Itulah tabaruk (baca: mencari berkah atau ’ngalap berkah’), mereka melakukan yang demikian untuk mendapatkan berkah dari kotoran tersebut. Maka perhatikanlah pembahasan kali ini, agar kaum muslimin sekalian dapat mengetahui manakah cara mencari berkah yang dibenarkan dan manakah yang dilarang oleh agama ini.
Keberkahan Hanya dari Allah
Mencari berkah atau tabaruk adalah meminta kebaikan yang banyak dan meminta tetapnya kebaikan tersebut. Dalam Al Qur’an dan hadits menunjukkan bahwasanya keberkahan hanya berasal dari Allah semata dan tidak ada seorang makhluk pun yang dapat memberikan keberkahan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Allah yang memberikan berkah, telah menurunkan Al Furqaan (yaitu Al Qur’an) kepada hamba-Nya” (Al Furqon: 1), yaitu menunjukkan banyaknya dan tetapnya kebaikan yang Allah berikan kepada hamba-Nya berupa Al Qur’an. Allah juga berfirman yang artinya,”Kami limpahkan keberkahan atasnya dan atas Ishaq” (Ash Shofaat: 113). “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada” (Maryam: 31). Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwasanya yang memberikan berkah hanyalah Allah. Maka tidak boleh seseorang mengatakan,’Saya memberikan berkah pada perbuatan kalian, sehingga perbuatan tersebut lancar’. Karena berkah, banyaknya kebaikan, dan kelanggengan kebaikan hanya Allah yang mampu memberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Berkah yang Tidak Bisa Berpindah secara Dzat
Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah. Al Qur’an dan hadits menunjukkan bahwa sesuatu yang Allah halalkan sebagai berkah ada 2 macam yaitu (1) berkah dari tempat dan waktu, dan (2) berkah dari zat manusia.
Berkah yang pertama ini seperti yang Allah berikan pada Baitul Haram (ka’bah) dan sekeliling Baitul Maqdis. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami” (Al Isro’: 1). Maksud dari memberkahi tempat tersebut adalah memberikan kebaikan yang banyak dan terus menerus di tempat tersebut, sehingga para hamba-Nya senantiasa ingin dan senang berdo’a di tempat tersebut, untuk memperoleh berkah di dalamnya. Ini bukan berarti -seperti anggapan sebagian kaum muslimin- bahwa seseorang boleh mengusap-ngusap bagian masjid tersebut (seperti dinding) untuk mendapatkan berkah yang banyak. Karena berkah dari masjid tersebut bukanlah berkah secara dzatnya, tetapi keberkahannya adalah secara maknawi saja, yaitu keberkahan yang Allah himpun pada bangunan ini yaitu dengan mendatanginya, thowaf di sekeliling ka’bah, dan beribadah di dalamnya yang pahalanya lebih banyak daripada beribadah di masjid lainnya. Begitu juga hajar aswad, keberkahannya adalah dengan maksud ibadah, yaitu seseorang menciumnya atau melambaikan tangan kepadanya karena mentaati dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berkah yang dia peroleh adalah berkah karena mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Umar radhiyallahu ‘anhu telah mengatakan,”Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kamu adalah batu biasa, tidak dapat memberikan manfaat, begitu juga tidak dapat mendatangkan bahaya.” (HR. Bukhari). Maksudnya, hajar aswad tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula memberikan bahaya kepada seseorang sedikit pun. Sesungguhnya hal ini dilakukan dalam rangka melakukan ketaatan kepada Allah dan mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, beliau radhiyallahu ‘anhu mengatakan,”Dan aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku juga menciummu.”
Adapun mendapatkan berkah dari waktu adalah seperti pada bulan Ramadhan. Bulan tersebut disebut dengan bulan yang penuh berkah (banyak kebaikan). Seperti di dalamnya terdapat malam lailatul qodar yaitu barangsiapa yang beribadah pada malam tersebut maka dia seperti beribadah seribu bulan lamanya.
Berkah dari Para Nabi dapat Berpindah secara Dzat
Kaum muslimin, berkah jenis kedua ini adalah berkah yang Allah berikan pada orang-orang mu’min dari para Nabi ‘alaihimus salam. Berkah yang terdapat pada mereka adalah berkah secara dzat (dapat berpindah secara dzat). Seluruh bagian tubuh para Nabi mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, sampai Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, semuanya adalah berkah. Di antara kaum Nabi tersebut ada yang mencari berkah dari badan mereka, baik dengan mengusap-ngusap tubuh mereka atau mengambil keringat mereka atau mengambil berkah dari rambut mereka. Semua ini diperbolehkan karena Allah menjadikan tubuh mereka adalah berkah. Sebagaimana Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, badannya adalah berkah. Hal ini dapat dilihat dalam hadits bahwasanya para sahabat Nabi mengambil berkah dari ludah dan rambut beliau. Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka saling berebut untuk mendapat bekas wudhu beliau.
Berkah secara dzat seperti ini hanya dikhususkan kepada para Nabi ‘alaihimus salam saja dan tidak diperbolehkan bagi selain mereka. Begitu juga para sahabat Nabi sekalipun atau sahabat yang paling mulia dan sudah dijamin masuk surga seperti Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma tidak boleh seorang pun mengambil berkah dari mereka karena hal seperti ini tidak pernah dilakukan oleh para sahabat yang lain kepada mereka berdua, sebagaimana mereka mengambil berkah dari rambut dan keringat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bagaimana Mencari Berkah dari ‘Kebo’ [?]
Sebagian kaum muslimin saat ini ketika menghadapi kesulitan dalam hidupnya, mereka malah mencari berkah dari para kyai. Mereka menyamakan/meng-qiyas-kan hal ini dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh diambil rambut dan keringatnya sebagai suatu keberkahan, maka menurut mereka para kyai juga pantas untuk dimintai berkahnya baik dari ludahnya atau rambutnya. Bahkan ada pula yang mengambil kotoran kyai/gurunya untuk mendapatkan berkah, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sufi. Tidakkah mereka tahu bahwa mencari berkah secara dzat seperti ini tidak diperbolehkan untuk selain para Nabi?!!
Qiyas (penyamaan hukum) yang mereka lakukan adalah qiyas yang keliru dan jelas-jelas berbeda. Jangankan mencari berkah dari kyai, mencari berkah dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu -sahabat yang mulia, yang keimanannya jika ditimbang akan lebih berat dari keimanan umat ini dan sudah dijamin masuk surga- saja tidak diperbolehkan karena beliau bukan Nabi dan tidak pernah di antara para sahabat yang lain mencari berkah dari beliau radhiyallahu ‘anhu. Apalagi dengan para kyai yang tingkat keimanannya di bawah Abu Bakar dan belum dijamin masuk surga, maka tidaklah pantas seorang pun mengambil berkah darinya.
Maka bagaimana pula dengan mengambil berkah dari kyai -yang tidak punya akal- seperti kerbau ‘Kyai Slamet’?!! Sungguh perbuatan ini tidaklah masuk akal dan tidak mungkin memberikan kebaikan sama sekali, tetapi malah akan menambah dosa. Dosa ini bukan sembarang dosa, namun dosa ini adalah dosa paling besar dari dosa-dosa lainnya yaitu dosa syirik dan Allah Ta’ala berfirman,”Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 116)
Tingkat KesyirikanTabaruk (Mencari Berkah)
Syaikh Sholih Alu Syaikh hafidzohullah menjelaskan bahwa jika kita memperhatikan apa yang dilakukan oleh para penyembah kubur (yang datang ke kuburan para wali dan beribadah kepadanya, -pen) di zaman kita ini, di negeri-negeri yang di sana tersebar berbagai macam kesyirikan, kita akan mendapati di antara mereka ada yang melakukan ibadah sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik terdahulu terhadap laata, ‘uzza, dan dzatu anwat. Para penyembah kubur tersebut duduk-duduk di kuburan atau di sekeliling pagarnya, mereka berada di atas kuburan atau di celah-celah dinding yang mengelilingi kuburan. Mereka berkeyakinan apabila mereka menyentuhnya (dengan tujuan mencari berkah,-pen) seolah-olah mereka menyentuh orang yang berada dalam kuburan tersebut, terhubungkan roh mereka dengannya dan mereka meyakini bahwa orang yang berada di dalam kubur akan menjadi perantara antara mereka dengan Allah. Itulah pengagungan kepada kubur tersebut. Inilah syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam,-pen) karena perkara ini mengandung ketergantungan hati kepada selain Allah dalam mengambil manfaat dan menolak bahaya serta menjadikan perantara antara diri mereka dengan Allah. Perbuatan seperti ini adalah sebagaimana yang dilakukan orang-orang musyrik dahulu (yang telah dianggap kafir oleh Allah dan Rasul-Nya,-pen). Hal ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya,”Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (Az Zumar: 3).
Adapun apabila mereka mengusap-ngusap kubur tersebut dan meyakini bahwa kubur tersebut adalah tempat yang penuh berkah dan hanya sebagai sebab mendapatkan berkah. Maka ini adalah syirik ashgor.
(Sebagian pembahasan di atas diambil dari kitab ‘At
Tamhid lii Syarhi Kitabit Tauhid’ yang ditulis oleh Menteri Wakaf
Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Sholih Alu Syaikh -semoga Allah menjaga
beliau-)
Wahai kaum muslimin, inilah tingkat kesyirikan tabaruk. Seseorang
bisa keluar dari Islam disebabkan melakukan perbuatan syirik akbar ini.
Maka renungkanlah, apakah perbuatan lain yang merupakan bentuk mencari
berkah seperti ‘grebeg mulud’ (tumpukan tumpeng yang saling diperebutkan pada hari ‘maulud Nabi’)
termasuk mencari berkah yang disyari’atkan atau tidak. Benarkah tumpeng
yang diambil berkahnya tersebut bisa melariskan dagangan, melancarkan
rizki seseorang, bisa membuat seseorang mendapatkan jodoh?!!Semoga Allah menunjukkan kita kepada kebenaran dan meneguhkan kita di atasnya. Sesungguhnya Allah menunjuki pada jalan yang lurus bagi siapa yang dikehendaki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar