PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Senin, 07 Januari 2013

TARBIYAH AMNIYAH



Forum Islam Al-Busyro
Devisi Penerjemah

mempersembahkan

Terjemah Kajian Seri [1] Pertama dari Progam


Industri Teror [1]

[Dauroh Keamanan dan Intelijen]

“Pengertian dan Pentingnya Keamanan serta Tuntunannya dalam Islam”


oleh al-Akh al-Mujahid
Abu ‘Ubaidah ‘Abdullah al-‘Adam
semoga Allah menjaga beliau


Sumber : Pusat Informasi al-Fajr


7 Rabi’ul Awwal 1432 H
10 Februari 2011 M

Dengan menyebut nama Allah, segala puji bagi-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiyasa terlimpah kepada Rasulullah. Allahumma yaa Allah, tiada kemudahan kecuali apa-apa yang Engkau buat mudah dan Engkaulah yang menjadikan kesedihan menjadi mudah dengan kehendak-Mu.
Pertama-tama, kami memohon kepada Alloh `Azza wa Jalla agar menerima Hijrah, Jihad, dan Ribath kita semua, dan senantiyasa menuntun kita semua dalam ketaatan kepada-Nya, dalam menolong agama-Nya, dan menegakkan Syari`at-Nya di muka bumi. Kami pun bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala karena telah memilih kita dari diantara sekian juta Para Qoidun yang lalai dari Jihad di zaman ini dan dalam menolong Dien-Nya. Allah Subhanahu wa Ta`ala dengan segala kemuliaan dan rahmat-Nya juga telah memilih kita untuk melindungi Dien-Nya dari kehinaan dan memukul musuh-musuh Nya dan musuh-musuh Dien ini, maka tidak ada keraguan lagi bahwasanya inilah sebuah kemuliaan yang sangat besar yang Alloh persembahkan bagi kita. Dan kami pun memohon kepada-Nya Subhanahu wa Ta`ala agar menyempurnakan apa yang kita inginkan dan mengakhiri hidup kita semua dengan Mati Syahid di jalan-Nya ‘Azza wa Jalla.
Sebelum kita masuk dalam Kajian ini, saya ingin mengucapkan selamat kepada Kaum Muslimin yang agung dengan Amaliyah (Serangan) yang berbarokah yang dilakukan oleh Akhi Pejuang Asy-Syahid Abu Dujanah Al-Khurosany; Hammam bin Kholil Abu Mallal Al-Balawy.
Amaliyah ini merupakan Amaliyah yang rumit dari sisi Keamanan maupun Intelijen, dimana menargetkan Markas Intelijen di Wilayah “Khost” di Pangkalan “Tasyamaban”. Pangkalan ini merupakan Pusat dan Kantor Kelaliman yang sering menggunakan pesawat mata-mata –pesawat tanpa awak- dan kemudian akhirnya mampu menewaskan 7 perwira Intelijen Amerika CIA, dimana mereka adalah para petinggi dalam Bidang Keamanan serta Intelijen dari Pakistan dan Afghanistan yang ditambah dengan seorang Perwira Intelijen Yordania yang bernama “Syarif Ali bin Zaid”.
Tidak diragukan lagi bahwa Amaliyah ini adalah serangan terburuk yang menimpa Lembaga Intelijen Amerika dalam sejarah mereka. Sepanjang catatan sejarah CIA, saat terjadi konflik dengan KGB Rusia dan Lembaga Intelijen Timur, belum pernah terjadi seperti serangan yang dahsyat ini yang dilakukan oleh Tandhim Al-Qaeda dengan segala macam bentuk tipuan, penyesatan dan pembohongan terhadap Lembaga Intelijen Amerika CIA dan juga Yordania, hingga Amaliyah yang berbarokah tersebut pun berjalan sesuai yang direncanakan.
Tidak diragukan pula, bahwa karunia ini kembalinya semuanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari awal hingga akhir, baru kemudian kepada Akh Mujahid Pejuang “Hammam Kholil Al-Balawy” dan juga kepada Team Khusus dari Tandhim Al-Qaeda dalam memberikan dukungan logistik yang telah mengantarkan Ikhwan kita kepada yang ia inginkan. Kami memohon kepada Allah ‘Azza wa Jalla untuk menerima semua pihak yang telah mengusahakan hal ini dan kami pun memohon kepada-Nya Subhanahu wa Ta’ala untuk menerima “Abu Dujanah” sebagai seorang Syuhada yang Sholeh dan Ikhlas, serta meninggikan derajat beliau pada hari Kiamat kelak. Dan kami juga turut berbela sungkawa kepada Istri dan keluarga beliau di Yordania dan Palestina, serta suku-suku dan marga “Bi’ru as-Sab’i” yang mulia berkenaan dengan Amaliyah yang berbarokah ini, yang merupakan pembalasan dari terbunuhnya banyak saudara-saudara kita dan para Pimpinan Jihad di Afghanistan dan Pakistan, juga merupakan balasan atas blokade Agresor Israel terhadap Kaum Muslimin yang sedang terkucilkan di Gaza satu setengah tahun yang lalu.
Dan ini merupakan salah satu pesan Para Mujahidin yang disampaikan kepada CIA dan para Agen Intelijen Yordania, kami katakan kepada mereka bahwa tangan-tangan Mujahidin yang panjang –dengan Naungan dan Taufik-Nya- mampu menembus benteng kalian yang kokoh, kami katakan juga kepada kalian bahwa Lembaga Intelijen dan para Agen Rahasia milik Tandhim Al-Qaeda akan terus mengintai dan mengancam kalian. Dan Agen ini –agen untuk menghancurkan Lembaga Intelijen kalian- bukan merupakan yang pertama ataupun yang terakhir dengan -idzin Allah ‘Azza wa Jalla-, kedepannya Insya Allah akan lebih cerdik dan lebih sempurna -dengan Naungan dan Taufik-Nya-.
Disini saya ingin meminta perhatian Antum mengenai perkara yang penting, yaitu Tujuan Tertinggi dari Jihad di Jalan Allah ‘Azza wa Jalla, dimana banyak para Ikhwan saat mendatangi Bumi Jihad tujuan mereka semata-mata hanya untuk bagaimana supaya bisa terbunuh. Memang tidak diragukan bahwa Mati Syahid di Jalan Allah adalah perkara yang besar di sisi Allah ‘Azza wa Jalla, dimana merupakan derajat yang tinggi dan agung, dan merupakan sebuah kenikmatan yang Allah ‘Azza wa Jalla berikan kepada yang dikehendaki-Nya. Niatan Mati Syahid itu pun merupakan sebuah permohonan yang mulia dan sesuai dengan Syariat, akan tetapi juga perlu diperhatikan bahwa Dienullah ‘Azza wa Jalla membutuhkan para lelaki yang mampu memikul kesedihan Dien ini dan mengemban Amanah yang Mulia ini.
Diantara Tujuan Dien ini adalah sebagaimana dikatakan Al-Baidhowy dalam Tafsir beliau dan juga dikatakan oleh Ibnu ‘Asyur : “Adanya para lelaki yang menjaga Dien ini”. Al-Baidhowy rahimahullah berkata dalam tafsir beliau mengenai Firman Allah Ta’ala (فَيُقْتَلْ أَو يَغْلِبْ) “Maka terbunuh atau menang” : “Ini adalah peringatan kepada setiap Mujahid untuk selalu sabar di Medan Perang hingga mampu memuliakan dirinya dengan Mati Syahid atau memuliakan Dien ini dengan Kemenangan, dan tujuannya bukan semata-mata ingin terbunuh akan tapi meninggikan Kebenaran dan memuliakan Dien ini”.
Maka tujuan tertinggi dari Jihad adalah meninggikan Kalimat Allah (Laa ilaaha illallah) ‘Azza wa Jalla dan tujuan seorang Ikhwan bukan semata-mata hanya ingin Mati Syahid di jalan Allah, walaupun (Mati Syahid) sebagaimana telah kami jelaskan di depan merupakan cita-cita yang agung dan mulia dari tujuan Syariat, akan tetapi hendaknya tujuan utamanya adalah tetap untuk memuliakan Dien ini sebagaimana perkataan Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah : “Mengumpulkan harta itu mudah, akan tetapi mengumpulkan Para Pemuda itu sulit”.
Harta itu mudah untuk dikumpulkan, akan tetapi Para pemuda yang mampu memikul tanggungjawab Dien dan memahami untuk mengemban duka Dien ini serta menyampaikan kepada manusia dan menegakkan hukum Allah di muka bumi, mereka itu sedikit sekali di kalangan Kaum Muslimin, terutama di zaman ini, dimana Dien dan para pengikutnya telah menjadi Asing.
Oleh karena itu, seorang Mujahid harus memikirkan (regenerasi) ini dan kita hendaknya berusaha mengerahkan segenap tenaga dan kesungguhan kita untuk menjaga hal ini. Beberapa Ulama kontemporer, seperti Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdese, Abu Qotadah dan yang lainnya, saat mereka berbicara tentang Amaliyah Istisyhadiyah, mereka memberikan beberapa syarat dalam Amaliyah ini sebelum seseorang melakukan Amaliyah, diantaranya yaitu mencari alternatif lain (untuk menyerang) sebelum seseorang melakukan Amaliyah Istisyhadiyah (Bom Syahid), mengapa demikian? Ini semua bertujuan untuk menjaga jumlah personel Mujahid pada zaman ini, dimana seorang Mujahid di jalan Allah yang taat kepada Diennya itu adalah suatu hal yang langka dan susah dicari pada zaman ini.
Seorang Mujahid juga hendaknya selalu menjadikan tujuannya untuk memenangkan Dien ini dan bagaimana supaya bisa tegak Bendera Islam dan bukan hanya semata-mata tujuan awal dan akhirnya adalah hanya bagaimana supaya bisa terbunuh, akan tetapi tetap harus menjaga dirinya sesuai kemampuan.
Kajian ini –dengan Taufik Allah ‘Azza wa Jalla- akan membantu seorang Mujahid dalam menjaga dirinya untuk tetap hidup lama dan terhindar dari penangkapan dan penjara Thoghut serta mengalahkan musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla dan mewujudkan tujuan dari memanggul senjata, yaitu menegakkan Hukum Allah ‘Azza wa Jalla di muka bumi.
Kajian ini juga akan membantu bagaimana cara mendapatkan musuh dan kemudian membunuhnya, ini adalah tahapan awal bagi Para Ikhwan yang sedang melakukan Amaliyah Sirriyah (Kegiatan Rahasia) di Negara Kepolisian, bukan pada perang terbuka. Oleh karena itu, seorang Ikhwan mau tidak mau sangat membutuhkan ilmu ini, karena ini adalah merupakan ikhtiar dan pengetahuan yang kami berikan hingga semoga Allah menjadikannya bermanfaat dan semoga menjadikan kita termasuk yang memberikan kontribusi dalam amalan ini. Kami bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menerima semuanya.
Kajian ini –dengan Taufik-Nya ‘Azza wa Jalla- akan membantu seorang ikhwan dalam Amaliyah Sirriyah, bagaimana cara menjaga dirinya untuk tahap pertama, dimana Keamanan (Amniyah) seseorang menurut saya lebih dikedepankan daripada Amaliyah (Serangan) itu sendiri. Dan hal yang kedua yaitu (kajian ini) akan mengajarkan dan membantu seseorang bagaimana menyerang musuh dan merampas darinya. Begitu juga akan diajarkan bahwa dalam Perang Gerilya, khususnya untuk Perang di Fase Pertama , seorang ikhwan tidak boleh sama sekali toleran terhadap musuh dengan menampakkan dirinya, akan tetapi harus memiliki semboyan –dalam Perang Gerilya Fase Pertama- “Berperang untuk tetap hidup”, mengapa demikian? Karena para Personel Gerilya pada tahap pertama biasanya akan selalu sedikit sekali dan musuh pastinya lebih unggul dibandingkan mereka dalam jumlah personel maupun kekuatannya. Maka kewajiban setiap ikhwan adalah selalu menjaga dirinya dari pembunuhan terutama dalam tahap awal hingga Jihad bisa berlanjut dan perjalanan untuk memerangi musuh-musuh Allah ‘Azza wa Jalla akan terus berlangsung. Kita harus yakini bahwasanya Dien ini akan ditolong dengan wasilah tangan kita maupun tangan-tangan selain kita, dan tugas kita adalah mengambil sebab-sebab kemenangan (asbab) yang telah Allah letakkan pada ciptaan-Nya, dan tanpa diragukan lagi bahwa siapa saja yang mengambilnya (walaupun itu musuh) maka akan sampai pada kemenangan dan tujuan yang ia inginkan, dan ini adalah Sunnatullah ‘Azza wa Jalla pada ciptaan-Nya. Kajian ini –dengan Taufik Allah ‘Azza wa Jalla- juga akan menuntun para Ikhwah untuk bisa menjaga dirinya dan mampu mentargetkan musuh dengan resiko kerugian terkecil dalam Amaliyah Jihadiyah Sirriyah.
Setelah bersandarkan kepada Taufik Allah ‘Azza wa Jalla, kajian yang saya siapkan ini akan berpedoman kepada catatan “Syaikh Saiful Adl” -semoga Allah Azza wa Jalla menjaga beliau- yang berjudul “Al-Amnu wal Istikhbarot” (Keamanan dan Intelijen), dimana saya mencoba untuk menjelaskan dan menguraikan dengan menyertakan contoh-contoh yang dibutuhkan hingga membawa maslahat. Kami bermohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menerima semuanya dan mengampuni semuanya, serta menjadikan amalan ini sebagai timbangan kebaikan bagi kami maupun kalian semua.
Diantara yang hendaknya diketahui adalah bahwa Keamanan (Amniyah) itu adalah salah satu perkara yang penting yang seyogyanya para Jama`ah-Jama’ah Islamiyah memberikan perhatian yang besar , khususnya dengan berkembangnya pola perlawanan antara Gerakan-gerakan Islam melawan musuh-musuhnya.
Keberadaan Amniyah pada suatu Jama`ah, akan terlihat jelas ketika Jama`ah tersebut dihantam berbagai fitnah dan serangan yang bertubi-tubi dari musuh-musuhnya -sementara jama`ah tersebut tidak malakukan langkah-langkah Amniyah yang layak-, dimana bisa berdampak berubahnya arah haluan perjuangan Jama`ah tersebut, ada yang menyeru kepada kerukunan, bahkan ada yang rela bermudanah (menjilat dan mencari muka). Maka banyak kita dapati para pemuda yang melepaskan diri dari Amal Jihadi (dalam kordinator suatu Jama`ah) ketika melihat semakin terbongkarnya Amaliyah mereka dan bertambah kerugian yang diderita Jama`ah tersebut, dan di sisi lain ada pula yang semakin bertambah simpati para pemuda terhadap Jama`ah lain ketika Jama`ah tersebut berhasil menghantam musuh dengan meminimalisir kerugian.
Pentingnya Amniyah ini juga akan tampak saat sebuah Amal Jihadi bisa berkesinambungan. Sebuah Jama’ah yang tidak memiliki Tatanan Amniyah, maka sesungguhnya Jama’ah atau Tandhim ini hanya akan menghancurkan dirinya sendiri, khususnya dengan berkembangnya metode musuh dalam menghadapi Jama’ah-Jama’ah Jihad yang ada saat ini, hingga umat manapun mereka,kerajaan manapun mereka, yang tidak memiliki Tatanan Amniyah, maka sesungguhnya mereka ini persis seperti yang dikatakan beberapa Agen Intelijen Mossad: “mereka (yang tidak memiliki amniyah) hanya akan menghancurkan diri mereka dengan tangan mereka sendiri (tanpa kita harus bersusah payah menghancurkan mereka)”.
Maka Tatanan Amniyah adalah sebuah keharusan bagi suatu Jama`ah, demi menjaga keberlangsungan Jama’ah ini dan Amaliyahnya, karena saat musuh mampu untuk menyerang mereka dengan serangan yang dahsyat, maka bisa jadi orang-orang yang berada dalam Jama’ah tersebut atau para simpatisannya mulai kehilangan ketsiqohan terhadap Jama’ah ini dikarenakan kelemahan Jama’ah tersebut, karena sebagaiamana yang kalian ketahui, orang-orang itu tidak mengikuti yang lemah tapi yang kuat. Maka disaat banyaknya serangan yang dialamatkan kepada Jama’ah ini, banyak orang yang akan meninggalkan Jama’ah ini dan pasti pula meninggalkan Amal Jama’inya dikarenakan kelemahan dari Jama’ah itu sendiri dan serangan-serangan yang menimpa Jama’ah tersebut, oleh karena itu bagi setiap Jama’ah yang ingin menjaga diri dan eksistensinya maka harus mempunyai Tatanan Amniyah yang kuat.
Sekarang, coba perhatikan. Kita ambil contoh misalnya Tandhim Al-Qaeda, setelah peristiwa 11 September, dikarenakan Amaliyah yang besar ini seluruh perhatian manusia tertuju kepada Al-Qaeda, mengapa? Karena kesuksesan mereka telah terbuktikan. Bagi setiap Jama’ah yang ingin sukses dan selamat dari serangan musuh, maka harus melengkapi dirinya dengan Tatanan Amniyah yang kuat yang bisa menjaganya dari kehancuran.
Jika kita berbicara tentang Amniyah, maka kita tidak hanya sekedar berbicara tentang Masalah Teori dan Budaya saja, tapi ia adalah sebuah Ilmu yang berdiri sendiri, sebagaimana perkataan Syaikh Abu Zubaidah : “Segala perbuatan yang tidak memiliki pedoman Amniyah yang kuat, maka perbuatan ini akan menerima kegagalan”. Misalnya seperti sebuah bangunan yang besar, jika ia tidak memiliki pondasi yang kuat walaupun memiliki beberapa lantai maka akan runtuh juga. Begitu juga dengan sebuah Amaliyah harus seperti sebuah bangunan, pondasi bangunan tersebut harus kuat hingga bisa sempurna, karena jika bangunan tersebut pondasinya tidak kuat maka seluruh bangunan akan runtuh. Amaliyah Antum bisa runtuh (gagal), mengapa? Karena saat Antum memulai Amaliyah ini tidak didasari dengan pondasi Amniyah yang kuat hingga bisa gagal karena setiap Amaliyah harus memiliki pondasi Amniyah yang kuat yang bisa manjaganya, hingga Amaliyah tersebut bisa terus berlanjut.

Sekarang mari kita bahas tentang Manfaat Amniyah :
Pertama : Amniyah –dengan idzin Allah- adalah Prinsip Dasar sebuah Penyergapan terhadap musuh, itu adalah Prinsip umum sebuah Peperangan dalam meraih kemenangan. Amniyah juga merupakan asas dari sebuah kejutan, karena kejutan dalam peperangan itu setengah dari kemenangan. Peperangan itu setengahnya adalah kejutan, mengejutkan musuh pada waktu dan tempat dilakukannya penyerangan. Dan kejutan tersebut membutuhkan yang namanya Amniyah, Amniyah tersebutlah yang akan mensukseskan sebuah kejutan yang diibaratkan dalam peperangan sebagai setengah dari kemenangan, jadi setengah Amniyah itu merupakan Prinsip dari sebuah kejutan. Jika kalian sekarang melihat di buku yang ditulis oleh Para Perancang Peperangan dan Prinsip Peperangan seperti “Foler”, “Dehart” dan “Stalin” maka akan selalu kalian dapati mereka menulis tentang Prinsip sebuah Kejutan (Amniyah), karena Amniyah tersebut adalah Prinsip terbesar dalam peperangan yang mampu mengalahkan musuh kalian.
Kedua : Amniyah itu sendiri adalah Prinsip sebuah Peperangan. Kalian tidak akan bisa membuat sebuah rencana militer jika kalian tidak mengetahui apa yang dimiliki musuh, oleh karena itu kalian harus tahu sebelumnya tentang Potensi Militer, Materi, Personel, Distrubusi Pasukan, Korps Pasukan dan logistik yang mereka miliki seperti persenjataan dan yang lainnya. Semua itu bergantung pada pengumpulan informasinya, sedangkan pengumpulan informasi tersebut membutuhkan yang namanya Amniyah. Kalian harus mengirimkan mata-mata dan para Informan ke daerah tempat kalian ingin bertempur dan mengorek informasi-informasi penting seputar daerah tersebut hingga kalian bisa menyusun strategi penyerangan ke daerah tersebut dan memerangi musuhmu. Jika kalian tidak mengetahui apa yang dimiliki musuh kalian, maka tentunya kalian tidak akan bisa menyusun strategi dengan baik yang berakibat pada tidak berhasilnya penyerangan terhadap musuh.
Dengan adanya Amniyah, sebuah Jama’ah akan selalu waspada dan menyusun strategi dalam mempersiapkan untuk menghadapi penyerangan musuh kepada mereka, sebuah Amniyah juga akan membuat Jama’ah yang kalian ikuti itu selalu dalam keadaan waspada dengan merencanakan penyerangan terhadap musuh. Inilah pentingnya Tatanan Amniyah yang akan membuat sebuah Jama’ah akan selalu waspada, dimana saat mereka mengetahui musuh sedang merencanakan untuk menyerang mereka, maka mereka pun juga merencanakan strategi yang sesuai untuk menghindari musuh mampu menjangkau atau bahkan menyerang Jama’ah tersebut yang berakibat pada gagalnya Amaliyah yang sebelumnya telah dipersiapkan.
Amniyah ini juga bisa mengurangi kerugian –dengan idzin Allah- di pihak Jama’ah, dimana setiap Jama’ah yang memiliki Kekuatan dan Jumlah personel yang juga memiliki Tatanan Amniyah, maka Amniyah inilah yang akan membentengi kekuatan mereka dari kerugian.
Hal akhir yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak adanya Tatanan Amniyah yang kuat akan membawa kepada kegagalan yang terus berulang dalam Amaliyah-Amaliyah yang dilakukan sebuah Jama’ah. Tidak adanya Tatanan Amniyah ini juga akan berdampak dengan banyaknya para Anggota Jama’ah yang berpaling, dimana mereka tidak mempunyai motivasi dalam beramal yang disebabkan kesalahan-kesalahan yang diperbuat hingga terjadi pembunuhan dan penangkapan yang menyebabkan para Anggota Jama’ah merasa jenuh dan kehilangan ketsiqohan yang kemudian berakibat kepada perselisihan, hingga akhirnya meninggalkan Jama’ah tersebut disebabkan Kelemahan yang ada pada Jama’ah tersebut.
Namun apabila Tatanan Amniyah dalam sebuah Jama’ah tersebut kuat dengan sedikit personel yang tertangkap, bahkan tidak ada, maka orang-orang yang sebelumnya meninggalkannya Jama’ah tersebut akan berbalik dan berbondong-bondong datang dan mengikutinya kembali.
Kita telah membicarakan seputar Prinsip Serangan Kejutan. Sekarang beralih kepada peristiwa 11 September. Orang-orang Amerika mengira bahwa Al-Qaeda akan menyerang mereka di luar Wilayah Amerika Serikat (AS) dan tidak pernah terpikir sedikitpun bahwa mereka akan diserang di Wilayah AS. Oleh karena itu, mereka mengerahkan seluruh kekuatannya ke seluruh Dunia, melalui kedutaan-kedutaan, pangkalan-pangkalan militer, sampai-sampai kapal-kapal perang yang tadinya bersandar di pelabuhan dikerahkan ke tengah samudra untuk mengantisipasi adanya serangan. Mereka sama sekali tidak pernah mengira sebelumnya bahwa Al-Qaeda akan mengarahkan sasaran mereka ke wilayah AS, maka serangan tersebut adalah pukulan telak bagi Amerika, dimana saat itu Syaikh Usamah juga telah mengisyaratkan akan Amaliyah ini. Saat itu yang kita ketahui, Amerika mengirim pasukannya kesana kemari, namun tidak ada satu pun yang berpikir bahwa serangan akan terjadi di wilayah mereka sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa Ikhwah kita telah mampu menerapkan Prinsip Kejutan, dimana mereka tidak pernah terpikir sedikitpun akan diserang di jantung negerinya sendiri, dengan pesawat mereka pula.
Bahkan, para Ikhwah yang terlibat dalam Amaliyah ini tidak tahu sebelumnya bahwa Amaliyah mereka akan seperti ini, mereka berangkat ke Amerika tanpa tahu detail Amaliyah yang akan mereka lakukan, mereka hanya tahu kalau keberangkatan mereka itu untuk melakukan Amaliyah Istisyhadiyah, akan tetapi mereka tidak tahu bagaimana, kapan dan dimana pelaksanaannya ? Yang mengetahui teknisnya hanyalah Para Pilotnya saja, mengapa demikian ? Supaya jika ada salah seorang Ikhwah yang tertangkap di jalan, maka tidak akan berpengaruh kepada yang lain dan Amaliyah pun tidak akan terbongkar kepada musuh, inilah bentuk dari Serangan Kejutan kepada musuh.
Sekarang kita bahas tentang Hukum Amniyah dalam Islam dan mengkaji tentang Amniyah dan Intelijen dari sisi Syar’ie :
Sebagamana kalian ketahui bahwa Allah ‘Azza wa Jalla pada saat menciptakan ciptaan-Nya ini, Ia ciptakan dengan sebab musababnya masing-masing. Jika seorang manusia mampu mengambil asbab ini, niscaya ia akan sampai kepada yang dikehendakinya, akan tetapi jika ia meninggalkan asbab ini, tentunya ia akan gagal –kecuali dengan Idzin Allah Azza wa Jalla-.
Asbab ini tidak hanya berlaku bagi orang-orang tertentu saja, jika Orang Kafir bisa mengambilnya, tentunya ia akan berhasil, begitu juga Orang Muslim karena itu adalah Asbab Kauniyah (ciptaan) dan merupakan Sunnah Kauniyah. Allah ‘Azza wa Jalla telah memerintahkan kepada kita untuk mengambil Asbab-asbab ini sebagaimana tercantum dalam Kitab-Nya yang Mulia di banyak tempat :
{وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ}
“Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka segala kekuatan yang kalian mampui dan tambatan kuda perang yang mampu meneror musuh-musuh Allah dan musuh-musuh kalian”. (QS. Al-Anfal : 60)
Diantara sebab-sebab sebuah Kekuatan itu adalah Keamanan Strategi dan Pergerakan hingga terwujudlah sebuah kemenangan, dan tidaklah sebuah kewajiban itu menjadi sempurna kecuali dengan suatu hal, maka suatu hal tersebut pun menjadi wajib. Yaitu kalian tidak akan mampu mengalahkan musuh kecuali dengan mengambil Asbab Kauniyah yang telah Allah ‘Azza wa Jalla perintahkan untuk mengambilnya. Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan untuk mengambil asbab tersebut, diantaranya asbab dalam peperangan, dimana diperintahkan untuk selalu berjaga dan waspada, karena sesungguhnya pertempuran melawan Amerika yang sedang kita hadapi sekarang ini prinsipnya adalah Perang Informasi, siapa yang dahulu menyebarkan Informasi, dialah yang menang. Saya katakan perang saat ini adalah Perang Informasi, karena tidak lain memang seperti itu, Perang Intelijen saat ini lebih mendominasi daripada pertempuran di Medan Perang itu sendiri. Amerika saat ini lebih bergantung pada teknologi dalam memerangi kita, adanya Pesawak tanpa awak, pesawat mata-mata, dan yang lainnya. Itu semua yang mereka jadikan tempat bergantung dalam memerangi para Mujahidin di zaman ini, yang mereka namakan dengan Peperangan “Tidak Langsung”. Karena mereka memerangi musuh tanpa mereka tahu siapa musuhnya, mereka menggunakan cara-cara yang belum pernah digunakan siapapun sebelumnya, makanya dinamakan dengan Peperangan “Tidak Langsung”. Adapun Peperangan yang langsung adalah Peperangan yang sistematis, sedangkan Perang Gerilya saat ini pun terkenal, akan tetapi peperangan “Tidak Langsung” adalah istilah baru yang mereka ciptakan sendiri, karena mereka memerangi musuh tanpa mengetahui siapa musuhnya, musuh inilah yang menyerang, menyusun strategi dan bersiasat, sedangkan mereka tidak tahu menahu tentang keadaan musuh mereka, hingga dinamakan Perang “Tidak Langsung”.
Kemudian setelah itu mereka (AS) menyusun strategi untuk menghadapi perang tersebut, musuh mereka tersembunyi dalam penyamaran yang tidak terlihat siapa orangnya akan tetapi terlihat aksinya, yang bersembunyi selama satu tahun, dua tahun, tiga tahun, kemudian tiba-tiba menyerang musuhnya, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh AS dan segenap Lembaga Intelijennya dalam menanggulangi peperangan seperti ini ?
Mereka tidak punya pilihan lain selain menerima serangan yang telah dipersiapkan Mujahidin, ya tidak ada pilihan lain bagi mereka selain itu. Sekarang apalagi coba yang akan dilakukan AS untuk mengatasi orang-orang yang menyamar di negerinya sendiri yang sedang menunggu waktu untuk beraksi? Mereka (AS) tidak bisa untuk melakukan sesuatu dan bahkan tidak akan bisa melakukannya dengan idzin Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebagaimana telah saya sampaikan sebelumnya bahwa peperangan saat ini adalah Perang Intelijen, Perang Informasi, Perang Penyamaran Amaliyah, Perang Penyamaran Rahasia, dan barangsiapa yang terlebih dahulu menyerang, maka ialah yang akan menang di akhir peperangan dengan idzin Allah ‘Azza wa Jalla. Dan tidak diragukan lagi bahwa Kemenangan ini akan ada di pihak hamba-hamba Allah Kaum Muslimin, karena ini adalah janji Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba-hamba Nya, akan tetapi harus tetap sabar dan menguatkan kesabaran di jalan ini bersama-sama.
Allah juga berfirman :
{وَإِذَا جَاءهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُواْ بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُوْلِي الأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُوْنَهُ مِنْهُمْ}
“Dan jika datang kepada mereka sebuah berita tentang Keamanan atau Ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan jikalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenaran akan mengetahuinya dari mereka.” (QS. An-Nisa : 83)
Seyogyanya seorang Muslim atau seorang Mujahid itu apabila datang kepadanya sebuah perintah yang memerintahkan kepada sesuatu, seyogyanya seorang Ikhwah segera membawa perintah ini kepada Amirnya dan meminta penjelasan darinya, tidak menyebarkannya dahulu kepada orang-orang. Apabila perilaku ini –berbicara tanpa dasar dan menyebarkan isu yang belum jelas- beredar di tubuh sebuah Tandhim, maka perilaku ini akan menghancurkan Jamaah tersebut. Oleh karena itu, seorang Mujahid yang bertaqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla saat datang kepadanya perintah kepada sesuatu, hendaknya pergi kepada Amir untuk memastikan dan menanyakannya kepada Amir, tidak berusaha sendiri dan membincangkannya kepada yang lain, karena dengan itu akan menjaga dirinya sendiri dan menjaga saudaranya.
Allah Ta’ala berfirman :
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ خُذُواْ حِذْرَكُمْ)
“Wahai orang-orang yang beriman, bersiap-siagalah kalian” (QS. An-Nisa : 71)
Allah juga berfirman :
(وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَداً)
“Hendaklah kalian berlemah-lembut dan jangan sekali-kali kalian menceritakan keadaanmu kepada siapapun” (QS. Al-Kahfi : 19)
Ayat-ayat yang semakna masih banyak lagi lainnya, dimana Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan kepada kita untuk selalu bersiap-siaga dan berwaspada dari musuh.
Sirah Nabawiyah yang merupakan Sejarah Nabi SAW juga banyak mengajarkan tentang hal ini, di saat Nabi SAW hijrah dari Makah ke Madinah akan kalian dapati, semuanya berpijak pada Prinsip Keamanan, Rasulullah SAW bersabda :
"اِسْتَعِيْنُوْا عَلَى قَضَاءِ حَوَائِجِكُمْ بِالْكِتْمَانِ فَإِنَّ كُلَّ ذِيْ نِعْمَةٍ مَحْسُوْدٍ"
“Gunakan system kerahasiaan dalam memenuhi kebutuhan kalian, karena setiap orang yang mendapatkan kenikmatan, biasanya akan didengki orang”. (HR. At-Thobroni)
Nabi SAW memerintahkan kita untuk memenuhi kebutuhan kita dengan diam-diam tanpa membicarakannya kepada siapapun.
Orang bilang kalau orang Jepang itu memiliki Naluri Amniyah yang tinggi di dunia, karena memang Naluri Amniyah mereka sangat bagus. Apabila Kitman (kerahasiaan) dalam persoalan individu merupakan sebuah kebutuhan dan keharusan bagi mereka, maka dalam lingkup masyarakat merupakan suatu hal yang lebih dituntut lagi. Artinya bahwa jika untuk kepentingan pribadi yang biasa saja dianjurkan untuk dirahasiakan, apalagi untuk kepentingan umum, urusan-urusan Umat, persoalan Tandhim, dan persoalan Kaum Muslimin, tidak diragukan lagi itu semua lebih dituntut untuk dirahasiakan. Apabila kita cermati Sirah Nabi, akan kita dapati banyak sekali tehnik-tehnik yang dipraktekkan Nabi SAW hingga akhirnya berbuah hasil, diantaranya pernah Ali radhiyallahu ‘anhu tidur di ranjang Nabi SAW sebagai kamuflase dan penyamaran terhadap musuh, sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah SAW saat hendak berhijrah, beliau menyuruh Ali untuk tidur di ranjang beliau supaya apabila orang-orang Kafir Qurays melihat beliau, maka mereka akan menduga bahwa Nabi SAW masih berada di ranjang beliau, padahal saat itu Nabi SAW sudah bergerak pergi ke rumah Abu Bakar. Beliau pun bergerak pergi ke rumah Abu Bakar bukan di sembarang waktu, akan tetapi di waktu Qoilulah di saat orang-orang sedang asyik-asyiknya tidur dan pastinya tidak ada seorangpun yang berada di jalanan pada waktu itu, hingga akhirnya beliaupun pergi tanpa diketahui oleh siapapun. Begitu juga di saat beliau hendak keluar dari rumah Abu Bakar, beliau tidak keluar melalui Pintu Utama karena ditakutkan akan ada yang mengawasi, akan tetapi beliau keluar dari rumah Abu Bakar melalui pintu lain, hingga jikalau pintu yang pertama tersebut diawasi orang, maka pintu yang lain yang jarang digunakan tentunya tidak diawasi. Begitu juga saat Nabi SAW hendak bertolak ke Madinah, beliau tidak melalui jalan yang sering digunakan untuk pergi ke Madinah, akan tetapi pergi ke sebuah gua dan baru setelah 3 hari berdiam disana dan berhentinya pencarian orang-orang terhadap beliau, beliaupun melanjutkan perjalanan ke Madinah.
Pada saat berjalan pun beliau membawa seorang penggembala kambing yang menggembalakan kambing-kambingnya untuk menutupi jejak beliau SAW dan jejak Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, beliau juga menugaskan Asma binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha untuk selalu mengirimi perbekalan dan Abdullah bin Abu Bakar yang selalu memberikan kabar sepanjang perjalanan beliau dari Makkah menuju Madinah. Ini semua menunjukkan kehati-hatian Nabi SAW serta mempraktekkannya dengan teknik-tehnik yang tepat. Dalam Sirah Nabi, jika kita cermati juga akan ada banyak sekali contoh-contoh yang kita diperintahkan untuk mempraktekkannya dan bersikap hati-hati dalam perilaku kita. Beginilah keadaan Nabi SAW yang mana beliau aslinya Ma’shum (terjaga), akan tetapi beliau disini mengajarkan kepada ummatnya bagaimana menjalani kehidupan setelah beliau dan juga mengajarkan bagaimana mengikuti langkah-langkah beliau dalam sebab-sebab Keamanan karena beliau adalah Nabi yang Terjaga.
Jika kita telaah dalam Sirah Para Sahabat ridhwanullahi ‘alaihim, akan kita dapati juga banyak sekali kisah-kisah yang semisalnya. Diantaranya kisah tentang Keislaman Umar radhiyallahu ‘anhu yang masyhur dan terkenal, saat ia mendengar kabar bahwa saudara perempuannya telah masuk Islam dan melihat bagaimana tindakannya beserta suaminya yang menyembunyikan keislaman mereka dari Umar radhiyallahu ‘anhu yang pada saat itu belum masuk Islam, hingga akhirnya peristiwa tersebut menjadi sebab masuk Islamnya Umar radhiyallahu ‘anhu.
Sirah yang dimaksud adalah Sirah Nabi SAW dan Sirah Para Sahabat yang semuanya penuh dengan contoh-contoh dan teladan Nabi SAW dan Para Sahabat dalam mengambil asbab Amniyah, oleh karena itu sangat patut bagi kita di zaman ini pada saat ini untuk melipatgandakan kesungguhan kita dalam mengambil asbab Amniyah dan senantiyasa menjaga diri kita, karena peperangan kita pada saat ini menuntut untuk hal itu, yaitu Perang Intelijen melawan musuh yang barangsiapa mampu bertahan sampai akhir, maka ia lah yang akan memenangkan Peperangan ini. Dengan idzin Allah ‘Azza wa Jalla Amerika saat ini perlahan-lahan menuju kepada kehancuran, di sisi Ekonomi telah hancur, di sisi Militer pun telah hancur, dan tiada yang tersisa dari mereka kecuali apa yang mereka miliki saat ini di Afghanistan dan apabila apa yang mereka miliki di Afghanistan saat ini juga hancur, maka dengan idzin Allah akan berakhir pula keberadaan mereka di muka bumi ini, karena Afghanistan akan menguras habis mereka. Sejarah telah membuktikan bahwa tiada satu negara pun yang memasuki (menyerang) Afganistan itu bisa keluar dari sana, semua Bangsa yang terperangkap di Afghanistan semuanya akan hengkang dengan kebangkrutan dan kemudian hancur, mereka akan ditimpa kebinasaan semenjak zaman Iskandar Al-Maqduni hingga sekarang. Inggris pernah menjajah Afghanistan kemudian hancur di sana, pernah pula Rusia menjajah Afghanistan dan akhirnya hancur pula di sana, dan kini Amerika juga menjajahnya dan dengan idzin Allah ‘Azza wa Jalla akan hancur pula di sana. Inilah perjalanan negara-negara yang pernah menjajah Afghanistan, sebuah Bangsa yang mengagumkan, penduduknya, bukit-bukit dan gunung-gunungnya. Bangsa Afghan disebut-disebut juga adalah percampuran antara Bangsa Turki dan Persia yang saling mengadakan tali pernikahan diantara mereka dan kemudian datang ke Afghan, setengah Turki setengah Persia hingga melahirkan Suku Pasthun, Bangsa pasthun.

“Keamanan dan Peranan yang berbeda antara Individu dan Lingkungan”
Tidak diragukan bahwa setiap Individu memiliki peranan dalam beramal yang berbeda satu dengan yang lainnya, begitu juga kadar Informasi yang dimiliki oleh setiap Individu, sebagaimana informasi yang dimiliki seorang Komandan akan berbeda dengan yang dimiliki anggotanya. Kalian telah ketahui bahwa dalam beramal jama’i ini, setiap orang memiliki tugas dan peranan yang berbeda-beda satu sama lain, begitu juga dengan informasi yang dimiliki satu sama lain, misalnya seorang Komandan memiliki Informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan anggotanya, oleh karena itu hal ini melazimkan seorang Komandan membutuhkan Keamanan yang lebih dibandingkan anggota biasa, hal ini bukan karena orangnya, akan tetapi karena kedudukannya dan berbagai Informasi yang ia miliki.
Begitupula dengan Lingkungan tempat beraktifitasnya masing-masing individu, hal ini juga membutuhkan Prosedur Keamanan yang berbeda pula, misalnya seseorang yang berdakwah atau yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan umum tentunya berbeda dengan orang-orang yang melakukan kegiatan Askary (Militer) Sirri. Dalam beramal jama’i pun juga terdapat perbedaan antara Orang Umum dengan Orang yang sirri, maksudnya yaitu bahwa seorang yang melakukan kegiatan Askary Sirri tentunya hendaknya tidak menampakkan dirinya dan hendaknya tidak diketahui manusia karena Keamanan dan Pergerakannya tentunya akan berbeda dengan orang umum biasa dalam berjamaah. Misalnya, Syaikh Usamah adalah orang umum yang bisa tampil di Media dan berbicara, akan tetapi jika kita melihat Abu Zubaidah atau Kholid Syaikh Muhammad, mereka semua adalah orang-orang sirri yang tidak diketahui siapapun, tidak ada foto mereka dan efek dari kegiatan mereka akan terlihat tapi tidak terlihat bentuknya begitu pula dengan foto mereka, dan begitulah seharusnya.
Dalam setiap kondisi, akan berbeda-beda cara pengambilan tindakan Amniyahnya, misalnya seorang Da’i, ia bisa bergerak di berbagai macam bidang, seperti Dakwah, Penerbitan, Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, dsb., dan dalam pengambilan tindakan Keamanan pun juga akan berbeda dalam setiap kegiatan. Begitu juga dengan aktivitas-aktivitas Militer seperti Personalia, Kerahasian Persenjataan dan Informasi, dan juga Tadrib (Pelatihan Militer), tentunya itu semua membutuhkan tindakan-tindakan Keamanan yang berbeda-beda pula, bagi tiap Individu maupun kegiatannya. Prinsip dasarnya adalah Penerapan System Amniyah untuk mencapai Tujuan tanpa terdeteksi.
Maksud dari Perkataan ini adalah bahwa sestiap Individu dalam sebuah Jama’ah, tidakan Amniyahnya akan berbeda satu sama lain sesuai yang ia kerjakan.Tidak diragukan bahwa Anggota biasa Amniyahnya tidak terlalu dituntut menerapkan Amniyah yang ketat sebagaimana kondisi seorang Amir, Mas’ul (Penanggungjawab), maupun seseorang yang memiliki posisi yang tinggi dalam Jama’ah. Adapun Amaliyah yang membutuhkan kontrakan atau rumah yang akan digunakan untuk membuat bahan peledak, tentunya membutuhkan Amniyah yang sangat tinggi sekali, tidak seperti rumah untuk tamu misalnya. Misalnya ada sebuah rumah milik Komandan Penanggungjawab Utama, tentunya Amniyah dan pergerakannya tidak seperti rumah Anggota biasa, jadi setiap orang itu akan berbeda tindakan Amniyah yang harus diambil sesuai aktivitas yang ia perbuat maupun kondisi yang sedang ia hadapi.

“Amniyah, antara Ifroth (Berlebihan) dan Tafrith (Menyepelekan)”
Ifroth adalah berlebihan dan menambahi sesuatu, sedangkan Tafrith adalah mencukupkan diri dan menyepelekan sesuatu. Jadi maknanya adalah bahwa Amniyah itu tidak boleh berlebihan tapi tidak boleh pula menyepelekan, harus sesuai dengan kadarnya yang pas dalam mengambil tindakan-tindakan Amniyah. Misalnya seorang Anggota biasa tidak perlu berlebihan dalam kewaspadaan dan kerahasiannnya karena hal itu tidak akan bermanfaat bahkan jika ia sengaja menunjukkan kalau ia sedang dalam keadaan berwaspada dan dalam masalah Amniyah, sesungguhnya inilah yang dimaksud dengan Ifrath (berlebihan) yang tidak pada tempatnya, yakni seorang Anggota biasa yang tidak memiliki masalah akan tetapi terlalu berlebihan dalam berwaspada dan mengganti penampilannya, dimana hal ini pada asalnya tidak ada manfaatnya sama sekali dengan melakukan itu semua, bahkan bisa membahayakan dirinya sendiri dengan ditangkap, ditawan dsb. Inilah contoh dari sikap Ifrath (berlebihan) yang tidak pada tempatnya yang tidak membawa faedah sama sekali.
Begitu pula dengan orang-orang yang melakukan kegiatan sirri (rahasia) yang sangat penting dan rahasia, akan tetapi ia suka membicarakan Informasi-informasi yang bebahaya dan bergerak tanpa ada kewaspadaan sama sekali, inilah dia orang yang terlalu menyepelekan yang bisa membahayakan Ikhwannya dan bisa terbongkar Amaliyahnya. Misalnya juga seorang Penanggungjawab Utama yang ia sedang malakukan Amaliyah yang berbahaya, akan tetapi ia ungkapkan hal tersebut dengan Ikhwan-ikhwannya, ia beraktivitas tanpa ada Amniyah sedikitpun atau membicarakannya kepada orang-orang yang menunjukkan bahwa ia sedang mengerjakan yang berbahaya, inilah dia yang dinamakan Tafrith (menyepelekan). Tadi yang pertama ada Ifrath (berlebihan) yang tidak pada tempatnya dan sekarang ada Tafrith (menyepelekan) yang tidak pada tempatnya pula. Yang diinginkan adalah menyeimbangkan antara keduanya dan tidak mencampur-adukkan antara mana yang harus dilakukan secara sirri dan mana yang harus dilakukan secara terbuka. Seperti dalam perkara-perkara Dakwah, ini hendaknya dilakukan secara terbuka, misalnya Antum seorang Da’i atau Syaikh di sebuah Masjid yang mana yang Antum lakukan adalah berdakwah kepada manusia secara terbuka hingga orang-orang pun mengenal Antum dan tidak memerlukan Amniyah yang banyak hingga orang-orang tidak mencurigai aktivitas Antum.
Begitu juga dalam perkara-perkara Askary (militer), ini sangat memerlukan sirriyah (kerahasiaan) yang menuntut Amniyah yang tinggi sesuai dengan kadar kepentingannya. Juga dalam sebuah Amaliyah yang memerlukan sirriyah khusus dalam perkara askary misalnya, tidak diragukan lagi ini sangat membutuhkan sirriyah yang sempurna hingga bisa sukses dalam aplikasinya, karena tanpa hal tersebut Amaliyah tersebut tidak akan sukses. Inilah perkara-perkara yang membutuhkan kepandaian dan instruksi pimpinan hingga sebuah perkara bisa berjalan sesuai dengan tempatnya, tidak Ifrath dan tidak pula Tafrith. Dan barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah ini maka itulah yang dinamakan Qiyadah (kepemimpinan), dan Qiyadah dalam sebuah Jama’ah adalah mengarahkan masing-masing personel untuk menentukan kadar Amniyah yang tepat bagi setiap Individu.

“Amniyah dan Potensi yang Berkembang”
Kita tidak bisa menjadikan Konsep Amniyah ini dalam sebuah Konsep yang baku, akan tetapi sebuah Tindakan Amniyah yang baik itu berpedoman pada pengembangan dan inovasi yang sesuai dengan jenis Amaliyah dan rencananya. Dan bagi Qiyadah dan para personel untuk selalu berusaha untuk mendapatkan gambaran Amniyah yang utama dalam meraih tujuan yang diinginkan, dan bagi setiap Jama’ah untuk juga selalu berusaha mengembangkan dan menginovasikan media-media Amniyah yang sepadan dengan potensi perkembangan musuh dan mengevaluasinya dari pengalaman sebelumnya dengan informasi-informasi terbaru serta memunculkan hal-hal baru dalam Amniyah yang tidak sama dengan yang sebelumnya.
Intinya kita tidak bisa meletakkan Amniyah dalam konsep yang baku yang harus seperti itu, akan tetapi nanti ada prinsip-prinsip dan dasar-dasar yang benar yang merupakan prinsip dasar dalam Amniyah yang tidak bisa berubah kecuali ada hal yang berubah seiring dengan berubahnya waktu dan zaman. Teknologi sekarang akan selalu berkembang dan berubah-ubah, misalnya dalam Amniyah Komunikasi sepuluh (10) tahun yang lalu tidak seperti sekarang seiring dengan berkembangnya Teknologi dan juga perkembangan potensi yang dimiliki musuh, jadi ini semua tergantung pada faktor zaman dan perkembangan. Maka Antum tidak bisa memberlakukan Amniyah itu seperti itu-itu saja, akan tetapi hendaknya Antum perlu mengembangkannya dari waktu ke waktu sesuai dengan zaman yang ada. Sebagaimana diketahui bahwa Satelit telah digunakan sebelumnya, akan tetapi tidak digunakan oleh Lembaga-Lembaga Intelijen dan Negara-negara yang mampu mendeteksi keberadaan Antum secara detail dalam hitungan centimeter sebagaimana yang terjadi sekarang. Maka tindakan Amniyah saat berhubungan via Satelit dahulu tidak bisa digunakan sekarang, oleh karena itu sekarang ini wajib bagi setiap Mujahid untuk meninggalkan penggunaan jenis alat komunikasi ini, karena itu akan memudahkan musuh untuk mendeteksi keberadaan Antum dan kemudian akan menangkap Antum, jangan lalu mengatakan “Bukankah sebelumnya kami juga pernah menggunakannya dan tetap aman ?”. Sekarang ini tidak diragukan lagi sudah berbeda keadaannya, maka Amniyah pun juga akan berbeda zaman demi zaman dan dari satu tempat dengan tempat lain, dan apa yang pernah berlaku sepuluh (10) tahun yang lalu dalam masalah komunikasi tidak bisa diberlakukan lagi untuk saat ini seiring juga dengan majunya Teknologi musuh. Maka kita harus selalu mengikuti zaman dalam masalah Amniyah dan mempraktekkannya serta mempelajari teknologi apa-apa saja yang telah dicapai Lembaga-Lembaga Intelijen hingga kita bisa menyusun strategi yang sesuai dengan Amaliyah yang akan kita lakukan melawan musuh dan menjatuhkan mereka tepat pada sasaran serta meminimalisir jumlah kerugian di barisan Mujahidin.
Kami cukupkan dahulu pembahasan kita sampai disini, wa Jazakumullahu Khoiron.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar