* Ibnu Taimiyah berpendapat bahwasanya tidak boleh dimintai fatwa dalam masalah jihad kecuali para ulama’ yang berada di bumi jihad .. tidak boleh dimintai fatwa dalam masalah jihad kecuali para ulama’ yang memahami kondisi jihad dan berada dalam medan jihad.Ibnu Taimiyah berkata: “Seharusnya yang diterima pendapatnya dalam perkara-perkara jihad adalah pendapat orang yang memiliki agama yang lurus, yang memiliki pemahaman mengenai kondisi ahli dunia, bukan orang yang hanya memahami teori-teori agama.”
Ibnu Taimiyah mengharuskan kita untuk mengambil fatwa dalam masalah jihad dari orang yang memenuhi dua syarat:
Pertama: hendaknya ia terjun dalam peperangan dan mengerti apa-apa yang dibutuhkan dalam peperangan, memahami kondisi ahli dunia.
Kedua: hendaknya dia adalah termasuk ulama’ yang terkenal, artinya dia adalah orang yang memiliki agama yang lurus.”
Apabila salah satu dari dua syarat tersebut tidak terpenuhi, maka ia tidak boleh dimintai fatwa dalam masalah jihad. Dan berapa banyak dari kalangan ulama’ kita, para syaikh kita dan orang-orang yang kita hormati sebagaimana orang tua kita, mereka dimintai fatwa dalam masalah jihad di Afghanistan kemudian mereka memberikan fatwa agar tidak berangkat jihad di Afghanistan. Namun setelah mereka mengetahui kenyataan jihad Afghanistan mereka mencabut kembali fatwanya.
Inilah Syaikh Al Albani — semoga Alloh memberkahi umurnya — dahulu pada bulan Syawal tahun 1405 H berfatwa bahwasanya jihad itu hukumnya fardlu ‘ain, jihad di Afghanistan. Akan tetapi bagaimana kalian bisa pergi ke Afghanistan? Dimana kalian akan berlatih? Dan apakah kalian bisa masuk ke Afghanistan? Bagaimana kalian memerangi tank-tank Rusia dengan pisau dan belati? Kemudian akhirnya beliau ditanya oleh seorang pemuda yang menghadiri majlis beliau: “Saya adalah seorang dokter dan saya ingin pergi ke Afghanistan, apakah saya boleh berangkat ke sana?” Beliau menjawab: “Jangan, kamu jangan pergi.!”
Ini ketika kondisi yang sebenarnya tidak diketahui, Syekh kita ini tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang jihad di Afghanistan. Beliau tidak mengetahui bahwasanya kami di Masjid Shoda dapat menembakkan mortar dan menembakkan anti aircraft, dan juga dapat melaksanakan sholat, qiyamul lail dan belajar, dan bahwasannya kita dapat membawa persenjataan dengan bighol dan keledai di dalam Afghanistan selama satu bulan penuh tanpa ada seorangpun yang menahan kita. Kemudian satu bulan yang lalu, tiba-tiba beliau mengeluarkan fatwa — dan kami telah menerima kaset rekamannya, sekarang ada pada saya — : Bahwasanya sekarang ini jihad di Afghanistan hukumnya fardlu ‘ain. Kemudian ada seorang pemuda yang bertanya: Meskipun bersama para ahlul bid’ah? Beliau menjawab: Apakah kalian ingin menghapuskan kewajiban jihad. Bangsa mana yang terbebas dari bid’ah?! Pemuda itu lalu bertanya: Apakah ijin kepada kedua orang tua? Beliau menjawab: Dalam perkara-perkara fardlu ‘ain tidak perlu ijin kepada kedua orang tua. — sekarang kasetnya ada sama saya — kemudian mereka bertanya kepada beliau tentang mengangkat tangan dalam sholat …
* tidak boleh meminta fatwa kepada para Syaikh itu .. haram .. haram karena mereka tidak mengetahui keadaan jihad yang sebenarnya. Haram meminta fatwa kepada Syaikh, karena ribuan pemuda yang menunggu jawaban. Tidak boleh meminta fatwa dari orang yang tidak memiliki ilmu. Dan tidak boleh meminta fatwa kepada para ulama’ yang tidak memiliki pengalaman, tidak mengerti kondisi jihad, dan tidak ada yang mengerti kondisi jihad kecuali orang yang terjun dalam dunia jihad.
* Percayalah kepadaku wahai saudara-saudara: Sekarang saya sudah enam tahun di sini, dan saya kira saya adalah termasuk orang-orang Arab yang paling mengetahui kondisi jihad dan pernik-perniknya, para pemimpinnya dan pasukannya. Setiap hari saya mendapatkan pengetahuan baru tentang jihad di Afghanistan, lalu membuat perencanaan baru dalam mengoperasikan jihad Afghanistan, dan apa-apa yang dibutuhkan dalam jihad Afghanistan? Dan apa yang kami persembahkan untuknya setiap hari?
Ada seseorang syaikh yang tinggalnya di Amerika mengatakan: Sayyaf lima tahun yang lalu mengatakan bahwasanya kami membutuhkan harta dan kami tidak membutuhkan orang … tidak … Sayyaf mengatakan: Kami membutuhkan orang. Namun seandainya Sayyaf mengatakannya, atau tidak mengatakannya, saya katakan: Jihad di afghanistan itu sangat membutuhkan harta, namun kebutuhannya terhadap orang lebih besar daripada kebutuhannya kepada harta.
* Takutlah kalian kepada Alloh. Jika engkau melihat seorang pemuda yang berumur 30 th, ia bergelar Doktor dalam bidang fikih Islam. Ia dalam keadaan sehat dan muqim (berada di rumah, tidak bepergian), dapat menghancurkan dan membangun gunung, namun ia tidak berpuasa pada bulan Romadlon. Lalu engkau datang kepadanya dan bertanya: Apa hukumnya tidak berpuasa pada bulan Romadlon. Dia sendiri tidak puasa, apa yang akan ia katakan kepadamu?! Ia akan menyampaikan ribuan alasan kepadamu, dan akan memberikan keringanan kepadamu untuk tidak berpuasa pada bulan Romadlon. Karena dia sendiri tidak berpuasa. Apakah engkau bertanya tentang puasa Romadlon kepada orang yang tidak berpuasa Romadlon?! Apakah angkau akan bertanya tentang hukum sholat kepada orang yang tidak sholat?! Dan apakah engkau akan bertanya tentang zakat kepada orang yang tidak mau membayar zakat?! .. ini tidak masuk akal .. ini jelas-jelas analogi yang sangat rusak … sangat aneh: Seseorang berpangku tangan di dalam rumahnya .. panjang mobilnya 3 meter .. atau lebih .. lebih dari 3 meter .. panjang (Chevrolet), pada hari ini mereka tidak mau naik kecuali Mercedes. Dan jika engkau masuk ke dalam rumahnya, engkau akan bingung apakah engkau berada di dalam surga atau di dunia lantaran saking banyaknya perabotannya dan kasurnya yang empuk di dalamnya.
Ada seseorang mengatakan kepadaku: Sesungguhnya ada beberapa rumah yang mana apabila ada orang yang masuk ke dalamnya pasti ia akan mengatakan: Jika surga itu seperti ini tentu kita mendapatkan kenikmatan yang sangat besar. Orang yang seperti ini engkau datangi dan engkau tanyai tentang jihad?! .. engkau katakan: Wahai Syaikh tinggalkanlah pekerjaanmu!.
Ada seorang hakim besar di sebuah kota. Datanglah ke pegunungan Afghanistan dan engkau akan mendapatkan pelatihan oleh Abu Burhan!.. tidak masuk akal, dia tidak dapat dipercaya. Artinya; pertama secara akal tidak dapat diterima. Baik menurutmu atau menurutnya. Seandainya engkau berakal tentu engkau tidak akan bertanya kepadanya tentang jihad .. kenapa?! Karena jihad itu menurutnya adalah meletakkan telepon di sisinya, lalu orang bertanya kepadanya: Apa hukum memasukkan jarum suntik pada bulan romadlon? Pada urat atau otot?! Jika pada otot tidak membatalkan puasa, namun jika pada urat membatalkan puasa!!
Orang-orang bertanya kepadanya: Apa hukum bercelak pada bulan Romadlon?! .. “Ya, bercelak boleh, karena Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bercelak.”
Inilah jihad bagi dia..! orang semacam ini engkau inginkan untuk memakai sepatu bot atau memakai baju yang kumal sepertimu, kemudian mondar-mandir di Joji, menantang kematian. Setelah itu berjalan selama 45 hari melintasi Badakhsyan di atas salju. Orang-orang Syi’ah akan menghadangnya, orang-orang kafir akan menghadangnya, dan lain-lain .. ini tidak pernah terlintas sama sekali di dalam benaknya, ia belum pernah membayangkan ini sama sekali.
Maka jika engkau bertanya kepadanya ia akan membolehkanmu untuk tidak berangkat berjihad, ia akan menerangkan dan menjelaskan bahwasanya engkau lebih baik duduk di negerimu daripada berangkat berjihad!!
* Telah beredar sebuah kaset rekaman yang membantah bukuku yang berjudul ”Ad Difa’ ’An Arodlil Muslimin Ahammu Furudlul A’yan”. Semua orang yang mendengarkan kaset itu mengatakan: Sesungguhnya duduk di Saudi itu lebih baik daripada pergi ke Afghanistan. Dan yang lebih menyedihkan saya lagi adalah, ia mengatakan: Wahai saudara-saudaraku — ia mengatakan kepada para pemuda yang ia didik —, wahai saudara-saudaraku — padahal aku mendengar bahwasanya ia adalah seorang yang mulia dan termasuk da’i yang terkenal, dan demi Alloh aku sangat sedih ketika aku mendengarkan kaset itu. Dan saya katakan; Semoga Alloh mengampuninya. Orang-orang pada mengatakan: Bantahlah kaset itu. Saya jawab: Tidak, aku tidak mau membantahnya. Saya katakan: Ada seseorang yang berfatwa tentang jihad, sedangkan dia tidak mengetahui di mana Miran Syah dan di mana Shoda. Coba tanyakan kepadanya tentang Shoda, mungkin ia akan menyangka shod-ul hadid (karat besi) ..!! ya .. dia tidak tahu bagaimana berfatwa tentang masalah ini .. ada seseorang yang tidak pernah melihat senjata, tidak pernah melihat orang-orang komunis, tidak pernah melihat bumi Afghanistan .. bagaimana ia bisa berfatwa tentang permasalahan Afghanistan. Maka, apa yang ia katakan dari awal sampai akhir sama sekali tidak dapat diterima, apapun yang ia katakan. Selain itu ia tidak mencantumkan satupun dari ayat atau hadits atau perkataan ulama’ dalam semua yang ia katakan … ((Syaikh yang dibicarakan oleh Syaikh Asy Syahid Abdulloh Azzam rohimahulloh ini adalah Fadlilatusy Syaikh Safar Al Hawali hafidhohullohu wa hadahu)).
Ia mengatakan: Wahai saudara-saudaraku, seandainya ini adalah permasalahan harta maka ini adalah masalah yang ringan .. akan tetapi ini adalah masalah darah wahai saudara-saudaraku.
Saya sangat sedih sekali .. sedih sekali. Seolah-olah darah yang tertumpah untuk melindungi agama Alloh ‘azza wa jalla dan untuk melindungi Islam dan kaum muslimin serta untuk melindungi harga diri ini seolah-olah tertumpah sia-sia. Seolah-olah ia menyayangkan orang-orang yang mati syahid di Afghanistan.
“Wahai saudara-saudaraku, ini adalah darah.” — dua kali ia mengucapkannya dalam kaset tersebut — seandainya “.. masalah harta, masalahnya ringan..” seolah-olah darah ini apa?! Seakan-akan orang ini mati karena jatuh dari mobil!!.
Oleh karena itu mereka tidak mampu melaksanakan jihad .. membayangkan saja tidak bisa. Maka saya katakan: Saya tidak mencela ia saudara kita ini mengatakan begitu, karena dia belum merasakan manisnya jihad, dia tidak mengerti jihad.
Dan Ibnu Taimiyah mengatakan: Siapakah yang boleh dimintai fatwa tentang jihad?! Ia mengatakan: “Sesungguhnya yang bisa diterima dalam masalah jihad itu adalah pandangan orang yang memiliki pemahaman yang benar tentang agama dan memahami kondisi ahlud dun-ya (manusia).”
Maksudnya adalah orang yang berada di medan perang yang mengerti kondisi peperangan, peperangan yang dilakukan oleh ahlud dun-ya (manusia) dan memiliki pemahaman yang benar tentang agama, ia orang yang bertaqwa yang boleh dimintai penjelasan tentang jihad. Dan tidak boleh bertanya tentang jihad kepada orang yang memiliki pemahaman yang benar tentang agama akan tetapi tidak memahami kondisi ahlud dun-ya (manusia), dan tidak bertanya tentang jihad kepada orang-orang yang hanya memiliki pemahaman nash-nash secara dhohir. Orang yang boleh ditanyai tentang jihad hanyalah orang yang berilmu, bertaqwa dan memahami peperangan.
Orang-orang pada mengatakan kepadaku: Engkau berfatwa bahwa jihad itu fardlu ‘ain dan tidak perlu ijin kepada kedua orang tua?! Saya jawab: Bukan saya yang berfatwa, akan tetapi yang berfatwa adalah semua ushuliyun (ahli ushul fiqih), semua ahli hadits, semua ahli tafsir dan semua ahli fikih, semenjak mereka mulai menulis kitab pada generasi pertama sampai hari ini, semuanya berfatwa sebagaimana yang telah saya fatwakan.Mereka mengatakan: Akan tetapi Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Utsaimin tidak berfatwa seperti itu. Saya katakan kepada mereka: Mereka itu adalah Syaikh kita dan kita sangat menghormatinya. Saya sependapat dengan mereka, dan mereka tidak sependapat denganku dalam satu kata saja mengenai sebuah kaedah. Yaitu sebuah kaedah yang mengatakan: Bahwasanya apabila orang-orang kafir memasuki satu jengkal tanah dari wilayah kaum muslimin, jihad hukumnya menjadi fardlu ‘ain bagi penduduk daeah tersebut. Sehingga seorang wanita harus berangkat tanpa harus ijin kepada suaminya, namun harus dengan mahromnya, seorang budak harus berangkat tanpa harus ijin kepada majikannya, seorang anak harus berangkat tanpa harus ijin kepada orang tuanya dan orang yang memiliki tanggungan hutang harus berangkat tanpa harus ijin kepada orang yang menghutanginya. Kemudian jika penduduk daerah tersebut belum mencukupi, atau mereka melalaikannya atau bermalas-malasan, atau tidak mau berperang maka fardlu ‘ain itu meluas terhadap orang-orang yang tinggal di sekitarnya per daerah. Kemudian jika mereka juga melalaikannya atau bermalas-malasan atau tidak mau berperang atau mereka belum mencukupi … kepada orang-orang yang berada di dekat mereka …
kemudian begitu seterusnya, sampai fardlu ‘ain itu meluas keseluruh penjuru dunia. Syailkh Utsaimin, Syaikh bin Baz dan semua Syaikh di muka bumi ini sepakat dengan kaedah ini.
Adapun perbedaan antara kami dan mereka?! .. dan mereka adalah ustadz-ustadz dan syaikh-syaikh kami, dan kami mencintai serta menghormati mereka. Perbedaannya adalah: bagaimana kita mempraktekkan kaedah ini di Afghanistan?! Pertanyaannya adalah: Apakah Afghanistan membutuhkan orang atau tidak?! Jika Afghanistan membutuhkan orang maka kaedah ini sesuai untuk Afghanistan, dan jika Afghanistan tidak membutuhkan orang maka kaedah ini tidak berlaku untuk Afghanistan — maka kami tanyakan —; Apakah Afghanistan membutuhkan orang?!
Pertanyaan ini tidak boleh ditanyakan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz maupun Syaikh Ibnu Utsaimin. Pertanyaan ini harus ditanyakan kepada saya, karena saya lebih mengetahui tentang kondisi Afghanistan,
daripada beliau berdua. Perjalanan jihad, kondisi masyarakat dan kebutuhan mujahidin.
Adapaun para syaikh itu, mereka akan memberikan fatwa sesuai dengan gambaran yang ada dalam benak mereka. Lalu apa yang ada di dalam benak mereka?! Ada seorang pemuda yang datang ke Peshawar dua hari lalu ia bertanya: Bagaimana mereka ini?! Mereka menggunakan jimat … kuburan dan lain-lain, pulanglah ke negerimu. Lalu ia menyampaikan laporan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz: Wahai yang mulia, Syaikh besar kami, saya telah mengunjungi para mujahidin dan muhajirin, lalu kami dapatkan di sana syirik kecil dan syirik besar! … laporannya sepenuh empat halaman.
Ini sama dengan orang yang datang kepada Syaikh Abdul Aziz lalu mengatakan: Wahai Syaikh Abdul Aziz, bolehkan kita menawan wanita-wanita komunis — menjadikannya sebagai budak —. Tentu beliau menjawab berdasarkan teori .. ya, boleh menjadikan mereka sebagai budak. Seadainya ia datang dan menanyakannya kepadaku, tentu akan ku jawab: Haram hukumnya menjadikan wanita-wanita komunis itu sebagai budak .. kenapa?! Karena saya mengetahui apa yang tidak diketahui oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz. Saya tahu bahwa seandainya ada seorang wanita dari Jalalabad yang menjadi istri orang kamunis lalu dijadikan budak tawanan oleh seorang Arab, pasti seluruh orang Arab akan dibantai … kenapa?! Karena wanita yang menjadi istri orang komunis itu adalah seorang wanita yang berasal dari Kabilah si Fulan, yang mana kebanyakan orang-orangnya adalah mujahidin. Bagaimana anak mujahidin menjadi sesuatu yang diincar dan dicuri oleh orang Arab dan dijadikannya sebagai budak tawanan?!! Hukumnya secara teori boleh karena dia adalah mujahid. Akan tetapi Syaikh tidak memahami tabiat mereka .. tabiat permasalahannya. Ini adalah sedikit dan kehormatan juga sangat mahal, yang lebih maslahat dalam keadaan seperti ini adalah hukumnya haram dan dilarang dengan alasan kemaslahatan yang syar’i.
Kemudian seandainya mereka meminta fatwa kepada seorang pemuda Arab yang besemangat, yang datang ke Peshawar dan telah belajar di bidang fikih, dan si Fulan di bidang hadits; Apakah boleh menjadikan kaum wanita Rusia yang berada di dalam peperangan dan memerangi kaum muslimin sebagai budak tawanan?! Tentu jawabannya adalah: Ya, menurut Syaikh boleh … Saya katakan kepadanya: Tidak boleh, hal itu haram hukumnya bagimu … kenapa?! Karena seandainya kita jadikan seorang wanita Rusia saja sebagai budak, mereka akan menangkap ratusan wanita muslimah dan menodai kehormatan mereka. Kita akan berfatwa boleh atau tidak?! Jadi, yang berfatwa haruslah orang yang memahami tabiat permasalahan. Daerah yang akan engkau beri fatwa?! Engkau harus memahami permasalahan secara utuh tentang daerah dan kondisi yang berlaku di sana, bukan hanya sekedar teori.
* Dan mereka datang untuk mempermalukanku, mereka mengatakan: Syaikh Abdul Aziz memberikan fatwa tidak sebagaimana fatwa yang anda berikan. Demi Alloh, Syaikh Abdul Aziz adalah orang yang saya cintai dan saya hormati melebihi cinta saya kepada ibuku, bapakku dan diriku sendiri. akan tetapi seandainya Syaikh Abdul Aziz mengetahui apa yang saya ketahui tentu ia akan berfatwa sebagaimana yang kami fatwakan.
Perhatian:
Hal itu terjadi sebelum buku ”Ad Difa’ ‘An Arodlil Muslimin Ahammu Furudlul A’yan” disampaikan kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Utsaimin — semoga Alloh merahmati beliau berdua. Karena beliau berdua sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Abdulloh Azzam dalam kata pengantar buku “Ad Difa’ …”, beliau berdua setuju dengan apa yang ada di dalam buku tersebut setelah buku tersebut disampaikan kepada beliau berdua.
Dan kisah yang diceritakan oleh Syaikh Asy Syahid Abdulloh Azzam rohimahullohmenegaskan tentang hal ini:
Syaikh Abdulloh Azzam rohimahulloh berkata:
Saya pernah pergi ke daerah Al Qoshim. Al Qoshim kalian tahu, daerah itu terpencil dan jauh. Tidak seperti Jeddah, Madinah, Mekah dan Riyadl. Jauh dari hubungan dunia, dan berita-berita tentang jihad sama sekali tidak jelas. Saya berkunjung kepada Syaikh Ibnu Utsaimin. Kami katakan kepada beliau. Dan ternyata pada saat saya sampai ke tempat beliau berada, ada dua orang pemuda yang datang dari wilayah timur untuk meminta fatwa kepada Ibnu Utsaimin tentang hukum jihad. Dan salah seorang di antara mereka membuat image yang buruk terhadap jihad. Saya bertemu dengan mereka di sana. Ibnu Utsaimin berkata kepada pemuda itu: Berbicaralah, dan ceritakanlah apa yang kamu ketahui tentang mereka? Lalu saya sedikit berbicara dan menjelaskan permasalahan.
Ibnu Utsaimin kemudian mengatakan kepada orang yang membuat image buruk tadi: Kamu jangan mengatakan seperti ini lagi, karena kamu berdosa. Karena kamu menghalangi manusia untuk berjihad. Ia mengatakan: Saya mendengar ini dari Adil Al Utaibi Najmud Din, datang dari wilayah timur bersama satu orang yang membuat image buruk tentang jihad tersebut.
Saya pernah menyampaikan ceramah di ‘Anizah setelah isya’. Lalu Syaikh Utsaimin berkata kepadaku: Besok kita berbincang-bincang setelah sholat Jum’at. Sebagian orang tidak senang dengan jihad, mereka sesak dadanya kerana sebelum sholat jum’at orang-orang memiliki image yang baik tentang jihad di Afghanistan. Kemudian pada hari yang kedua, tiba-tiba mereka memberikan kepada Ibnu Utsaimin selembar kertas yang berstempel. Saya tidak tahu apakah Alloh menurunkan hujjah tentangnya atau tidak. Mereka mengatakan bahwasanya orang-orang Afghan itu — lembaran itu mereka terjemahkan ke dalam bahasa Arab — menganggap bahwa Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin itu orang Wahabi dan kafir, tidak boleh sholat bermakmum kepada mereka. Kemudian lembaran itu ditandatangani oleh tujuh fraksi jihad, Abdur Robbir Rosul Sayyaf dari Al Ittihad Al Islami dan lain-lain. Syaikh Utsaimin mengatakan kepada saya: Ambil dan lihatlah lembaran ini wahai Syaikh Abdulloh. Saya lihat lembaran itu dan saya katakan kepada beliau: Demi Alloh, ini adalah dusta. Sedangkan khothbah yang disampaikan oleh Syaikh Utsaimin ketika itu adalah mengenai jihad.
Kemudian saya berbicara, sedangkan orang-orang masih tetap tinggal di tempat setelah sholat. Orang-orang pada ingin pergi makan siang. Di masjid masih tersisa separoh lebih, dan mereka tidak ingin keluar kemudian pembicaraan berlangsung lama. Kemudian setelah saya berbicara kurang lebih satu setengah jam kami pergi dan makan siang di rumah Syaikh Ibnu Utsaimin. Lalu kami katakan kepada beliau: Apa pendapat anda tentang jihad ini? Beliau menjawab: Wajib, yakni fardlu. Wajib dan fardlu itu sama saja. Lalu beliau saya Tanya: Ijin kepada kedua orang tua? Beliau menjawab: Jika berbakti kepada keduanya itu mengharuskannya meminta ijin kepada keduanya maka harus meminta ijin kepada keduanya. Saya katakan: Perinciannya? Beliau menjawab: Jika ia anak satu-satunya, sedangkan kedua orang tuanya membutuhkannya maka hendaknya ia meminta ijin, namun jika tidak maka tidak perlu ijin.
Syaikh Abdulloh Azzam rohimahulloh juga mengatakan:
Wahai manusia, sesungguhnya jihad Afghan itu fardlu ‘ain bagi seluruh kaum muslimin berdasarkan kesepakatan ulama’ salaf dan kholaf, para ahli hadits, para ahli fikih, para ahli ushul fikih dan para ahli tafsir. Ini adalah yang mereka katakan. Dan kami telah menulis sebuah fatwa tentang masalah ini yang kami beri judul (Ad Difa’ ‘An Arodlil Muslimin Ahammu Furudlil A’yan). Judul ini saya ambil dari perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah: Bahwasanya apabila ada musuh yang menyerang, yang merusak agama dan dunia, tidak ada sesuatu yang lebih wajib setelah iman selain melawannya.
Pertama: laa ilaaha illalloh muhammad rosululloh, kemudian setelah itu melawan musuh yang menyerang. Dan saya telah menyampaikan sebuah fatwa kepada kibarul ‘ulama’, dan yang pertama kali saya sampaikan adalah Syaikh Abdul Aziz bin Baz, dan beliau menyetujuinya, namun ketika itu lebih tebal dari yang sekarang, sehingga beliau mengatakan: Ini bagus, maka ringkaslah supaya kami memberikan kata pengantar padanya, kemudian kita akan menyebarkannya. Maka saya pun meringkasnya. Kemudian setelah itu waktunya sempit dan beliau sibuk dengan urusan haji hingga saya kembali dan belum lagi saya tunjukkan kepada beliau setelah saya ringkas. Namun saya sempat membacakannya kepada banyak ulama’ dan saya meminta tanda tangan mereka atas persetujuan mereka.
((silahkan meruju’ perkataan Syaikh Bin Baz rohimahulloh pada halaman 2))’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar