PRINSIP
KEMENANGAN
Penulis:
Syaikh
‘Abdul Qoodir bin ‘Abdul ‘Aziiz
Penerjemah:
Abu Musa Ath
Thoyyaar
LIMA PRINSIP
LIMA PRINSIP
UNTUK MERAIH KEMENANGAN
Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sesungguhnya
kemenangan itu hanya di tangan Alloh saja.
2. Sesungguhnya
Alloh menjanjikan kemenangan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman terhadap
musuh-musuh mereka di dunia.
3. Sesungguhnya
janji ini diberikan kepada mereka yang sempurna imannya, dan setiap orang
mendapatkan bagian dari janji ini sesuai dengan kadar imannya masing-masing.
4. Sesungguhnya
tidak terrealisasinya janji ini menunjukkan tidak terpenuhinya syarat keimanan
(untuk meraih kemenangan – pent.).
5. Jika janji
ini tidak terealisasi maka seseorang tidak akan berhak mendapatkannya kecuali
jika dia menyempurnakan syarat-syarat untuk mendapatkan janji ini.
Penjabaran
dari prinsip-prinsip ini adalah sebagai berikut:
PRINSIP
PERTAMA :
Sesungguhnya
Kemenangan Itu Hanya Di Tangan Alloh Saja.
Berdasarkan firman Alloh SWT:
وَمَا
النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِندِ اللهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ
“Dan
kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali
Imron:126 dan Al-Anfal:10).
Dalam ayat ini terdapat aqwaa
asaaliibi an-hashri (uslub
pembatasan yang paling kuat) yaitu an-nafyu (kalimat negatif /
peniadaan) yaitu ( ما ) yang diikuti setelahnya dengan pengecualian
yaitu ( إلا ). Pemahaman semacam ini juga dapat disimpulkan dari
firman Alloh:
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللهُ فَلاَ غَالِبَ لَكُمْ وَإِنْ
يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِيْ يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ
“Jika Allah menolong kamu, maka
tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah membiarkan kamu
(tidak memberi pertolongan), maka siapakah yang dapat menolong kamu (selain)
dari Allah sesudah itu. (QS. Ali Imron:160)
Ketika pemahaman semacam ini hilang
dari benak para sahabat rodliyallohu ‘anhum pada waktu perang Hunain,
dan mereka merasa bangga dengan jumlah mereka yang banyak, maka mereka ditimpa
kekalahan sehingga mereka memahami kembali bahwasanya jumlah dan sarana itu
tidak bermanfaat sama sekali kecuali atas izin Alloh.
Alloh
berfirman:
لَقَدْ
نَصَرَكُمُ اللهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ
كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأَرْضُ بِمَا
رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مًّدْبِرِينَ
ثُمَّ أَنزَلَ اللهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
وَأَنزَلَ جُنُودًا لَّمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذَلِكَ
جَزَآءُ الْكَافِرِينَ
“Sesungguhnya
Allah telah menolong kamu (hai orang-orang mu’minin) di medan peperangan yang
banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu ketika kamu menjadi congkak
karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat
kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu terasa sempit olehmu, kemudian kamu
lari ke belakang dan bercerai-berai. Kemudian Allah memberi ketenangan kepada
Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah telah menurunkan bala
tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada
orang-orang yang kafir, dan demikian pembalasan kepada orang-orang yang kafir.”
(QS. At-Taubah:25-26)
Maka Alloh mengingatkan mereka
bahwasanya kemenangan mereka pada banyak medan
perang itu bukanlah karena jumlah mereka yang banyak yang mereka banggakan, dan
bahwasanya ketika mereka berbangga dan mengandalkan jumlah yang banyak, jumlah
itu tidak bermanfaat bagi mereka dan merekapun ditimpa kekalahan. Kemudian
Alloh memenangkan mereka setelah mereka mengalami kekalahan karena Alloh hendak
menjelaskan kepada mereka bahwa kemenangan itu dari sisi Alloh bukan karena
jumlah yang banyak yang tidak ada manfaatnya. Maka dengan kekalahan itu Alloh
dapat mengembalikan mereka kepada pemahaman yang hilang dari sebagian orang
ketika itu. Yaitu pemahaman
وَمَا
النَّصْرُ إِلاَّ مِنْ عِندِ اللهِ
“Dan
kemenangan itu hanyalah dari Allah.”
PRINSIP
KEDUA:
Sesungguhnya
Alloh Menjanjikan Kemenangan Kepada Hamba-HambaNya Yang Beriman Terhadap
Musuh-Musuh Mereka Di Dunia
Sebuah janji yang benar yang tidak
ada keraguan padanya, dan ini merupakan sunnah qodariyah yang tidak akan
luput.
Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدْ
أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ رُسُلاً إِلَى قَوْمِهِمْ فَجَآءُوهُم بِالْبَيِّنَاتِ
فَانتَقَمْنَا مِنَ الَّذِينَ أَجْرَمُوا وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ
الْمُؤْمِنِينَ
“Dan
sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang rasul kepada
kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa keterangan-keterangan (yang
cukup), lalu kami melakukan pembalasan terhadap orang-orang yang berdosa. Dan
Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS.
Ar-Ruum:47)
Dan Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوْا
عَلَى مَا كُذِّبُوْا وَأُوْذُوْا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلاَ مُبَدِّلَ
لِكَلِمَاتِ اللهِ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِيْنَ
“Dan
sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi
mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap
mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap mereka. Tak ada seorangpun yang
dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Dan sesungguhnya telah
datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu”. (QS. Al-An’am:34)
لاَ مُبَدِّلَ
لِكَلِمَاتِ اللهِ
“Tak ada
seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah”.
Maksudnya adalah kalimat-kalimat qodariyah
Nya yang pasti terjadi dengan firman Alloh SWT:
كُنْ فَيَكُوْنُ
“Jadilah,
maka jadilah ia”.
Dan diantara kalimat-kalimat qodariyah
ini adalah janji Alloh untuk
menolong orang-orang beriman:
حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا
“Sampai
datang pertolongan kami kepada mereka”.
Dan janji kemenangan ini adalah di
dunia bukan hanya pada hari qiyamat, sebagaimana disebutkan pada ayat-ayat
terdahulu. Dan berdasarkan firman Alloh SWT:
إِنَّا
لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ
يَقُومُ اْلأَشْهَادُ
“Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. (QS.
Al-Mu’min:51)
Dan berdasarkan firman Alloh SWT:
فَأَيَّدْنَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
“Maka Kami
berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka,
lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (QS.
Ash-Shoff:14)
Dan konsekuensi dari janji qodary untuk meraih kemenangan ini adalah
berupa kokohnya kedudukan di muka bumi – kokohnya kedudukan ini adalah
kekuasaan – hal ini berdasarkan firman Alloh SWT:
وَعَدَ
اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
“Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa”. (QS. An-Nuur:55)
Dan
berdasarkan firman Alloh SWT:
وَقَالَ
الَّذِينَ كَفَرُوا لِرُسُلِهِمْ لَنُخْرِجَنَّكُم مِّنْ أَرْضِنَآ أَوْ
لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ
الظَّالِمِينَ وَلَنُسْكِنَنَّكُمُ اْلأَرْضَ مِن بَعْدِهِمْ ذَلِكَ لِمَنْ خَافَ
مَقَامِى وَخَافَ وَعِيدِ
“Orang-orang kafir berkata kepada
rasul-rasul mereka: “Kami sungguh-sungguh akan mengusir kamu dari negeri kami
atau kamu kembali kepada agama kami”. Maka Rabb mereka mewahyukan kepada
mereka: “Kami pasti akan membinasakan orang-orang zhalim itu, dan Kami pasti
akan menempatkan kamu di negeri-negeri itu sesudah mereka. Yang demikian itu
(adalah untuk) orang-orang yang takut (akan menghadap) kehadiran-Ku dan yang
takut kepada ancaman-Ku”. (QS. Ibrohim:13-14)
Ayat
ini dan ayat dalam surat
An-Nur sebelumnya merupakan nash tentang sunnatul istkhlaf al-qodariyah (hukum
yang berlaku tentang kekuasaan – pent.), dan yang menjelaskan syarat-syarat
agar berhak atas janji itu adalah:
الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ
“Orang-orang yang beriman diantara
kalian dan beramal sholih”.
Dan
ذَلِكَ
لِمَنْ خَافَ مَقَامِيْ وَخَافَ وَعِيْدِ
“Yang demikian itu (adalah untuk)
orang-orang yang takut (akan menghadap) ke hadirat-Ku dan yang takut kepada
ancaman-Ku”.
Sedangkan
firman Alloh dalam surat
An-Nur yang berbunyi:
كَمَااسْتَخْلَفَ
الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ
“Sebagaimana Kami jadikan berkuasa
orang-orang sebelum mereka”.
Merupakan
penguat dan penjelas tentang sunnah qodariyah yang tidak akan pernah
meleset ini. Artinya sebagaimana sunnah qodariyah ini berlaku pada
orang-orang sebelum kalian, sunnah qodariyah tersebut akan berlaku pula
atas kalian jika terpenuhi syarat-syaratnya.
PRINSIP
KETIGA :
Sesungguhnya
Janji Ini Diberikan Kepada Orang Yang Sempurna Imannya.
Berdasarkan firman Alloh SWT:
وَكَانَ
حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan kami
selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS.
Ar-Ruum:47)
Dan seorang hamba mendapatkan bagian
dari kemenangan itu sesuai dengan kadar imannya. Semakin bertambah iman
seseorang semakin banyak ia mendapatkan bagian dari kemenangan yang merupakan al-wa’du
al-qodariy ini, dan apabila imannya berkurang akan berkurang pula
kemenangan yang ia dapatkan.
Prinsip ini berdasarkan kaidah yang
menyatakan bahwa iman itu berbilang, dan bahwa iman itu bertambah dan
berkurang. Dan ini merupakan aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, berdasarkan sabda
Rosululloh SAW:
اَلْإِيْمَانُ بِضْعٌ وَ سِتُّوْنَ أَوْ بِضْعٌ وَ
سَبْعُوْنَ شُعْبَةً، فَأَعْلاَهَا شَهَادَةُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ،
وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ اْلأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ
“Iman itu
ada 60 lebih beberapa atau 70 lebih beberapa cabang. Yang paling tinggi adalah
syahadat laa ilaaha illalloh, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan
gangguan dari jalan”. (Hadits ini
diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh)
Dan Rosululloh SAW bersabda:
بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُ النَّاسَ يُعْرَضُوْنَ
عَلَيَّ وَ عَلَيْهِمْ قُمُصٌ، مِنْهَا مَا يَبْلُغُ الثُّدِيَّ، وَمِنْهَا مَا
دُوْنَ ذَلِكَ. وَعُرِضَ عَلَيَّ عُمَرَ بْنُ الْخَطَّابِ وَ عَلَيْهِ قَمِيْصٌ
يَجُرُّهُ، قَالُوْا: فَمَا أَوَّلْتَ ذَلِِكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ:
اَلدِّيْنُ.
“Ketika saya
tidur saya melihat manusia dinampakkan kepadaku sedangkan mereka mengenakan
pakaian. Diantara mereka ada yang mengenakan pakaian sampai dada dan ada yang
lebih rendah lagi. Dan Umar Ibnul Khothob dinampakkan kepadaku dengan
mengenakan pakaian yang menutupi tubuhnya”. Para
sahabat bertanya: “Engkau takwilkan apa hal itu wahai Rosululloh?” Beliau
menjawab: ‘dien”. (Hadits ini
diriwayatkan oleh Al-Bukhori dari Abu Sa’id)
Al-Bukhori mengatakan pada awal
Kitabul Iman dalam kitab Shohihnya: “Iman itu mencakup perkataan dan perbuatan,
bertambah dan berkurang”. Dan Ibnu Hajar berkata: “Dan begitulah yang dinukil
oleh Abu Al-Qosim Al-Lalika’iy dalam kitab As-Sunnah dari Asy-Syafi’iy, Ahmad
bin Hambal, Ishaq bin Rohawaih, Abu ‘Ubaid dan imam-imam yang lainnya. Dan
diriwayatkan dengan sanad yang shohih bahwasanya Al-Bukhori berkata: “Saya
telah bertemu dengan lebih dari seribu ulama’ dari berbagai daerah dan tidak
saya dapati satu orangpun yang menyelisihi pendapat bahwa iman itu mencakup
perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang”. (Fat-hul Bariy I/47)
Saya katakan: Apabila bertambah iman
seorang hamba maka akan bertambah kemenangan yang ia dapatkan dari al-wa’du
al-qodary, dan begitu sebaliknya. Dalam kaitannya dengan jihad kami katakan
bahwa kemenangan itu tergantung dengan dua syarat: Syarat umum dan
Syarat khusus.
Adapun syarat umum adalah: I’dad
imaniy yaitu dengan cara terus menambah cabang iman baik berupa amalan hati
maupun amalan dzohir, baik secara ilmiyah maupun amaliyah supaya ia menjadi
orang yang layak untuk mendapatkan janji yang tersebut dalam firman Alloh SWT:
وَكَانَ
حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS.
Ar-Ruum:47)
Sedangkan syarat khususnya adalah I’dad
maddiy dengan cara mengumpulkan
senjata, mengobarkan semangat kaum muslimin untuk berperang dan berinfaq, dan
juga mencakup semua bentuk tadrib askari (latihan militer). Alloh
berfirman:
وَلاَيَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا
سَبَقُوا إِنَّهُمْ لاَيُعْجِزُونَ
“Dan
janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos
(dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi…” (QS. Al-Anfal:59-60)
Dalam ayat ini Alloh menjelaskan
bahwa Dia itu mencakupi (kekuasaannya – pent.) orang-orang kafir dan berkuasa
atas mereka. Mereka tidak dapat lolos dariNya. Namun demikian Alloh
memerintahkan kita – meskipun ia Maha Kuasa – agar melaksanakan I’dadul
quwwah dalam berbagai bentuknya dan agar kita bersungguh-sungguh dengan
mengerahkan segala kemampuan dalam melaksanakan I’dad ini yang merupakan
syarat untuk mendapatkan janji ilahiy untuk memenangkan orang-orang
beriman. Karena dunia ini merupakan tempat ujian dan karena segala urusan di
dunia ini berjalan sesuai dengan hukum sebab-musabab. Alloh menguji orang
beriman dengan orang kafir untuk membuktikan kejujuran imannya, apakah dia akan
memerangi orang kafir tersebut dan mengadakan persiapan untuk memeranginya
sesuai dengan perintah Alloh atau tidak? Dan Alloh menguji orang kafir dengan
orang beriman, apakah dia akan menyambut dakwah untuk beriman atau dia menolak
sehingga memeranginya? Tentang ujian kedua belah pihak ini Alloh SWT berfirman:
ذَلِكَ
وَلَوْ يَشَآءُ اللهُ لاَنتَصَرَ مِنْهُمْ وَلَكِن لِّيَبْلُوَا بَعْضَكُم
بِبَعْضٍ
“Demikianlah,
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah
hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain”. (QS.
Muhammad:4).
Dan diantara cakupan I’dad maddiy
adalah menyatukan barisan kaum muslimin untuk menghadapi musuh mereka. Alloh
berfirman:
وَلاَتَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ
رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
“Dan
janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah”. (QS. Al-Anfal:46)
Alloh dalam ayat ini menjadikan
pertikaian antara kaum muslimin itu merupakan penyebab kegagalan, bahkan
merupakan penyebab kegagalan yang paling besar. Hal itu dinyatakan Alloh
melalui nash Al-Qur’an, sebagaimana Alloh menjadikan kemenangan itu sebagai
buah dari sikap kaum muslimin yang saling memberikan wala’nya antara satu
dengan yang lainnya dalam firmanNya:
وَمَن
يَتَوَلَّ اللهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللهِ هُمُ
الْغَالِبُونَ
“Dan
barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi
penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”.
(QS. Al-Maidah:56)
Dan tidak diragukan lagi bahwa I’dad
maddiy itu merupakan cabang iman karena ia merupakan salah satu bentuk
sambutan terhadap perintah Alloh dalam ayat:
وَأَعِدُّوا لَهُم مَّااسْتَطَعْتُم مِّن
قُوَّةٍ
“Dan
persiapkanlah untuk menghadapi mereka dengan segala kekuatan semampu kalian…”
Namun permasalahan ini akan kami
bahas secara tersendiri karena pentingnya masalah ini. Dengan demikian hubungan
I’dad maddiy dengan I’dad imaniy adalah hubungan permasalahan
khusus dengan permasalahan umum.
PRINSIP
KEEMPAT :
Sesungguhnya
Tidak Terrealisasinya Janji Qodariy Yang Berupa Pertolongan Alloh Untuk
Orang-Orang Yang Beriman Ini Menunjukkan Tidak Terpenuhinya Syarat-Syaratnya.
Yaitu karena hamba tersebut kurang
maksimal dalam melaksanakan dua bentuk I’dad tersebut yaitu I’dad
imaniy dan I’dad maddiy atau salah satu diantara keduanya.
Dan tidak terrealisasinya janji ini
artinya adalah orang-orang kafir menang atas kaum muslimin, dan negaranya
dikuasai oleh orang-orang kafir. Semua ini disebabkan oleh lemahnya iman dan
disebabkan maksiyat serta dosa. Alloh SWT berfirman:
وَمَآأَصَابَكَ
مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
“Apa saja
nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. An-Nisa’:79)
Dan Alloh SWT berfirman:
وَمَآأَصَابَكُم
مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS.
Asy-Syuro’:30)
Dan Alloh SWT berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا
نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Yang
demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan
merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, pada
diri mereka sendiri”. (QS.
Al-Anfal:53)
Ibnu Katsir berkata: “Alloh
memberitahukan tentang sempurnanya keadilanNya dalam hukumnya dengan
(menjelaskan) bahwa Ia tidak akan merubah sebuah nikmat yang Ia anugerahkan
kepada seseorang kecuali jika dia melakukan dosa”. Dan Alloh berfirman:
إِنَّ
اللهَ لاَيَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia
itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri”. (QS. Yunus:44)
Sunnah qodariyah ini tidak
pilih kasih kepada seorangpun, meskipun terhadap orang yang paling baik
sekalipun. Diantara contohnya adalah kekalahan, luka-luka dan pembunuhan yang
menimpa para sahabat ketika perang Uhud yang diakibatkan oleh maksiat sebagian
dari mereka terhadap perintah Nabi SAW. Dari peristiwa ini dapat dipahami bahwa
kemaksiatan yang dilakukan oleh sebagian orang dalam sebuah amal jama’iy yang
membahayakan semua anggota. Alloh berfirman tentang apa yang menimpa para
sahabat pada perang Uhud:
أَوَلمَاَّ أَصَابَتْكُمْ مُصِيْبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ
مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
“Dan mengapa
ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah
menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan
Badar) kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini”. Katakanlah: “Itu
dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. Ali Imron:165)
(Lihat
tafsir Adlwaa’ul Bayan, karangan Asy-Syinqiithiy III/152-156).
Maka sesungguhnya berkuasanya musuh
terhadap kaum muslimin itu merupakan ‘uqubah qodariyah (hukuman secara
taqdir) terhadap kaum muslimin lantaran kemaksiatan yang mereka lakukan. Ini
kaitannya dengan musuh yang berasal dari daerah setempat, dan begitu pula
kaitannya dengan musuh yang asing, sebagaimana firman Alloh:
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَانِ نُقَيِّضْ لَهُ
شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِيْنٌ
“Barangsiapa
yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), Kami
adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi
teman yang selalu menyertainya”. (QS. Az-Zukhruf:36)
Maka seorang hamba itu dengan
kemaksiatan yang ia lakukan ia telah membuka peluang kepada syetan yang
mengakibatkan dia kalah dalam menghadapi musuhnya dari kalangan manusia, sebagaimana
firman Alloh SWT:
إِنَّ
الَّذِينَ تَوَلَّوْا مِنكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ إِنَّمَا
اسْتَزَلَّهُمُ الشَّيْطَانُ بِبَعْضِ مَاكَسَبُوا
“Sesungguhnya
orang-orang yang berpaling diantaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya
saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang
telah mereka perbuat (di masa lampau)”. (QS. Ali Imron:155)
Dengan kata lain dapat kita katakan
bahwa sesungguhnya penyebab kekalahan kaum muslimin itu adalah penyebab intern
(yang berasal dari diri mereka sendiri). Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Tsauban ra.; Sesungguhnya Rosululloh SAW
bersabda:
إِنَّ اللهَ زَوَى لِيَ اْلأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا
وَمَغَارِبَهَا وَإِن أُمَّتِيْ سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِيَ لِي مِنْهَا وَأُعْطِيْتُ
الْكَنْزَيْنِ اْلأَحْمَرَ وَ اْلأَبْيَضَ وَ إِنِّي سَأَلْتُ رَبِّيْ لِأُمَّتِيْ
أَنْ لاَ يُهْلِكَهَا بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَأَنْ لاَ يُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا
مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ فَيَسْتَبِيْحَ بَيْضَتَهُمْ وَإِنَّ رَبِّيْ قَالَ يَا مُحَمَّدُ
إِنِّيْ إِذَا قَضَيْتُ قَضَاُءً فَإِنَّهُ لاَ يُرَدُّ وَإِنِّيْ أَعْطَيْتُكَ لِأُمَّتِكَ
أَنْ لاَ أُهْلِكَهُمْ بِسَنَةٍ عَامَّةٍ وَ أَنْ لاَ أُسَلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوًّا
مِنْ سِوَى أَنْفُسِهِمْ يَسْتَبِيْحُ بَيْضَتَهُمْ وَ لَوِ اجْتَمَعَ عَلَيْهِمْ
مَنْ بِأَقْطَارِهَا حَتَّى يَكُوْنَ بَعْضُهُمْ يُهْلِكُ بَعْضًا وَ يَسْبِي بَعْضُهُمْ
بَعْضًا
“Sesungguhnya
Alloh menciutkan bumi untukku sehingga aku dapat melihat dari belahan timur
sampai barat, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan meliputi semua yang
diciutkan kepadaku. Dan aku diberi dua harta pusaka, merah dan putih. Dan aku
memohon kepada Robbku agar umatku tidak dimusnahkan dengan lantaran paceklik
yang menyeluruh dan agar mereka tidak dikuasai oleh musuh dari golongan selain
mereka sehingga mereka menjarah wilayah mereka. Dan sesungguhnya Robbku
mengatakan kepadaku: “Wahai Muhammad, sesungguhnya Aku telah menetapkan suatu
ketetapan yang tidak bisa ditolak, dan Aku telah berikankepada umatmu yaitu Aku
tidak akan memusnahkan mereka dengan lantaran paceklik yang meluas dan Aku
tidak akan menguasakan musuh yang berasal dari golongan mereka terhadap mereka
yang akan menjarah wilayah mereka meskipun semua bangsa dari berbagai penjuru
dunia berkumpul mengeroyok mereka, sampai umatmu sebagiannya menghancurkan dan
menawan sebagian yang lainnya”.
Hadits ini menerangkan bahwa musuh
yang kafir (dari luar golongan mereka) tidak akan dapat menguasai kaum muslimin
kecuali jika mereka telah melakukan kerusakan sampai pada batas-batas tertentu.
Hadits ini merupakan nash yang nyata yang menunjukkan bahwa sebenarnya sebab
kekalahan kaum muslimin itu adalah intern (sebab yang berasal dari diri mereka
sendiri).
Dari sini dapat kita pahami
kesalahan orang yang mengatakan bahwa kekalahan dan kelemahan kaum muslimin itu
disebabkan oleh makar dan konspirasi orang-orang kafir. Sebagaimana pendapat
beberapa penulis yang menggambarkan kehebatan orang-orang Yahudi dan konspirasi
syetan mereka dan menganggap semua kerusakan itu terpulang kepada mereka.
Padahal sebenarnya hakekat yang harus dipahami setiap muslim adalah
sesungguhnya segala musibah yang menimpa kaum muslimin itu yang paling
bertanggung jawab adalah kaum muslimin itu sendiri, berdasarkan firman Alloh
SWT:
مَّآأَصَابَكَ
مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا
“Apa saja
nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS. An-Nisa’:79)
Dan karena Alloh telah memberitakan
kepada kita sesungguhnya makar orang-orang kafir itu lemah di hadapan
orang-orang yang beriman yang sempurna imannya, Alloh SWT berfirman:
لَن
يَّضُرُّوكُمْ إِلآَّأَذًى وَإِن يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ اْلأَدْبَارَ ثُمَّ
لاَ يُنصَرُونَ
“Mereka
sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari adzaa
(gangguan-gangguan celaan) saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah
mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak
mendapat pertolongan”. (QS. Ali
Imron:111)
Yang dimaksud dengan adzaa
(gangguan) adalah bahaya yang ringan. Hal ini dijelaskan dengan dikecualikannya
dari bahaya secara umum. Kemudian kemenangan akhir itu adalah bagi orang-orang
yang bertaqwa, dan Alloh SWT berfirman:
فَقَاتِلُوا
أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Sebab itu
perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syetan itu
adalah lemah”. (QS.
An-Nisa’:76)
Ayat ini merupakan nash yang
menetapkan atas lemahnya konspirasi dan kekuasaan mereka. Dan Alloh SWT
berfirman:
ذَلِكَ
بِأَنَّ اللهَ مَوْلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَأَنَّ الْكَافِرِينَ لاَمَوْلَى
لَهُمْ
“Yang
demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang
beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada mempunyai
pelindung”. (QS.
Muhammad:11)
Dengan demikian maka kekalahan kaum
muslimin itu pada awalnya berasal dari diri mereka sendiri sebelum berasal dari
musuh mereka. Dan kaum muslimin dengan kemaksiatan mereka telah membukakan
peluang kepada musuh mereka untuk berkuasa. Prinsip yang keempat ini hendaknya
dijadikan tolok ukur untuk introspeksi oleh setiap individu, dan perkumpulan
Islam. Dan hendaknya mereka mengembalikan semua permasalahan mereka atas dasar
bahwa segala apa yang menimpa mereka itu merupakan akibat dari dosa mereka.
Introspeksi ini wajib dilakukan berdasarkan firman Alloh SWT:
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah
nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”. (QS. Ar-Ruum:41)
Dan juga berdasarkan firman Alloh
SWT:
ولنذيقنهم
من العذاب الأدنى دون العذاب الأكبر لعلهم
يرجعون
“Dan
sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia)
sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke
jalan yang benar)”. (QS.
As-Sajdah:21)
Perhatikanlah perkataan para
pengikut Nabi terdahulu, agar engkau memahami bahwa prinsip ini merupakan
ketetapan pada seluruh syari’at, karena mereka ketika terkena musibah di jalan
Alloh mereka memahami bahwa musibah itu akibat dosa-dosa mereka. Maka mereka
bersegera untuk istighfar dan taubat. Alloh SWT berfirman:
وَكَأَيِّن
مِّن نَّبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا
لِمَآأَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللهُ
يُحِبُّ الصَّابِرِينَ وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ
إِلاَّ أَن قَالُوا رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي
أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Dan berapa
banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut
(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka
di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah
menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: “Ya Rabb
kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan
dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir”. (QS. Ali
Imron:146-147)
Dan itulah yang dilakukan oleh ash-haabul
jannah (para pemilik kebun yang
dihancurkan kebun mereka). Ketika kebun mereka hancur mereka mengerti bahwa hal
itu akibat dari dosa-dosa mereka, maka mereka bertaubat. Alloh SWT berfirman:
قَالَ
أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ لَوْلاَ تُسَبِّحُونَ قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَآ إِنَّا كُنَّا
ظَالِمِينَ فَأَقْبَلَ بَعْضَهُمْ عَلَى
بَعْضٍ يَتَلاَوَمُونَ قَالُوا
يَاوَيْلَنَآ إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ
عَسَى رَبُّنَآ أَن يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِّنْهَآ إِنَّآ إِلَى رَبِّنَا
رَاغِبُونَ
“Berkatalah
seorang yang paling baik pikirannya diantara mereka: “Bukankah aku telah
mengatakan kepadamu, hendaklah kamu bertasbih (kepada Rabbmu)”. Mereka
mengucapkan: “Maha Suci Rabb kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang
zhalim”. Lalu sebagian mereka menghadapi sebagian yang lain seraya
cela-mencela. Mereka berkata: “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini
adalah orang-orang yang melampaui batas”. Mudah-mudahan Rabb kita memberi ganti
kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada itu; sesungguhnya kita
mengharapkan ampunan dari Rabb kita”. (QS. Al-Qolam:28-32)
PRINSIP
KELIMA :
Jika Janji
Ini Tidak Terrealisasi Maka Seseorang Tidak Akan Berhak Mendapatkannya Kecuali
Jika Dia Merubah Keadaannya Untuk Menyempurnakan Syarat-Syarat Untuk
Mendapatkan Janji Ini.
Alloh SWT berfirman:
إِنَّ
اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ro’du:11)
Ini merupakan sunnah qodariyah
yang tidak akan pernah berubah. Hal ini menuntut seorang hamba harus segera
memperbaiki dirinya supaya Alloh mengentaskannya dari bencana kemudian
menggantikannya dengan kenikmatan. Apabila dia tetap saja bermaksiat kemudian
dia berharap bencana itu sirna maka harapannya itu tidak akan pernah terwujud.
Kalau pada prinsip yang keempat diterangkan bahwa penyebab utama kegagalan kaum
muslimin adalah berasal dari dirinya sendiri, maka prinsip yang kelima ini
menjelaskan bahwa untuk merubah kegagalan ini juga harus dimulai dari dirinya
sendiri.
حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sehingga
mereka merubah apa yang ada pada diri mereka”
Lima
prinsip tentang kemenangan dan kekalahan ini seharusnya tidak dilupakan oleh
kaum muslimin khususnya para ‘amilin (para pejuang) di medan dakwah dan jihad.
Ibnul Qoyyim menjelaskan prinsip ini
secara panjang lebar – meskipun beliau tidak menyatakan secara tegas – dalam
kitabnya Al-Jawaabu Al-Kafiy Liman Sa’ala ‘An Ad-Dawaa’ Asy-Syafiy, beliau
dalam kitab tersebut menjelaskan dampak yang ditimbulkan oleh dosa terhadap
individu dan bangsa. Dan dalam kitabnya yang berjudul Ighotsatu Al-Lahfaan
Min Mashooyidi Asy-Syaithon beliau meletakkan beberapa pasal yang bagus.
(II/188-208 cet. Darul Kutub Al-‘Ilmiyah 1407 H). Pasal-pasal tersebut
menerangkan syarat-syarat terrealisasinya sunnah qodariyah supaya kaum
muslimin mendapatkan kemenangan dan kenapa kemenangan itu tidak didapatkan dan
apa hikmah di balik itu semua? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga membahas dalam
kitabnya yang berjudul Al-Hasanah Wa As-Sayyi’ah. Di sana beliau menjelaskan permasalahan ini di
sela-sela beliau menafsirkan firman Alloh SWT:
مَّآأَصَابَكَ
مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللهِ وَمَآأَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللهِ شَهِيدًا
“Apa saja
nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu,
maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada
segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”. (QS.
An-Nisa’:79)
Dan saya serukan kepada setiap
muslim khususnya para ‘amilin (pejuang) untuk Islam agar membaca dan
merenungkan kitab-kitab tersebut. Karena kitab-kitab tersebut menjelaskan
prinsip-prinsip yang telah saya sebutkan di atas yang mana setiap muslim harus
mengetahui dan mengamalkannya.
Ibnul Qoyyim mengatakan (Ighotsatu
Al-Lahfaan, hal. II/193-195): “Sesungguhnya Alloh SWT menjamin akan menolong
dienNya, golonganNya dan para waliNya hanyalah untuk orang-orang yang
melaksanakan dienNya baik secara ilmu maupun secara amal. Dan Alloh tidak
menjamin akan menolong kebatilan meskipun pelakunya berkeyakinan bahwa dia berhak
untuk mendapatkan pertolongan alloh. Begitu pula dengan al-‘izzah
(kemulian) dan al-‘uluw (ketinggian derajat) sesungguhnya keduanya hanya
dapat diraih oleh orang yang beriman sesuai dengan ajaran yang diajarkan para
Rosul yang diutus oleh Alloh dan kitab yang diturunkanNya, yang mencakup ilmu,
amal dan haal (kondisi). Alloh
SWT berfirman:
وَأَنتُمُ
اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Padahal
kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman”. (QS. Ali
Imron:139)
Maka seorang itu
mendapatkan ketinggian sesuai dengan imannya. Alloh SWT berfirman:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُوْلِهِ وَ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan
kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mu’min”.
(QS. Al-Munafiqun:8)
Maka seorang hamba itu mendapatkan
jatah ‘izzah sesuai dengan kadar iman yang ada padanya. Dan apabila ia
tidak mendapatkan jatah al-‘uluw dan al-‘izzah maka itu disebabkan oleh
imannya yang kurang, yang mencakup ilmu dan amal, lahir dan batin.
Dan begitu pula pembelaan Alloh
terhadap seorang hamba itu diberikan sesuai dengan imannya. Alloh SWT
berfirman:
إِنَّ
اللهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ ءَامَنُوا
“Sesungguhnya
Allah membela orang-orang yang telah beriman”. (QS. Al-Hajj:38)
Apabila pembelaan itu melemah maka
hal itu disebabkan oleh berkurangnya imannnya.
Dan begitu pula al-kifayah (mencukupi
kebutuhan) dan al-hasbu (jaminan) yang diberikan Alloh itu sesuai dengan
kadar iman yang ada padanya. Alloh SWT berfirman:
يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللهُ وَمَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
“Hai Nabi,
cukuplah Allah menjadi hasbu bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang
mengikutimu”. (QS.
Al-Anfal:64)
Yang dimaksud dengan sebagai hasbu
bagimu dan bagi para pengikutmu adalah sebagai yang mencukupi kebutuhanmu
dan mencukupi kebutuhan mereka. Dengan demikian maka jaminan yang diberikan
Alloh itu sesuai dengan kadar mereka dalam mengikuti dan mentaati RosulNya, dan
apabila imannya berkurang berkurang pula jaminanNya.
Dan menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
iman itu bertambah dan berkurang.
Begitu pula al-walaayah
(pertolongan, perlindungan – pent.) yang diberikan Alloh kepada seorang hamba
itu sesuai dengan keimanan padanya. Alloh SWT berfirman:
وَاللهُ
وَلِيُّ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Alloh
adalah Wali semua orang-orang yang beriman”. (QS. Ali Imron:68)
Dan Alloh SWT berfirman:
اللهُ وَلِيُّ
الَّذِينَ ءَامَنُوا
“Alloh Wali
orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Baqoroh:257)
Begitu pula al-ma’iyyah
al-khoshoh (kebersamaan Alloh yang berupa bantuan dan pembelaan – pent.)
hanyalah diberikan kepada orang yang beriman. Sebagaimana firman Alloh SWT:
وَأَنَّ اللهَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan
sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang beriman” (QS. Al-Anfal:19)
Apabila iman itu berkurang dan
melemah maka jatah seorang hamba yang berupa al-walaayah dan al-ma’iyyah al-khoshoh dari Alloh sesuai dengan kadar iman padanya.
Begitu pula an-nashru (pertolongan) dan at-ta’yiidu (bantuan)
yang sempurna itu hanya diberikan kepada orang yang sempurna imannya. Alloh SWT
berfirman:
إِنَّا
لَنَنصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ ءَامَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ
يَقُومُ اْلأَشْهَادُ
“Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan
dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. (QS. Al-Mu’min:51)
Dan Alloh SWT berfirman:
فَأَيَّدْنَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ
“Maka Kami
berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka,
lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (QS. Ash-Shoff:14)
Maka barangsiapa yang berkurang
imannya, akan berkurang pula jatah dia dari an-nashru (pertolongan) dan at-ta’yid (bantuan). Oleh karena itu seorang hamba itu tertimpa musibah pada
diri atau hartanya atau berkuasanya musuh atas dirinya itu disebabkan oleh
maksiat yang dia lakukan, baik berupa meninggalkan kewajiban atau melakukan
perbuatan yang diharamkan. Perbuatan ini adalah merupakan berkurangnya iman.
Dengan demikian
hilanglah kerancuan yang dikatakan oleh banyak orang tentang firman Alloh SWT :
وَلَن
يَجْعَلَ اللهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa’:141)
Banyak orang yang
mengatakan bahwa maksud ayat ini adalah Alloh tidak akan membukakan peluang
bagi orang kafir untuk mengalahkan kaum muslimin dari sisi hujjah.
Dan yang benar adalah:
Sebenarnya ayat ini sama dengan ayat-ayat lain yang senada dengan ayat ini.
Bahwa yang ditutup peluangnya itu adalah bagi orang-orang yang sempurna
imannya. Apabila iman itu melemah maka musuh mereka mendapatkan peluang untuk
mengalahkan mereka sesuai dengan kadar berkurangnya iman mereka. Maka mereka
telah membuka jalan untuk musuh-musuh mereka untuk menguasai diri mereka karena
mereka meninggalkan ketaatan kepada Alloh. Maka sebenarnya seorang yang beriman
itu adalah mulia, menang, dibantu, diberi pertolongan, dicukupi kebutuhannya
dan dibela di mana saja dia berada, meskipun orang seluruh dunia berkumpul
untuk mencelakakannya, jika ia melaksanakan iman dengan sebenar-benarnya, dan
melaksanakan kewajiban-kewajibannya baik yang lahir maupun batin. Sesungguhnya
Alloh SWT telah berfirman kepada orang-orang beriman:
وَلاَ
تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula)
kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” .(QS: Ali Imron:139)
Dan Alloh SWT
berfirman:
فَلاَتَهِنُوا
وَتَدْعُوا إِلَى السَّلْمِ وَأَنتُمُ اْلأُعْلَوْنَ وَاللهُ مَعَكُمْ وَلَن
يَّتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
“Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah
yang di atas dan Allah (pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan
mengurangi (pahala) amal-amalmu”. (QS.
Muhammad:35)
Maka sesungguhnya
jaminan ini hanyalah diberikan berdasarkan keimanan dan amalan mereka yang mana
keimanan dan amalan mereka itu termasuk tentara Alloh yang karenanya Alloh
menjaga mereka dan tentara-tentara Alloh yang berupa iman dan amal itu tidak
Alloh pisahkan dari mereka sehingga Alloh terlantarkan mereka sebagaimana
tentara-tentara yang berupa iman dan amal itu Alloh jauhkan dari orang-orang
kafir dan munafik karena memang bukan milik mereka, dan amalan-amalan mereka
tidak sesuai dengan perintahNYa”.
Dan Ibnul Qoyyim
mengatakan dalam kitabnya yang berjudul Al-Jawaabu Al-Kafiy tentang hukuman-hukuman qodariyah yang
diakibatkan dosa: “Diantara hukumannya adalah Alloh mencabut dari hati manusia
rasa segan kepadanya, ia menjadi remeh di hadapan mereka dan merekapun
meremehkan dia, sebagaimana dia meremehkan perintah Alloh. Maka kecintaan
manusia kepada seseorang itu sesuai dengan kecintaan orang tersebut kepada
Alloh, dan takutnya manusia kepada seorang hamba itu sesuai dengan takutnya hamba
tersebut kepada Alloh, dan manusia itu mengagungkan seorang hamba itu sesuai
dengan pengagungan hamba tersebut terhadap hurumat (hal-hal yang disucikan –
pent.) Alloh. Bagaimana seseorang mengharapkan untuk tidak dilecehkan
kehormatan dirinya sedangkan dia melecehkan hurumat Alloh?
Bagaimana Alloh tidak jadikan manusia meremehkan dirinya sedangkan dia
meremehkan hak Alloh? Bagaimana manusia tidak meremehkannya sedangkan dia
meremehkan kemaksiatan?”
Alloh telah mengisyaratkan hal ini
dalam kitabNya ketika menyebutkan hukuman dari dosa-dosa. Dan sesungguhnya
Alloh membalikkan dosa-dosa tersebut kepada para pelakunya. Dan Alloh tutup
hati mereka. Maka Alloh mengunci hati mereka dengan dosa-dosa mereka, dan
sesungguhnya Alloh melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan Alloh. Dan
Alloh menghinakan mereka sebagaimana mereka menghinakan dienNya. Dan menterlantarkan
mereka sebagaimana mereka menterlantarkan perintahNya. Oleh karena itu Alloh
berfirman dalam ayat yang menyebutkan bahwa semua makhluq itu bersujud
kepadaNya, Alloh SWT berfirman dalam ayat tersebut:
وَمَن
يُهِنِ اللهُ فَمَالَهُ مِن مُّكْرِمٍ
“Dan
barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya”. (QS.
Al-Hajj:18)
Ketika mereka meremehkan sujud
kepada Alloh dan mereka tidak mau melakukannya, Alloh hinakan mereka, sehingga
tidak ada orang yang memuliakannya setelah Alloh menghinakannya. Dan siapakah
yang akan memuliakan orang yang Alloh hinakan? Atau siapakah yang akan
menghinakan orang yang Alloh muliakan?” (hal. 80-81)
Dan beliau mengatakan di tempat yang
lain: “Diantara hukuman dosa-dosa adalah: Sesungguhnya dosa-dosa itu
memusnahkan kenikmatan kemudian menggantikannya dengan bencana. Sehingga tidak
ada satu kenikmatan yang hilang dari seorang hamba atau datangnya bencana
padanya kecuali disebabkan dosa yang ia kerjakan. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Ali bin Abi Tholib ra.: “Tidaklah bencana itu turun kecuali disebabkan
oleh dosa dan tidak akan dihilangkan kecuali dengan taubat”. Alloh SWT
berfirman:
وَمَآأَصَابَكُم
مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS.
Asy-Syuro:30)
Dan Alloh SWT berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا
نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ وَأَنَّ
اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Yang
demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan
merubah suatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada sesuatu kaum, pada diri
mereka sendiri”. (QS.
Al-Anfal:53)
Dalam ayat-ayat tersebut Alloh
memberitahukan bahwasanya Alloh tidak merubah kenikmatan yang telah Alloh
berikan kepada seseorang sehingga orang itu sendiri yang merubahnya. Ia merubah
ketaatannya kepada Alloh dengan kemaksiatan, ia merubah dengan kekafiran dan
dia merubah faktor-faktor yang menyebabkan Alloh ridlo dengan faktor-faktor
yang menyebabkan kemurkaanNya. Sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatannya.
Dan Robbmu sama sekali tidaklah berbuat dzolim kepada hambanya. Dan apabila dia
mengubah kemaksiatannya dengan ketaatan, Alloh akan merubah hukuman dengan
kesejahteraan dan merubah kehinaan dengan kemuliaan. Alloh SWT berfirman:
إِنَّ
اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ وَإِذَآ
أَرَادَ اللهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَالَهُم مِّن دُونِهِ مِنْ
وَالٍ
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS. Ar-Ro’du:11)
(Al-Jawaabul
Kafi hal. 85-86 Darun Nadwah Al-Jadidah Thn. 1400 H).
Saya katakan: Nukilan-nukilan dari
Ibnul Qoyyim ini menjelaskan tentang lima
prinsip yang telah saya sebutkan di atas dengan penjelasan yang gamblang. Dan
setelah menjelaskan lima
prinsip ini kita bertanya: bagaimana posisi kita – kaum muslimin – sekarang?
Jumlah kita lebih dari satu milyar,
sedangkan negeri kaum muslimin merupakan negara yang kaya dengan kekayaan alam
yang terbentang dari timur sampai barat dan mayoritas berada di tempat-tempat
yang strategis di berbagai lintasan laut dan selat. Lalu bagaimana keadaan
mereka yang berjumlah satu milyar itu? Dimanakah pusat wilayah mereka dan apa
peran mereka di dunia ini?
Dan bagaimana sebuah bangsa yang
tidak lebih dari dua juta dapat berkuasa. Ia menebar kehinaan, kemurkaan dan
laknat dalam hitungan yang besar, yaitu bangsa Yahudi. Bagaimana bangsa ini
bisa menguasai seratus juta muslim Arab? Bagaimana bangsa itu bisa mewujudkan
sebuah negara di jantung negeri kaum muslimin – saya tidak katakan negeri Islam
– yang sebelumnya mereka tidak mempunyai satu negeripun?
Padahal kita membaca dalam
kitabulloh:
فَقَاتِلُوا
أَوْلِيَآءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
“Maka
perangilah wali-wali syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu
adalah lemah”. (QS.
An-Nisa’:76)
Dan kita membaca:
لَن
يَّضُرُّوكُمْ إِلآَّأَذًى وَإِن يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ اْلأَدْبَارَ ثُمَّ
لاَ يُنصَرُونَ
“Mereka
sekali-kali tidak akan dapat membuat mudharat kepada kamu, selain dari
gangguan-gangguan celaan saja, dan jika mereka berperang dengan kamu, pastilah
mereka berbalik melarikandiri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak
mendapat pertolongan”. (QS. Ali
Imron:111)
Dan kita membaca:
وَلَوْ
قَاتَلَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوَلَّوُا اْلأَدْبَارَ
“Dan
sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik
melarikan diri ke belakang (kalah)”. (QS. Al-Fath:22)
Dan kita melihat kenyataan yang kita
hadapi bertentangan dengan hal itu. Orang-orang kafir yang asli maupun para
penguasa murtad menimpakan siksaan kepada kaum muslimin. Mereka membunuh kaum
laki-laki, menggiring mereka ke dalam sel penjara dan menyiksa mereka. Mereka
menawan kaum muslimat dan memperkosa mereka di dalam penjara-penjara thoghut.
Ditambah lagi dengan penjarahan dan pengubahan dien, menyebarkan fitnah dan
kekejian untuk mencetak generasi yang tidak mempunyai hubungan dengan diennya.
Dan kita melihat media massa dan kegiatan ilmiyah
yang islami dan luas tidak memberikan dampak sedikitpun pada kondisi kaum
muslimin. Inilah yang menyebabkan hilangnya berkah ilmu. (Lihat Al-Jawab
Al-Kafiy, hal. 60 dan 96). Karena ilmu dan media massa ini tidak digunakan untuk mencari
keridloan Alloh. Mereka menggunakannya untuk mendapatkan kepemimpinan atau
harta atau pekerjaan atau untuk memperkuat kebatilan penguasa dan memperkokoh pasak-pasak
orang-orang kafir yang membuat kedzoliman di dalam negeri, lalu mereka menyebar
kerusakan padanya. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholih dari
kalangan ulama’. Dan mereka ini jumlahnya sedikit. Lihatlah pada hari ini
betapa banyak buku-buku dan kaset-kaset tape dan video, koran dan majalah
ilmiyah yang diterbitkan dan diberikan secara benar atau secara batil. Banyak
diadakan muktamar Islam, perlombaan-perlombaan, universitas-universitas,
pondok-pondok pesantren radio dan bulletin. Sangat banyak dan bermacam-macam
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Lalu apa yang dihasilkan dari semua ini?
Saya di sini tidak mau memaparkan
kondisi kaum muslimin, karena bahasan masalah ini ada buku-buku khusus yang
membahasnya (sebagai contoh adalah kitab Haadliru Al-‘Alami Al-Islami,
karangan Ustadz Jamil Al-Mishriy), namun yang saya harapkan di sini adalah
hendaknya setiap muslim memahami lima
prinsip tersebut kaitannya dengan kondisi kita sekarang.
Maka tidak tercapainya kemenangan
dan kemuliaan oleh kaum muslimin ini artinya adalah sangat kurangnya iman
mereka yang berupa ilmu dan amal. Alloh SWT berfirman:
وَكَانَ
حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami
berkewajiban menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar-Ruum:47)
Manakah janji itu? Apakah kita
mendapatkannya? Dan siapakah yang disebutkan dalam firman Alloh SWT:
وَلاَ
تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ اْلأَعْلَوْنَ إْن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman”. (QS. Ali Imron:139)
Inilah prinsip yang ke tiga.
Dan semua bencana, perpecahan dan
kehinaan yang terjadi pada diri kita ini adalah akibat dari dosa-dosa kita,
berdasarkan firman Alloh SWT:
وَمَآأَصَابَكُم
مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُوا عَن كَثِيرٍ
“Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)”. (QS.
Asy-Syuro:30)
Dan berdasarkan firman Alloh SWT:
وَمَآأَصَابَكَ
مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
“Dan apa
saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri”. (QS. An-Nisa’:79)
Dan diantara maksiat tersebut adalah
qu’uud ‘anil jihaad (meninggalkan
jihad). Lebih buruk lagi adalah orang yang menjadikan dalil-dalil syar’i
tersebut sebagai alasan untuk membenarkan sikap mereka yang meninggalkan jihad.
Dan ini adalah prinsip yang keempat.
Kegagalan kita dalam mendapatkan
pertolongan dari Alloh SWT ini serta bencana yang menimpa kita saat ini tidak
akan hilang dari kita kecuali jika kita mau merubah diri kita sesuai dengan apa
yang dicintai dan diridloi Robb kita, berdasarkan firman Alloh SWT:
إِنَّ
اللهَ لاَيُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَابِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya
Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri”. (QS.
Ar-Ro’du:11)
Dan ini adalah prinsip yang kelima.
Dari pembahasan di atas dapat kita
katakan bahwasanya gerakan-gerakan Islam pada hari ini – khususnya yang
berjuang untuk mengembalikan daulah Islam – belum memenuhi syarat-syarat untuk
meraih kemenangan dan kekuasaan, dengan keragaman dan perbedaan yang sangat
bervariasi dalam masalah ini. Ada
yang telah memenuhi banyak syarat ada yang sedikit dan ada yang belum memenuhi
sama sekali. Alloh SWT berfirman:
إِنَّ
اللهَ لاَيَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
“Sesungguhnya
Alloh tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia
itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri”. (QS. Yunus:44)
Diterjemahkan
dari Kitab Al ‘Umdah Fii I’daadil ‘Uddah Lil Jihaadi Fii Sabiilillaahi, Syaikh
‘Abdul Qoodir bin ‘Abdul ‘Aziiz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar