Dari Salamah bin Nufail Al Kindi ia berkata,’ Saya duduk di sisi
Nabi, maka seorang laki-laki berkata,” Ya Rasulullah, manusia telah
meninggalkan kuda perang dan menaruh senjata. Mereka mengatakan,” Tidak
ada jihad lagi, perang telah selesai.” Maka Rasulullah menghadapkan
wajahnya dan besabda,” Mereka berdusta !!! Sekarang, sekarang, perang
telah tiba. Akan senantiasa ada dari umatku, umat yang berperang di atas
kebenaran. Allah menyesatkan hati-hati sebagian manusia dan memberi
rizki umat tersebut dari hamba-hambanya yang tersesat (ghanimah).
Begitulah sampai tegaknya kiamat, dan sampai datangya janji Allah.
Kebaikan senantiasa tertambat dalam ubun-ubun kuda perang sampai hari
kiamat.”
لا يزال من أمتي أمة قائمة بأمر الله لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم على ذالك.
"Akan
selalu ada dari umatku, sekelompok orang yang menegakkan perintah
Allah, tidak membahayakan bagi mereka orang-orang yang mencela dan
menyelisihi mereka, hingga datang urusan Allah dan mereka tetap dalam
keadaan seperti itu". (HR. Al Bukhori 3641)
Semua
ulama sepakat, bahwa akan selalu ada kelompok yang senantiasa berada
dalam kebenaran, menegakkan perintah Allah, dan berperang di jalanNya
sebagaimana yang disabdakan Nabi, kelompok tersebut disebut sebagai
Thaifah Manshurah. Umat islam, dalam menghadapi berbagai macam fitnah
oleh orang-orang kafir, baik kafir asli maupun kafir murtad, kaum
muslimin terpecah menjadi tiga kelompok:
- Thaifah manshuroh (kelompok yang ditolong Allah)
- Thaifah mukhodzilah (kelompok pencela yang melemahkan semangat jihad)
- Thaifah mukholifah (kelompok pengkhianat yang bergabung kedalam barisan musuh)
Kemudian
Ibnu Taimiyah berkata: Maka hendaklah setiap orang melihat, termasuk
kelompok manakah dirinya ; Thaifah Manshurah, Thaifah mukhadzilah
ataukah Thaifah mukhalifah, karena tidak ada kelompok keempat !!!?”
(Majmu’ Fatawa, 26/416-417).
Hendaklah setiap diri kita
bermuhasabah, mencoba jujur pada Allah, masuk kedalam kelompok manakah
kita ini? Tentu kita berharap bahkan mungkin dengan tegas mengatakan,
bahwa kita termasuk kelompok thaifah manshuroh, sebab kelompok inilah
satu-satunya kelompok yang diberkahi dan dijamin keselamatannya oleh
Allah di dunia maupun di akhirat.
Namun inilah problemnya,
karena ini satu-satunya kelompok yang diridhai Allah azza wa jalla,
maka begitu banyak orang-orang yang mengaku-aku sebagai golongan thaifah
manshuroh ini.
Ikhwan fiddin arsyadakumullah...
Sebagai
manusia yang imannya masih sehat wal afiat, tidak ada diantara kita
yang mau bergabung dengan kelompok pencela apalagi kelompok pengkhianat,
dan kita juga tidak mau disebut sebagai pencela atau pengkhianat.
Namun
terkadang klaim berbeda dengan fakta sebenarnya, terkadang barang yang
ditawarkan tidak sesuai dengan kondisi aslinya. Ada ikhwan yang mengaku
sebagai thaifah manshuroh, tapi ternyata mulutnya lebih berbisa dan
menyengat daripada ular kobra, kesana kemari mencela ikhwan-ikhwan
lainnya, membuka aibnya, mewanti-wantinya, melemahkan semangatnya dan
melabelinya dengan gelar-gelar pemecah belah, seperti isti'jal, salah
langkah, maunya jihad saja, terburu-buru, dsb. Sedangkan kita tahu,
bahwa ciri-ciri kelompok thaifah manshurah yang diisyaratkan oleh
Rasulullah SAW, bahwa kegiatan kelompok ini adalah selalu berperang,
berjihad hingga keputusan Allah datang, bukan mencela dan melemahkan
jihad!
Risalah kecil ini hadir, sebagai nasehat dan
peringatan kepada ikhwan-ikhwanku yang masih bingung dalam membedakan
mana thaifah manshuroh dan thaifah mukhodzilah, mana produk KW1 dan mana
KW2, mana kambing dan mana singa, mana ikan segar dan mana ikan busuk.
Karena semakin banyak pencela bermunculan sekalipun peringatan telah
banyak disampaikan. Hampir setiap hari, terdengar kalimat-kalimat baru
yang mencela thaifah manshuroh... Ada apa gerangan?
Dan
jika ikhwan-ikhwan kita sadar setelah hujjah ditegakkan atas mereka,
namun mereka tetap berada di dalam kelompok thaifah mukhodzilah
tersebut. Maka kita harus menghukum mereka sebagai rangka menegakkan
kalimat Allah.
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ
Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. (Hud: 88)
Jika
mereka bisa menghukum para ikhwah yang beda ijtihad dengan mereka, bisa
menetralisir (baca: mengucilkan) bahkan memecat anggota yang dianggap
tidak loyal pada jama'ah karena “beda fikroh”, maka mengapa kita terus
saja diam mengalah dan tidak menghukum mereka?
Para Thaifah Mukhodzilah
Ikhwan fiddin arsyadakumullah...
Siapa
sih, thaifah mukhodzilah itu? Thaifah mukhodzilah adalah kelompok yang
kerjanya melemahkan semangat kaum mukminin dari berjihad dan ber'idad
dalam rangka melakukan perlawanan melawan kaum kafir, termasuk
peperangan salib modern yang terjadi saat ini. Mereka mencela,
melemahkan semangat, berusaha untuk menghalang-halangi para ikhwah
sekalian untuk berjihad, baik dengan ucapan, maupun yang lainnya. Mereka
memelintir ayat-ayat Allah, mereka melontarkan syubhat-syubhat yang
membuat samar, bahkan terkadang terang-terangan menyalahkan apa yang
telah kita lakukan padahal hal tersebut jelas disyariatkan oleh Allah.
Jangan terkecoh, mereka bisa berprofesi sebagai orang awam, ikhwan,
ustadz, murobbi, ustadz-ustadz besar atau kecil, tokoh, ulama, anak,
istri dll.
Bisa jadi mereka dulu pernah berjihad di
Afghan, Philipina, Libya, Kosovo, Poso, atau Ambon. Tapi itu dulu, ya...
dulu sekali... 10 atau 20 tahun yang lampau... dan sekarang, menjadi
pencela illa man rahimahullah.
Bisa jadi mereka
tamatan pesantren, mahad aly, Madinah, Mesir, bisa jadi mereka juga
memiliki gelar yang mentereng LC, MA atau yang lainnya.
Syeikh Abu Abdillah Usamah bin Ladin berkata:
“Meski
umat Islam hari ini terpuruk karena tidak melaksanakan kewajibannya,
yakni berkonfrontasi melawan para agen salibis dan melepaskan diri dari
ancaman mereka, namun masih banyak anak-anak Islam yang masih jujur.
Tatkala mereka telah memahami bahwa para penguasa telah mengekor kepada
Amerika, mereka membenci dan meninggalkan para penguasa tersebut, lalu
bergabung dengan Jamaah-Jamaah Islamiyah yang menyerukan pelaksanaan
hukum Islam, menegakkan kembali Khilafah serta merebut kembali
Palestina.
Namun sebenarnya para Qiyadah Jamaah tersebut
melihat bahwa amanah ini sangatlah berat. Selain itu para penguasa tidak
akan memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperjuangkan kebaikan
yang mereka inginkan. Lalu para penguasa itu akan membuat tekanan hebat
kepada mereka dan memberikan pilihan antara meninggalkan jalan
perjuangan yang syar’i yang akan menghantarkan mereka kepada penegakan
Daulah Islam, yakni jihad fi sabilillah, atau pilihan yang kedua adalah
penyiksaan dan pembunuhan. Lalu para Qiyadah Jamaah-Jamaah Islamiyah
tersebut lebih memilih pilihan pertama dan meninggalkan jihad fi
sabilillah, lalu mereka melabeli serangan yang dilancarkan
mujahidin terhadap para thoghut sebagai tindakan kekerasan, mereka cela
tindakan tersebut dan mereka cela pula mujahidin. La haula walaaquwwata illa billah. “
Supaya
tidak berbelit-belit, mari kita bersama-sama menyimak contoh
ucapan-ucapan dan tindakan para pencela, agar kita bisa membedakan
dengan sejelas-jelasnya antara yang haq dan yang sesat. Contoh ana
berikan dari anggota sebuah jama’ah jihad yang besar kepemimpinannya
dimata umat. Sebab sebenarnya merekalah orang-orang berilmu dan
detonator ummat, akan tetapi justru banyak yang menjadi pencela illa man rahimahullah.
وَكَذَٰلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ وَلِتَسْتَبِينَ سَبِيلُ الْمُجْرِمِينَ
Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh), dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa. (Al-An'am: 55)
Contoh 1:
Seorang ikhwan menasehati ikhwannya: “Jangan dekat-dekat dengan ustadz itu nanti kamu bisa dipenjara”.
Maknanya,
Jauhilah ustadz itu supaya kamu tidak diminta untuk i'dad dan jihad.
Jika kamu ber'idad apalagi jihad kamu akan ditangkap dan dipenjara.
Ditahdhir karena urusan i'dad wal jihad.
Atau ada istri ikhwan menasehati istri ikhwan lainnya: “Umi
enak, karena keluarga umi banyak, kalau suami umi ditangkap, maka
banyak keluarga umi yang akan menampung, sedangkan keluarga saya
sedikit”.
La haula walaquwwata illa billah, hasbunallah wa ni'mal wakil....
Apabila
istri kita saja ditarbiyah dengan tarbiyah mukhodzilah seperti ini,
bagaimana dengan generasinya? Bagaimana nasib Islam kedepan jika
tarbiyah metode semacam ini terus dibudidayakan? Inikah hasil
pentarbiyahan sebuah jama'ah jihad selama lebih dari 10 tahun! Atau
jangan-jangan tarbiyah dari jama'ah jihadnyalah yang error? Ini pasti
ada yang salah, ada bug dan jangan nyatakan ini kesalahan teknis, apalagi dengan mengatakan bahwa ikhwan dan ummahat itu sebagai produk gagal.
Kepada
ummahat ini dan lainnya, simaklah nasehat Abu Mus'ab Az-Zarqawy
rahimahullah kepada para ummahat muslimah di seluruh penjuru dunia: Mengapa
kalian tidak memotivasi suami-suami dan anak-anak kalian untuk berjihad
melawan kaum salibis, berperang melawan kaum murtadin, dengan
mengorbankan nyawa dan darah demi agama ini?
Contoh 2:
Alkisah,
seorang anggota jama'ah jihad memberikan laporan kepada qoidnya;
perihal ada ikhwan yang berkeinginan membeli senjata sebagai pelaksanaan
perintah Allah untuk i'dad. Tiba-tiba qoid tersebut langsung berkata: “Saya baro' dari perbuatannya.. saya baro' dari perbuatannya...”, lalu ngeloyor pergi.
Coba
renungkan, qoid sebuah jama'ah jihad yang telah berpengalaman sekitar
10 tahun menggunakan kata BARO' yang artinya: berlepas diri, memusuhi,
membenci, tidak bertanggung jawab, lepas, lari, menjauh, menyingkir dari
amal seorang ikhwan yang ingin membeli senjata dalam rangka 'idad
fisabilillah! Ini adalah perkataan yang merusak dengan memelintir
istilah yang syar'i! Bukankah Baro' itu hanya terhadap perbuatan
orang-orang kafir? Sedangkan ikhwan ini berusaha untuk mengamalkan
perintah Allah!
Sejatinya ikhwan tersebut baru
berkeinginan, baru berniat membeli senjata, lalu bagaimana jika ikhwan
tersebut telah memiliki dan kemudian menyimpannya di dalam rumahnya
sendiri? Atau mempergunakannya untuk berjihad di jalan Allah? Mungkin
qoid jama'ah jihad itu akan berkata; “Wallahi saya sebagai qoid jama'ah jihad sangat baro' atas tindakannya membeli senjata untuk jihad!”.
Bergeraklah wahai tiang-tiang masjid,
retaklah wahai bebatuan,
dan terbakarlah wahai hati,
sungguh hati ini sakit dan terbakar,
para lelaki telah menanggalkan kejantanan mereka.” (Ibnul Jauzi rahimahullah)
Dari
sini muncul sebuah pertanyaan besar, jama'ah jihad seperti apa yang dia
pimpin? Fakta tidak boleh dikalahkan oleh dzon (prasangka)
Contoh 3:
Seorang
ikhwan bertanya dengan seorang qoid perihal amaliyah penembakan pendeta
misionaris yang dilaksanakan oleh ikhwan lainnya, qoid tersebut
menjawab kurang lebih: “Jihadnya syar'i , tapi maksiat pada jama'ah”.
Pemahamannya,
ada amalan yang secara syariat dibenarkan, namun secara jama'i
disalahkan karena tidak sesuai dengan marhalah-marhalah yang ditetapkan
oleh organisasi/jama'ah, dan ada amalan yang secara jama'i benar namun
secara syar'i salah! Wal hasil jama'ah memiliki syariat yang setara
dengan syariat Allah? Wal iyyadzubillah, bukankah ini kekafiran yang nyata?
Menyetarakan
syariat jama'ah (baca: pedoman perjuangan jama'ah) dengan syariat Allah
adalah kekafiran yang nyata, apalagi dari ungkapan diatas dipahami
secara gamblang; lebih mengutamakan syariat jama'ah dari pada syariat
Allah. Keterlaluan!
Lebih baik tidak jihad dari pada maksiat kepada jama'ah...
Lebih baik tidak i'dad dari pada maksiat kepada jama'ah...
Lebih baik tidak mentahrid dari pada maksiat kepada jama'ah...
Lebih baik tidak sholat dari pada maksiat kepada jama'ah...
Lebih baik tidak pakai jilbab dari pada maksiat kepada jama'ah...
Qoid Jama'ah jihad yang aneh binti ajaib... Merasa benar diatas kedurhakaan terhadap syariat.
Perkataan seperti ini banyak, diantaranya adalah:
Ada ikhwan yang berkata: “Bom Bali itu maksiat kepada jama'ah”.
Atau, “Bom Bali tidak bisa disebut sebagai jihad karena jihadnya tidak ijin amir jama'ah”.
Atau
seorang ustadz senior yang heran bertanya kepada ana mengenai
karamah-karamah agung yang dianugrahkan kepada trio syuhada, kurang
lebih; “Bukankah mereka maksiat kepada jama'ah, lalu mengapa mereka mendapatkan karamah seperti itu?”
Atau
kisah seorang ikhwan yang ditegur oleh qoidnya karena dia menolong
mengevakuasi ummahat-ummahat mujahidin beberapa menit sebelum serbuan 22
januari di Poso, “Antum maksiat”!
Atau perkataan seorang petinggi jama'ah jihad kurang lebih “Semoga Allah mengampuni dosa-dosa ikhwan-ikhwan yang syahid pada peristiwa 22 januari karena mereka maksiat kepada jama'ah”.
Atau berita dari seorang ikhwan yang menyampaikan secara shahih ada seorang ustadz besar yang menyatakan, Jabir rahimahullah (pelaku Bom Kuningan) tidak bisa disebut syahid!!!? Tentunya karena Jabir dituduh maksiat kepada jama'ah.
Atau perkataan, “Ikhwan-ikhwan Aceh bukan ikhwan kita”,
maksudnya mereka tidak taat kepada jama'ah, jadi tidak perlulah kita
bersedih hati atas penangkapan dan pembunuhan atas diri mereka. Atau
perkataan seorang ustadz besar “Mereka (ikhwan Aceh) adalah sampah-sampah jama'ah”. Semoga Allah merahmati orang-orang jujur.
Ikhwan,
jika kita kumpulkan data-data perkataan busuk seperti ini dari Negeri
Sembilan sampai Meurauke, akan menghabiskan berlembar-lembar kertas.
Wajar apabila ust. Abdul Barr Al-Harby mengatakan: Tanzhim dan pedoman perjuangan, bak berhala baru yang disembah! Tanzhim dan pedoman perjuangan menjadi andad
(tandingan) syariat di sisi syariat Allah yang Maha Tinggi, sadar atau
tidak sadar, ngaku atau malu-malu, kenyataannya seperti itu.
Kita sampaikan kepada orang-orang bertipe seperti ini dengan perkataan Syeikh Usamah hafizhahullah:
“Barangsiapa
belum yakin dengan jalan perang, hendaknya mempersilahkan orang lain
dan jangan mengecoh orang yang telah meyakininya.”
Contoh 4:
Ada ustadz muroby yang berbicara dengan nada lirih (menyampaikan informasi rahasia) kepada binaannya, kurang lebih
“Ustadz itu sudah keluar jama'ah, tolong antum sampaikan kepada
ikhwan-ikhwan lainnya tapi jangan sampai ikhwan-ikhwan yang baru
(taklim) tahu”. Atau bahasa lainnya, “Ustadz itu sudah punya kapal lain”, atau, “Ustadz itu nahkodanya sudah lain”.
Maksudnya apa coba...? Main kapal-kapalan? Bukan, maksudnya yaitu; hati-hati
dengan ustadz itu, jangan dekat-dekat dengan ustadz itu, hati-hati
kalau ustadz itu menemui antum, jangan undang dia untuk mengisi taklim,
tidak usah kerumahnya, hati-hati kalau bantu dia, kalau dia minta tolong
dibelikan tiket jangan layani... Kenapa? Karena nanti antum akan di
tahrid untuk beri'dad dan berjihad, karena nanti antum akan
diprovokatori untuk ber'idad dan berjihad, dan akhirnya antum bermaksiat
kepada jama'ah, akhirnya antum isti'jal (tergesa-gesa), akhirnya antum
dipenjara dan tidak ada yang mau menolong antum, akhirnya keluarga antum
akan tercerai berai dan antum menyusahkan ikhwan-ikhwan, akhirnya antum
syahid dan jenazah antum ditolak masyarakat, antum memadhorotkan
jama'ah serta program dakwah wa tarbiyah!!!
Thaifah manshuroh kok kerjaannya mencela dan melarang berjihad!?
Perkataan
sejenis seperti ini banyak beredar dipasaran, bukan hanya dimedia
massa, namun juga di mesjid-mesjid, bahkan sampai ke halaqoh-halaqoh!
Lucunya,
para binaan tersebut ternyata belum masuk ke jama'ah ustadz muroby.
Namanya juga baru binaan, yang berarti sebenarnya mereka tidak pantas
untuk mendapatkan informasi internal jama'ah. Tapi realitasnya, diobral
bak pakaian bekas kepada mereka-mereka yang belum masuk jama'ah. Para
binaan itupun dengan bangga dan pedenya ngaku-ngaku sudah masuk kedalam
jama'ah tersebut, bahkan merasa lebih paham tentang manhaj jama'ah
daripada ustadz yang dituduh keluar jama'ah, merasa kasihan dengan
ustadz yang keluar dari jama'ah, merasa lebih pengalaman harakah dan
perjuangan daripada ustadz yang keluar dari jama'ah. Tragis!!!
Untuk
dapat masuk kedalam jama’ah tersebut ada beberapa prosedur ketat, harus
melewati fase ini dan itu karena alasan keamanan dan terutama
“pembinaan” ketaatan. Pada puncaknya mubaya’ah antara calon anggota
jama’ah dengan amir baik secara langsung maupun tidak langsung. Supaya
antum lebih sadar dari igauan, lafal/sighoh baiat kepada amir jama'ah
ust muroby tersebut sebagai berikut:
Sighoh yang dibacakan oleh amir (sembari bersalaman):
عليك
عهد الله و ميثاقه أن توالي من والي الله و رسوله و تعادي من عاد الله و
رسوله و تعاون علي البر و التقوي و ﻻ تعاون علي إﻻثم و العدوانو ان كان
الحق معي نصرت الحق و ان كنت علي الباطل لم تنصر الباطل
Aku berjanji setia kepadamu atas nama Allah dan mitsaq-Nya yaitu bahwa antum bertawali' kepada siapa saja yang bertawali' kepada Allah dan rosul-Nya dan memusuhi siapa saja yang memusuhi Allah dan rasul-Nya, bahwa antum saling tolong menolong diatas kebajikan dan ketaqwaan dan tidak saling tolong menolong diatas dosa dan permusuhan. Maka apabila kebenaran beserta saya wajiblah antum menolong kebenaran itu dan jika saya berada diatas kebatilan maka wajiblah atas antum tidak menolong kebatilan itu.
Setelah itu calon anggota jama'ah berkata:
قبلت هذه المبايعة مااستطعت
Saya bersedia memenuhi mubaya'ah ini menurut kemampuan saya.
Insya
Allah bagi yang sudah masuk kedalam jama'ah tersebut tentu hafal sighoh
ini, jika lupa semoga tulisan ini dapat sebagai pengingat ahlu jama'ah
atas janjinya tolong menolong di atas al-haq bukan tolong menolong di
atas “jama'ah” apalagi tolong menolong diatas kemungkaran atas nama
“jama'ah”.
Apabila antum belum pernah berbaiat seperti
tersebut, maknanya antum belum dapat disebut sebagai ahlu jama’ah, masih
orang luar. Jadi tidak masuk akal jika seseorang yang belum masuk
kedalam jama’ah tersebut menuduh orang lain keluar dari jama’ah?
Biasanya
pasca mubaya'ah, akan diberikan beberapa materi khusus yang sebenarnya
telah ketinggalan zaman. Materi itu sangat jarang sekali diberikan dan
hanya diberikan kepada orang-orang yang terpilih dan yang duduk di
jabatan-jabatan tertentu. Sehingga sering kita mendengar ada ikhwan
berkata kepada ikhwan yang dianggap maksiat kepada jama'ah, “mereka tidak paham manhaj jama'ah”, padahal dirinya sendiripun tidak paham apa itu manhaj jama'ah. Lalu siapa sih yang paling layak disebut paham manhaj jama'ah?
Jadi
sadarlah para binaan, kalau antum belum masuk kedalam jama'ah tersebut
dan qoid yang ngaku-ngaku sebagai qoid antum, hakekatnya ia bukanlah
komandan antum, karena antum belum ada akad apapun dengan jama'ah
tersebut. Seandainya antum telah berbai'at dan telah menerima
materi-materi khusus atau antum telah menerima konsep Total Amniyah yang belum teruji itu, lalu lisan antum hoby mencacat dan mencela-cela, maka antum bukan golongan thaifah manshuroh!
Seandainya
antum tidak tahu tentang apapun dari pedoman perjuangan jama'ah
tersebut dan tidak pernah taklim dengan jama'ah tersebut, namun antum
selalu mendoakan mujahidin bahkan berjihad dengan harta dan nyawa antum
serta menjaga lisan antum dari mencela para mujahidin, maka antum
termasuk thaifah manshuroh insya Allah, bahkan lebih baik.
Ada lagi ummahat binaan berkata kepada ummahat binaan lainnya kurang lebih, “Di sini ada jama’ah baru yang kerjanya merekrut ikhwan-ikhwan kita”. Baru binaan, sekali lagi beliau baru binaan, sudah klaim sebagai ahlu jama’ah dan mengghibah. Seandainya balik ditanya,
“Kalau anti jama’ah apa umi?”, “Apa nama jama’ah anti umi?, “Siapa amir
anti umi?”, “kapan anti resmi masuk kedalam jama’ah tersebut?”, dia tidak akan mampu menjawab.
Kezaliman kerabat lebih menyakitkan
bagi seseorang, daripada tebasan pedang
Contoh 5:
Ada ustadz berkata, “Jika ada ikhwan yang mau berjihad, kita akan keluarkan dulu dari jama'ah”.
Perkataan
tersebut bertujuan untuk mewanti-wanti para ikhwan agar tidak berjihad,
kalau dia nekat berjihad, akan dipecat dari jama'ah dan jama'ah tidak
ada urusan dengan keluarganya yang ditinggal. MasyAllah, tidak malukah
menyebut jama'ahnya sebagai jama'ah jihad, sedangkan jama'ah nya menjauh
dari jihad?
Atau pernyataan ustadz lainnya kurang dari 6 jam pasca amaliyah istisyhadiah di Polres Cirebon yang menggetarkan, kurang lebih, “Kalau amaliyahnya sendirian itu bagus, yang penting jangan menyebut nama organisasi”.
Perkataan ini termasuk pencelaan, karena maksudnya, jika antum anggota
jama’ah kami dan hendak beramaliyah namun tidak mampu untuk menjaga
rahasia nama jama’ah, maka tidak usahlah beramaliyah. Lalu, untuk apa
sebuah jama’ah jihad dipertahankan andai bukan untuk mempermudah dan
memperlancar program amaliyah? Lebih baik rujuk mengganti sifatnya
sebagai jama’ah tarbiyah wa taklim dari pada tetap mendoktrin diri
menyebut sebagai jama’ah jihad.
Wahai purnama Cirebon dan kabut yang menyapunya
bidadari sungguh telah berdiri didepan sana
ia terbang dengan dengan satu suami pilihannya
dan aku hanya merunduk malu pada hurin`inku
mengapa rinduku tercampur dusta
Ya
Allah tunjukilah al-haq itu adalah al-haq dan berilah kami rizki untuk
mengikutinya dan tunjukilah kebatilan itu adalah batil dan berilah kami
rizki untuk menjauhinya.
Contoh 6:
Ada ustadz ketika memberikan ceramah berkata kurang lebih, “Sekarang bukan zamannya jihad dengan pedang, itu kuno tidak canggih”, lalu ada ikhwan yang bertanya , “Jihad yang canggih bagaimana ustadz”, ustadznya menjawab, “Perang intelejen, menguasai musuh tanpa pertempuran”.
Setelah itu ia menawarkan manhaj perjuangan aneh, yaitu menegakkan
syariat Islam tanpa berdarah-darah, tanpa ada yang mati, tanpa susah
payah, tanpa i'dad-i'dad yang bikin capek, sekali pukul musuh hancur.
Yang mana itu semua adalah hal yang tidak mungkin...
Kemenangan tidak akan akan datang begitu saja, wahai kaumku…
Kecuali dengan generasi yang banyak berkorban lagi pemberani
Bergeraklah kalian dan sambutlah seruan ini, tidak ada kata senang dalam suasana sengsara
Mungkin
karena manhaj aneh inilah kita sering mendengar fatwa-fatwa seperti:
Boleh menjadi PNS dalam rangka menyusup, boleh menjadi tim suksesi
capres biar dakwah kita tidak dicurigai...(?) Apakah jama'ah ini sedang
melakukan penyusupan, atau telah disusupi? Sesat lagi menyesatkan atas
nama taat kepada pimpinan, taat kepada jama'ah sembari mengutip ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (An-Nisa: 59)
Qoid tersebut dan yang semisalnya adalah seperti yang diutarakan oleh amirul jihad Syeikh Usamah hafizhahullah:
“Sebagian
orang berpandangan bahwa ia tak mungkin lagi dapat melanjutkan dakwah
dan mengajar, mengamankan pondoknya atau yayasannya atau jamaahnya, juga
mengamankan dirinya, kedudukannya dan hartanya, jika ia tidak mau
memuji atau berkompromi dengan thaghut. Maka ia pun membuat takwilan-takwilan sesat sehingga ia menjadi sesat dengan kesesatan yang nyata dan menyesatkan banyak orang.”
Beliau hafizhahullah juga berkata pada tempat lain:
“Dan sebagian jamaah-jamaah Islamiyah memperbolehkan mudahanah (kompromi) dengan pemerintah dan duduk tidak berjihad dengan alasan kemaslahatan dakwah, sampai-sampai alasan ini menjadi berhala yang disembah selain dari Alloh.
Dan dengan alasan ini pula perintah para pemimpin jamaah menggeser
perintah Alloh ta'ala dan perintah Rosul-Nya shallallhu ‘alaihi
wasallam. Dan ini adalah kesesatan yang nyata.”
Boleh menjadi anggota parlemen asal demi ketaatan pada jama'ah.
Boleh menjadi PNS asal demi ketaatan pada jama'ah.
Boleh dekat-dekat dengan thaghut asal demi ketaatan pada jama'ah.
Boleh mengibarkan bendera merah putih asal demi ketaatan pada jama'ah.
Boleh mengemis dana kepada thaghut asal demi ketaatan pada jama'ah.
Boleh menghadiri acara Diknas sekalipun ikhtilat asal demi ketaatan pada jama'ah.
Inikah manhaj sebuah jama'ah jihad?
Celaan-celaan
itu datang dengan bertubi-tubi dan tak habis-habisnya. Dan menyebarkan
issu yang menyesatkan ummat dengan menyebar fitnah murahan. Para
mujahidin diposisikan seakan-akan sebagai musuh, dan memposisikan
orang-orang yang bermudahanah (lembut) dengan thoghut sebagai pahlawan.
Wal ‘iyadzu billah. (Urwah rahimahullah)
Contoh 7:
Seorang da'i lulusan pesantren yang berdakwah di wilayah mayoritas kristen berkata, “Ustadz,
kami pernah dikumpulkan oleh seorang ustadz kemudian menyampaikan,
bahwa kita akan berjihad jika anggota jama'ah telah mencapai 12 ribu
orang, semuanya reguler (lulusan tadrib askary) dan sudah berbai'at
kepada amir”.
Ana jawab, “Ya silahkan tunggu sampai 12 ribu orang, dan antum akan dicincang terlebih dahulu oleh orang-orang kristen”.
Ustadz itu minimal melakukan tiga dosa besar (al-kabair):
- Dosa tidak berjihad.
- Dosa menghalangi ikhwah untuk berjihad
- Dosa menetapkan syarat jihad yang bathil yaitu, menunggu pasukan berjumlah 12 ribu.
Tidak ada syaratnya berjihad menunggu sampai 12 ribu orang. Ini syubhat! Ungkapan lainnya yang mirip seperti ini, “Kita
tidak menghentikan jihad, kita juga tidak meremehkan jihad, tapi kita
mengerem jihad untuk menyusun kekuatan, kita konsentrasi pada dakwah dan
tarbiyah dahulu sebab hari ini kita lemah”. Atau, “Kita berjihad jika telah memiliki mahjar (tempat hijrah)”.
Bila
jama'ah jihad tersebut konsisten dengan apa yang dikatakannya, tentulah
mereka tidak akan melemahkan semangat dan menahan-nahan pemuda-pemuda
yang hendak beramal. Mereka akan tetap baro' total kepada thaghut
laknatullah alaihim, memberikan fasilitas kepada mujahidin, menolong
mujahidin, menegakkan tauhid dan sunnah serta mendakwahkannya secara
benar kepada masyarakat. Itu kalau mereka jujur, bukan jama'ah
oportunis.
Bukankah dikatakan didalam juklak pedoman perjuangan jama’ah asatidz tersebut;
Jihad
akan berlangsung terus sampai hari kiamat, bukan karena pertimbangan
perimbangan kekuatan. Perimbangan kekuatan hanya menjadi dasar
penyusunan taktik, bukan berjihad atau tidak berjihad. Ketika kekuatan
kaum muslimin lemah, maka titik tekan JIHAD pada I’dad dulu atau
amaliyah – amaliyah jihadiyah secara gerilya yang menghindari perang
frontal. Jadi faktor kekuatan hanya memberi arah pada bentuk taktik mana
yang dipakai, bukan menjadi meninggalkan jihad karena belum punya
kekuatan.
Sayang seribu sayang, panduan tersebut hanya
lipstik tipuan belaka. Fakta tidak boleh dikalahkan oleh prasangka,
pelaksanaan tidak sesuai dengan konsep.
Ucapan (khutbah)
di podium saja tidaklah cukup, permasalahan tidak hanya sebatas merekam
ceramah ataupun mencetak buku, semuanya hanyalah omong kosong jika tanpa amal nyata, omong kosong
karena tidak melakukan langkah-langkah perubahan untuk umat. Hal ini
(sebatas merekam ceramah atau mencetak buku) tidak efektif didalam
kondisi seperti sekarang ini. (Syeikh Anwar Al-Awlaqi)
Ada lagi perkataan dengan nada lebih santun, “Kalau antum sudah mampu, silahkan berangkat. Saya belum mampu”.
Padahal hakekatnya perkataan ini adalah untuk melemahkan semangat, dulu orang ini berkata kepada ikhwannya, “Antum terburu-buru”,
lalu sekarang mempersilahkan setelah kalah hujah, tapi sebenarnya dia
sedang melemahkan semangat agar kita turut tidak berjihad seperti
dirinya! Bertaubat akhi...
رَضُوا بِأَنْ يَكُونُوا مَعَ الْخَوَالِفِ وَطُبِعَ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ فَهُمْ لَا يَفْقَهُونَ
Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak berperang, dan hati mereka telah dikunci mati maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad). (At-Taubah: 87)
Syeikh Muhammad bin Salim berkata kepada orang setipe ini:
Orang
seperti ini serupa dengan orang-orang munafik yang membenci jihad,
tidak mau keluar berjihad kecuali terpaksa, serta kalaupun keluar untuk
berjihad, mereka melemahkan semangat pasukan dan kabur ketika bertemu
musuh. Demi Allah, sangat jauh berbeda antara orang yang menangis dan
bersedih karena tertinggal jihad dengan orang yang menyembunyikan rasa
senang di dalam hatinya karena mendapatkan udzur atau sebab untuk
meninggalkan jihad.
Yunus bin ‘Ubaid rahimahullah ketika
menjelang wafat beliau memandangi kedua kakinya sembari menangis, lalu
orang-orang bertanya: “Apa yang membuatmu menangis wahai Abu Abdillah?” “Kedua kakiku ini…” kata beliau, “…belum pernah berdebu di jalan Alloh.” Padahal
beliau berbicara hal tersebut tatkala jihad pada zaman itu hukumnya
masih fardhu kifayah....bukan fardhu 'ain seperti saat ini!
Tatkala disebutkan perang dan syahadah
berkobarlah kerinduanku kepada jannah
Tatkala singa Allah meraung di medan perang
menyalalah kerinduanku kepada jihad dengan terang
Aduh diriku yang berjihadpun tak lagi mampu
Betapa pilu kini karena menyesali masa yang telah lalu
Syeikh Ali Hudhair – semoga Allah menyegerakan pembebasannya -, seorang ulama mujahidin karismatik berkata:
Sekelompok
orang durhaka berteriak dengan pemahaman aneh dan istilah meragukan
yang bernama 'pengerdilan jihad'. Mereka mengomentari dan meremehkan
jihad, atau menunda-nundanya, dan terakhir menghapusnya. Mereka
melakukan itu secara samar-samar dari belakang untuk membuat kedustaan
agar tampak berkilau dan membuat judul-judul yang memikat.
Misalnya, ummat tidak cukup memiliki dokter bedah, ummat tidak siap
berjihad, kekuatan yang ada tidak seimbang, ummat belum tertarbiyah,
atau orang yang pergi berjihad pasti meninggalkan anak-anak yatim dan
janda.
Ibnu Asakir meriwayatkan hadits dari Zaid bin Aslam dari bapaknya bahwa Rasulullah saw bersabda,”Jihad
akan senantiasa terasa manis dan indah selama hujan masih turun dari
langit. Akan datang kepada umat manusia suatu zaman yang mana pada saat
itu orang-orang yang mengerti Al-Qur'an dari kalangan mereka mengatakan:
'Zaman ini buka zaman jihad.' Barangsiapa menjumpai zaman tersebut,
maka saat itulah sebaik-baik zaman jihad.” Para sahabat bertanya, “Ya
Rasulullah, adakah seseorang yang mengatakan hal itu?” Beliau menjawab,
“Iya! Yaitu, orang yang dilaknat oleh Allah, para malaikat dan seluruh
umat manusia.”
Contoh 8:
Ada ustadz yang berkata kurang lebih, “Mana yang lebih banyak pahalanya, jihad atau iqomatudin?”, ada juga yang menyatakan, “Jihad bukan tujuan, tapi tujuan kita adalah iqomatudin”, atau pernyataan, “Syahid bukan tujuan, kalau semuanya syahid siapa yang akan melanjutkan perjuangan”, atau pernyataan, “Jangan
berpikir perjuangan hanya dilakukan oleh kita saja, oleh satu generasi.
Tapi kita juga harus memikirkan regenerasi yang akan datang”. Atau pernyataan, “Kalau semuanya mau mati syahid, harus ada yang memikirkan tamkin”.
Inti
dari kata-kata diatas ialah melemahkan semangat untuk berjihad, dan
perkataan tersebut muncul dari syubhat karena taklid kepada pemimpin.
Antara jihad dan iqomatudin dipertentangkan, antara sarana/jalan/thariq
dan tujuan dipisah-pisahkan, antara cita-cita dan ghoyah
(tujuan) disamarkan. Bukankah kita tidak akan mampu beriqomatuddin tanpa
jihad? Bukankah jihad adalah sarana untuk iqomatudin. Dien akan tamkin (berkuasa) dengan tulang belulang syuhada dan air mata para janda.
Jadi siapa sebenarnya yang salah langkah? Jadi siapa sebenarnya yang harus kembali kepangkuan “ibu pertiwi”?
Dahulu,
para imam kita mengatakan: “Orang faham agama (faqih) bukanlah yang
mengerti mana perkara yang baik, orang faqih adalah yang mengenali
perkara terbaik dari dua kebaikan.”
Wahai pedagang yang menjual barangnya dibawah harga modal
Seolah-oleh kau tidak merasa, tapi nanti pasti kamu akan tahu
Jika kamu tidak merasa rugi, maka itu musibah
Dan jika kamu menyadari maka musibahnya lebih parah
Contoh 9:
Seorang ustadz qiyadah menyampaikan tata cara i'dad, “Antum ambil cangkul, lalu cangkul kebun antum dengan niatan i'dad.”, sehingga seorang binaan menciptakan cara i'dad baru, yaitu i'dad menambal (i'dad dengan menambal karena pekerjaan dia adalah tukang tambal).
Jadi anggapan ikhwan-ikhwan ini, seperti yang sebagian mereka katakan, “I'dad itu tergantung niatan kita masing-masing”.
Jadi main bola, kasti, golf, tenis, bowling, volly bisa digolongkan
i'dad jika diniatkan untuk itu. Jadi lari karena kebelet buang air,
berkebun, bertukang, menarik becak, membajak sawah, jualan sayur,
memancing dan pekerjaan-pekerjaan lainnya baik profesi, permainan
ataupun hoby bisa disebut i'dad asal diniatkan untuk hal tersebut,
bisakah?
Sedangkan I'dad tanzhim Al-Qo'idah di Aceh dicaci
maki, seolah-olah itu adalah i'dad kaum autisme yang tidak ada
kebaikannya sama sekali, mujahidin karbitan, aliansi pelangi tanpa
ikatan. Bahkan ada tokoh jihadis menggelari mereka dengan, “Seperti selebritis”. Hasbunallah wa ni'mal wakil....” Jadi
sebenarnya siapa yang i'dadnya seperti selebritis? Jadi sebenarnya
siapa yang memecah belah? Sadarkah ustadz, gelar tersebut termasuk
pelemahan semangat untuk berjihad dan pencelaan terhadap saudara-saudara
yang sedang melaksanakan perintah Allah?
Terdapat sebuah
kisah menakjubkan, dahulu ada tiga mujahid saling bertemu di sebuah
tempat. Dua orang sebagai anshar, dan satu orang sebagai muhajirin.
Seorang anshar bertugas menjaga save house dan anshar lainnya sebagai
guide masuk ke medan jihad. Guide ini telah berkali-kali masuk mengantar
muhajirin ke medan jihad. Pada pertemuan kali ini, guide tersebut akan
masuk kembali ke medan jihad, tatkala hendak berangkat, anshar penjaga
save house tersebut mensarankan kepada guide untuk menikah. Sepontan
sang muhajirin (murid Syeikh Abdullah Azzam) berkata, “laa tashudu an sabilillah (jangan kamu halangi orang-orang dari fisabilillah)”. Lalu anshar tersebut berurai air matanya beristighfar...
Kami
ingatkan pemahaman ini dan kisah ini, yang ketiga orang tersebut hari
ini masih hidup menjadi saksi. Menawarkan nikah kepada mujahid yang akan
berangkat tugas jihad saja, itu termasuk menghalangi di jalan Allah,
apalagi menjuluki mujahid sebagai selebritis.
Kami ingatkan pula wasiat Asy-Syahid Syeikh Abu Mus'ab Al-Awlaqi rahimahullah:
Wahai
syeikh-syeikh kami yang mulia dan ikhwan-ikhwanku para penuntut ilmu,
takutlah kepada Allah terhadap ikhwan-ikhwan kalian, jangan kalian cela
mereka. Temanilah dengan baik setulus hati para mujahidin umumnya dan
mujahidin Al-Qo'idah khususnya. Karena, tahdzir kalian kepada mereka
mengakibatkan kemaslahatan bagi thaghut, yahudi dan nasrani tanpa kalian
sadari. Lihatlah dengan pandangan yang adil, dan perlakukan
kesalahan-kesalahan mujahidin memakai manhaj yang syar'i.....
Jikalau
Al-Qo'idah berbuat kesalahan, sungguh para sahabatpun juga pernah
melakukan kesalahan dalam jihad. Kesalahannya diingkari, namun tidak
sekonyong-konyong merusak semua amal atau memburukkannya melebihi ukuran
syar'i. Bila kalian mendendam atas kesalahan Al-Qo'idah, mengapakah
kalian tidak mengingkari kesalahan kalian sendiri atas duduk-duduk dan
cercaan kalian enggan menolong mujahidin, dari kelakuan sebagian kalian
melakukan hubungan dengan para thawaghit, dari absennya kalian untuk
mentarbiyah ummat atas jihad, serta dari absennya kalian untuk
menegakkan kewajiban i'dad yang fardhu?
Takutlah kepada
Allah atas ikhwan-ikhwan kalian, dan pahamilah, sesungguhnya menolong
mereka adalah menolong Islam dan memecah belah mujahidin adalah
membahayakan Islam. (Limazha Akhtartu Al-Qo'idah, dengan peringkasan)
Dan pula tadzkiroh dari commander Abu Tholut Al-Jawy –semoga Allah mentabahkannya -:
Berhati-hatilah
di dalam mengeluarkan sebutan-sebutan terhadap Mujahidin dan amal
jihadnya. Musuh-musuh Islam berusaha mendiskreditkan Mujahidin dengan
sebutan teroris, dan amal Jihadnya dengan sebutan tindakan terorisme,
dan ghonimah serta Fa'i dengan sebutan perampokan.
Itu
semua bagian dari strategi peperangan mereka yaitu Psycho War (perang
urat syaraf) atau propaganda perang yang bertujuan menjauhkan Mujahidin
dari Umat Islam. Sementara apa yang mereka lakukan disebut tindakan
menjaga keamanan dan perdamaian. Seperti yang terjadi di Kuwait, Irak,
Afghanistan, di mana mereka menguras aset kekayaan kaum Muslimin. Bahkan
di Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya sumber kekayaan kaum
Muslimin mereka rampok di bawah nama kerja sama ekonomi dan pasar bebas
yang tidak memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu wahai Ikhwan,
berhati-hatilah menggunakan lisan terhadap saudaramu. Jangan sampai
tanpa disadari antum telah berjasa memperkuat kubu musuh-musuh Islam
melancarkan propaganda perangnya.
Ikhwany arsyadakumullah....
Itulah
tadi beberapa contoh kalimat-kalimat yang sering dilontarkan untuk
melemahkan kaum mukminin dan melalaikannya dari berjihad, dan ini sangat
membahayakan. Semoga antum mulai mengerti ciri-ciri thaifah
mukhodzilah, ternyata mereka ada disekitar kita, antara kita dan mereka
mengenal baik. Para pencela selalu muncul diantara para jundullah
(tentara Allah) yang mencintai Allah dan berjihad di jalan-Nya. Allah
berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ
مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى
الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ
لَائِمٍ
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di
antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. (Al-Maidah: 54)
Sunnatullah,
dimana ada jundullah disitu ada pencela, dan jundullah tetap tegar
meski dicela dan dicacat serta dighibah. Ia tetap sabar dan kuat hatinya
atas rahmat dan hidayah Allah kemudian Allah membahagiakan hatinya,
melapangkan dadanya, dan menunjukkan jalan-jalan kebaikan baginya
sekalipun para penggembos tidak menyukai.
Allah pun akan
mengganti para ikhwan-ikhwannya yang menjadi pencela dengan
ikhwan-ikhwan yang lebih baik akhlaknya, lebih santun perkataannya,
lebih garang mentalnya, lebih khusyu' shalatnya, lebih kuat
pengorbanannya, lebih cerdas otaknya, lebih ikhlas bantuannya, lebih
dermawan sifatnya dan lebih indah amal perjuangannya.
Sesungguhnya
sikap sinis dan tuduhan-tuduhan serta fitnah-fitnah yang kalian
lancarkan terhadap mujahidin itu tidak sama sekali dapat memudharatkan
jihad dan mujahidin. Bahkan Allah akan mendatangkan para pembelanya untuk berdiri di kalangan mujahidin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar