PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Selasa, 03 Juli 2012


Iman dan Ujian

Segala puji hanya milik Allah yang membolak-balikkan hati, Dia sesatkan hati orang yang dikehendaki-Nya, dan Dia beri petunjuk hati orang yang dikehendaki-Nya. Shalawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Rasul-Nya, keluarganya dan semua sahabatnya.
Di tengah bertubi-tubinya ujian yang menimpa kaum muwahhidin baik itu yang berbentuk penindasan, penyiksaan fisik maupun mental, pemenjaraan, pengisolasian dari dunia luar, atau penyulitan lapangan kerja atau pengusiran atau bahkan iming-iming kemudahan dan fasilitas yang dilakukan para thaghut dan kaki tangannya, kadang membuat sebagian orang futur dan mundur serta meninggalkan prinsip tauhid yang selama ini dianut dan diperjuangkannya. Dan tidak sedikit dari mereka itu ada orang-orang yang menjual diennya kepada thaghut dengan imbalan fasilitas dunia yang fana. Ini banyak disebabkan oleh karena ketidaktsiqahan mereka dengan prinsip yang dianutnya selama ini atau karena lemahnya keimanan terhadap janji-janji Allah dan ancaman-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di dalam hadits shahih:

ثَلَاثٌمَنْكُنَّفِيهِوَجَدَبِهِنَّحَلَاوَةَالْإِيمَانِ:مَنْكَانَاللَّهُوَرَسُولُهُأَحَبَّإِلَيْهِمِمَّاسِوَاهُمَا،وَأَنْيُحِبَّالْمَرْءَلَايُحِبُّهُإِلَّالِلَّهِ،وَأَنْيَكْرَهَأَنْيَعُودَفِيالْكُفْرِبَعْدَأَنْأَنْقَذَهُاللَّهُمِنْهُكَمَايَكْرَهُأَنْيُقْذَفَفِيالنَّارِ

“Tiga hal yang barangsiapa terkumpul hal itu padanya, maka dia dengannya mendapatkan halawatal iman (manisnya iman): (yaitu) Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai dari selain keduanya, dan dia mencintai seseorang seraya tidak mencintainya kecuali karena Allah, serta dia tidak menyukai kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana dia tidak menyukai dilemparkan ke dalam neraka”.
Bila halawatul iman ini ada pada diri seseorang, maka segala penderitaan di jalan Allah yang menimpanya akan semakin menambah halawatul imanyang dia rasakan serta menambah keyakinan dia terhadap kebenaran prinsip yang dipegangnya serta membuat keterheranan musuh terhadap sikap orang ini.
Tidak akan meyakini hal ini kecuali orang yang masuk ke dalam tauhid ini dan komitmen dengannya, semakin besar pengorbanan di dalam dien ini maka semakin besar pula halawatul iman yang dirasakan dan semakin tinggi pula keyakinan akan kebenaran hal itu…
Berikut ini contoh-contoh yang dialami para sahabat yang mesti menjadi renungan bagi kita:
  1. Kisah Utsman Ibnu Madh’un radliyallahu ‘anhu:

روى ابن إسحاق بسنده إلى عثمان بن مظعون انه لما رجع من الهجرة الأولى الى الحبشة دخل مكة في جوار الوليد بن المغيرة فلما رأى المشركين يؤذون المسلمين وهو امن رد على الوليد جواره فبينما هو في مجلس لقريش وقد وفد عليهم لبيد بن ربيعة فقعد ينشدهم من شعره فقال لبيد الا كل شيء ما خلا الله باطل فقال عثمان بن مظعون صدقت فقال لبيد وكل نعيم لامحالة زائل فقال عثمان كذبت نعيم الجنة لايزول فقال لبيد متى كان يؤذى جليسكم يا معشر قريش فقام رجل منهم فلطم عثمان فاخضرت عينه فلامه الوليد على رد جواره فقال قد كنت في ذمة منيعة فقال عثمان ان عيني الأخرى لما أصاب أختها لفقيرة فقال له الوليد فعد الى جوارك فقال (عثمان) بل ارضى بجوار الله تعالى (فتح البارى ٧/٥٣٨)

“Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Utsman Ibnu Madh’un bahwa ia tatkala pulang dari hijrah pertama ke Habasyah, ia masuk kota Mekkah dalam jaminan Al Walid Ibnul Mughirah. Kemudian tatkala ia melihat kaum musyrikin menyakiti kaum muslimin sedangkan ia aman, maka ia mengembalikan kepada Al Walid jaminannya. Suatu ketika ia berada dalam satu majlis orang-orang Quraisy sedangkan telah datang kepada mereka Lubaid Ibnu Rabi’ah, terus Lubaid duduk seraya melontarkan syair-syairnya kepada mereka. Lubaid berkata: “Ingatlah, segala sesuatu selain Allah adalah bathil.” Maka Utsman berkata: “kamu benar.”
Terus Lubaid berkata: “Dan setiap kenikmatan itu pasti akan lenyap.”
Maka Utsman berkata: “Kamu salah, kenikmatan surga itu tidak akan lenyap.”
Maka Lubaid berkata: “Kapan waktunya kawan duduk kalian ini disakiti wahai Quraisy?”
Maka seorang dari mereka berdiri dan melempar Utsman sampai matanya memar membiru. Al Walid menyalahkan Utsman karena mengembalikan jaminannya, dia berkata: “Sungguh kamu sebelumnya berada dalam jaminan yang kokoh.”
Maka Utsman berkata: “Sesungguhnya mataku yang sebelah lagi sangat membutuhkan terhadap apa yang menimpa saudaranya (maksudnya mata yang sudah membiru).”
Maka Al Walid berkata: “Kembalilah kamu kepada jaminanmu,” maka Utsman berkata: “Tapi saya ridla dengan jaminan Allah ta’ala.” [Fathul Bari 7/538]
Ibnu Katsir berkata tentang kisah penyiksaan Bilal radliyallahu ‘anhu:“…..sesungguhnya mereka (musyrikin) meletakkan batu besar di atas dadanya dalam kondisi panas yang sangat membakar, dan mereka menyuruhnya untuk (mengucapkan) kemusyrikan kepada Allah, namun ia menolaknya dan malah mengatakan Ahad… Ahad… dan berkata:

والله لو أعلم كلمة هي أغيظ لكم منها لقلتها

“Demi Allah, seandainya aku mengetahui suatu ucapan yang lebih membuat kalian geram darinya tentu aku mengucapkannya”. [Tafsir Al Qur'an Al Adhim, surat An Nahl: 106]
Beliau berkata juga di tempat yang sama: “Begitu juga Habib Ibnu Zaid Al Anshari tatkala Musailamah Al Kadzdzab berkata kepadanya: “Apa kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?” Maka ia berkata: “Ya”. Terus Musailamah berkata: “Apa kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?” Maka ia berkata: “Saya tidak mendengar”. Maka diapun terus mencincangnya, anggota badan demi anggota badan sedangkan ia teguh di atas hal itu….”
Allahu akbar…. Model iman seperti itulah yang membuat musuh mati kutu dalam menghadapi orang-orang semacam itu dan berdecak kagum di dalam hatinya terhadap orang-orang semacam ini…. Ibnu Katsir berkata lagi tentang kisah keteguhan Ash Shahabiy Abdullah Ibnu Hudzafah radliyallahu ‘anhu: (Al Hafidh Ibnu ‘Asakir menuturkan dalam biografi Abdullah Ibnu Hudzafah As Sahmiy salah seorang sahabat yang ditawan Romawi, dimana mereka membawanya kepada raja mereka. Si raja berkata kepadanya: “Masuk Nasranilah kamu, dan aku akan memberikan separuh kerajaanku kepadamu dan akan aku nikahkanmu dengan putriku”. Maka ia berkata kepada si raja: “Seandainya kamu memberikan kepadaku seluruh kekuasaanmu dan seluruh yang dikuasai bangsa arab dengan syarat aku murtad dari dien Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam walau sekejap mata saja tentu aku tidak akan melakukannya”. Si raja berkata: “Kalau begitu maka aku akan membunuhmu”. Ia berkata: “Terserah kamu”. Maka si rajapun menyuruhnya agar ia disalib dan dia memerintahkan para pemanah agar memanahnya dekat kedua tangan dan kedua kakinya sedang dia terus menawarkan agama nasrani kepadanya, namun ia tetap menolak. Maka si raja memerintahkan agar ia diturunkan (dari tiang salib), kemudian memerintahkan agar dipasang periuk -dan dalam satu riwayat: sapi yang terbuat dari tembaga- terus dipanaskan, dan didatangkan seorang tawanan muslim kemudian dilemparkan (ke dalamnya) sedang ia memandanginya maka si tawanan itu tinggal tulang yang terkelupas (dagingnya), dan si raja menawarkan agama Nasrani kepadanya namun ia tetap menolak. Maka si rajapun memerintahkannya agar ia dilemparkan ke dalamnya, maka ia pun diangkat di dalam timbangan untuk dilemparkan ke dalamnya, dan ia pun menangis, maka si raja memiliki harapan lagi (bahwa ia masuk Nasrani) dan dia pun memanggilnya. Kemudian ia ternyata mengatakan: “Sesungguhnya aku menangis hanyalah karena aku ini hanyalah satu jiwa yang dilemparkan sesaat kedalam periuk ini karena Allah, dan sungguh aku menginginkan seandainya aku memiliki jiwa sejumlah rambut yang ada di badanku yang semuanya disiksa dengan siksaan ini karena Allah”, dan di dalam satu riwayat bahwa si raja memenjarakannya dan tidak memberinya makanan dan minuman beberapa hari. Terus dia mengirimkan kepadanya khamr dan daging babi, namun ia sama sekali tidak mendekatinya. Kemudian si raja memanggilnya dan bertanya: “Apa yang menghalangimu dari memakannya?” Maka ia berkata: “Sesungguhnya ia itu telah halal bagiku, namun aku tidak mungkin membuatmu senang dengan sebabku.” Maka si raja berkata kepadanya: “Ciumlah kepalaku dan aku akan melepaskanmu.” Maka ia berkata: “Dan kamu membebaskan bersamaku juga seluruh tawanan kaum muslimin?” Si raja berkata: “ya”. Maka ia pun mencium kepalanya dan diapun membebaskannya dan membebaskan bersamanya seluruh tawanan kaum muslimin yang ada padanya. Kemudian tatkala ia kembali, maka Umar Ibnul Khaththab radliyallahu ‘anhu berkata: “Hak atas setiap muslim untuk mencium kepala Abdullah Ibnu Hudzafah, dan sayalah yang memulai, maka beliaupun mencium kepalanya radliyallahu ‘anhu”. [Tafsir Ibnu Katsir, tafsir ayat 106 An Nahl]
Subhanallah… Iming-iming yang menggiurkan banyak para aktivis masa kini dan menyeret mereka ke dalam kemurtaddan, tapi itu tidak menggoyahkan iman Abdullah Ibnu Hudzafah radliyallahu ‘anhu sedikitpun bahkan ia menimpali tawaran itu dengan hal yang lebih mencengangkan si kaisar Romawi, yaitu ucapannya “Seandainya kamu memberikan kepadaku seluruh kekuasaanmu dan seluruh yang dikuasai bangsa arab dengan syarat aku murtad dari dien Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam walau sekejap mata saja tentu aku tidak akan melakukannya”. Itulah iman yang sudah terpancang di dalam jiwa… apa artinya kekuasaan di dunia ini bila di atas kekafiran, dimana ia hanya sementara dan pasti di akhiri dengan kematian mau tidak mau dan setelah itu adzab neraka yang kekal abadi tanpa ada akhir…. Mana kekuasaan fir’aun zaman dulu dan mana kekuasaan fir’aun-fir’aun zaman ini dan para aparatnya yang angkuh yang sudah ada di alam qubur….?!!
Ancaman dan pemandangan penyiksaan yang dirasakan dan disaksikan Ibnu Hudzafah radliyallahu ‘anhu sama sekali tidak mencemaskan hatinya sama sekali, karena derita di jalan Allah adalah kenikmatan yang hanya dirasakan oleh orang yang beriman yang lebih memilih apa yang ada di sisi-Nya yang tertarbiyah dengan Laa ilaaha illallaah dengan makna dan pengamalan dan konsekuensi yang sebenarnya… Orang yang paham betul bahwa setelah penyiksaan sesaat itu ada nikmat abadi yang tidak ada kekeruhan sedikitpun bila ia komitmen dengan prinsip tauhidnya….
Dengan macam orang seperti itulah Islam yang menyebar kemana-mana, pasukan yang menyebarkan Islam untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan terhadap thaghut kepada penghambaan diri terhadap Allah ta’ala saja. Islam tidak tersebar dengan para du’at yang menjadi bagian sistim thaghut yang mengusung demokrasi, tidak pula oleh para ulama suu yang selalu menggendangi apa yang menjadi kebijakan para thaghut negeri yang tidak berani mengingkari kekafiran dan kedzaliman thaghut-thaghut itu, dan tidak pula oleh para du’at yang mengesahkan kepemimpinan para thaghut itu terhadap umat mustadl’afah. Justeru mereka semua adalah para penipu manusia dan para pembius umat sehingga umat menjadi mati rasa terhadap penjajahan orang-orang kafir itu….
Ujian dalam mempertahankan prinsip al haq di hadapan penguasa yang dzalim atau yang kafir itu adalah suatu kelaziman bagi duat dan ulama al haq… Sungguh Al Imam Ar Rabi’ Ibnu Anas Al Kharsaniy sebagaimana yang dikatakan Al Imam Adz Dzahabiy: “Ibnu Abi Dawud berkata: Ia di penjara 30 tahun di Marw….” (Siyar A’lamin Nubala 6/170, dari Laa Dlaira Syaikhanaa, Lakum Sijn Wa Lahum Sijjin milik Abu Hammam: 7)
Ar Rabi’ Ibnu Sulaiman berkata: “Adalah Al Buwaithi selalu menggerakkan kedua bibirnya dengan dzikrullah, dan saya tidak melihat seorangpun yang lebih cepat mengutarakan hujjah dari Kitabullah daripada Al Buwaithiy. Dan sungguh saya pernah melihatnya di atas bighal sedang dilehernya dipasang belenggu dan di kedua kakinya ada borgol, sedang diantara borgol dengan belenggu dipasang rantai yang digelantungi batu bata yang beratnya 40 rithl, sedangkan beliau mengatakan: Allah menciptakan makhluq itu hanyalah dengan “كن“, dan seandainya “كن” itu adalah makhluq maka seolah-olah makhluq diciptakan oleh makhluq, dan seandainya saya dimasukkan ke hadapan dia, tentu saya akan berkata jujur apa adanya kepada dia, yaitu Al Watsiq, dan sungguh saya akan mati di dalam besi saya ini sehingga akan datang kelak orang-orang yang mengetahui bahwa telah mati dalam permasalahan ini suatu kaum di dalam besi (yang merantai) mereka”. (Tarikh Baghdad 14/302, lihat laa Dlaira hal 8)
Al Imam Adz Dzahabiy rahimahullah berkata: “Al Imam Al Buwaithiy telah meninggal dalam borgolnya dalam kondisi di penjara di Irak tahun 231 H”(Siyar A’lamin Nubala 12/61, lihat Laa Dlaira hal 8)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dipenjara berkali-kali karena prinsipnya sampai meninggal dunia di dalam penjara…..
Kisah Imam Ahmad rahimahullah dengan penyiksaan dan pemenjaraan yang beliau alami karena prinsipnya sangatlah masyhur….
Al Ustadz Sayyid Quthub rahimahullah digantung rezim thaghut Mesir karena prinsip tauhidnya….
Ratusan ribu bahkan tidak mustahil lebih dari itu ikhwan tauhid di seluruh dunia yang dipenjara oleh para rezim fir’aun-fir’aun masa kini karena prinsip tauhid mereka yang menolak tunduk kepada kethaghutan rezim-rezim itu….
Yang lainnya berada dalam kondisi mencekam dan ketakutan dari tindakan jahat para bala tentara iblis yang sedang berkuasa…
Tapi para thaghut dimana saja jangan berbangga diri, karena tekanan-tekanan kalian itu justeru malah makin menambah jumlah orang-orang yang kembali kepada tauhid dan mengenali hakikat kalian sebenarnya… Lihatlah ke semua belahan dunia tentu kalian melihat realita, karena yang kalian perangi dan kalian lawan itu adalah kekuatan Allah ta’ala yang tak akan pernah sirna, tapi Dia ta’ala menguji orang-orang yang dicintai-Nya dengan penguasaan orang-orang yang dimurkai-Nya sementara agar kaum muslimin berbenah diri dan meninggalkan dosa-dosa serta kembali bangkit mengembalikan kekuasaan hukum Allah di bumi ini yang beberapa waktu ini dicengkeram wali-wali syaithan….
Saudaraku, sungguh kita tidak berburuk sangka
Kepada janji Allah Yang Maha Perkasa
Borgol dan Penjara Tak menambah diri kita
Selain keyakinan, keteguhan dan tinggi cita-cita[1]
وصلى الله على محمد واله وصحبه وسلم. والحمد لله رب العالمين
Abu Sulaiman Aman Abdurrahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar