kemudian Allah subhaanahu wa ta’aalaa menurunkan tentang hal
ini:
إِنَّ الَّذِيْنَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِّنَّا الْحُسْنَى أُوْلَئِكَ
عَنْهَا مُبْعَدُوْنَ
“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan
yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.” Al-Anbiya`:
101
Adapun permasalahan-permasalahan yang lain, yakni bahwa aku berkata:
- Tidak sempurna keislaman seseorang sampai dia mengetahui
makna Laa ilaha illallah dan aku menjelaskan maknanya kepada orang yang
datang kepadaku.
- Aku mengkafirkan orang yang bernadzar jika ia berkeinginan
dengan nadzar itu untuk mendekatkan diri kepada selain Allah dan
melakukan nadzar semata-mata bertujuan untuk itu.
- Bahwa menyembelih untuk selain Allah adalah kekufuran, dan
sembelihannya haram untuk dimakan.
Maka permasalahan-permasalahan ini benar dariku dan aku lah yang
mengatakannya. Aku memiliki dalil-dalil dari Kalamullah dan ucapan
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, juga dari ucapan para
ulama yang diikuti semisal imam yang empat. Jika Allah memudahkan, aku
akan menjelaskan jawabannya di dalam risalah tersendiri Insya Allah
ta’ala.
Kemudian ketahui dan renungkanlah firman Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
فَتَبَيَّنُوْا أَنْ تُصِيْبُوْا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلَى
مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Al-Hujurat:
6
kepada penduduk al-Qashim, sekaligus sebagai persaksian akidah beliau
rahimahullaah. Meskipun ringkas, setidaknya tulisan ini telah mewakili
sebagai sebuah bantahan atas sederet tuduhan dusta dan kebohongan yang
disandarkan kepada beliau.
Kami tidak ingin berpanjang-lebar untuk memberi pembukaan,
selanjutnya kami persilakan kepada pembaca untuk menyimak terjemah dari
risalah tersebut di atas.
Terjemahan:
Bismillaahir rahmanir rahim
Aku mempersaksikan kepada Allah, dan malaikat-malaikat yang
menghadiriku. Dan aku mempersaksikan kepada kalian bahwa sesungguhnya
aku berakidah dengan akidah al-Firqatun Najiyah, Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Di dalamnya terdapat keimanan kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan
setelah kematian, keimanan kepada takdir baik dan yang buruk. Dan
termasuk dalam keimanan kepada Allah, ialah beriman dengan sifat yang
Allah menyifati diri-Nya dengan sifat tersebut melalui lisan Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tanpa melakukan perubahan maupun
penolakan. Bahkan aku berkeyakinan bahwa Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha Mendengar dan Melihat.” Asy-Syura: 11
Sehingga aku tidak akan menafikan segala yang telah Allah
subhaanahu wa ta’aalaa sifatkan untuk diri-Nya, aku pun tidak
merubah-rubah kalimat-kalimat dari tempat-tempatnya. Aku juga tidak
menyimpangkan satu pun dari nama-nama dan ayat-ayat-Nya, aku tidak pula
menanyakan “bagaimana” tentang sifat-sifat itu. Aku tidak akan
memisalkan sifat-sifat Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan
sifat makhluk-Nya, karena Allah tidak ada yang sebanding dan tidak ada
yang sama dengan-Nya, tidak ada tandingan bagi-Nya. Allah subhaanahu
wa ta’aalaa tidak dikiaskan dengan dengan makhluk-Nya,
sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aalaa lebih tahu tentang
diri-Nya dan tentang selain-Nya. Allah adalah yang paling benar dan
paling baik ucapan-Nya, sehingga Allah menyucikan diri-Nya dari segala
yang disifatkan oleh orang-orang yang menyelisihi-Nya, termasuk orang
ahlut takyif (orang yang bertanya tentang bagaimana hakikat sifat Allah subhaanahu
wa ta’aalaa) dan ahlut tamtsil (orang yang memisalkan sifat Allah subhaanahu wa ta’aalaa dengan sifat makhluk-Nya). Allah juga
menyucikan diri-Nya dari orang-orang yang meniadakan sifat-sifat bagi
Allah, termasuk di dalamnya ahlut tahrif (orang yang merubah-rubah makna
sifat dari makna yang sebenarnya) dan ahlut ta’thil (orang yang menolak
adanya sifat-sifat bagi Allah), Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ العِزَّةِ عَمّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى
المُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
“Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang
mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan
segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.” Ash-Shaffat:
180-182
Adapun al-Firqatun Najiyah, mereka dalam hal perbuatan-perbuatan
Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah bersikap tengah antara
Qadariyah (kelompok yang mengingkari takdir) dan Jabriyah (kelompok yang
menetapkan takdir tetapi meniadakan kehendak bagi manusia), dalam hal
ancaman Allah mereka bersikap tengah antara Murji`ah (kelompok yang
menyatakan bahwa perbuatan maksiat seorang hamba tidak akan berakibat
siksaan atasnya) dan Wa’idiyyah (kelompok yang berlebihan dalam
menetapkan ancaman Allah). Al-Firqatun Najiyah dalam hal keimanan dan
agama mereka bersikap tengah antara Haruriyah dan Mu’tazilah, juga
pertengahan antara Murji`ah dan Jahmiyah. Adapun tentang para sahabat
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, al-Firqatun Najiyah
bersikap tengah antara Rafidhah dan Khawarij.
Aku berkeyakinan bahwa Al-Qur`an adalah Kalamullah yang diturunkan
dari-Nya dan bukan makhluk. Al-Qur`an itu bermula dari-Nya dan akan
kembali kepada-Nya pula. Aku berkeyakinan bahwa Allah subhaanahu wa
ta’aalaa benar-benar berbicara dengan Al-Qur`an itu, dan Allah
menurunkan Al-Qur`an kepada Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam, hamba, utusan, dan kepercayaan-Nya melalui wahyu dan
perantara antara Dia dan hamba-hamba-Nya. Aku beriman bahwa Allah
subhaanahu wa ta’aalaa mengerjakan segala yang Allah kehendaki,
tidak ada satu pun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya, dan tidak
ada satu pun yang keluar dari keinginan-Nya. Tidak ada satu pun di alam
ini yang keluar dari takdir-Nya, dan tidak ada satu pun yang muncul
melainkan termasuk dalam pengaturan-Nya. Tidak ada tempat menghindar
bagi siapapun untuk terlepas dari takdir yang ditentukan, dan tidak ada
seorang pun yang bisa melebihi apa yang telah dituliskan baginya di
dalam lembaran yang tertulis.
Aku meyakini wajibnya beriman kepada segala hal yang Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam kabarkan tentang perkara yang akan
terjadi setelah kematian. Sehingga aku beriman kepada ujian dan nikmat
kubur, aku beriman kepada peristiwa dikembalikannya ruh-ruh ke dalam
jasad-jasadnya, yang kemudian manusia semuanya berdiri menuju Rabbul
‘Alamin dalam keadaan mereka itu tidak beralas kaki, telanjang dan tidak
membawa bekal. Sementara matahari menjadi dekat dengan mereka. Kemudian
timbangan-timbangan ditegakkan, sehingga amalan-amalan para hamba
ditimbang dengannya. Siapa saja yang timbangannya berat maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung, dan siapa saja yang timbangannya
ringan maka mereka itulah yang merugikan diri-diri mereka, dan mereka
kekal di dalam neraka selamanya. Lalu buku-buku catatan amalan
dibagikan, maka sebagian mereka mengambil dengan tangan kanan dan
sebagian mereka mengambil dengan tangan kirinya.
Aku beriman kepada telaga Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam di tempat berkumpulnya manusia pada hari kiamat nanti.
Air telaga itu lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu.
Bejana-bejananya sebanyak bintang-bintang di langit. Barangsiapa meminum
satu teguk saja dari telaga itu niscaya setelah itu dia tidak akan
merasa haus selamanya. Aku pun beriman bahwa ash-Shirath (jembatan) itu
dibentangkan di atas tepi Jahannam, manusia akan melintasinya menurut
kadar amalan-amalan mereka.
Aku beriman kepada syafaat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
dan aku beriman bahwa beliau adalah orang pertama yang menyampaikan
syafaat dan yang pertama diberi syafaat. Tidak ada seorang pun yang
mengingkari syafaat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali
para penyeru bid’ah dan kesesatan. Akan tetapi syafaat itu tidak akan
terjadi kecuali setelah izin dan ridha Allah, sebagaimana firman-Nya:
وَلاَ يَشْفَعُوْنَ إلاَّ لِمَنْ ارْتَضَى
“Mereka tidak memberi syafaat kecuali kepada orang-orang yang
Allah meridhainya.” Al-Anbiya`: 28
Dan Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهُ إلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak ada seorang pun yang memberi syafaat di sisi-Nya kecuali
dengan izin-Nya.” Al-Baqarah: 255
Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِيْ السَّمَوَاتِ لا تُغْنِيْ شَفَاعَتُهُمْ
شَيْئاً إلاَّ مِنْ بَعْدِ أنْ يَأذَنَ اللهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
“Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka tidak akan
bermanfaat kecuali setelah Allah mengijinkan bagi orang yang Allah
kehendaki dan Allah ridhai.” An-Najm: 26
Allah subhaanahu wa ta’aalaa tidak akan meridhai selain
kepada orang yang bertauhid. Adapun orang-orang musyrik, maka mereka
tidak mendapatkan sedikit pun bagian dari syafaat tersebut. Sebagaimana
Allah subhaanahu wa ta’aalaa firmankan:
فَمَا تَنْفَعُهُمُ شَفَاعَةُ الشَّافِعِيْنَ
“Tidak akan bermanfaat bagi mereka syafaat orang-orang yang
memberi syafaat.” Al-Muddatstsir: 48
Aku beriman bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang keduanya
telah tercipta. Surga dan neraka telah ada pada hari ini dan keduanya
tidak akan sirna. Aku beriman bahwa kaum mukminun akan melihat Rabb
mereka dengan mata kepala mereka pada hari kiamat nanti. Mereka akan
melihat-Nya sebagaimana mereka melihat bulan purnama, yakni mereka tidak
terhalangi (tidak berdesakan) ketika melihatnya.
Aku beriman bahwa Nabi kita Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa
sallam adalah penutup para Nabi dan Rasul. Tidak akan sah iman
seorang hamba sampai dia beriman kepada risalah beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam dan bersaksi dengan kenabian beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Aku beriman bahwa umat yang paling
utama ialah Abu Bakr ash-Shiddiq, kemudian ‘Umar al-Faruq, kemudian
‘Utsman Dzun Nurain kemudian ‘Ali al-Murtadha, kemudian sahabat yang
lain yang termasuk dalam 10 orang (yang telah dipersaksikan bahwa mereka
akan masuk surga), kemudian para sahabat yang ikut perang Badr,
kemudian para sahabat yang ikut dalam baiat di bawah pohon dalam
Bai’atur Ridhwan, kemudian seluruh sahabat radhiyallahu ‘anhum. Aku
mencintai para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan
aku menyebut kebaikan-kebaikan mereka, aku mengakui keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas mereka, dan aku memintakan ampun untuk
mereka. Aku menahan diri dari menyebutkan kejelekan mereka, aku tidak
berbicara tentang apa yang mereka perselisihkan di antara mereka. Aku
meyakini keutamaan mereka, sebagai bentuk pengamalan firman Allah
subhaanahu wa ta’aalaa:
وَالَّذِيْنَ جَاؤُا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُوُلُوْنَ رَبّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ وَلاَ
تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبّنَا إنَّكَ
رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka yang berkata,”Wahai
Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului
kami dengan keimanan, dan jangan engkau jadikan di dalam hati kami
kedengkian terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Rabb kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” Al-Hasyr:
10
Dan aku menyatakan keridhaan Allah subhaanahu wa ta’aalaa atas
Ummahatul Mukminin (para ibunda kaum mukminin), yang mereka
itu disucikan dari segala bentuk kejelekan.
Dan aku menetapkan karamah para wali Allah subhaanahu wa ta’aalaa
serta mukasyafah (firasat) mereka. Akan tetapi mereka tidak
memiliki hak sedikit pun dari hak-hak Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
Tidak boleh diminta dari mereka segala perkara yang tidak dimampui
selain oleh Allah subhaanahu wa ta’aalaa. Dan aku tidak
mempersaksikan atas seorang pun dari kaum muslimin dengan surga maupun
neraka kecuali orang-orang yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi aku berharap bagi orang
yang berbuat baik (untuk mendapat surga) dan aku menakutkan (terjatuh
ke dalam neraka) atas diri orang yang berbuat buruk. Dan aku tidak
mengkafirkan seorang pun dari kaum muslimin dengan suatu dosa, dan aku
tidak mengeluarkannya dari lingkaran Islam. Aku pun berpandangan bahwa
jihad akan terus tegak bersama setiap pemimpin, yang baik maupun yang
jahat. Shalat jamaah di belakang mereka pun tetap diperbolehkan. Dan
jihad tetap berlangsung semenjak Allah subhaanahu wa ta’aalaa mengutus
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam sampai golongan
terakhir dari umat ini berperang melawan Dajjal. Kejahatan seorang yang
jahat dan keadilan seorang yang adil tidak bisa membatalkan (meniadakan)
jihad itu. Aku juga berpandangan bahwa wajib untuk mendengar dan taat
kepada para pemimpin kaum muslimin, yang baik maupun yang jahat, selama
mereka tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah subhaanahu
wa ta’aalaa. Siapapun yang
menduduki kekhilafahan dan manusia bersepakat atas kepemimpinannya,
mereka ridha atasnya sedangkan dia menang atas mereka dengan pedangnya
hingga menjadi khalifah maka wajib menaatinya. Memberontak kepadanya
adalah haram. Aku pun memandang bahwa hajr (meninggalkan) penyeru bid’ah
dan memisahkan diri darinya berlaku sampai mereka bertaubat. Aku
menghukumi mereka berdasar apa yang tampak dari mereka, dan aku
menyerahkan rahasia-rahasia mereka kepada Allah subhaanahu wa
ta’aalaa. Dan aku meyakini bahwa segala perkara yang diada-adakan
dalam agama ini adalah bid’ah.
Aku meyakini bahwa iman itu adalah ucapan dengan lisan, perbuatan
dengan anggota badan, keyakinan dengan hati. Aku meyakini bahwa iman itu
bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Aku juga
berkeyakinan bahwa iman itu memiliki 70 sekian cabang, yang paling
tinggi adalah syahadat Laa ilaha illallah, yang paling bawah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan. Aku memandang wajib untuk
memerintahkan kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran, sesuai
dengan yang diwajibkan oleh syariat Muhammadiyyah yang suci.
Inilah akidah yang ringkas, aku menulisnya dalam keadaanku yang
sibuk. Dengan tujuan agar kalian mengetahui apa yang ada di sisiku, dan
Allah saksi atas apa yang kita ucapkan.
Kemudian setelah itu, tidak tersamarkan bagi kalian bahwa telah
sampai kepadaku berita bahwa surat dari Sulaiman bin Sahim telah sampai
kepada kalian. Dan sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada ilmu
di antara kalian telah menerima dan membenarkannya. Dan sungguh, Allah subhaanahu wa ta’aalaa Mengetahui bahwa laki-laki itu (Sulaiman)
telah berdusta atas namaku dengan banyak hal yang aku tidak pernah
mengatakannya, dan sebagian besar dari perkara-perkara itu tidak
terlintas di pikiranku. Di antara perkara yang ia tuduhkan itu ialah
ucapannya bahwa:
- Aku membatilkan (menolak) kitab-kitab empat madzhab.
- Aku mengatakan bahwa manusia sejak 600 tahun mereka tidak
berada di atas sesuatu pun, dan ucapannya bahwa aku mengaku berhak untuk
berijtihad.
- Aku keluar dari taklid dan aku berkata bahwa perselisihan
ulama adalah adzab.
- Aku mengkafirkan orang yang bertawassul dengan orang-orang
shalih.
- Aku mengkafirkan al-Bushiri disebabkan ucapannya, “Ya
akramal khalqi.”
- Aku berucap bahwa sekiranya aku bisa merobohkan kubah
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam niscaya aku akan
merobohkannya. Dan sekiranya aku berkuasa atas Ka’bah niscaya aku
jadikan saluran airnya dari kayu.
- Aku mengharamkan untuk menziarahi kubur Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan aku mengingkari ziarah kubur
kedua orang tua dan yang selain keduanya.
- Aku mengkafirkan orang yang bersumpah dengan selain Allah subhaanahu wa ta’aalaa.
- Aku mengkafirkan Ibnul Faridh dan Ibnu ‘Arabi.
- Aku membakar buku Dala`ilul Khairat dan Raudhur
Riyahain dan aku menamainya Raudhusy Syayathin.
Jawabanku terhadap perkara-perkara ini dengan aku katakan,
“Subhaanaka hadza buhtanun ‘azhim (Maha Suci Engkau ya Allah, ini adalah
kedustaan yang besar).” Sebelum ini, ada orang yang membuat kedustaan
bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam mencela ‘Isa
bin Maryam dan mencela orang-orang shalih. Maka sungguh, hati-hati
mereka memiliki keserupaan dengan kebohongan yang dibuat-buat dan
perkataan dusta. Allah subhaanahu wa ta’aalaa berfirman:
إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لاَ يُؤْمِنُوْنَ بِآيَاتِ
اللهِ وَأُلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ
“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah
orang-orang pendusta.” An-Nahl: 105
Mereka telah berdusta terhadap Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Sesungguhnya para malaikat, ‘Isa dan ‘Uzair berada di dalam neraka.”
Kemudian Allah subhaanahu wa ta’aalaa menurunkan tentang hal
ini:
إِنَّ الَّذِيْنَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِّنَّا الْحُسْنَى أُوْلَئِكَ
عَنْهَا مُبْعَدُوْنَ
“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan
yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.” Al-Anbiya`:
101
Adapun permasalahan-permasalahan yang lain, yakni bahwa aku berkata:
- Tidak sempurna keislaman seseorang sampai dia mengetahui
makna Laa ilaha illallah dan aku menjelaskan maknanya kepada orang yang
datang kepadaku.
- Aku mengkafirkan orang yang bernadzar jika ia berkeinginan
dengan nadzar itu untuk mendekatkan diri kepada selain Allah dan
melakukan nadzar semata-mata bertujuan untuk itu.
- Bahwa menyembelih untuk selain Allah adalah kekufuran, dan
sembelihannya haram untuk dimakan.
Maka permasalahan-permasalahan ini benar dariku dan aku lah yang
mengatakannya. Aku memiliki dalil-dalil dari Kalamullah dan ucapan
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam, juga dari ucapan para
ulama yang diikuti semisal imam yang empat. Jika Allah memudahkan, aku
akan menjelaskan jawabannya di dalam risalah tersendiri Insya Allah
ta’ala.
Kemudian ketahui dan renungkanlah firman Allah subhaanahu wa
ta’aalaa:
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ
فَتَبَيَّنُوْا أَنْ تُصِيْبُوْا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوْا عَلَى
مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” Al-Hujurat:
6