• TIADA KHILAFAH TANPA TAUHID DAN JIHAD
    الطريق إلى استئناف حياة إسلا مية وقيام خلا فة راشدة على ضوء الكتاب والسنة

    PENULIS: ABDUL MUN’IM MUSTHAFA HALIMAH
    ”ABU BASHIR”

    ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN
    DITUJUKAN

    Kepada mereka yang sesat jalan dan salah jalan kemudian mereka mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran…

    Kepada mereka yang telah menyia-nyiakan kemampuan dan waktu – dalam jalan-jalan yang bengkok lagi salah – tanpa manfaat atau faidah…!!!

    Kepada mereka yang membuat kerusakan dan tidak membuat perbaikan, kemudian mereka mengira bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya atau bahwa mereka berada di pintu dari pintu-pintu Islam…!!!

    Kepada para pemuda Hizbut Tahrir yang disesatkan yang mencari kebenaran seraya jauh dari ta’ashshub kepada hizbnya dan kepada arbabul hizb…!!!

    Kepada para pencari kebenaran dan dalil – apa saja golongan mereka – seraya jauh dari ta’ashshub kepada hawa nafsu, tokoh dan partai…!!!

    Kepada mereka semuanya saya persembahkan kitab ini seraya mengharap semoga ia bagi mereka menjadi sebab hidayah dan petunjuk… dan Allah ta’ala memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya…

    BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

    Muqaddimah:1

    Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, meminta ampunan kepada-Nya dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amalan-amalan kami. Siapa orang yang Allah menunjukinya maka tiada satupun yang bisa menyesatkannya, dan siapa yang Dia sesatkan maka tidak satupun yang bisa menunjukinya. Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadati kecuali Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imran: 102).

    “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (An Nisaa’: 1).

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al Ahzab: 70-71).

    Amma Ba’du:

    Sesungguhnya ucapan sebaik-baiknya adalah Kitabullah, dan tuntunan yang paling baik adalah tuntunan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, sedangkan urusan yang paling buruk adalah yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, sedangkan setiap kesesatan adalah di neraka.

    Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil, Pencipta langit dan bumi, Dzat Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata… Engkau memutuskan di antara hamba-hamba-Mu dalam apa yang mereka perselisihkan, berilah kami petunjuk terhadap apa diperselisihkan di dalamnya berupa al haq dengan izin-Mu, sesungguhnya Engkau memberi petunjuk orang yang Engkau kehendaki kepada jalan yang lurus.

    Umat Islam ini masih senantiasa terjaga lagi aman, kokoh lagi tegar di hadapan ketamakan umat-umat kafir dan durjana sepanjang tenggang waktu yang mana ia dipimpin oleh khalifah muslim yang memimpinnya dengan dien, menghukumnya dengan syari’at Rabbul ‘alamin, melindungi kehormatan dan hak-hak kaum muslimin dengan kekuatan sulthan dan menggetarkan musuh-musuh mereka dengan jihad yaitu dari berani melakukan sikap lancang…

    Saat itu kaum muslimin berada dalam kebaikan, ‘izzah, kemuliaan dan haibah (disegani), yang mana musuh berhitung seribu kali sebelum berfikir untuk melakukan sedikit penganiayaan, sampai akhirnya runtuh akhir pilar-pilar Khilafah Utsmaniyyah di awal abad ini yang telah lalu dengan perbuatan dan taqshir kaum muslimin itu sendiri dan dengan makar yang dahsyat yang dirancang dan direncanakan oleh semua kekuatan kafir, thaghut dan kezaliman di dunia ini.

    Dan dari saat itu – yaitu semenjak kejatuhan Khilafah Utsmaniyyah – runtuhlah tembok yang kokoh yang menghalangi musuh dari merealisasikan keinginannya dan maksudnya di tengah umat ini. Dan memang sungguh jalan di hadapan mereka telah lenggang dan mulus untuk melakukan penganiayaan yang mereka inginkan… kemudian mereka menginvasi negeri kaum muslimin setelah mereka membagi-baginya di tengah mereka – tanpa lelah dan cape -, mereka memperkosa kehormatan dan mereka mengeruk kekayaan alam serta mereka mampu menjauhkan Islam dari realita hidup manusia di semua tingkatan: pemerintahan dan rakyat… kemudian mereka memaksakan hukum-hukum dan undang-undang kafir mereka sebagai pengganti syari’at Rabbul ‘alamin…!

    Dan inilah tujuan mereka terbesar dari invasi dan pendudukan; yaitu bagaimana mereka menjauhkan dien ini dari realita kehidupan, dan bagaimana mereka bisa menghalangi kaum muslimin dari hidup di atas keislaman mereka sesuai dengan cara yang diridlai Rabb mereka swt serta merealisasikan kebahagiaan dan kepemimpinan mereka di dunia dan di akhirat, karena musuh-musuh itu mengetahui benar bahwa rahasia kekuatan kaum muslimin terletak pada keteguhan mereka terhadap ajaran-ajaran dien yang hanif ini, dan bahwa kaum muslimin bisa mengembalikan kejayaan mereka dan peranannya dalam mengendalikan umat-umat dan bangsa-bangsa di waktu yang mana mereka kembali di dalamnya kepada dien mereka dengan benar serta memegangnya dengan serius dan kuat…

    Oleh sebab itu tatkala para penjajah itu hendak keluar – karena banyak sebab yang tidak ada tempat untuk menuturkannya disini – dari negeri kaum muslimin, mereka menempatkan sebagai pengganti mereka para thaghut yang berasal dari bangsa kita dan tanah air kita serta berbicara dengan lisan kita, agar mereka berupaya keras dalam melaksanakan kepentingan-kepentingan mereka dan merealisasikan tujuan-tujuan mereka dan maksud-maksud mereka yang dekat dan jauh – yang mana mereka telah datang untuk hal itu – di negeri kaum muslimin…!

    Mereka menanam para thaghut yang mana mereka itu lebih kafir dan lebih aniaya terhadap umat ini dari kafir penjajah luar, serta mereka lebih antusias – dibandingkan dengan tuan-tuan mereka – terhadap penerapan politik-politik mereka, tujuan-tujuan mereka dan undang-undang mereka2…!

    Kafir penjajah keluar dari negeri kaum muslimin dengan jasadnya, dan ia masih ada di tengah umat dengan tsaqafahnya, adatnya dan undang-undangnya. Ia masih ada di tengah umat dengan bentuk para diktator yang dzalim lagi berkuasa yang ia tempatkan mereka untuk menjaga kepentingan-kepentingan mereka dan tujuan-tujuan mereka…!

    Oleh sebab itu sesungguhnya hengkangnya mereka itu adalah gambaran saja bukan sebenarnya, dan bahwa umat ini sampai hari ini masih dijajah dan diperbudak oleh kekuatan kafir dengan nama-nama Islamiyyah dan ‘Arabiyyah yang lokal yang mana mereka itu lebih dahsyat penindasannya dan permusuhannya terhadap Islam dan kaum muslimin daripada musuh-musuh mereka yang asli…!

    Para thaghut hukum itu sampai saat ini masih senantiasa mendapatkan dukungan, sokongan, perlindungan, dan penutup-nutupan akan kebejatan-kebejatan mereka terhadap rakyatnya dari pihak tuan-tuan mereka dan auliyanya di barat yang salibis, sesuai kadar dan upaya yang mereka kerahkan dalam khidmat kepada mereka dan kepada tujuan-tujuannya serta politik-politiknya di kawasan itu; oleh sebab itu kita melihat para thaghut kekafiran berlomba-lomba di antara mereka dalam berkhidmat kepada para tuan mereka dan dalam merealisasikan mereka dengan penuh keseriusan dan giat. Bila salah satu di antara mereka melangkah satu langkah di jalan ini maka yang lain melangkah sepuluh langkah karena khawatir didahului yang lain dalam meraih ridla para tuan dan dalam menggapai cinta kasih mereka, dan agar mereka tidak marah kepadanya terus melengserkannya dari kursi kekuatan dan menggantinya dengan orang lain yang lebih setia kepada mereka daripada dia…!!

    Semenjak itu maka pikiran para du’at yang berjuang untuk Islam terfokus pada jalan yang melaluinya mereka mampu mengembalikan bagi umat ini kehidupannya yang Islamiyyah, serta mereka mengembalikan untuknya kekuasaannya dan khilafahnya yang rasyidah setelah ia dilenyapkan dari alam wujud…

    Dan umat sejak waktu itu hingga saat ini senantiasa mempersembahkan syahid demi syahid dari kalangan anak-anaknya – fi sabilillah – demi tegaknya Khilafah rasyidah yang mengayomi seluruh kaum muslimin di seluruh belahan bumi dengan berbagai warna kulit, bahasa, negara, dan bangsa mereka. Ia merasakan kepedihan-kepedihan mereka dan impian-impian mereka, disana mereka mendapatkan perlindungan yang dengannya mereka berlindung dari bahaya-bahaya musuh yang mengelilingi mereka dari segala penjuru.

    Dan pengerahan upaya, pemberian dan jihad serta sesuatu yang ditawarkan adalah Khilafah rasyidah yang mana tidak tegak bagi dien ini dan hukum-hukumnya secara sempurna kecuali dengannya, dan tidak ada keamanan dan kenyamanan bagi kaum muslimin dan bagi negeri-negeri mereka dari gangguan musuh-musuhnya kecuali dengannya, serta tidak ada rasa kapok bagi orang-orang dzalim dan para perampok kecuali dengannya. Oleh sebab itu diriwayatkan dari Khalifah ketiga Utsman Ibnu ‘Affan ra bahwa ia berkata: “Sesungguhnya Allah membuat jera dengan sulthan suatu yang tidak jera dengan Al Qur’an”. Jadi Al Qur’an Al Karim mesti memiliki kekuatan dan kekuasaan yang melindunginya dan menerapkannya terhadap manusia, mengayominya serta menjaga hukum-hukum dan syari’at-syari’atnya. Al Qur’an dan pedang penguasa keduanya berjalan berdampingan, satu sama lain saling mendukung, bila salah satunya lemah pengaruhnya dari menyokong yang lain maka perjalanan Islam – tidak bisa dipungkiri – mengalami kelemahan, keterpurukan dan keterbelakangan.

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Imam itu hanyalah perisai yang dilakukan perang di belakangnya dan dijadikan tempat perlindungan.” (Muttafaq ‘alaih).

    Dan dari Abi Bakrah, berkata: “Saya mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Sulthan itu adalah payung Allah di bumi, siapa yang memuliakannya maka dia telah memuliakan Allah, dan siapa yang menghinakannya maka Allah menghinakan dia.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah, Syaikh Nashir berkata dalam Takhrijnya 1024: hadits hasan).

    Sulthan muslim yang adil adalah payung Allah di bumi ini, karena ia berjuang untuk menerapkan hukum-hukumnya dan syari’at-syari’atnya di bumi ini, dan dengannya kehormatan dien ini terjaga dan panji-panjinya tinggi berkibar.

    Umar Ibnul Khaththab ra berkata: “Tidak ada Islam tanpa jama’ah, dan tidak jama’ah tanpa imarah serta tidak ada imarah tanpa mendengar dan ketaatan.”

    Dan ini adalah hal-hal yang saling berkaitan dan saling mengharuskan, salah satunya mengharuskan dan menguatkan yang lain serta menghantarkan kepadanya, tidak tegak baginya kecuali dengannya.

    Oleh sebab itu kita tidak menyelisihi al haq dan kebenaran bila kita katakan bahwa ‘amal dalam rangka menegakkan Khilafah rasyidah adalah tergolong tujuan tertinggi dan teragung dien ini, dan tidak ada tujuan yang digapai oleh kaum muslimin yang lebih tinggi dari penegakkan khilafah rasyidah selain tujuan tauhid yang untuknya Allah menciptakan makhluk, dan Dia mengutus para rasul serta Kitab-kitab Dia turunkan, dan di jalannya segala tujuan dianggap murah dan dikerahkan segala yang mahal dan berharga.

    Khilafah, shultan, negara dan makna-makna syaukah dan kekuatan lainnya semuanya masuk sebagai sarana-sarana yang langsung dan penting dalam rangka merealisasikan tauhid di bumi ini, serta dalam rangka menggusur manusia dari peribadatan terhadap manusia kepada peribadatan terhadap Rabb manusia, dan dari kezaliman agama-agama kepada keadilan Islam, serta dari kesempitan dunia dan penjaranya kepada keluasan akhirat dan surganya.

    Dan dari sini datang pentingnya penyiapan bahts yang saya namakan “Ath Thariq Ilaa Isti-nafi hayatin Islamiyyah Wa Qiyam Khilafatin Rasyidah ‘Ala Dlail Kitab Was Sunnah” terutama sesungguhnya banyak dari kalangan aktivis di bidang dakwah terhadap dien ini telah salah dan sesat dari jalan yang syar’iy lagi shahih…!

    Dan ucapan saya “’Ala Dlail Kitab Was Sunnah”, yaitu bahwa saya komitmen dengan dalil-dalil Al Kitab Was Sunnah – yang dengannya hujjah tegak – dalam setiap apa yang saya tetapkan dan saya jelaskan dalam bahts ini. Dan ini apa yang akan bisa dilihat oleh pembaca dengan jelas Insya Allah ta’ala.

    Kami memohon kepada Allah ta’ala pelurusan, taufiq dan penerimaan… sesungguhnya Dia ta’ala Maha Mendengar lagi Maha Dekat…

    Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penghulu kita, Nabi kita, pengajar kita dan panglima kita Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya…

    Hukum Amal Dalam Rangka Menegakkan

    Khilafah Rasyidah Dan Mengangkat Imam Adil

    Yang Umum Memimpin Seluruh Kaum Muslimin

    Kaum muslimin ijma atas kewajiban amal dalam rangka menegakkan Khilafah rasyidah dan mengangkat imam ‘aam sebagai khalifah yang memimpin seluruh kaum muslimin. Dan kewajiban disini mengena kepada seluruh orang yang mampu untuk mengerahkan kemampuan demi tujuan umum yang besar ini serta sesuai kemampuannya, sebagaimana sesungguhnya dosa mengena kepada seluruh orang yang memiliki kemampuan untuk mengerahkan suatu hal kemudian dia taqshir dalam mengerahkan kemampuan yang dia kuasai itu, dan dosa tersebut mengena terhadap pelakunya sesuai kadar taqshir dan tafrith yang dia lakukan, karena ruang lingkup taklif berdiri di atas kemampuan dan kekuatan.

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang mati sedang tidak ada atasnya imam maka ia mati dengan mati jahiliyyah.” (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As Sunnah, Syaikh Nashir berkata dalam Takhrij: Isnadnya Hasan: 1057).

    Dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Siapa yang mencopot tangan dari ketaatan maka dia bertemu Allah di hari kiamat seraya tidak memiliki hujjah, dan siapa yang mati sedang di lehernya tidak ada bai’at maka dia mati dengan mati jahiliyyah.” (Muslim).

    Sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “dia mati dengan mati jahiliyyah” yaitu ia mati sebagaimana orang jahiliy mati dalam kejahiliyyahannya tanpa ada imam, tanpa kepatuhan dan tanpa ketaatan, dan inilah ciri yang dengannya jahiliyyah pertama dikenal, dan yang dimaksud bukanlah – sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang – bahwa ia itu mati kafir atau baginya cap kafir seperti orang jahiliy!

    Saya berkata: “Akan tetapi hadits ini memberikan faidah wajibnya menolak suatu sifat yang mana ia tergolong sifat-sifat jahiliyyah pertama, yaitu keadaan orang mati sedang di lehernya tidak ada bai’at kepada imam ‘aam yang ia dengar dan ia ta’ati dalam hal ma’ruf dan al haq.”

    An Nawawiy berkata dalam syarahnya terhadap shahih Muslim 12/205: “Mereka ijma bahwa wajib atas kaum muslimin untuk mengangkat khalifah.” Selesai.

    Al Mawardiy berkata dalam Al Ahkam As Sulthaniyyah 56: “Mengangkat imam bagi orang yang mampu menegakkannya di tengah umat adalah wajib dengan berdasarkan ijma.” Selesai.

    Al Haitsamiy berkata dalam Ash Shawa’iq Al Mukarriqah 17: “Ketahuilah bahwa sahabat radliyallaahu ‘anhu telah ijma bahwa mengangkat imam setelah berlalunya zaman kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban terpenting dimana mereka menyibukkan diri dengannya dari penguburan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.” Selesai.

    Dan dalam firman-Nya ta’ala:

    “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Al Baqarah: 30).

    Al Qurthubiy berkata dalam Tafsirnya 1/264: “Ayat ini adalah dasar dalam mengangkat imam dan khalifah yang didengar dan ditaati, agar persatuan berkumpul dengannya dan hukum-hukum Khalifah diterapkan dengannya. Dan tidak ada perbedaan dalam wajibnya hal itu di antara umat dan tidak pula di antara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al Ashamm – Al Mu’taziliy – sedang dia itu tuli dari syari’at ini.” Selesai.

    Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Wajib diketahui bahwa kepemimpinan urusan manusia adalah termasuk kewajiban terpenting dien ini, bahkan dien ini tidak bisa berdiri kecuali dengannya.” Selesai.

    Al Imam Ahmad berkata: “Adalah fitnah bila tidak ada imam yang mengayomi urusan kaum muslimin.”

    Saya berkata: “Dan fitnah macam apa yang dirasakan kaum muslimin – pada zaman ini – di dalam dien dan kehidupan mereka yang lebih besar dari apa yang mereka alami ini, yaitu berupa ketelantaran, kenistaan dan kehinaan…”?!

    Dan pajak macam apa ini yang mereka bayarkan dengan harga yang mahal dalam dien mereka, kehormatan mereka, harta mereka, kemuliaan mereka dan harga diri mereka serta seluruh apa yang mereka miliki dengan sebab lenyapnya negara Islam yang melindungi mereka dan mengayomi urusan-urusan mereka?!

    Darah paling murah yang ditumpahkan di muka bumi ini – pada zaman ini – adalah darah orang muslim, dan kehormatan termurah yang dicabik-cabik di muka bumi ini adalah kehormatan orang Islam. Setiap orang ada yang menangisinya dan membela-belanya kecuali orang muslim, dia tidak memiliki yang menangisi dan yang membela-belanya di Persekongkolan Bangsa-Bangsa. Setiap orang memiliki negara yang ia berlindung kepadanya dan cenderung kepadanya kecuali orang muslim dia tidak memiliki hak untuk memiliki negara yang mana ia cenderung kepadanya dan berlabuh di dalamnya, semua itu dengan sebab ketidakadaan al Imam al ‘aam – sebagaimana yang dikatakan Al Imam Ahmad – yang mengayomi urusan kaum muslimin dan melindungi mereka!

    Oleh sebab itu musuh yang kafir sejak dulu dan masih senantiasa berupaya untuk memperuncing perselisihan dan perpecahan di antara kaum muslimin demi menghalangi mereka dari tegaknya proyek Islamiy mereka yang umum yang bisa mengangkat mereka pada tingkatan diperhitungkan dan memimpin.

    Materi adalah sangat penting dan sangat wajib – sebagaimana yang telah lalu – akan tetapi di zaman kita ini didapatkan – dari kalangan muslimin – orang yang mengangkat syi’ar Khilafah dan Khalifah dengan gambaran yang buruk rupa dan menyimpang, yang menghantarkan kepada kebalikan maksudnya dan (kebalikan) apa yang mereka dengung-dengungkan…!

    Mereka mengangkat syi’ar khilafah – dan alangkah mudahnya itu – tanpa meniti jalan-jalan syar’iy yang shahih yang memungkinkan mereka dari menerapkan syi’ar yang besar ini kepada dunia realita dan wujud…!

    Segolongan dari mereka – yang terwakili oleh Hizbut Tahrir (HT) – tidak ada pembicaraan bagi mereka kecuali tentang Khilafah dan eksistensinya, sampai tidak pernah kosong buletin dari buletin-buletin mereka kecuali di dalamnya ada penyebutan Khilafah, akan tetapi mereka pada waktu yang sama telah membatasinya dengan batasan-batasan dan mensyaratkan baginya syarat-syarat yang tidak ada dalilnya, yang intinya bahwa mereka ini sebenarnya tidak menginginkan khilafah ini bisa berdiri, dan bahwa mereka dengan syarat-syarat mereka yang rusak ini adalah batu sandungan sebenarnya di hadapan setiap proyek Islamiy yang serius yang memiliki tujuan penegakkan daulah Islamiyyah atau khilafah rasyidah di atas minhaj an nubuwwah.3

    Oleh sebab itu kita mendapatkan mereka menebarkan keraguan dan mencela terhadap gerakan jihad mana saja yang serius berupaya memulai kehidupan Islamiy bagi umat ini dan berupaya menegakkan Khilafah rasyidah. Mereka menerka-nerka niat-niat manusia pilihan dari kalangan mujahidin, dan mereka melemparnya dengan tuduhan – karena sikap hasud mereka tanpa dasar ilmu dan dalil – bahwa para mujahidin itu para pengkhianat dan boneka Amerika serta negara-negara barat lainnya, serta bahwa para mujahidin itu adalah sebagai alat yang mudah digunakan di tangan-tangan para pemerintah thaghut, yang mana para thaghut itu mengendalikan para mujahidin untuk kepentingan-kepentingan khusus mereka kapan saja mereka mau dan sesuai kemauan mereka serta dalam arah yang mereka mau…4

    Dan kelompok lain – yang terpedaya dengan kelapangan hidup – ia terbawa alur semangat dan perasaan, dan ia memetik segala sesuatu sebelum waktunya serta sebelum menyiapkan baginya batasan minimal dari sebab-sebab yang bisa menghantarkan kepadanya. Dia mengumumkan di hadapan publik bahwa ia akan menegakkan Khilafatul Islam disini di Inggris seraya melempar jauh-jauh semua sunnah kauniyyah, sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang mesti diperhatikan dan diperhitungkan saat bergerak dan beramal dalam rangka mencapai tujuan yang agung ini. Dia membuat manusia menertawakannya dan mentertawakan metode-metode dan cara-caranya, serta ia menyediakan kesempatan yang luas bagi orang-orang yang suka menggunjing untuk menggunjing dia dan khilafah yang ia inginkan!!

    Dan kelompok ketiga, melampau batas semangat sampai pada tingkat lancang di dalamnya terhadap Allah ta’ala dan dien-Nya serta hamba-hamba-Nya, dimana dia merasa bangga dengan suatu yang bukan miliknya, serta dia memamerkan suatu yang tidak ada padanya dan tidak dia miliki, terus dia berkata di hadapan manusia – padahal dia itu banyak memiliki kelemahan, kebodohan, ketidakmampuan dan kehinaan – sayalah Khalifah, saya adalah jama’atul muslimin, dan wajib atas kaum muslimin di seluruh pelosok negeri untuk membai’at saya serta masuk dalam keta’atan kepada saya dan jama’ah saya. Dan siapa yang tidak melakukannya maka vonis-vonis tadllil dan tafsiq – bahkan bisa saja takfier – menjerat dia dan menunggunya, serta dia tidak mendapatkan pada mereka selain bara dan permusuhan5…!!

    Dan mereka semuanya adalah keliru, telah sesat dan menyesatkan, serta mereka telah memasuki rumah bukan dari pintu-pintu dan tempat-tempat memasukinya yang benar. Dan mereka itu mencoreng prinsif Khilafah dalam Islam, baik mereka mengetahui itu ataupun tidak. Dan dengan sikap-sikap mereka yang tadi disebutkan itu mereka menjadi rintangan yang sebenarnya di hadapan setiap upaya serius yang bertujuan untuk memulai kehidupan Islamiyyah dan tegaknya Khilafah rasyidah.

    Dari sini datanglah pertanyaan dan ia muncul dengan sendirinya secara kuat: “Apa jalan yang syar’iy yang wajib ditempuh oleh kaum muslimin untuk memulai kehidupan Islamiyyah dan penegakkan Khilafah rasyidah…??”

    Dan untuk menjawab pertanyaan yang penting ini maka wajib menguasai nash-nash syar’iy yang berkaitan dengan materi ini dan penguasaan akan realita masalah dan kondisi-kondisi yang dihadapi kaum muslimin di seluruh belahan bumi.

    Dan atas dasar ini maka sesungguhnya jawaban teringkas pada dua kalimat yang telah ditegaskan dan diperintahkan oleh syari’at yaitu: I’dad kemudian jihad.6

    Adapun ucapan kami dengan I’dad maka ia adalah menunjukkan akan kewajiban berdasarkan firman Allah ta’ala:

    “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al Anfaal: 60).

    Dari ‘Uqbah Ibnu ‘Amir berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata di atas mimbar: “[Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi] Ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah.” (Muslim).

    Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Siapa yang mengetahui memanah kemudian meninggalkannya maka ia bukan tergolong golongan kami atau dia telah maksiat”. (Muslim).

    Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Orang mu’min yang kuat lebih baik dari orang mu’min yang lemah, dan dalam setiap sesuatu itu terdapat kebaikan, dan berupaya seriuslah terhadap apa yang mendatangkan manfaat buatmu.” (Muslim).

    Dan Allah ta’ala berfirman:

    “Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min.” (Al Munaafiquun: 8).

    Dan agar kekuatan itu milik kaum mu’minin maka mereka itu haruslah kuat dan memiliki kekuatan yang dengannya ‘izzah menjadi milik mereka, kemudian bila ‘izzah lenyap dari kaum mu’minin maka itu tidak terjadi kecuali karena dua sebab:

    Bisa jadi karena lenyapnya iman dari mereka, sehingga dengan itu mereka keluar dari statusnya sebagai orang-orang yang dimaksud dari ayat yang mulia ini.

    Dan bisa jadi sesungguhnya mereka itu tidak mengambil sebab-sebab ‘izzah – atau ada taqshir dari mereka dalam sebagiannya – dan yang di antaranya kekuatan dengan kedua sisinya: materi dan ma’nawiy.

    Oleh sebab itu saya memandang termasuk keselamatan bagi dien seseorang adalah dia menuduh dirinya telah melakukan taqshir (kekurangan) serta membawa dirinya terhadap taqwallah ta’ala dan mengambil sebab-sebab kekuatan setiap kali melihat bahwa ‘izzah tidak ada di pihaknya dan tidak ada di sisinya.

    Dan di antara dalil-dalil yang menunjukkan atas kewajiban I’dad juga adalah bahwa jihad tidak mungkin berjalan tanpa didahului oleh I’dad yang lazim, sedangkan suatu yang mana kewajiban tidak bisa terlaksana kecuali dengannya maka ia adalah wajib, sebagaimana firman Allah ta’ala:

    “dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka.” (At Taubah: 45-46).

    Sebagaimana bahwa tidak I’dad itu adalah qarinah (bukti) yang nyata atas ketidakinginan untuk keluar dalam jihad, maka begitu juga ia adalah bukti atas kemunafikan dan penyakit hati Wal ‘Iyadzu billah.

    Adapun batasan I’dad yang dituntut secara syari’at maka ia adalah batasan istitha’ah, kekuatan dan kemampuan yang dimiliki oleh orang dan ia mampu untuk mengerahkan dan mempersembahkannya.

    Sayyid – rahimahullah – berkata dalam Adh Dhilal 3/1543: “Persiapan dengan apa yang mampu adalah faridlah yang menyertai faridlah jihad, sedangkan nash memerintahkan untuk mempersiapkan kekuatan dengan beraneka ragam macam, warna dan sebab.”

    Dan ia berkata: “Maka ia adalah batas-batas kemampuan maksimal… dimana kelompok muslim tidak meninggalkan satupun dari sebab-sebab kekuatan yang masuk dalam kemampuan mereka.” Selesai.

    Adapun tentang kekuatan yang dimaksudkan penyiapannya maka ia adalah “kekuatan dengan beraneka ragam macam, warna dan sebab” sebagaimana yang telah lalu dari ucapan Sayyid rahimahullah.

    Yaitu segala yang masuk dalam makna kekuatan materi dan non materi;

    Adapun I’dad kekuatan materi maka ia sudah diketahui oleh semua, ia mulai dari penggemblengan seseorang terhadap fisiknya dengan olah badan yang dengannya ia mampu menyesuaikan dan memenuhi panggilan segala macam corak dan fase peperangan sampai itu berujung pada kepemilikan macam senjata paling mutakhir dengan kepiawaian dalam menggunakannya secara baik.

    Namun disana ada makna – yang masuk dalam makan I’dad materi – yang mesti diisyaratkan kepadanya, yang mana sering sekali para penyebar berita bohong mempertentangkannya seraya meragu-ragukan umat akan keabsahannya dan kesyar’iyyannya, yaitu I’dad yang masuk dalam makna ‘amal jama’iy, tandhim dan imarah…

    Ini adalah makna-makna yang saling berkaitan dan saling mengharuskan, sebagiannya menghantarkan kepada sebagian lain, yang mana kaum muslimin tidak akan tegak bangunannya atau amal mereka yang luas yang memayungi umat (tidak) akan berhasil kecuali dengannya, sedang isyarat kepadanya telah lalu.

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bila tiga orang keluar dalam safar maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang sebagai amir.” (Abu Dawud dan yang lainnya, Shahih Al Jami’ Ash Shaghir: 500).

    Bila di antara keharusan keberhasilan safar yang para penempuhnya tidak lebih dari tiga orang adalah imarah, mendengar dan taat maka apalagi amal yang memiliki tujuan (membentuk) kehidupan Islamiyyah dalam tingkat umat dan penegakkan Khilafah rasyidah adalah lebih perlu akan jama’ah, imarah, mendengar dan taat, inilah makna yang diisyaratkan oleh sebagian ahlul ilmi.

    Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al Fatawa 28/390: “Sesungguhnya anak-anak Adam tidak akan tegak mashlahat mereka kecuali dengan ijtima’ (berkumpul) untuk kebutuhan sebagian mereka kepada sebagian, dan saat berkumpul itu mereka mesti memiliki pemimpin, sehingga Nabi saw berkata: “Bila tiga orang keluar dalam perjalanan (safar) maka hendaklah mereka mengangkat salah seorangnya sebagai amir.”

    Al Imam Ahmad meriwayatkan dari Abdullah Ibnu ‘Amr, bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak halal bagi tiga orang yang berada di tengah padang pasir dari bumi ini kecuali mereka mengangkat seseorang sebagai amir atas mereka.” Beliau saw mewajibkan pengangkatan seseorang sebagai amir dalam perkumpulan yang sedikit yang sementara dalam perjalanan sebagai bentuk pengingatan dengan hal itu terhadap macam-macam perkumpulan yang lain, dan dikarenakan Allah ta’ala telah mewajibkan al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar, sedangkan hal itu tidak terealisasi kecuali dengan kekuatan dan imarah. Dan begitu juga hal-hal lain yang Dia wajibkan berupa jihad, keadilan, penegakkan haji, jum’at, ied dan pembelaan orang yang didzalimi, maka hal yang wajib adalah menjadikan imarah (kepemimpinan) sebagai dien dan qurbah (ibadah) yang dengannya ia mendekatkan diri kepada Allah, karena taqarrub kepada-Nya di dalamnya dengan ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya adalah tergolong qurbah yang paling utama.” Selesai.

    Asy Syaukaniy berkata dalam Nailul Authar 8/256 setelah beliau menuturkan hadits-hadits imarah dalam safar: “Di dalamnya terdapat dalil yang menunjukkan bahwa disyari’atkan bagi setiap jumlah yang mencapai tiga orang lebih untuk mengangkat salah seorang mereka sebagai amir atas mereka, karena dalam hal itu terdapat keselamatan dari perselisihan yang menghantarkan kepada kehancuran. Bila tidak mengangkat amir maka setiap orang memaksakan pendapatnya dan melakukan apa yang selaras dengan hawa nafsunya sehingga mereka binasa semua. Dan bila ada amir maka perselisihan bisa diminimalkan dan pendapat menjadi satu. Bila hal ini disyari’atkan bagi tiga orang yang berada di tengah padang pasir atau mereka musafir, maka pensyari’atannya bagi jumlah yang lebih besar yang tinggal di desa-desa dan kota-kota dan mereka membutuhkan (nya) untuk menolak kezaliman dan menyelisihkan perseteruan adalah lebih utama dan lebih layak.” Selesai.

    Ulama Nejed rahimahumullah  berkata: “Dan telah diketahui secara pasti dari dienil Islam bahwa tidak ada dien kecuali dengan jama’ah, tidak ada jama’ah kecuali dengan imamah, dan tidak ada imamah kecuali dengan mendengar dan taat,’ Dan tiga hal ini adalah saling mengharuskan, sebagiannya tidak sempurna dan tidak tegak tanpa yang lainnya. Dan dengannya tegaklah dien dan Islam dan dengannya bereslah (urusan) manusia dalam kehidupan mereka dan tempat kembali mereka. Bila terjadi penelantaran dan taqshir di dalamnya atau dalam sebagiannya maka terjadilah keburukan dan kerusakan sesuai dengan kadar taqshir itu, dan ini mesti. Dan begitulah kerusakan membesar, keburukan beruntun, masalah menjadi-jadi, ketertiban menjadi rusak, dan urusan-urusan dien manjadi tertinggal.”7 Selesai.

    Ini adalah hal yang nyata jelas yang tidak ada kesamaran di dalamnya Insya Allah, dan andaikata tidak ada kasak-kusuk para pematah semangat dari kalangan para penebar isu miring dan adanya orang-orang yang mendengarkan kepada mereka dari kalangan para pemuda, tentulah kami tidak akan menuturkan masalah ini disini.

    Adapun I’dad Ma’nawiy (non materi): maka ia meliputi setiap apa yang masuk dalam pembangunan insan sisi keimanan, wawasan dan akhlak, dan disini kami ingin mengisyaratkan kepada dua hal yang penting yang masuk secara mendasar dalam makna I’dad ma’nawiy, yaitu:

    Pertama: Amal yang serius dalam rangka pembentukan dan pengadaan bibit pilihan yang sampai pada level cerminan dien ini… sampai pada level cerminan akhlak dien ini… sampai pada level tuntutan dan tugas dien ini… sampai pada level menyelami realita yang dialami kaum muslimin. Bibit pilihan yang mampu memikul konsekuensi pengendalian umat ini ke arah kemenangan dan tamkin.

    Bibit mu’min yang tidak mengenal kekalahan dan lari atau murtad, di awal pukulan yang menimpanya… Bibit yang komitmen berjalan di atas jalan jihad sampai individu terakhir darinya… Bibit yang tidak berbelot dari tanggung jawab dan tujuan-tujuannya dengan sebab dalamnya luka dan kepedihan… Bibit yang teguh saat dahsyatnya ujian, ia teguh saat manusia murtad dan disesatkan dari diennya… Bibit yang bila mati sang amir darinya maka datang amir lain yang menggantikannya… Dan mereka seluruhnya adalah layak untuk hal itu…

    Fase dari pembentukan dan pengadaan bibit atau mu’minin muwahhidin pilihan ini mesti bagi kelompok mu’minah yang berjuang dalam membela dien ini untuk melaluinya dan menyempurnakannya terlebih daulu sebelum terjun dalam muwajahah (berhadap-hadapan dalam konflik) bersama jahiliyyah, dan saat ia terjun dalam muwajahah dan setelah ia terjun. Bibit ini tidak akan menjadi bibit kecuali setelah melewati semua tahapan dan fase pembangunan dan tarbiyah dalam semua kondisi dan keadaan; kondisi lapang dan sempit, kondisi susah dan mudah, kondisi penuh ancaman dan bujukan, situasi takut dan aman, situasi kaya dan faqir, serta kondisi mencekam dan senggang.

    Dan inilah yang dilakukan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam fase Mekkah yang mana ia dinilai sebagai fase terbaik untuk membentuk dan mencetak bibit pilihan itu dari kalangan para sahabatnya yang agung. Bibit pilihan ini yang tidak mengenal riddah saat orang-orang menjadi murtad, ia tidak mengenal nifaq saat manusia munafiq, dan ia tidak mengenal lari kabur saat orang-orang lari dari Nabi saw saat situasi genting dan perang berkecamuk. Bibit mu’minah pilihan satu-satunya inilah yang menjadi tumpuan harapan saat situasi genting dan turunnya ujian, dan mereka menjauh saat ketamakan muncul dan pembagian ghanimah.

    Oleh sebab itu tidaklah aneh saat Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata tentang generasi satu-satunya dari kalangan sahabatnya, sebagaimana dalam Ash Shahih dan yang lainnya: “Para imam itu dari Quraisy… selama masih tersisa di antara mereka dua orang,” beliau katakan itu karena beliau mengetahui siapa gerangan para sahabatnya itu, dan apa fase-fase tarbawiyyah yang beliau bentuk mereka di atasnya, dan mereka lewati serta yang menjadikan mereka layak untuk jabatan yang tinggi ini…

    Generasi satu-satunya ini yang semuanya menjadi generasi yang memimpin bagi bangsa-bangsa, kota-kota dan para tentara. Sejarah tidak mengenal generasi yang seperti mereka atau sepadan dengan mereka dalam keadilan, kekuatan dan istiqomah.

    Kami katakan itu dan menekankannya karena sangat pentingnya I’dad ma’nawiy sisi ini, karena kita terbiasa melihat – dan sangat disayangkan – fenomena jatuhnya jama’ah atau harakah dengan jatuhnya sang amir atau sang perintis, dengan sebab ketidakadaan orang yang sepadan yang menggantikannya dan yang memungkinkan baginya untuk melanjutkan perjalanan dalam memimpin ‘amal dan jama’ah terhadap tujuan-tujuannya, serta dalam waktu yang bersamaan orang-orang merasa cocok dengan kepemimpinan dan keamirannya sebagaimana mereka dulu sepakat atas kepemimpinan amir mereka yang pertama.

    Bila termasuk hal mungkin kita menerima adanya perbedaan kecil antara sang amir dengan wakilnya, akan tetapi kita tidak bisa menerima keberadaan perbedaan besar yang membuat celah antara al amir dengan penggantinya, kemudian kita menganggap fenomena ini sebagai fenomena yang sehat atau bisa diterima yang layak untuk amal Islamiy yang besar seperti yang sedang kami bahas ini!.

    Realita yang sakit ini seandainya kita ingin meneliti sebab-sebabnya; tentu kita mendapatkan di antaranya kekhawatiran si perintis atau sang amir – dan sayangnya – dari orang-orang yang sepadan, para pemilik kemampuan dan potensi-potensi yang istimewa, dari menyaingi dia terhadap jabatan imarat, oleh sebab itu ia berupaya untuk menyingkirkan dan menjauhkan mereka serta mendekatkan orang-orang lemah yang ia rasa aman dari menyainginya dalam hal ini, sehingga hasilnya – setelah ia mangkat baik meninggal atau lainnya – adalah kehancuran bagi jama’ah dan amal secara bersamaan, sesuai kadar ketidakmampuan dan kelemahan sang pengganti!!.

    Kedua: Tergolong I’dad ma’nawiy – yang ingin kami isyaratkan kepadanya dengan sangat – adalah amal yang serius yang berkesinambungan untuk merealisasikan tauhid dengan segala macam-macamnya, dan cabang-cabangnya yang sudah baku dalam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah di tengah umat, terutama pada kelompok yang menerjuni tugas dakwah dan ‘amal dalam rangka nushrah dien ini dan meninggikan kalimatnya di muka bumi ini… Kami mengisyaratkan kepada hal penting ini karena tiga sebab:

    Sebab pertama: Bahwa tauhid dalam dien kita dinilai sebagai tujuan bagi segala tujuan yang karenanya Allah menciptakan makhluk, Dia mengutus Rasul-rasul dan Dia menurunkan Kitab-kitab, serta Dia mensyari’atkan jihad dan qital…

    Sebagaimana firman Allah ta’ala:

    “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu.” (An Nahl: 36).

    Dan Dia ta’ala berfirman:

    “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku” (Al Anbiyaa’: 25).

    Dan firman-Nya ta’ala:

    “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz Dzaariyaat: 56).

    Dan firman-Nya ta’ala:

    “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (Al Bayyinah: 5).

    Tauhid adalah tujuan yang tidak ada yang lebih tinggi darinya atau sejajar dengannya, dianggap murah dalam rangka menegakkannya segala tujuan dan maksud saat ada pilihan atau kontradiksi, tidak boleh menelantarkannya dengan tujuan atau hal lain, ia selamanya menjadi prioritas utama saat banyak tugas dan amal yang bertumpuk.

    Penegakkan negara Islam dan pengangkatan imam ‘aam atas kaum muslimin serta tugas-tugas agung lainnya, semuanya masuk sebagai sarana-sarana yang penting dalam rangka merealisasikan tauhid di muka bumi… dalam rangka mengesakan Allah ta’ala saja dengan ibadah. Dan ini adalah hal yang mesti diketahui, dipahami dan diperhatikan oleh para aktivis Islam, dan kalau tidak maka mereka tidak boleh menamakan diri mereka sebagai du’at ilallah dan partai/golongan mereka jangan dinamakan ahzab Islamiyyah. Jama’ah mana saja atau partai mana saja, ia tidak memperhatikan tauhid dalam tugas-tugasnya dan gerakannya di tengah manusia, atau ia tidak memberikan prioritas utama pada tauhid di antara tujuan-tujuan yang ada, maka ia keluar dengan hal itu dari Manhaj para Nabi dalam dakwah kepada Allah ta’ala, sehingga ada dan tidak adanya itu sama.

    Sebab kedua: Bahwa tamkin, kemenangan, istikhlaf (pemberian kepercayaan untuk memimpin) dan keamanan serta kebaikan lainnya yang kita elu-elukan dan kita cari serta kita berupaya ke arah sana… semua itu disyaratkan dengan adanya perealisasian tauhid pada diri kita, jama’ah-jama’ah kita dan masyarakat-masyarakat kita sebagaimana firman Allah ta’ala:

    “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (An Nuur: 55).

    Semua karunia dan kebaikan ini dengan gantinya [mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Ku] maka apakah – kita para du’at khilafah dan para pencarinya – telah merealisasikan hal itu pada diri kita, keluarga kita, jama’ah-jama’ah kita dan umat kita kemudian setelah itu kita memohon kepada Allah ta’ala kemenangan, peneguhan dien ini serta keberkuasaan…?!

    Perealisasian tauhid tergolong sebab paling kuat untuk meraih kemenangan, peneguhan dien ini serta keberkuasaan, dan kebalikannya juga seperti itu, dimana di antara sebab terbesar kekalahan, kegagalan dan kehinaan adalah lenyapnya tauhid dan tidak merealisasikannya pada diri kita, jama’ah-jama’ah kita dan hidup kita… Allah ta’ala berfirman:

    “Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7).

    Yaitu bila kalian menolong Allah dengan menta’ati-Nya, mengibadati-Nya dan mentauhidkan-Nya, maka Dia akan menolong kalian atas musuh-musuh kalian dengan berupa pengokohan-Nya.

    Sebab ketiga: Padahal masalah syirik dan ilhad (kekafiran) sangat merebak di tengah umat dan lemahnya cahaya tauhid di tengah umat ini, akan tetapi banyak dari du’at dan partai-partai serta organisasi-organisasi Islam modern telah melalaikan tauhid! Ia lalai dari inti yang paling pokok yang mana pondasi dan bangunan manapun tidak akan sah tanpa hal itu. Ia disibukkan darinya dengan yang lain dan hal cabang serta dengan hal-hal yang tidak sampai kepada tingkatan mubah atau mandub…!

    Bahkan banyak darinya kita mendapatkannya melakukan kemusyrikan dan jatuh dalam hal yang menohok tauhid, dengan bentuk menganut ajaran demokrasi dan pengaruh-pengaruhnya serta ajaran-ajaran syirik dan paganisme lainnya yang menghantarkan pada penyimpangan-penyimpangan serta penyelewengan-penyelewengan aqidah yang berbahaya yang tidak terpuji ujungnya…8!

    Kami mendapatkannya melakukan syirik dari arah tahakum dia kepada UUD dan aturan-aturan thaghut, menganutnya dan mendakwahkannya…!!

    Kami mendapatkannya melakukan syirik dari sisi cenderung kepada para thaghut, masuk dalam loyalitas kepada mereka dan nushrah mereka atas ahlul haq dan tauhid…!!

    Kita mendapatkannya melakukan syirik dari sisi ilhad dan ta’thil terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah ta’ala.

    Di samping itu syirik yang muncul dari mereka dari sisi do’a, istighatsah, permohonan, pengharapan dan rasa takut yang menjalar di tengah umat… yang kadang dilakukan oleh sebagian du’at dan para syaikh!!

    Dan contoh-contoh yang menunjukkan terhadap macam ini dari manusia – dari kalangan syaikh dan du’at, dan sangat disayangkan9 – adalah lebih banyak untuk dihitung di tempat ini…!

    Oleh sebab itu semuanya kami mendapatkan tergolong hal yang sangat penting adalah kami mengisyaratkan kepada pentingnya I’dad macam ini yang dilalaikan oleh banyak du’at, dan saya maksudkan dengannya pentingnya mencetak individu-individu dan umat di atas tauhid yang murni yang mana tidak ada kemenangan, tidak ada ‘izzah dan tidak ada tamkin (keteguhan dien) bagi umat ini kecuali dengannya, dan setelah merealisasikannya dan memenuhinya, dan terutama dalam kelompok mu’min yang bangkit untuk kepentingan nushrah dan pengokohan dien ini.

    -          Kemudian jihad fi sabilillah

    Setelah kami menjelaskan pensyari’atan I’dad dan hukum-Nya, dan apa yang masuk di dalamnya berupa I’dad materi dan ma’nawiy, kita pindah kepada penjelasan hukum jihad dan apa yang masuk di dalamnya, dan kenapa jihad adalah satu-satunya jalan syar’iy, dan tidak yang lainnya… wallahul musta’an.

    -          Kenapa jihad fi sabilillah…?

    Saat kita menetapkan bahwa jihad fi sabilillah adalah satu-satunya jalan syar’iy yang shahih untuk memulai kehidupan Islamiyyah dan penegakkan Khilafah rasyidah dan tidak jalan lainnya, maka pengembalian itu semuanya kepada keputusan Al Kitab dan As Sunnah serta kepada realita perhelatan yang dulu dan terus berlangsung antara al haq dan pemeluknya dari satu sisi dengan al bathil dan pemeluknya dari sisi lain. Dan bukan kepada apa yang disukai selera dan hawa nafsu kita atau kepada apa yang didiktekan akal kita dan kepentingan-kepentingan kita yang bersifat pribadi lagi sempit.

    Inilah sebab-sebab terpenting yang mengharuskan umat ini untuk menganut jalan jihad sebagai jalan satu-satunya untuk menyelesaikan dan untuk merubah, dan sebagai jalan satu-satunya untuk memulai kehidupan Islamiy dan penegakkan Khilafah rasyidah, yaitu:

    Pertama: Karena Allah ta’ala memerintahkan kita untuk berjihad dan mensyari’atkannya bagi kita sebagai jalan untuk merubah dan untuk menghadapi al bathil, serta Dia memfardlukannya atas kita. Jihad adalah ketentuan buat umat ini yang mana ia tidak bisa lepas atau lari darinya. Allah ta’ala berfirman:

    “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah: 216).

    Bisa jadi kamu membenci berperang dan jihad karena ia menimbulkan sebagian luka dan rasa sakit, akan tetapi di dalamnya terdapat kebaikan yang banyak bila ditinjau dari sisi hasil yang ditimbulkan dan bila ditinjau dari sisi kehormatan-kehormatan yang mahal yang akan terjaga dengan sebab jihad dan qital itu, sedangkan rasa sakit dan pengorbanan yang sedikit tidaklah setara dengan kepentingan-kepentingan yang banyak dan besar yang akan diraih dengan sebab jihad bagi umumnya umat. Dan bisa jadi kamu mencinta suatu dari santai dan istirahat serta kecenderungan kepada dunia dan segala kesibukan-kesibukannya yang menyibukkan kalian serta memalingkan kalian dari jihad fi sabilillah, dan sebenarnya ada keburukan yang amat besar bagi kalian di dalamnya bila dilihat dari sisi hasil-hasil yang menyakitkan yang akan kalian petik dan pajak-pajak yang amat dahsyat yang akan kalian persembahkan dalam hal dien, kehormatan dan harta, dan yang akan terealisasi dari sebab itu. Allah lah yang mengetahui dimana tersembunyi bagi kalian kebaikan dari keburukan, sedang kalian tidak mengetahui.

    Dlaribah (pajak/pengorbanan) jihad fi sabilillah bagaimanapun besarnya akan tetapi ia tidak mungkin sampai pada derajat pajak kehinaan dan kelemahan dan kecenderungan kepada dzalim dan orang-orangnya, dimana pajak jihad tujuannya adalah kemenangan dan syahadat, sedangkan kedua hasil ini pada hakikatnya dianggap sebagai kemenangan dan keberhasilan.

    Sedangkan pajak kehinaan dan kenistaan adalah dipersembahkan oleh orang dari diennya, kehormatannya, hartanya, negerinya, kemuliaannya dan kejayaannya. Dan thaghut menginginkan darinya tambahan dari pemberian dan pembayaran banyak pajak, ia tidak akan rela atau diam darinya kecuali setelah ia menguras darinya segala apa yang tadi disebutkan, disamping adzab dan kenistaan terbesar yang menunggunya di hari kiamat, dengan sebab pengecewaan dia terhadap jihad dan mujahidin.

    Kemudian untuk apa debat mandul ini ditebarkan dan kenapa banyak takwil dan tahrif saat kita membaca firman-Nya ta’ala: [Telah diwajibkan berperang atas kalian] supaya kita memalingkan ucapan dari indikasi-indikasinya dan dzahirnya, padahal saat kita membaca firman-Nya: [Telah diwajibkan shaum atas kalian], umat semuanya menerima terhadap hukum dan dilalah-dilalahnya, dan ia bangkit untuk menunaikan kewajiban shaum tanpa lambat-lambat atau ragu atau mendebat, padahal sesungguhnya kedua ayat ini datang dengan bentuk, bahasa, indikasi dan perintah yang sama…?!

    Maha benar Allah Yang Agung:

    “Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim.” (Al Baqarah: 246).

    Dan Dia ta’ala berfirman:

    “Dan perangilah mereka, sampai tidak ada lagi fitnah dan (sehingga) ketundukan seluruhnya hanya kepada Allah.” (Al Anfal: 39).

    yaitu sampai tidak ada syirik, dan tidak ada kezaliman dan kerusakan yang besar… dan bila kalian tidak memerangi mereka maka akan terjadi kerusakan yang besar dalam dien ini, kehormatan dan harta serta segala sesuatu…

    Dan Dia ta’ala berfirman:

    “Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan (Nya).” (An Nisaa’: 84).

    Dari ayat ini dan yang lainnya para ulama istinbath bahwa jihad itu mungkin dilakukan oleh seorang individu dari kaum muslimin, dan keberpalingan umat dari jihad fi sabilillah tidaklah boleh mematahkan semangat si individu ini dari bangkit dan berangkat di jalan jihad.

    Al Qurthubiy berkata dalam tafsirnya 5/293: Az Zajjaj berkata: Allah ta’ala memerintahkan Rasul-Nya saw untuk berjihad walaupun berperang sendirian, karena Dia telah menjamin kemenangan baginya. Ibnu ‘Athiyyah berkata: Ini adalah dzahir lafadznya, akan tetapi tidak pernah ada dalam satu khabarpun bahwa perang itu difardlukan atasnya saja tidak terhadap umat dalam waktu tertentu; wallahu ‘alam bahwa ia adalah khitab terhadapnya dalam lafadznya, dan ia seumpama apa yang dikatakan terhadap setiap individu secara khusus pada dirinya, yaitu kamu hai Muhammad dan setiap individu dari umatmu [Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri]. Oleh sebab itu seyogyanya bagi setiap mu’min untuk berjihad walaupun sendiri10, dan di antaranya ucapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Demi Allah sungguh saya akan memerangi mereka sampai saya mati”, dan ucapan Abu Bakar saat banyak kemurtaddan: “Seandainya tangan kanan saya menyelisihi saya sungguh saya akan menjihadinya dengan tangan kiri saya.”

    Dan firman Allah ta’ala:

    “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo`a: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!.” (An Nisaa’: 75).

    Ini adalah pertanyaan pengingkaran yang berfaidah ta’jub dari orang-orang yang tidak bangkit untuk berperang dan jihad padahal faktor-faktor pendorongnya ada, yaitu keberadaan orang-orang yang tertindas dari kalangan laki-laki dan wanita-wanita dan anak-anak yang meminta bantuan dan pertolongan mereka atas musuh-musuh mereka yang menindasnya dengan penindasan dan penghinaan?!.

    Dan berapa banyak negeri di zaman kita ini yang di dalamnya kaum mustadl’afun dari kalangan laki-laki, wanita-wanita, dan anak-anak kaum muslimin meminta pertolongan dari kezaliman, penindasan, intimidasi para thaghut yang menimpa mereka tanpa mereka mendapatkan orang yang menyelamatkan mereka atau menolong dan membela mereka…?!!

    Mereka meminta tolong, namun tidak ada kehidupan bagi yang memanggil, dan bisa jadi datang sebagian jawaban – dari kalangan yang memiliki kekuatan untuk menolong andai mereka mau – dalam bentuk sebagian penyesalan dan rintihan…!!

    Sedangkan jawaban yang paling buruk dan paling memukul kepala orang-orang yang tertindas di bumi ini adalah datangnya kepada mereka jawaban atas apa yang menimpa mereka berupa penyiksaan dan penindasan serta kezaliman11: Sabarlah kalian di atas penyiksaan dengan segala macam corak dan ragamnya; Sabarlah atas sikap mereka mengintimidasi dan menghalang-halangi kalian dari dien dan keislaman kalian, sabarlah atas pembunuhan kalian, pemenjaraan kalian dan penyiksaan kalian, sabarlah atas pencabulan kehormatan dan pembedelan perut-perut para ibu yang hamil… sabarlah atas kehinaan dan perbudakan terhadap para thaghut… karena kami tidak memiliki sesuatupun untuk (menolong) kalian dan kami tidak mampu membela kalian dan mengangkat kezaliman dari kalian sebelum datangnya khalifah yang ditunggu-tunggu, karena tidak boleh kami menjihadi musuh kalian kecuali bersama khalifah dan setelah adanya khalifah…!!

    Allah ta’ala berfirman:

    “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At Taubah: 111).

    Ayat yang mulia ini mengandung banyak faidah yang agung, di antaranya: Bahwa Allah ta’ala membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka – padahal ia pada hakikatnya adalah milik Dia swt – sebagai tambahan dalam karunia, pemberian dan kedermawanan, dalam rangka menyemangati mereka untuk berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh dan terbunuh… sedangkan balasan itu semuanya adalah surga serta apa yang ada di dalamnya berupa nikmat yang besar lagi azaliy yang tidak terputus. Alangkah besar dan mulianya balasan itu.

    Dan di antaranya: Bahwa jual beli ini berlangsung dan mencakup seluruh kaum mu’minin – sedangkan jual beli telah terjadi dan selesai serta tidak ada jalan untuk mencabut di dalamnya – tidak mungkin undur darinya orang mu’min yang jujur imannya atau di dalam hatinya ada keimanan sebesar dzarrah. Siapa yang menolak qital dan jihad fi sabilillah maka ia pada hakikatnya menolak penjualan dan menolak tawaran pembelian dari Allah ta’ala, sehingga dengan hal itu ia keluar dari kaum mu’minin – seluruh mu’minin – dan dari sifat serta hukum mereka yang telah menjual diri dan harta mereka dengan jiwa yang rela lagi ridla kepada Allah ta’ala, yang dimaksudkan oleh ayat yang mulia yang sudah disebutkan tadi.

    Dan di antaranya: Bahwa jual beli ini mencakup seluruh ruang lingkup zaman yang dijalani kaum muslimin dalam kehidupan duniawi mereka, yaitu bahwa ia tidak berhenti atau gugur pada suatu waktupun.

    Dan siapa yang mengatakan terhenti atau gugurnya jihad – pada masa kefakuman khalifah – sampai adanya sang khalifah12, maka dia mesti menggugurkan akad jual beli yang ada dalam ayat itu serta ia membatalkannya sepanjang kefakuman khalifah yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan tahun…!!

    Maka dengan alasan benar apa dikatakan kepada generasi-generasi yang sedang hidup ini – dan bisa jadi sudah lenyap – di masa kefakuman khalifah: Kalian dikecualikan dari jual beli yang ada dalam ayat yang mulia ini, dan bahwa akad atau kesepakatan ini tidak mencakup dan meliputi kalian…?!!

    Dan di dalam hadits, sungguh Al Bukhariy dan yang lainnya telah mengeluarkan dari Ubadah Ibnu Ash Shamit radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil kami, maka kami membai’atnya, di antara apa yang ia ambil (janjinya) dari kami adalah kami tidak merampas kekuasaan dari pemegangnya, kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata yang di sisi kalian ada bukti di dalamnya dari Allah.”

    Dan dalam riwayat Muslim: Mereka berkata: “Apa boleh kami memerangi mereka?” Beliau berkata: “Tidak, selama mereka masih shalat, tidak boleh selagi mereka menegakkan shalat di tengah kalian.”

    Hadits ini menunjukkan dengan nyata atas sikap kewajiban memberontak kepada imam umum atau pemerintah dan memeranginya bila nampak darinya kekafiran yang nyata jelas yang tidak mengandung pemalingan dan takwil.

    Bila keberadaan khalifah adalah syarat untuk keabsahan qital dan jihad, sedangkan disini khalifah sudah murtad dan nampak darinya kekafiran yang nyata, yaitu dengan sebab dia melakukan kekafiran yang nyata maka gugurlah kekhilafahan dan kepemimpinan dia atas umat ini, dan ia kehilangan sifat sebagai penguasa muslim serta umat menjadi tanpa khalifah dan imam, namun demikian Nabi saw memerintahkan umat untuk menjihadinya, memeranginya, melengserkannya dan menggantinya dengan pemimpin muslim adil yang lainnya.

    Fitnah khuruj umat dengan pedang terhadap pemimpin murtad bagaimanapun besarnya, maka sesungguhnya ia tidak mungkin melebihi atau setara dengan fitnah pengakuan terhadap keabsahan pemimpin murtad atau kafir atas umat atau mendiamnya dan mendiamkan kekafiran dan kethaghutannya.

    Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bariy 7/13: “Bila muncul dari penguasa kekafiran yang nyata maka tidak boleh mentaatinya dalam hal itu, bahkan wajib menjihadinya bagi orang yang mampu.” Selesai.

    Saya berkata: Bila tidak ada kemampuan untuk khuruj atasnya maka wajib I’dad agar terealisasi kemampuan yang memungkinkan umat untuk khuruj terhadapnya dengan kekuatan pedang. Orang mu’min berputar dan berpindah-pindah di antara I’dad dan jihad, baginya tidak ada persinggahan lain yang ia istirahat di dalamnya atau diam, ia itu berjihad atau menyiapkan persiapan untuk jihad.

    Al Qadli ‘Iyadl berkata: Ulama ijma bahwa kepemimpinan itu tidak sah bagi orang kafir, dan bahwa bila muncul padanya kekafiran maka ia lepas (dari status pemimpin), dan ia berkata: dan begitu juga andaikata ia meninggalkan shalat dan ajakan kepadanya. Selesai (Syarah Muslim, An Nawawi 12/229).

    Dan tatkala Hizbut Tahrir (HT) mendapatkan dalam hadits ini dilalah-dilalah yang tegas yang menggugurkan pendapatnya tentang pembatasan jihad dengan keberadaan khalifah, dan bahwa pilar-pilar mereka dari kalangan para pemuda yang tertipu bisa lepas darinya dan pergi ke medan-medan juang dan jihad, maka HT berlindung pada sikap berkilah tahrif dan pemalsuan serta mereka mengatakan suatu pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun dari kalangan ulama yang mu’tabar. Dan kami tidak mengetahui bagaimana syaitan membisikkan pendapat dan pentakwilan ini, dan dari mana dia mendatangkan hal itu kepada mereka…?!.

    Mereka berkata: Hadits ini memberikan faidah khuruj dengan kekuatan terhadap penguasa muslim yang muncul kekafiran yang nyata padanya. Adapun penguasa kafir yang telah bercokol pemerintahannya di negeri kaum muslimin dan memerintahnya dengan undang-undang kafir dan kebejatan, maka ini tidak boleh khuruj terhadapnya dengan kekuatan, dan ia itu tidak dimaksudkan dengan hadits itu; Kamal Attaturk umpamanya sebelum pemerintahan dan kekuasaannya bercokol sehari bolehlah memeranginya, adapun setelah sehari atau lebih kekuasaan kafirnya berjalan dan bercokol maka tidak boleh memeranginya atau khuruj terhadapnya dengan kekuatan. Dan hal seperti ini bisa dirubah dan dilenyapkan lewat jalan thalabun nushrah (meminta bantuan) lagi; yaitu setelah kedatangan khalifah yang mana ia datang juga lewat thalabun nushrah tidak dengan jalan lain13…!!.

    Dan ini adalah pendapat yang batil yang kami bantah dari berbagai sisi.

    Di antaranya: Bahwa pendapat ini adalah muhdats (bid’ah) yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun alim mu’tabar, dan ia adalah pemahaman yang aneh – yang tidak dikandung oleh makna hadits dan dilalahnya – yang tidak pernah dikatakan seorang alim pun sebelum mereka…!.

    Di antaranya: Bahwa pemahaman yang salah terhadap hadits ini artinya mereka menjadikan bagi orang-orang kafir jalan atas kaum muslilmin, dan bahwa mereka seandainya memerintah negeri kaum muslimin dengan undang-undang kafirnya dan pemerintahan mereka telah berjalan adalah tidak boleh bagi umat untuk memerangi mereka dan melenyapkan fitnahnya dari negeri dan manusia, sedangkan Allah ta’ala berfirman:

    “Dan Allah tidak akan menjadikan bagi orang-orang kafir jalan atas orang-orang mu’min.” (An Nisaa’: 141).

    Sedangkan Hizbu Tahriril ummah minal jihad (partai pembebasan umat dari jihad) mengatakan kepada kaum mu’minin: Kalian mesti menjadikan bagi orang-orang kafir jalan atas kalian, dan kalian wajib menahan diri dari memerangi mereka dan menghabisinya, serta kalian jangan merintangi kekuasaan dan pemerintahan mereka dengan kekuatan sampai datang khalifah yang ditunggu lewat jalan thalabun nushrah…!!

    Dan di antaranya: Bahwa semua ahlul ilmi – tanpa perselisihan – menegaskan atas kewajiban menjihadi dan memerangi musuh bila ia menginvasi sejengkal dari negeri Islam, dan bahwa hukum wajib tidak akan gugur dari umat kecuali setelah mengusir dia dan membebaskan negeri Islam darinya.

    Bila ini adalah sikap Islam terhadap musuh yang kafir yang menduduki satu jengkal dari negeri Islam, maka bagaimana sikapnya terhadap musuh yang kafir yang menginvasi negeri Islam seluruhnya dan menjatuhkan khalifah muslim serta menerapkan dengan paksa undang-undangnya yang kafir terhadap manusia dan negeri, tidak ragu bahwa menjihadinya dan memeranginya saat itu adalah lebih kuat dan lebih utama bagi umat dan muslimin!!

    Dan di antaranya: Bahwa Islam telah mewajibkan atas kaum muslimin untuk memerangi dan membunuh orang yang merongrong khalifah, pemerintahan dan kekhilafahan dari kalangan muslimin bila mereka tidak jera kecuali dengan qital, sebagaimana dalam sabdanya shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapa yang datang kepada kalian sedangkan urusan kalian bersatu di atas seorang laki-laki, seraya ia ingin membelah tongkat kalian atau memecah jama’ah kalian maka bunuhlah dia.”

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Kemudian bila datang yang lain ingin merongrongnya maka penggallah leher yang lain itu.” (Muslim).

    Bila ini adalah hukum orang yang khuruj terhadap imam dari kaum muslimin, maka bagaimana dengan orang yang khuruj terhadapnya dari kaum kafirin terus si kafir itu mampu mencopot sang imam dan membentangkan pengaruhnya dan undang-undangnya di atas negeri kaum muslimin, tidak ragu bahwa ia lebih utama untuk diperangi dan dibunuh.

    Dan di antaranya: Bahwa HT menginginkan dari ucapannya yang batil ini mengatakan terhadap umat: Bahwa para penguasa masa kini di negeri kaum muslimin ini sebelumnya belum pernah menjadi muslim – walau sebentar – kemudian murtad dari keislamannya sehingga bisa dibawa kepadanya hadits Ubadah Ibnu Ash Shamit yang menunjukkan akan kewajiban khuruj terhadap para pemimpin kafir, namun mereka itu kafir semenjak dilahirkan ibunya sampai mereka memegang kekuasaan, dan karena itu hadits Ubadah ra tidak mencakup mereka…!!

    Dan pendapat bathil ini dengan sedikit pengamatan saja kita bisa mendapatkan bahwa HT sendiri tidak puas dengannya dan justeru bimbang di dalamnya, dan itu karena dua sebab:

    Pertama: Tidak ada yang tsabit bagi HT dalam pola pikir dan edaran-edarannya bahwa ia mengatakan pendapat ini secara tegas, justeru yang tsabit dari mereka adalah hal sebaliknya, terutama saat mereka berbicara dan membela-bela bala tentara masa sekarang – yang ada di negeri kaum muslimin – dan tentang keislaman dan keimanannya, serta mereka membantah terhadap orang yang berusaha mengkafirkannya…!!

    Kedua: Bahwa pendapat HT tentang al iman tidak memungkinkannya dari mengatakan pendapatnya itu tentang para penguasa masa kini; dan jabarannya adalah bahwa HT mengatakan: Bahwa iman itu adalah pembenaran yang pasti saja, siapa yang mendatangkan pembenaran yang pasti maka dia itu muslim mu’min dan tergolong calon ahli surga. Dan mereka dalam hal itu mengikuti madzhab orang sesat lagi terlaknat Jahm Ibnu Shafwan dalam hal iman. Jadi HT itu adalah kaum jahmiyyah dalam hal al iman.14

    Dan sesuai ucapan mereka yang bathil ini maka iblis itu mu’min – dan bukan hanya para penguasa – karena iblis itu membenarkan terhadap Allah ta’ala dan terhadap para Nabi-Nya, dan kekafirannya itu bukan dari sisi pendustaan yang berlawanan dengan pembenaran, namun kekafirannya adalah terjadi dari arah kecongkakkan dan pembangkangan sebagaimana firman Allah ta’ala:

    “Kecuali iblis, ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan kafirin.” (Al Baqarah: 34).

    Allah memberikan sebab kekafirannya dengan takabbur dan keberpalingan bukan dengan pendustaan yang menafikan pembenaran.

    Jadi apa yang membawa HT terhadap pendapat ini dan kerancuannya…!!

    Tidak tersisa selain satu jawaban: yaitu lari dari konsekuensi-konsekuensi hadits ini, yaitu lari dari konsekuensi-konsekuensi jihad yang diharuskan hadits itu terhadap mereka…!!

    Dan di antaranya: Bahwa pendapat mereka bahwa pelenyapan penguasa yang kafir itu dilakukan lewat jalan nushrah, tidaklah selayaknya difahami darinya bahwa mereka meminta nushrah untuk menegakkan kewajiban jihad melawan penguasa kafir itu, karena makna ini tidak mereka maksudkan dan tidak mereka berupaya terhadapnya, namun yang mereka maksudkan dengan thalabun nushrah adalah thalabun nushrah untuk mengadakan khalifah terlebih dahulu, kemudian khalifah setelah itu melakukan penyiapan umat untuk jihad melawan penguasa kafir yang telah menguasai negeri dan manusia ini… perhatikanlah hal itu dan jangan sampai kamu terpedaya dengan ungkapan-ungkapan mereka yang bengkok dan samar!!

    Dan di antaranya: Bahwa ucapan mereka “thalabun nushrah” adalah kalimat haq yang dimaksudkan kebatilan dengannya. Dimaksudkan dengannya pengguguran jihad dan lari dari konsekuensi-konsekuensi dan keharusan-keharusannya. Makna ini akan lebih jelas bagi pembaca saat mengkaji masalah ini dengan sedikit rincian Insya Allah di ujung bahts ini.

    Di tempat ini kami merasa cukup dengan kadar ini berupa bantahan terhadap pemahaman mereka yang keliru terhadap hadits itu. Dan syubhat ini – yaitu ucapan mereka “tidak ada jihad kecuali bersama khalifah dan imam ‘aam!!” – akan kami bantah dengan sedikit rincian di akhir pembahasan ini, Insya Allah.

    Mari kita kembali lagi pada penuturan dalil-dalil dan sebab-sebab yang mengharuskan umat untuk meniti jalan jihad dalam rangka memulai kehidupan yang Islamiy dan penegakkan khilafah rasyidah.

    Saya katakan: Seandainya kita mau menelusuri nash-nash yang ada dalam Al Kitab dan As Sunnah yang memerintahkan untuk jihad, menyemangati terhadapnya dan mewajibkannya terhadap umat, tentulah bahasannya menjadi panjang dan tentu mengharuskan kita menulis berjilid-jilid. Bagaimana tidak, sedangkan dua pertiga Al Qur’an Al Karim kurang lebih mendorong untuk jihad dan memerintahkannya, di samping ribuan hadits-hadits Nabi yang tercantum dalam Kitab-kitab As Sunan dan Atsar yang menyemangati terhadap itu.

    Dan saya memandang dalam uraian yang lalu tentang penuturan dalil-dalil terdapat kadar yang cukup bagi orang yang menginginkan al haq dan mencarinya tanpa debat dan jidal dalam kebatilan, supaya kita pindah pada sebab kedua yang mengharuskan umat untuk meniti jalan jihad, dan ia adalah sebagai berikut:

    Kedua: Di antara sebab yang membawa kita untuk mengatakan bahwa jihadlah jalan yang wajib dilalui oleh umat, adalah bahwa al bathil dengan segala aliran dan persatuannya – yang dipersenjatai dengan segala sebab-sebab kekuatan materi tidak pernah dan tidak akan membiarkan bagi al haq dan pemeluknya untuk hidup mulia, dan tidak pula dengan sekedar bertahan dan ada dalam kehidupan – bila itu memungkinkannya – apalagi membiarkannya bisa memulai kehidupannya yang Islamiy atau menegakkan daulah dan khilafahnya yang islamiy.

    Kebatilan – semenjak Allah menciptakan iblis dan Adam hingga hari kiamat – selalu berperang dengan al haq dan pemeluknya, dan ia lihai dalam menyiksa, menyembelih dan mencincang, ia tidak akan tenang dan tidak akan berhenti membunuh dan memerangi kecuali dengan menghabisi secara tuntas terhadap Al haq dan pemeluknya, atau dengan mengeluarkan mereka dari dien dan millahnya serta memasukkannya dalam dien al bathil dan millahnya. Ia terhadap al haq tidak memiliki pilihan lain ketiga diluar dua pilihan ini… yaitu dibunuh dan dihalang-halangi serta dikembalikan dari dien mereka.

    Dengan hal ini dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah telah mengatakan, dan juga dalil-dalil waqi’ yang digeluti.

    Adapun dalil-dalil nash syar’iy maka Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

    “Dan mereka senantiasa memerangi kalian sampai mereka mengembalikan kalian dari dien kalian (kepada kekafiran), bila mereka mampu.” (Al Baqarah: 217).

    Ayat ini menunjukkan pada suatu yang tidak membiarkan paluang bagi keraguan atau kebimbangan, yaitu bahwa kafirin senantiasa melakukan peperangan dan pertempuran terhadap kaum muslimin – selama mereka memiliki kesempatan – yang tidak akan berhenti dan tidak akan surut. Tujuan mereka darinya adalah menghalang-halangi muslimin dari dien mereka serta mengembalikan mereka ke jahiliyyah pertama.

    Mereka dalam peperangan terus terhadap kaum muslimin, baik kaum muslimin menghadapi mereka dengan sikap yang sama ataupun tidak…!!

    Allah ta’ala berfirman:

    “Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian.” (At Taubah: 8).

    Ayat yang mulia ini memberikan faidah bahwa kafirin bila mendapatkan kemenangan dan keleluasaan atas kaum muslimin, maka sesungguhnya mereka dalam menindak kaum muslimin tidaklah menjaga hubungan kekerabatan dan tidak pula menjaga kehormatan apa yang ada di antara mereka dengan muslimin berupa perjanjian dan kesepakatan yang mengharamkan tindakan aniaya. Dan justeru biasanya kemenangan dan kejayaan mereka ini membuat mereka berani untuk melanggar, menumpahkan darah dan memperkosa banyak kehormatan…!

    Dan Dia ta’ala berfirman:

    “Dan kaum Yahudi dan Nasrani tidak akan rela terhadap kamu sampai kamu mengikuti millah mereka.” (Al Baqarah: 120).

    “Tidak akan” memberikan faidah penafian yang sempurna dan dikuatkan untuk masa sekarang dan masa mendatang! Yaitu bahwa mereka tidak akan rela terhadap kamu – hai muslim hai muwahhid – pada hari ini dan esok hingga hari kiamat, bagaimanapun usaha yang kamu lakukan ke arah sana kecuali dengan satu syarat yaitu kamu mengikuti millah mereka, dan kamu masuk dalam dien mereka, adat kebisaaan mereka dan ibadah ritual mereka. Bila kamu tidak melakukannya maka sehari pun kamu jangan berharap mereka bisa rela terhadapmu atau mereka menghentikan diri dari menyakiti dan memerangimu!.

    Dan darinya diketahui bahwa kerelaan ajaran-ajaran kafir terhadap orang muslim adalah merupakan dalil yang terang atas penyimpangan dia dari jalan yang benar dan lurus, dan ia mendorong dia juga untuk merujuk dirinya dan menuduhnya dengan sikap taqshir agar ia mengetahui dimana posisi dia dari al haq al mubin, shirathullah al mustaqim.15

    Dan Allah ta’ala berfirman:

    “Orang-orang kafir berkata kepada Rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami.” (Ibrahim: 13).

    Yaitu seluruh orang-orang yang kafir sepanjang perjalan sejarah – seraya diwakili oleh para tokoh-tokoh dan thaghut-thaghut mereka – berkata kepada rasul-rasul mereka dan kepada orang yang mengikuti para rasul itu dari kalangan mu’minin muwahhidin ucapan yang dzalim ini: [Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami atau kamu kembali kepada agama kami], kaum muslimin tidak memiliki bagian – di sisi ajaran-ajaran kafir – kecuali dua pilihan ini, yaitu siasat pengusiran dan pendeportasian dari negerinya atau mereka kembali lagi – setelah Allah menyelamatkan mereka dengan Al Iman – dalam agama kafir dan ilhad…!

    Dan Dia berfirman tentang Ashhabul Kahfi yang mu’min yang lari dengan diennya ke goa karena melarikan diri dari kezaliman dan tindak aniaya para thaghut:

    “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (Al Kahfi: 20).

    Sesungguhnya ia adalah satu politik yang tidak ditinggalkan dan tidak berubah yang selalu dipakai para thaghut di setiap masa dan tempat; yaitu dilempari dan dikejar-kejar sampai mati atau murtad dari al haq kepada al bathil, dan bila murtad maka kerugian yang nyatalah di dunia dan di akhirat [dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya].

    Dan dalam hadits yang dikeluarkan Al Bukhari dan yang lainnya, tatkala Nabi saw mengabarkan kepada Waraqah Ibnu Naufal tentang apa yang telah beliau lihat berupa wahyu, Waraqah berkata kepadanya: “Ini adalah Namus – yaitu Jibril as – yang Allah telah turunkan kepada Musa, andaikata saya masih muda, andaikata saya masih hidup pada saat kaummu mengusirmu,” maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Apakah mereka akan mengusir saya?” Ia berkata: “Ya, tidak seorangpun yang datang dengan seperti apa yang kamu datang dengannya melainkan ia dimusuhi, dan seandainya saya ada pada harimu itu tentu saya membantumu dengan bantuan yang kokoh.”

    Ini adalah dalil-dalil nash syar’iy yang menjelaskan sikap Ahlul bathil terhadap Ahlul haq sepanjang sejarah dan di setiap tempat, sikap yang jelas lagi nyata yang tidak bisa ditutupi dan tidak ada penyimpangan; dibunuh, diusir dan dikejar atau riddah dari dien. Maka apakah realita membuktikan dan membenarkan hal itu, maka kita akan memberikan sekilas tentang realita yang digeluti!

    Adapun dalil-dalil realita yang digeluti dan diraba, maka ia tidak keluar setapak jaripun dari apa yang ditetapkan ayat-ayat tadi dan dari apa yang ditunjukkan nash-nash syar’iy.

    Dan disini kami tidak ingin mengisyaratkan kepada sikap ajaran-ajaran kufur dan bathil dari al haq dan pemeluknya sepanjang sejarah yang jauh atau dekat, kami tidak ingin mengisyaratkan kepada pembunuhan yang dilakukan Banu Israil terhadap para nabi dan rasul, kami tidak ingin mengisyaratkan pada perang-perang salib modern dan dahulu yang menguasai negeri kaum muslimin, kami tidak ingin mengisyaratkan kepada kebejatan dan penodaan kehormatan yang dilakukan Tattar. Kami tidak ingin menuturkan kejadian-kejadian sejarah baik yang jauh atau yang dekat yang menjelaskan politik pembumihangusan yang dilakukan al bathil dengan segala kelompok dan alirannya terhadap al haq dan pemeluknya!

    Kami tidak menginginkan itu semuanya, akan tetapi kami ingin mengisyaratkan pada sikap kebatilan modern pada zaman kita ini terhadap al haq dan para pemeluknya. Kebatilan yang maju yang mengibarkan syiar HAM, kebatilan masa kini yang mengumumkan secara palsu dan dusta – lewat PBB dan yang lainnya – bahwa ia hidup di zaman yang tidak ada tempat di dalamnya untuk peperangan, persekongkolan dan tipu muslihat, zaman perdamaian maz’um (yang diklaim) yang meliputi seluruh bangsa dan anak manusia dengan berbagai corak, agama dan suku bangsa mereka…!.

    Kebatilan yang bersaing terhadap persenjataan dan penciptaan senjata-senjata pemusnah dari satu sisi dan mengumumkan perdamaian bagi bangasa-bangsa yang terbius lagi tertindas lagi terjajah dari sisi lain…!!

    Kita mulai pertamanya dari Palestina yang muslim yang dirampas oleh kelompok-kelompok zionis Yahudi semenjak separoh abad yang lalu, mereka membunuh anak-anaknya, mereka biarkan hidup wanita-wanitanya dan mereka memenjarakan para pemudanya… disamping politik deportasi dan tajwi’ (pemboikotan agar tidak dapat makan) yang mereka berlakukan terhadap penduduknya, yang menyebabkan pengusiran dan pendeportasian lebih dari sejuta muslim, mereka terkatung-katung di bumi tanpa ketenangan dan tempat tinggal tetap…!
    Semua itu terjadi di depan penglihatan dan pendengaran dari al bathil yang maju lagi modern yang menyerukan pada perdamaian, bahkan ia mengklaim perdamaian…!!

    Di depan penglihatan dan pendengaran al bathil yang dipimpin dan dikepalai Amerika yang modern – anak asuh Yahudi – yang mengepalai Demokrasi dan HAM…!!

    Melewati penghancuran dan embargo yang dzalim terhadap Irak yang dilakukan salibis modern yang maju dengan kepemimpinan Amerika dan koalisi-koalisinya dari kalangan munafiqin – yang mana mereka itu berasal dari bangsa kita sendiri dan berbicara dengan bahasa-bahasa kita – dan yang menyebabkan terbunuhnya lebih dari 500.000 anak kaum muslimin16, yang tidak memiliki dosa selain bahwa mereka itu berasal dari Irak dan hidup di Irak…!!

    Mereka ingin menghancurkan masa depan Irak dan umat – sepanjang ratusan tahun ke depan – lewat pembunuhan mereka terhadap ribuan anak yang mana mereka merupakan cerminan harapan bagi setiap umat atau bangsa.

    Mereka itu tidak takut terhadap thaghut Irak – sebagaimana yang mereka pura-pura tampakkan – akan tetapi yang mereka khawatirkan adalah keluar dari anak-anak Irak itu orang yang seperti Shalah, atau Sa’ad, atau Kholid… yang mengembalikan bagi umat ini kejayaannya dan kedudukannya di antara bangsa-bangsa, yang mengembalikan pembersihan perhitungan-perhitungannya terhadap kuantitas yang besar dari kebatilan yang maju lagi modern lagi busuk ini…!!

    Mereka mengklaim secara dusta dan mengada-ada bahwa mereka menginginkan dari penyerangan mereka, embargo mereka dan penembakkan rudal-rudal penjelajah benua itu untuk menjatuhkan thaghut Irak, akan tetapi kita mendapatkan bahwa thaghut Irak semakin hari bertambah gemuk dan sehat, sedangkan anak-anak Irak dan penduduknyalah yang berjatuhan dan mati?!.

    Kemudian kapan penjatuhan seorang sosok tertentu menjadi alasan yang melegalkan pembumihangusan dan pengembargoan bangsa secara menyeluruh… yang melegalkan tajwi’ rakyat secara keseluruhan… lagi melegalkan pembunuhan ratusan ribu anak-anak dengan ditahan makanan dari mereka?!

    Mereka menambahkan lembaran-lembaran sejarah seluruhnya, apakah kalian mendapatkan perbuatan bejat semacam ini yang terjadi atas nama kemajuan, modern dan keterdepanan, perdamaian dan dewan keamanan, serta karena HAM sebagaimana yang mereka klaim?!

    Apakah masuk akal dan bisa dibenarkan bahwa orang yang melakukan hal itu adalah jujur dalam slogan-slogannya yang selalu ia dengung-dengungkan tentang perdamaian dan HAM…? Tidak dan seribu tidak.

    Kemudian kenapa bila seorang dari ahlul bathil dan tentaranya dibunuh dengan haq adalah fundamental, teror, kejahatan dan perbuatan yang menyalahi HAM… serta dunia berdiri untuk itu dan tidak duduk?!!

    Padahal bila terbunuh dari kita ratusan ribu anak dengan kebatilan, adalah kemajuan, modern, keterdepanan serta tindakan manusiawi dan perlindungan demi HAM, yang diam tidak bergerak untuknya dan tidak seorangpun memprotesnya?!!

    Semua kejahatan terhadap Hak Insaniy ini terjadi di hadapan semua dan didengar oleh seluruh umat, dengan komando thaghut terbesar (Amerika) dan koalisi-koalisinya dari negara-negara barat dan kaum munafiqin dari anak-anak bangsa kita17.

    Kita tinggalkan Irak dan lukanya yang dalam… untuk melihat apa yang telah terjadi dan sedang terjadi pada kaum muslimin, anak-anak dan para wanita Afghanistan; dimana telah terbunuh dan terusir jutaan penduduknya oleh tangan-tangan Rusia yang kafir, mereka tidak memiliki dosa selain mereka itu mengatakan “Tuhan kami Allah” serta mereka menganut dien yang agung ini.

    Belum selesai sisa-sisa pendudukan Rusia yang durjana, kemudian ia malah dikagetkan dengan embargo dunia – yang melarang masuk ke dalamnya segala sesuatu termasuk gandum dan bahan pangan – dengan pimpinan sang sosok yang maju, manusiawi lagi modern (Amerika) yang disokong dengan restu dan persetujuan PBB…!!

    Begitu juga Bosnia Herzegovina dan apa yang telah terjadi di dalamnya berupa ratusan pembantaian masal terhadap kaum muslimin oleh tangan-tangan Kristen Serbia yang bejat… Pembantaian yang sadis – yang mana sejarah tidak pernah mengetahui hal yang serupa dengannya – yang tidak mengecualikan anak-anak, dan wanita dari penyembelihan, pencincangan dan penguburannya dalam kuburan masal dalam keadaan hidup-hidup…!!

    Semua itu terjadi di hadapan penglihatan dan pendengaran dunia seluruhnya, akan tetapi selama yang menjadi korban adalah kaum muslimin, maka sesungguhnya darah adalah murah lagi tidak memiliki harga dan kehormatan, jadi ia tidak berhak mendapatkan – dari dunia yang maju lagi modern serta cinta kepada perdamaian dan tidak pula dari PBB! – bantuan atau gerak dalam rangka menyelamatkannya, atau melakukan suatu yang perlu disebutkan, kecuali bila kepentingan para penguasa dan para penghisap darah menuntut untuk bergerak, maka saat itu orang-orang tidak akan lalai…!!

    Begitu juga muslimin Kosovo yang jutaan tersesat di hutan-hutan belantara agar jadi mangsa empuk bagi hewan-hewan buas yang ganas lagi bertebaran di hutan-hutan dan lembah-lembah, setelah mereka lari dari manusia-manusia buas yang berbangsa Serbia salibis yang mengejar mereka di tiap rumah dan jalanan…!.

    Ini juga Chechnya yang muslim hari ini menghadapi pemusnahan dan pembersihan masal yang mencakup seluruh bangsanya yang muslim lagi luhur, ya seluruh bangsanya: laki-laki, wanita, anak-anak dan orang tua, di samping penghancuran yang meluluhlantahkan seluruh bangunan yang memang sudah roboh, dimana satu negara secara keseluruhan telah berubah menjadi puing-puing dari tanah dan serpihan-serpihan bangunan yang hancur oleh alat perang salibis. Semua itu terjadi lewat tangan-tangan Rusia yang bejat yang rindu kembali kepada kekristenan mereka, dengan restu dan dukungan materi dan moril dari masyarakat barat yang salibis…!!

    Tidak ada dosa bagi bangsa mujahid yang luhur ini – dalam apa yang telah terjadi dan sedang terjadi menimpa mereka – selain mereka itu menginginkan hidup sebagai muslim yang merdeka lagi jauh dari pengendalian dan pengawasan salibis Rusia…!!

    Dan begitu juga apa yang terjadi berupa pembersihan etnis muslim di Filipina selatan… di Kashmir… di Dagestan, Uzbekistan, dan di China dan banyak tempat lainnya yang mana di dalamnya kaum muslimin mengalami penindasan, pembersihan, pengejaran dan pembantaian masal oleh para thaghut hukum dan kekafiran!!

    Bukti dari semua ini adalah: bahwa dalil-dalil nushush syar’iyyah dan begitu juga dalil-dalil realita hidup semuanya menunjukkan secara qath’iy (pasti) lagi jelas bahwa ajaran-ajaran kufur dengan segala kelompok dan alirannya senantiasa mempraktekkan penyembelihan, pembunuhan dan kejahatan terhadap kaum muslimin dalam bentuk dan macam yang paling kejam. Sedangkan slogan-slogan perdamaian dan hidup aman saling berdampingan yang dikibar-kibarkan PBB dan negara-negara serta organisasi-organisasi lainnya tidak lain adalah hanya sekedar menabur debu di mata, dan ia tidak merubah sedikitpun dari hakikat dan realita yang nyata jelas yang kita alami dan jalani.

    Dan bila masalahnya seperti itu maka apa masuk akal bila dikatakan kepada kaum muslimin: Kalian tidak boleh berjihad dalam rangka melenyapkan penyembelihan, pembunuhan dan pembantaian dari diri kalian, anak-anak kalian dan istri-istri kalian…?!

    Apakah masuk akal bila dikatakan kepada mereka: Tahanlah diri kalian, ulurkan leher kalian untuk disembelih dan digantung, dan sabarlah terhadap kehinaan, kezaliman dan kenistaan tanpa sedikitpun gerak atau perlawanan, sampai datang Khalifah yang ditunggu-tunggu kepada kalian, dan yang mana keselamatan dan kebebasan kalian lewat tangannya18…!!

    Adapun sebelum kedatangan khalifah itu maka kalian – bagaimanapun menghadapi penindasan dan intimidasi – tidak boleh menampakkan sedikitpun perlawanan atau penghadangan, dan andaikata kalian melakukannya maka kalian ini berdosa dan menyelisihi syari’at19…!!

    Mereka dusta atas nama Allah dan Rasul-Nya, terus mereka dusta, dan andaikata mereka sandarkan ucapan mereka yang bathil ini kepada diri mereka yang kalah lagi rusak tentulah masalahnya sedikit ringan. Adapun bila mereka menyandarkannya kepada Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wasallam dan diennya, maka sangat jauhlah hal itu termasuk tuntunan dan ajaran Nabi yang suka tertawa lagi sering perang, nabi yang diutus dengan Al Qur’an dan pedang, nabi yang datang dengan syari’at mata dibayar mata dan gigi dibayar gigi, nabi yang datang dengan sangsi sembelih bagi setiap orang yang menentang dan membangkang,… nabi yang dijadikan rizkinya di bawah payung tombaknya… nabi yang berkata: “dan ketahuilah bahwa surga di bawah kilatan pedang”… nabi yang menghapuskan kekafiran dan kemusyrikan… nabi yang dihalalkan ghanimah baginya dan bagi umatnya tidak bagi para nabi dan rasul lainnya… nabi yang menginginkan sekali terbunuh di jalan Allah terus dihidupkan lagi, terus terbunuh terus dihidupkan lagi, terus terbunuh terus dihidupkan lagi… sebagai bentuk penguatan darinya terhadap keagungan jihad membela dien-Nya serta sebagai bentuk tarbiyah bagi umatnya terhadap makna-makna ‘izzah, pengorbanan dan harga diri serta cinta jihad fi sabilillah, semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau.

    Ketiga: Di antara sisi-sisi dan sebab-sebab yang menuntut umat untuk menganut prinsif jalan jihad fi sabilillah adalah bahwa menghindari jalan jihad di jalan Allah mengandung arti dan memestikan pemilihan jalan adzab dan kenistaan, jalan kehinaan dan keterpurukan. Itu adalah menganut jalan yang menghantarkan pada pembayaran pajak-pajak yang sangat besar dalam dien, kehormatan dan bumi…

    Allah ta’ala:

    “Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At Taubah: 39).

    Yaitu bila kalian tidak keluar untuk jihad dan qital, tentu Dia mengadzab kalian dengan adzab yang pedih, sedangkan adzab yang ada dalam ayat itu mencakup adzab dunia dengan kehinaan dan kenistaan serta pembayaran pajak-pajak yang amat besar, dan juga adzab akhirat, sedangkan ia lebih dahsyat dan lebih pedih.

    Dan dia ta’ala berfirman:

    “Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (At Taubah: 24).

    Pementingan dunia – yahg terbukti pada delapan macam ini di dalam ayat yang mulia tersebut, dan sungguh amat berat dan amat dicintai oleh jiwa -, kecenderungan kepadanya, sibuk dengannya dari Allah dan Rasul-Nya dan jihad di jalan Allah, ujung-ujungnya menghantarkan kepada siksa, kefasikan, maksiat serta kelenyapan seluruh kepentingan dien dan dunia secara bersamaan.

    Dan dalam hadits telah sah dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau berkata: “Siapa yang tidak berperang, atau (tidak) menyiapkan orang yang berperang, atau (tidak) menggantikan orang yang berperang di tengah keluarganya dengan baik, maka Allah menimpakan kepadanya bencana sebelum hari kiamat.” (Shahih Sunan Abi Dawud: 2185).

    Orang muslim itu tidak memiliki pilihan kecuali satu dari yang tiga: Berperang dan terjun langsung qital dan jihad, atau menyiapkan orang untuk berperang dan mencukupinya segala perbekalan materi, atau ia menggantikan para mujahidin di tengah keluarganya dan anak-anaknya dengan baik, dimana dia memperhatikan mereka dengan pelayanan dan penjagaan sampai waktu kepulangan para mujahidin itu ke tengah keluarganya. Sedangkan orang yang paling utama derajatnya dan paling tinggi kedudukannya di sisi Allah ta’ala adalah orang yang menggabungkan antara ketiga macam pilihan tersebut.

    Selain ketiga pilihan itu baginya tidak ada pilihan lain kecuali pilihan adzab, dan penungguan turunnya goncangan-goncangan yang dahsyat padanya baik sekarang atau nanti.

    Allah ta’ala tidak memulai sehingga engkau hai Abdullah yang memulai – bila engkau memulai – sikap perang terhadap Allah maka janganlah kamu mencela kecuali dirimu sendiri…!

    Dan orang yang memperhatikan goncangan-goncangan yang dahsyat yang menimpa umat pada zaman ini – dan hal itu banyak dan beragam – maka ia mendapatkan bahwa sebab itu semua kembali pada sikap mereka menelantarkan jihad fi sabilillah dan nushrah para mujahidin.

    Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad melainkan Allah menimpakan adzab kepada mereka”20, yaitu Allah mengurung dan memayungi mereka dengan adzab; adzab dunia dengan berupa kehinaan dan dengan apa yang Allah kehendaki, dan adzab akhirat yang mana ia lebih dahsyat dan lebih pedih…

    Dan beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Bila kalian jual beli ‘inah21, mengikuti ekor sapi, rela dengan pertanian dan meninggalkan jihad di jalan Allah maka Allah kuasakan atas kalian kehinaan yang tidak Dia cabut sampai kalian kembali kepada dien kalian,”22 yaitu Dia tidak mengangkat dari kalian kehinaan dan adzab ini sampai kalian kembali pada jihad fi sabilillah, sebab kejayaan dan kemuliaan kalian -, dimana Rasul menamakan dien kaum muslimin dengan jihad – kemudian kalian tidak menyibukkan diri darinya dengan perniagaan – yang bercampur praktek riba – dan tidak pula sibuk dengan peternakan atau pertanian atau yang lainnya yang masuk dalam makna perhiasan dan kesibukan dunia.23

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Hampir umat-umat mengerumuni kalian sebagaimana orang-orang yang makan mengerumuni nampannya,” seorang penanya berkata: “Apa karena kami sedikit?” beliau menjawab: “Justeru kalian saat itu banyak, tapi kalian adalah buih seperti buih banjir, dan sungguh Allah akan mencabut dari dada musuh kalian rasa segan (takut) terhadap kalian, dan Dia akan menimpakan Wahn di hati kalian,” orang itu bertanya: “Wahai Rasulullah apa Wahn itu?” beliau berkata: “Cinta dunia dan takut mati.”24

    Saya katakan: yaitu bersekongkolnya bangsa-bangsa kafir terhadap umat Islam – umat semilyar muslim! – adalah lebih dahsyat dari persekongkolan mereka terhadapnya pada zaman ini. Dan sebab itu semua – sebagaimana yang dikatakan penghulu seluruh makhluk saw – adalah wahn yang menimpa manusia dan yang menghantarkannya pada sikap berpaling dari jihad fi sabilillah.

    Keempat: Di antara sisi-sisi yang membawa kita begitu juga untuk memilih jalan jihad tidak yang lainnya adalah bahwa meninggalkan jihad itu – tanpa alasan syar’iy yang sah – dan menjauhi jalannya adalah dianggap qarinah (bukti) yang menunjukkan terhadap kemunafikan, hati yang berpenyakit dan kerusakannya. Wal ‘iyadzu billah.

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.” (At Taubah: 44-45).

    Allah ta’ala mengabarkan bahwa sikap mereka meninggalkan jihad dan absen dari jihad bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam adalah dalil atas kemunafikan mereka, keberpenyakitan hati mereka dan ketidakimanan mereka.

    Ibnu Taimiyyah berkata dalam Al Fatawa 28/438: Ini adalah pemberitahuan dari Allah bahwa orang mu’min tidak akan meminta izin kepada Rasul dalam meninggalkan jihad, akan tetapi yang meminta izin kepadanya hanyalah orang-orang yang tidak beriman, maka bagaimana dengan orang yang meninggalkan tanpa meminta izin?!. Selesai.

    Saya berkata: Maka bagaimana dengan orang yang mematahkan semangat dari jihad, dan menganggap dosa dan jahat para mujahidin karena sebab jihad mereka…?!

    Bagaimana dengan orang yang menggugurkan jihad secara total dan menghalang-halangi umat darinya, karena pentakwilan-pentakwilan yang bathil lagi rusak, yang faktor pendorongnya adalah sifat pengecut dan penakut serta penebaran isyu…?!.

    Bagaimana dengan orang yang mengganti jihad fi sabilillah dengan jalan-jalan yang bathil lagi syirik, seperti demokrasi, pemilu parlemen dan yang lainnya…?!.

    Bagaimana dengan orang yang dibawa rasa hasud dan dengki untuk menuduh para mujahidin dengan tuduhan khianat dan kaki tangan (‘umalah) bagi negara-negara kafir dan thaghut, dan bahwa mereka itu tidak lebih dari sekedar orang-orang upahan yang digerakkan oleh sikapnya sebagai ‘umalah bagi pemerintah-pemerintah yang khianat…?!.

    Bagaimana dengan orang yang membenci jihad dan mujahidin – orang-orang pilihan dari umat ini – dan memusuhi mereka, serta mengompori manusia untuk menyakiti mereka, serta mencela mereka dan jihadnya…?!

    Tidak ragu lagi bahwa orang yang mendatangkan satu dari sifat-sifat buruk tadi adalah lebih layak divonis munafik daripada orang yang meninggalkan jihad setelah meminta izin…!!

    Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata: “Siapa yang mati sedang ia belum pernah berperang dan tidak pernah membisikkan hatinya dengan berperang maka ia mati di atas cabang dari kemunafikan.” (Muslim).

    Ini tentang orang yang tidak membisikkan jiwanya untuk berperang dengan jujur dan ikhlash, maka bagaimana dengan orang-orang yang tadi disebutkan berikut sifat-sifatnya yang busuk…?!

    Saya katakan: Derajat iman paling lemah adalah seseorang membisikkan jiwanya untuk perang, jihad dan mengangan-angankannya, dan ia berdo’a kepada Allah agar memudahkan hal itu baginya serta ia jujur kepada dirinya dalam hal itu – sedangkan ini adalah hal yang bisa dilakukan oleh semua, tidak seorangpun diudzur dalam meninggalkannya, karena tidak ada kekuasaan bagi seorangpun atasnya yang bisa menghalanginya dari hal itu – karena sesungguhnya bila ia jujur dalam bisikan jiwanya itu, maka jiwanya suatu hari akan membawanya untuk berjihad di jalan Allah, dan itu mesti.

    Kemudian bila meninggalkan jihad adalah qarinah atas kemunafikan dan dalil atasnya, karena sesungguhnya jihad fi sabilillah adalah dalil yang benar atas kejujuran iman pelakunya, sebagaimana firman Allah ta’ala:

    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang jujur.” (Al Hujuraat: 15).

    Yaitu mereka lah orang-orang yang jujur dalam keimanannya lagi sebenar-benarnya, karena mereka telah mendatangkan bukti yang benar yang menunjukkan kepada hal itu, yaitu al jihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa mereka.

    Karena sesungguhnya al wilayah (perwalian) – bagi orang yang berupaya kepadanya dan mencarinya – tidak akan terealisasi bagi pelakunya kecuali dengan mutaba’ah terhadap tuntunan syari’at dan dengan jihad fi sabilillah. Dan seukuran berkurangnya dari hal itu maka berkurang pula perwalian Allah ta’ala dan kecintaan-Nya kepadanya.

    Ibnu Taimiyyah berkata dalam kitabnya Al ‘Ubudiyyah: “Allah telah menjadikan bagi orang-orang yang dicintai-Nya dua tanda: Mengikuti Rasul dan jihad di jalan Allah, dan itu karena jihad pada hakikatnya adalah ijtihad (berupaya) dalam meraih apa yang Allah cintai berupa al iman dan amal shaleh, dan dalam menolak apa yang Dia benci berupa kekafiran, kefasikan dan maksiat.” Selesai.

    Wa Ba’du:

    Inilah sebagian sebab-sebab – sedangkan satu saja cukup bagi pencari kebenaran – yang membawa kita dengan kuat untuk mengatakan bahwa jihad fi sabilillah adalah jalan syar’iy yang shahih dan satu-satunya yang wajib dianut dan dilalui umat ini dalam mencapai kembalinya kehidupan Islami dan penegakkan khilafah rasyidah.

    Walaupun nampak di hadapan mata – untuk pertama memulainya – bahwa jalan ini berat dan susah atas umat untuk menerjuninya atau berjalan di atasnya, dan bahwa ia membutuhkan pengorbanan besar darinya.

    Saya katakan: Walaupun keberadaan sebagian kesulitan bagi jalan yang penuh berkah ini akan tetapi ia adalah jalan termudah, terdekat dan terminimal beban dan pengorbanannya; dan tidak ada jalan yang lebih mudah darinya dan yang lebih dekat untuk mencapai tujuan dan sasaran.

    Dan upaya apa saja dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran umum bagi dien ini tanpa jalan ini, maka ia adalah upaya yang gagal lagi rugi yang di belakangnya tidak ada selain penyia-nyiaan waktu dan tenaga secara bersamaan. Oleh sebab itu hendaklah para du’at dan para ‘amilin untuk dien ini bertaqwa kepada Allah dalam hal waktu dan tenaga umat ini; dan janganlah mereka menjadikannya sebagai barang jajanan bagi perniagaan mereka dan pendapat-pendapat pribadi mereka yang tidak menambah bagi umat ini kecuali keterbelakangan dan ketinggalan dari tujuan-tujuan dan sasaran-sasarannya?.

    TAMBAHAN:

    Pilihan kekuatan dan qital adalah pilihan setiap masyarakat dan bangsa – dulu dan sekarang – dalam mempertahankan hal-hal baku dan prinsif-prinsifnya yang umum saat ia dihadapkan pada bahaya atau upaya-upaya penggantian, dari pihak dan sisi lain mana saja.

    Dan untuk menjelaskan hal itu kita memberikan contoh berikut ini: Seandainya di masyarakat Amerika ada sejumlah perwira militer melakukan kudeta militer dengan kekuatan terhadap sistim demokrasi sosial yang disepakati oleh seluruh kelompok-kelompok masyarakat Amerika, yang dianggap di kalangan mereka sebagai hal-hal yang paten (baku) yang disepakati yang tidak menerima perubahan dan penggantian…!

    Apa gerangan sikap rakyat Amerika – yang tercermin pada partai-partai dan perkumpulan-perkumpulannya – terhadap kelompok ini dari kalangan militer yang ingin memaksakan sistem diktator mereka – yang menyelisihi sistem demokrasi yang telah dikenal di antara mereka – dengan kekuatan senjata…?!.

    Apakah engkau melihat mereka akan menerima kelompok militer yang mengkudeta, dan mereka memulai negosiasi damai dengan mereka itu, atau mereka ridla dengan pemerintahan dan tingkah laku mereka, atau bahwa mereka itu akan keluar menentang mereka dengan kekuatan dan memulai menghadang mereka dengan senjata sampai mampu mengusir mereka dan mengembalikan bagi masyarakat sistemnya yang sudah mereka kenal dan mereka sepakati…?!.

    Tidak ragu bahwa jawabannya adalah pilihan lain: yaitu penggunaan kekuatan dan senjata, dan terutama bila kelompok militer ini menolak untuk menyingkir dengan cara-cara damai. Dan sikap perang rakyat terhadap kelompok ini pada saat itu adalah sesuai dengan aturan dan bisa diterima oleh semua, yang mendapatkan penerimaan di kalangan dunia Internasional dan yang lainnya dan mendapatkan segenap bantuan dan dukungan, serta tidak dicap sebagai tindakan terorisme atau perusakan atau tidak maju dan tuduhan lainnya.25

    Dan begitulah keadaan setiap umat yang mana prinsif-prinsif bakunya menghadapi perampasan dan perubahan, kemudian mereka tidak memiliki jalan untuk kembali mengambil apa yang dirampas darinya kecuali dengan kekuatan.

    Dan bila penggunaan kekuatan adalah ditetapkan dan dibolehkan bagi setiap bangsa dalam rangka memelihara hal-hal baku yang disepakati di antara mereka, maka kenapa hal itu diharamkan dan dilarang bagi umat Islam saat identitasnya, hal-hal bakunya dan sistimnya yang rabbaniy yang disepakati di tengah umat menghadapi perampasan dan penggantian oleh sekelompok militer atau lainnya yang telah menjual nurani dan loyalitas mereka kepada mush-musuh umat…?!.

    Kenapa tidak boleh bagi umat Islam untuk mempertahankan hal-hal bakunya dan nilai-nilainya yang inti dengan kekuatan, dalam waktu yang mana setiap umat dan bangsa mempraktekkan hal ini…?!

    Kenapa bila suatu umat dan bangsa mempraktekkan hal ini – yaitu mempertahankan hal-hal bakunya dengan kekuatan – maka ia dinilai maju dan sah, dan bahwa itu adalah salah satu haknya yang mendapatkan bantuan dan dukungan…!!

    Padahal andaikata umat Islam mempraktekkan hak ini, ternyata malah jihad dan upayanya dicap keterbelakangan dan bahwa ia adalah tindak terorisme atau bahwa ia adalah cara yang tidak maju serta tuduhan-tuduhan miring lainnya…?!!

    Kenapa hal itu boleh bagi kalian tapi tidak boleh bagi kami…?!!

    Engkau tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan penting ini dan atas ketimpangan dalam menakar dan menimbang… selain realita bahwa mereka tidak menginginkan bagi umat Islam ini untuk bangkit dari tidur dan bentuknya… dan agar ia tetap terbelenggu dengan belenggu kehinaan, ketertindasan dan kekafiran…!!

    PERINGATAN PENTING:

    Istilah jihad termasuk sekian pemahaman dan istilah yang dikotori dan dicoreng dari indikasi-indikasi dan tujuan-tujuannya yang syar’iy, dan yang diterapkan pada bumi realita dengan cara yang salah.

    Oleh sebab itu agar ucapan kami tidak dibawa kepada sisi yang tidak kami inginkan dan kami maksudkan, atau ditafsirkan dengan penafsiran yang salah, maka kami mendapatkan diri kami terdesak untuk mengisyaratkan pada sebagian peringatan-peringatan penting, yaitu:

    Pertama: Kami menginginkan dari jihad adalah jihad dengan makna yang luas, jihad harta, jiwa dan ucapan… Banyak ucapan haq yang memiliki pengaruh seperti pedang terhadap orang-orang dzalim dan lebih dahsyat, dan ia memiliki pengaruh yang baik terhadap barisan Islam dengan sangat besar, sebagaimana sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Penghulu para syuhada adalah Hamzah Ibnu Abdil Muthallib, dan laki-laki yang menghadap pemimpin yang aniaya terus ia memerintahkannya dan melarangnya kemudian ia (pemimpin itu) membunuhnya.” (Dikeluarkan oleh Al Hakim As Silsilah Ash Shahihah: 374).

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya orang mu’min itu berjihad dengan pedang dan lisannya.” (HR. Ahmad dll, shahih Al Jami’: 1934).

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Jihadilah orang-orang musyrik itu dengan harta kalian, jiwa kalian – di satu riwayat, dan dengan tangan kalian – dan lisan kalian.” (HR. An Nasa’i dll, shahih Sunan An Nasa’i: 2900).

    Akan tetapi jihad dan mujahidin yang paling utama adalah sebagaimana yang dikatakan imam dan penghulu para mujahidin shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Jihad yang paling utama adalah orang yang terbunuh kudanya dan darahnya ditumpahkan.” (As Silsilah Ash Shahihah).

    Dan dikatakan wahai Rasulullah manusia apa yang paling utama? Maka beliau berkata: “Mu’min yang berjihad fi sabilillah dengan jiwa dan hartanya.” (Al Bukhari).

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Jihad yang paling utama di sisi Allah di hari kiamat adalah orang-orang yang menghadapi (musuh) di barisan pertama, mereka tidak menengokkan wajahnya sampai terbunuh, mereka bersenang-senang di kamar-kamar tertinggi dari surga, Tuhan mu melihat kepada mereka. Sesungguhnya Tuhanmu bila tertawa terhadap suatu kaum maka tidak ada hisab atas mereka.” (HR. Ath Thabaraniy, As Silsilah Ash Shahihah: 2558).

    Dan yang paling utama adalah yang menggabungkan tiga macam jihad itu: jihad jiwa, jihad harta dan jihad lisan dan ucapan… Kita memohon kepada Allah ta’ala dengan karunia dan rahmat-Nya agar menjadikan kita semua bagian dari mereka, karena sesungguhnya Dia ta’ala Kuasa atas segala apa yang Dia kehendaki.

    Kedua: Ucapan kami bahwa jalan untuk memulai kehidupan Islamiy dan penegakkan khilafah rasyidah adalah al jihad fi sabilillah, tidak yang lainnya, dan bahwa umat tidak punya jalan lari dari meninggalkan jalan ini bila ia menginginkan ‘izzah dan bangkit kembali bagi dirinya untuk menjalankan peranan pemimpinnya sebagai umat pertengahan… Ucapan kami ini tidak selayaknya difahami darinya bahwa kami mengajak atau setuju terhadap tindakan-tindakan keliru dan tidak bertanggung jawab yang terjadi di sebagian daerah atas nama jihad dan mujahidin, yang menyebabkan tertumpahnya darah yang haram tanpa alasan yang haq atau menyebabkan terbunuhnya anak-anak dan wanita. Macam ini dari perbuatan yang keliru kami tidak setuju dengannya, tidak ridla dengannya, tidak mengajak kepadanya, dan kami berlepas diri di hadapan Allah darinya serta menyayangkan terhadap mujahidin bila terjatuh ke dalamnya…

    Karena orang mu’min senantiasa diennya dalam kebaikan selama ia tidak menumpahkan darah yang haram, sebagaimana yang dikatakan penghulu makhluk shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Seseorang senantiasa dalam kelapangan dari diennya selama belum menumpahkan darah yang haram.”

    Dan bersabda shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Allah enggan menjadikan taubat bagi pembunuh orang mu’min.”

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Setiap dosa semoga Allah mengampuninya kecuali orang yang mati dalam keadaan kafir atau orang yang membunuh mu’min.”

    Dan sabdanya shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Pembunuhan orang mu’min adalah lebih besar bagi Allah dari lenyapnya dunia.”

    Dan shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang membunuh jiwa ma’ahid tanpa hal yang menghalalkannya, maka Allah haramkan atasnya surga, yaitu (dari) mencium bau harumnya” dan dalam satu riwayat, “sedangkan harumnya bisa didapatkan dari perjalanan tujuh puluh tahun.” Hadits-hadits ini semuanya shahih walillahil hamd.

    Dan dalam satu peperangan didapatkan sebagian anak di antara mayat-mayat musyrikin yang terbunuh, maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam  berkata: “Kenapa orang-orang melampaui batas pembunuhan pada hari ini sampai mereka membunuh anak-anak?! ketahuilah sesungguhnya orang-orang pilihan di antara kalian adalah anak-anak kaum musyrikin, ketahuilah kalian jangan bunuh anak-anak26, ketahuilah kalian jangan bunuh anak-anak, setiap jiwa dilahirkan di atas fitrah, terus ia senantiasa di atas itu sampai lisannya mengungkapkan tentangnya, maka kedua orang tuanya menjadikan dia Yahudi atau Nasrani.” (HR. Ahmad, An Nasa’i, Ibnu Hibban dll, Shahih Al Jami’: 5571).

    Jihad yang mencukupkan dengan pembasmian penyakit tanpa ifrath dan tanpa tafrith adalah jihad yang dorongannya adalah balas dendam karena Alalh ta’ala dan hurumat-Nya, bukan balas dendam karena urusan pribadi dan kepentingan-kepentingannya.