Atas
nama aturan thaghut pula sudah berapa ribu manusia muslim maupun non
muslim yang dipenjarakan. Atas nama aturan thaghut, sudah berapa ribu
manusia muslim yang berubah aqidahnya menjadi sekuler, bahkan anti
Islam, memusuhi Islam, sengit dan benci terhadap Islam, muak terhadap
Islam, omong seenaknya mengenai Islam, dan meminggirkan ummat Islam
berpuluh-puluh tahun.
Atas
nama aturan thaghut, berapa ribu manusia muslim yang murtad, dan
berapa puluh juta manusia yang tidak tahu tentang agamanya, Islam,
bahkan tidak tahu bahwa Allah سبحنحا و تعال itu tempatnya di atas langit, bersemayam di atas ‘Arsy, lalu diajarkan bahwa Allah itu ada di mana-mana.
Atas nama aturan thaghut berapa ribu atau bahkan berapa juta manusia yang lebih mementingkan aturan thaghut daripada Allah سبحنحا و تعال,
apalagi hanya terhadap agama Islam. Atas nama aturan thaghut, berapa
juta manusia yang lebih mementingkan aturan thaghut daripada
syahadatain, hamdalah, shalawat atas Nabi Muhammad .
Terbukti, dalam pidato-pidato bahkan kadang khutbah Jum’at, mereka
fasih sekali mengucapkan aturan thaghut, namun belum tentu memuji Allah
dengan hamdalah, bershalawat Nabi, ataupun mengucapkan syahadatain.
Atas
nama aturan thaghut, berapa juta manusia yang menjadi keblangsak,
miskin dan melarat. Dan atas nama itu pula, berapa juta manusia yang
menjadi sangat rakus melebihi binatang buas, dan bahkan kebejatan moral
yang luar biasa, serta kekerasan dan kesadisan yang tidak takut api
neraka. Itu semua bisa ditambah dengan pertanyaan-pertanyaan lain yang
lebih banyak lagi.
Coba
mari kita belajar jujur kepada keadaan. Itukah yang tidak berbahaya,
sedang syari’at Islam yang dianggap bahaya? Alhamdulillah, aturan
thaghut yang diagung-agungkan, bahkan waktu lalu ketika negeri-negeri
lain mengalami konflik, lalu orang tak segan-segan mengatakan, ingin
mengekspor aturan thaghut kepada negeri yang konflik itu, lantas
alhamdulillah ditunjukkan oleh Allah سبحنحا و تعال
berkat aturan thaghut maka negeri ini penuh dengan konflik, krisis dan
kemerosotan moral yang luar biasa. Silakan aturan thaghut --yang
ditatarkan secara merata kepada guru besar, mahasiswa, pelajar, sampai
rakyat biasa-- itu sekarang diekspor, agar utang pemerintah yang sudah
sangat menjerat leher rakyat ini bisa terbayar sedikit-sedikt dengan
hasil ekspor aturan thaghutnya. Silakan.
Terus
terang saya rela mati untuk membela syari’at Islam, apalagi mereka
anggap syari’at Islam itu berbahaya kalau diformalkan. Saya anggap yang
berbahaya itu justru sebaliknya, yaitu yang menolak syari’at Islam,
dengan aneka bukti ini tadi. Dan syari’at Islam belum terbukti
bahayanya, baik dalam sejarah maupun dalam kenyataan. Silakan para
pejuang penentang syari’at, kalau mati nanti berbekal perjuangannya
itu, menghadapi siksa Allah yang amat pedih. Dan silahkan pula yang
memperjuangkan syari’at Islam, ketika mati nanti akan mendapatkan
pahalanya dari Allah سبحنحا و تعال, insya Allah.
Biarlah pencetus dan penggali api penentang syari’at Islam menyediakan neraka bagi pembela-pembela api itu. Sedang Allah سبحنحا و تعال
tetap akan menyediakan surga bagi pengamal dan pembela Syari’atNya.
Silakan para pembenci syari’at Islam mengatakan bahwa syari’at Islam
itu berbahaya, memecah belah keutuhan bangsa, silakan. Itu berarti
menuduh pembuat syari’at, yaitu Allah سبحنحا و تعال
sebagai Dzat yang berbahaya, dan memecah belah bangsa. Betapa
beraninya mulut-mulut mereka itu, padahal mereka mengaku sebagai hamba
Allah, namun sebenarnya adalah penentang Allah yang sangat dahsyat lagi
terang-terangan. Anehnya, mereka berani mengaku sebagai Muslim, bahkan
ada yang memimpin organisasi Islam.
Takut kalau bangsa ini pecah?
Mereka
takut kalau bangsa ini pecah, itu hanyalah alasan yang mereka
bikin-bikin dalam rangka menentang syari’at Islam. Sebenarnya, mereka
hanya takut kalau Islam itu tegak, maju, berkuasa, adil, menegakkan
hukum dengan baik. Karena mereka yang tadinya korupsi maka akan
kehilangan lahan, yang biasanya berzina akan terkontrol hukum, yang
biasanya bebas bermunafik ria akan terkena intaian kewaspadaan dari
masyarakat, yang tadinya sesukanya mengacak-acak syari’at sambil minta
sponsoran dari musuh syari’at akan kehilangan lahan, dan mereka yang
membodohi ummat dengan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at
seperti bid’ah, khurofat, kemusyrikan, sekulerisme, komunisme,
nasionalisme anti Islam dsb akan tak punya kesempatan lagi.
Mereka
sangat rela apabila muslimin ini dijejali ajaran thaghut hingga
keislamannya tidak jelas, dan akhlaqnya rusak. Mereka rela sekali.
Tetapi kalau akhlaq masyarakat itu terjamin secara Islami, kemaksiatan
diberantas, itu mereka tidak rela. Ibarat siluman, pohon tempat mereka
berlindung tahu-tahu ditebang, maka mereka tak rela. Pohon pelindung
itu adalah penghalang syari’at, kalau syari’atnya ditegakkan, otomatis
pohon itu jatuh. Itulah yang mereka tidak rela.
Mereka
mengingkari kenyataan sejarah, direkatnya bangsa Indonesia ini
bukannya oleh api penentangan syari’at, tetapi oleh Islam. Bangsa
Indonesia ini sejak dulu menyebut penjajah Belanda itu adalah Belanda
kafir. Bukan Belanda anti pancasila. Sedang perjuangan melawan penjajah
Belanda itu sama sekali bukan perjuangan untuk menegakkan aturan
thaghut, tetapi adalah untuk mengusir penjajah kafir, dengan kalimah
takbir, Allahu Akbar, memerangi penjajah Belanda yang kafir. Belanda
kafir itu telah banyak memberikan subsidi terhadap pribumi yang sesama
kafir pula, yaitu Protestan dan Katolik. Sebagai contoh, tahun 1927
alokasi bantuan dalam rangka pengembangan agama, sebagai berikut:
Protestan memperoleh f 31.000.000
Katolik memperoleh f 10.080.000
Islam memperoleh f 80.000
(H Hartono Ahmad Jaiz, Ambon Bersimbah Darah, Ekspresi Ketakutan Ekstrimis Nasrani, Dea Press Jakarta, halaman
10). Sekarang pun, banyak orang Non Muslim yang justru pro Belanda.
Maka bisa dipertanyakan, siapakah sebenarnya yang benar-benar berjuang
melawan Belanda kafir itu. Lantas, kenapa para pejuang Muslim yang
melawan Belanda kafir itu setelah terwujud kemerdekaan justru dikebiri
hak-haknya, dan harus membuang haknya demi pihak-pihak yang bisa
dimungkinkan justru pro penjajah Belanda?
Jadi,
sama sekali tidak benar, kalau syari’at Islam itu pemecah belah bangsa
Indonesia. Yang jelas , Iislam adalah perekat dan pembangkit semangat
dalam melawan dan mengusir penjajah kafir Belanda. Maka perlu
dipertanyakan, siapa yang berani menjamin bahwa aturan thaghut itu
pemersatu bangsa Indonesia, dan menjamin tidak adanya konflik. Justru
pengikat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang melawan penjajah kafir
adalah Islam.
Meskipun demikian, Islam tidak memaksa semua bangsa Indonesia harus
masuk Islam. Hanya saja anehnya, sikap ummat Islam yang begitu
tawadhu’ namun tegar menghadapi penjajah kafir itu, sejak kemerdekaan
1945 dikebiri oleh orang-orang yang menolak Islam, walau mereka mengaku
dirinya sebagai orang Islam. Lebih-lebih lagi setelah pengebirian itu
meningkat menjadi penipuan dan penindasan terhadap ummat Islam, bahkan
pembantaian terhadap Muslimin yang berlangsung lebih dari setengah
abad, maka kondisinya makin terpuruk lah bangsa ini, di samping itu,
makin banyak lagi orang-orang yang justru ikut-ikutan sebagai penentang
Islam, padahal mereka masih mengaku Muslim.
Yang
jadi persoalan, kenapa yang sikapnya seperti itu justru orang-orang
yang mengaku Islam dan bahkan duduk di barisan depan. Ini persoalan
besar, yang harus dipecahkan dengan cara-cara yang Islami. Arti Islami
bukan mesti lunak dan lemah lembut, namun sesuai dengan proporsinya.
Apa yang harus dibunuh, misalnya ular, tikus, gagak, kalajengking, dan
anjing gila itu harus dibunuh, walaupun di tanah Haram Makkah, dan kita
dalam keadaan ihram sekalipun. Membunuh yang seharusnya dibunuh itulah
Islami. Sedang membiarkan hidup yang seharusnya dibunuh itu tidak
Islami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar