Yasinan Malam Jum'at Secara Berjamaah Adakah Tuntunannya ?
Imam Syafi'i berkata : "Saya memandang SUNAT membaca surah AL KAHFI pada malam JUM'AT dan siangnya, karena telah datang katerangan hadits padanya". (Al Umm terjemahan Jilid 2 hal. 50 terjemahan Prof.TK.H.Ismail Yakub SH.MA.)
Sudah menjadi kebiasaan rutin pada tiap malam Jum'at sebagian ibu-ibu yang tergabung dalam jama'ah pengajian atau arisan RT mengadakan acara yasinan, yaitu membaca surah yasin bersama-sama pada tiap rumah warga setempat secara bergiliran. Biasanya mereka melakukan hal tersebut selain sudah menjadi tradisi juga tidak terlepas untuk meraih fadhilah-fadhilah yang akan didapatkan apabila membaca surat Yasin.
Terkadang dalam moment tertentu partai-partai politik juga ikut bagian memanfaatkan keadaan ini untuk menggalang masa dan dengan gencarnya menghidupkan acara ini. Mereka juga terkadang mencetak buku Yasin dengan gambar atau logo tertentu plus membagi-bagikan selendang atau jilbab dll. Maka jadilah perkumpulan yasinan sebagai komoditi politik.
Membaca
al Qur'an itu sangat di anjurkan dan bahkan mendapat pahala. Hanya saja
apabila dibuat semacam pengkhususan, seakan-akan membaca surat Yasin
pada malam jum'at adalah suatu kewajiban, maka hal tersebut tentunya
harus bersandar kepada dalil.
Tidak
salah membaca surah Yasin atau surah apapun pada malam jum'at secara
sendirian. Dan sangat salah juga kalau melarang seseorang membaca al
Qur'an.
Hanya
saja kekeliruan anggapan bagusnya membaca surah yasin pada malam jum'at
pada sebagian ummat Islam tersebut menjadi timbul karena keliru dalam
memahami fadhilah-fadhilah surah Yasin, dan dalam prakteknya surah Yasin
tersebut dibaca secara berjama'ah, sehingga tidak ada lagi yang
menyimak bacaan tersebut karena masing-masing membaca. Bagi yang kurang
bisa membaca al Qur'an biasanya hanya mengikuti membaca bagian ujung
pada setiap ayat dengan suara yang keras, sehingga tidak ada yang
mengoreksi benar atau salah bacaan tersebut. Padahal alangkah baiknya
seandainya membaca alqur'an tersebut secara tartil dan mengerti apa
maksud ayat tersebut. Dan hasil investigasi saya (penulis) ada di
beberapa kelompok jama'ah yasinan yang anggotanya hanya dapat membaca
surah Yasin bila membaca huruf latinnya saja (bahasa Arab yang ditulis
dengan bahasa Indonesia), tapi ketika di tes membaca sendiri-sendiri
langsung memakai teks Arabnya ternyata 1 s/d 3 orang saja yang mampu
membaca dengan baik, selebihnya tidak bisa.
Rasulullah, para sahabat, tabi'in dan tabiut tabi'in adalah orang yang PALING MENGERTI AGAMA ISLAM. Mereka tidak melakukan baca Yasin pada malam Jum'at secara berjama'ah walaupun mungkin sebagian manusia menganggapnya baik.
Pahamilah "Kaidah" yang agung ini;
لو كان خيرا لسبقون اليه
"Lau Kaana Khairan Lasabaquuna ilaihi"
SEANDAINYA PERBUATAN ITU BAIK, MAKA
RASULULLAH, PARA SAHABAT, TABI'IN DAN TABIUT TABI'IN PASTI MEREKA LEBIH
DAHULU MENGAMALKANNYA DARIPADA KITA. Karena mereka paling tahu tentang nilai sebuah kebaikan daripada kita yang hidup di jaman sekarang ini.
Yang perlu diketahui juga, setelah diteliti ternyata hadits-hadits
tentang keutamaan surah Yasin, satupun tidak ada yang shahih. Silahkan klik dan baca link ini:
http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2011/03/hadits-hadits-tentang-keutamaan-surah.html
Bahkan yang dianjurkan malah membaca surah Al Kahfi.
Silahkan klik dan baca link ini:
http://hijrahdarisyirikdanbidah.blogspot.com/2011/04/sunnah-membaca-surah-al-kahfi-pada.html
Namun ketika dinasehati akan hal tersebut biasanya mereka langsung berdalih dan mengatakan dan bergumam, “Masa baca surat Yasin saja dilarang?!” Atau ada pula yang berkata, “Masa baca dzikir saja dilarang?!”
Untuk menyanggah perkataan di atas, perlu sekali kita ketahui mengenai dua macam bid’ah yaitu bid’ah hakikiyah dan idhofiyah.
Bid’ah hakikiyah
adalah setiap bid’ah yang tidak ada dasarnya sama sekali baik dari Al
Qur’an, As Sunnah, ijma’ kaum muslimin, dan bukan pula dari penggalian
hukum yang benar menurut para ulama baik secara global maupun
terperinci. (Al I’tishom, 1/219)
Di
antara contoh bid’ah hakikiyah adalah puasa mutih (dilakukan untuk
mencari ilmu sakti), mendekatkan diri pada Allah dengan kerahiban (hidup
membujang seperti para biarawati), dan mengharamkan yang Allah halalkan
dalam rangka beribadah kepada Allah. Ini semua tidak ada contohnya
dalam syari’at.
Bid’ah idhofiyah
adalah setiap bid’ah yang memiliki 2 sisi yaitu [1] dari satu sisi
memiliki dalil, maka dari sisi ini bukanlah bid’ah dan [2] di sisi lain
tidak memiliki dalil maka ini sama dengan bid’ah hakikiyah. (Al I’tishom, 1/219)
Jadi
bid’ah idhofiyah dilihat dari satu sisi adalah perkara yang
disyari’atkan. Namun ditinjau dari sisi lain yaitu dilihat dari enam
aspek adalah bid’ah. Enam aspek tersebut adalah waktu, tempat, tatacara
(kaifiyah), sebab, jumlah, dan jenis.
Contohnya
bid’ah idhofiyah adalah dzikir setelah shalat atau di berbagai waktu
secara berjama’ah dengan satu suara. Dzikir adalah suatu yang masyru’
(disyari’atkan), namun pelaksanaannya dengan tatacara semacam ini tidak
disyari’atkan dan termasuk bid’ah yang menyelisihi sunnah.
Contoh
lainnya adalah puasa atau shalat malam hari nishfu Sya’ban (pertengahan
bulan Sya’ban). Begitu pula shalat rogho’ib pada malam Jum’at pertama
dari bulan Rajab. Kedua contoh ini termasuk bid’ah idhofiyah. Shalat dan
puasa adalah ibadah yang disyari’atkan, namun terdapat bid’ah dari sisi
pengkhususan zaman, tempat dan tatacara. Tidak ada dalil dari Al Kitab
dan As Sunnah yang mengkhususkan ketiga hal tadi.
Begitu
juga hal ini dalam acara yasinan dan tahlilan. Bacaan tahlil adalah
bacaan yang disyari’atkan. Bahkan barangsiapa mengucapkan bacaan tahlil
dengan memenuhi konsekuensinya maka dia akan masuk surga. Namun, yang
dipermasalahkan adalah pengkhususan waktu, tatacara dan jenisnya. Perlu
kita tanyakan manakah dalil yang mengkhususkan pembacaan tahlil pada
hari ke-3, 7, dan 40 setelah kematian. Juga manakah dalil yang
menunjukkan harus dibaca secara berjama’ah dengan satu suara. Mana pula
dalil yang menunjukkan bahwa yang harus dibaca adalah bacaan laa ilaha illallah,
bukan bacaan tasbih, tahmid atau takbir. Dalam acara yasinan juga
demikian. Kenapa yang dikhususkan hanya surat Yasin, bukan surat Al
Kahfi, As Sajdah atau yang lainnya? Apa memang yang teristimewa dalam Al
Qur’an hanyalah surat Yasin bukan surat lainnya? Lalu apa dalil yang
mengharuskan baca surat Yasin setelah kematian? Perlu diketahui bahwa
kebanyakan dalil yang menyebutkan keutamaan (fadhilah) surat Yasin
adalah dalil-dalil yang lemah bahkan sebagian palsu.
Jadi,
yang kami permasalahkan adalah bukan puasa, shalat, bacaan Al Qur’an
maupun bacaan dzikir yang ada. Akan tetapi, yang kami permasalahkan
adalah pengkhususan waktu, tempat, tatacara, dan lain sebagainya.
Manakah dalil yang menunjukkan hal ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar