PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Jumat, 28 September 2012

" HUKUM KELUARGA BERENCANA "

Pertanyaan:


Assalamu’alaikum,Ustadz tolong dijelaskan tentang hukum Keluarga
Berencana, cara mendakwahkannya, dan berikan permasalahan KB terkini.
Sebelumnya ana ucapkan terima kasih.

Jawaban Ustadz:


Bismillahirrahmanirrahim.Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga
terlimpahkan kepada nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam,
keluarga, sahabat dan seluruh orang yang mengamalkan sunnahnya hingga
hari kiamat.


Langsung saja, KB (Keluarga Berencana, yaitu membatasi jumlah anak,
hanya dua saja, atau tiga atau lainnya), suatu kata-kata manis, indah,
nan menggiurkan, akan tetapi sebenarnya merupakan makar dan perangkap
yang dipropagandakan oleh musuh-musuh Alloh, dan kemudian diikuti oleh
banyak kaum muslimin yang kurang menyadari akan maksud dan kandungannya.


Untuk sedikit mengetahui batu di balik udang dari alasan program KB
ini, maka saya harapkan kepada para pembaca untuk mengingat kemudian
merenungkan alasan yang senantiasa dijadikan dasar bagi program ini:
yaitu alasan takut tidak mampu membiayai anak-anak, dan takut
tersibukkan dengan mendidik mereka. Saudara-saudaraku yang semoga
senantiasa dirahmati Alloh, renungkanlah firman Alloh Ta’ala berikut
ini:


“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu.”
(QS. Al Isra’: 31)


Saudara-saudaraku, kita sebagai umat yang beriman kepada Alloh
ta’ala, Dzat Yang Maha Memberi rezeki, hendaknya juga percaya bahwa
ketika Alloh menciptakan manusia, Alloh Ta’ala juga telah mempersiapkan
untuknya segala yang akan ia dapatkan selama hidup di dunia, sehingga
tidaklah ada sesuap makanan yang masuk ke dalam mulutnya, melainkan
sebagian dari rezeki yang telah Alloh tuliskan untuknya. Alloh ta’ala
tidak pernah menciptakan satu manusia pun tanpa jatah rezeki, bahkan
semenjak kita masih di dalam perut ibu kita masing-masing, Alloh telah
mengutus seorang malaikat untuk menuliskan jatah rezeki kita:


“Sesungguhnya penciptaan setiap orang dari kamu di dalam perut ibunya
selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian berubah menjadi segumpal
darah semasa itu juga (selama 40 hari), kemudian menjadi segumpal
daging semasa itu juga (selama 40 hari), kemudian Alloh mengutus seorang
malaikat, dan ia diperintahkan dengan empat hal, dan dikatakan
kepadanya: tuliskanlah amalannya, rezekinya, ajalnya, dan bahagia atau
sengsara.” (Muttafaqun ‘Alaih)


Inilah kejadian yang sebenarnya terjadi, yaitu masing-masing kita
telah mendapat jatah rezeki, yang tidak mungkin berkurang atau
bertambah, oleh karena itu tidak ada alasan untuk khawatir akan
kekurangan rezeki karena memiliki banyak anak. Masing-masing anak kita
lahir dengan membawa jatah rezekinya sendiri-sendiri. Kita tidak akan
mengurangi jatah rezeki anak kita, sebagaimana anak kita tidak akan
mengurangi jatah rezeki kita. Bahkan tidaklah ada orang yang mati,
melainkan bila jatah rezekinya telah ia dapatkan semuanya dengan
sempurna:


“Sesungguhnya Ar Ruh Al Amin (Malaikat Jibril) telah membisikkan
dalam kalbuku, bahwasanya tidaklah ada seorang jiwa pun yang mati,
hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, maka hendaknya
kalian membaguskan permohonan.” (As Syafi’i, Ibnu Majah, Al Bazzar, At
Thabrany, dan Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Al Albani)


Sehingga alasan program KB bertentangan atau bertujuan mengikis habis
dan tuntas keimanan kepada Alloh, dan takdir bahwa rezeki telah diatur
dan ditentukan oleh Alloh ta’ala.


Apalagi bila kita menelusuri sejarah awal mulanya program KB di
dunia, dan penerapan program ini di berbagai negara. Program ini
dicetuskan untuk membatasi dan menghambat pertumbuhan umat islam,
sehingga melemahkan kekuatan mereka. Oleh karena itu program ini dengan
keras ditentang oleh gereja, dan tidak diterapkan di kebanyakan
negara-negara Nasrani dan Yahudi.


“Nikahilah olehmu wanita yang penyayang dan subur (dapat melahirkan
banyak anak) karena aku akan berbangga-bangga dengan kalian di hadapan
umat-umat lain.” (Ahmad, Abu Dawud dan disahihkan oleh Al Albani)


Jumlah kaum muslimin yang besar merupakan salah sumber kekuatan dalam
menghadapi musuh-musuh agama Islam, oleh karena itu kita berkewajiban
menumbuhkan generasi penerus dan pejuang yang memperjuangkan agama, baik
melalui pendidikan aqidah, atau melalui memperbanyak jumlah generasi
penerus umat islam.


Adapun teori yang mengatakan bahwa perkembangan manusia lebih cepat
dibanding perkembangan ekonomi, sampai-sampai perbandingannya 1
berbanding 2 atau lebih, ini merupakan kedustaan belaka. Sebab bila kita
amati, kenyataan masyarakat di sekitar kita, niscaya kita dapatkan
bahwa teori ini dusta dan tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab betapa
banyak jumlah orang kaya yang hartanya melimpah ruah, sedangkan
orang-orang miskin jumlahnya lebih sedikit dibanding mereka. Akan tetapi
karena orang-orang kaya tidak mau menjalankan kewajiban menyantuni
orang miskin, baik melalui zakat yang wajib atau shadaqoh sunnah, maka
terjadilah kesenjangan sosial yang tidak berbanding. Seandainya
kewajiban zakat ditunaikan dengan baik, niscaya berbagai kemiskinan dan
permasalahan terkait akan terkendalikan.


“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa dan menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (QS. Al A’raf: 156)


Pada ayat di atas Alloh menegaskan bahwa salah satu syarat
diturunkannya rahmat dan kemurahan Alloh ta’ala ialah menunaikan zakat.
Sehingga bila seluruh kaum muslimin yang memiliki kekayaan sudi
menunaikan zakat mereka, pasti rahmat Alloh ta’ala akan senantiasa
menyertai kehidupan kita. Dan bila rahmat Alloh telah menyertai
kehidupan kita, niscaya kemiskinan dan berbagai problematika akan dapat
dituntaskan.


Akan tetapi pada kenyataannya, kita enggan untuk menunaikan zakat,
sehingga yang turun dari langit bukanlah rahmat dari Alloh, akan tetapi
bencana dan petaka. Hujan yang turun dari langit bukannya membawa
kebaikan, akan tetapi membawa bencana, berbagai bencana alam yang
diakibatkan oleh hujan sering menimpa negeri kita. Dan di lain
kesempatan, petaka kekeringan sering menimpa berbagai daerah di negeri
kita, padahal, dahulu negeri kita terkenal sebagai negeri yang subur dan
makmur. Fenomena ini seakan-akan membuktikan sabda Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam:


“Tidaklah mereka enggan menunaikan zakat harta mereka, melainkan
mereka akan dihalangi untuk mendapatkan hujan dari langit, dan kalau
bukan karena binatang ternak, niscaya mereka tidak akan pernah diberi
hujan.” (HR. Ibnu Majah dan Al Baihaqi, dan disahihkan oleh Al Albani)


Kita semua dapat membayangkan berapa besar jumlah zakat yang akan
terkumpul dari seluruh kaum muslimin, dan berapa banyak kaum fakir dan
miskin yang akan terentaskan dari kemiskinan.


Dan bila kita, menginginkan kemakmuran yang sejati, maka hendaknya
kita menyingkirkan ajaran syirik, kemaksiatan, dan menggantikannya
dengan keimanan, tauhid dan amal saleh. Bila hal ini telah terwujud,
maka kita -insya Alloh- akan dapat menggapai janji Alloh ta’ala berikut:


“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka
dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al
An’am: 82)

Dan janji berikutnya:


“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf: 96)


Saudara-saudaraku semuanya, hendaknya kita senantiasa mengembalikan
segala urusan kita kepada ajaran syariat kita, agar kita tidak
terperangkap oleh jaring-jaring setan dan pengikutnya.


Sebelum jawaban ini saya tutup, saya akan mengingatkan para pembaca
bahwa hakikat KB adalah seperti yang telah saya isyaratkan dengan
ringkas di atas, yaitu membatasi jumlah anak. Dan telah saya jelaskan
bahwa ini tidak boleh dan bertentangan dengan syariat Islam. Akan tetapi
walau demikian, para ulama’ membedakan antara membatasi dengan mengatur
jarak kelahiran, dengan tujuan agar lebih ringan dalam mengatur dan
merawat mereka, atau karena alasan medis, misalnya karena ada gangguan
dalam rahim atau yang serupa, (ingat sekali lagi: bukan untuk membatasi
jumlah anak). Bila yang dilakukan adalah semacam ini, yaitu mengatur
jarak kelahiran anak, dan dengan tujuan seperti disebutkan, maka para
ulama’ membolehkannya, dan tidak haram. Karena tidak bertujuan untuk
memutus keturunan, atau membatasi jumlahnya. Wallohu’ a’lam bisshowab.

***

Penanya: Agung DN.Dijawab Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar