PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Senin, 07 Januari 2013

Tokoh-tokoh Islam Liberal

Tokoh-tokoh Islam Liberal
Siapa sajakah yang mereka daftar sebagai Islam Liberal?
Dalam internet milik mereka, ada sejumlah nama. Kami kutip sebagai berikut: "Beberapa nama kontributor JIL (Jaringan Islam Liberal, pen) adalah sebagai berikut:
Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina Mulya, Jakarta.
Charles Kurzman, University of North Carolina.
Azyumardi Azra, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Abdallah Laroui, Muhammad V University, Maroko.
Masdar F. Mas'udi, Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat, Jakarta.
Goenawan Mohammad, Majalah Tempo, Jakarta.
Edward Said
Djohan Effendi, Deakin University, Australia.
Abdullah Ahmad an-Naim, University of Khartoum, Sudan.
Asghar Ali Engineer.
Nasaruddin Umar, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Mohammed Arkoun, University of Sorbone, Prancis.
Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta.
Sadeq Jalal Azam, Damascus University, Suriah.
Said Agil Siraj, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Jakarta.
Denny JA, Universitas Jayabaya, Jakarta.
Rizal Mallarangeng, CSIS, Jakarta.
Budi Munawar Rahman, Yayasan Paramadina, Jakarta.
Ihsan Ali Fauzi, Ohio University, AS.
Taufiq Adnan Amal, IAIN Alauddin, Ujung Pandang.
Hamid Basyaib, Yayasan Aksara, Jakarta.
Ulil Abshar Abdalla, Lakpesdam-NU, Jakarta.
Luthfi Assyaukanie, Universitas Paramadina Mulya, Jakarta.
Saiful Mujani, Ohio State University, AS.
Ade Armando, Universitas Indonesia, Depok -Jakarta.
Syamsurizal Panggabean, Universitas Gajahmada, Yogyakarta.


Mereka itu diperlukan untuk mengkampanyekan program penyebaran gagasan keagamaan yang pluralis dan inklusif. Program itu mereka sebut "Jaringan Islam Liberal" (JIL).

Penyebaran gagasan keagamaan yang pluralis dan inklusif itu di antaranya disiarkan oleh Kantor Berita Radio 68H yang diikuti 10 Radio; 4 di Jabotabek (Jakarta Bogor, Tangerang, Bekasi) dan 6 di daerah.

Di antaranya Radio At-Tahiriyah di Jakarta yang menyebut dirinya FM Muslim dan berada di sarang NU tradisionalis pimpinan Suryani Taher, dan juga Radio Unisi di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dua Radio Islam itu ternyata sebagai alat penyebaran Islam Liberal, yang fahamnya adalah pluralis, semua agama itu sama/ paralel, dan kita tak boleh memandang agama lain dengan pakai agama kita. Sedang faham inklusif adalah sama dengan pluralis, hanya saja memandang agama lain dengan agama yang kita peluk. Dan itu masih dikritik oleh orang pluralis.


Dikenal Nyeleneh
Nama-nama yang terdaftar sebagai kontributor (penyumbang) Jaringan Islam Liberal itu ada beberapa orang yang sudah dikenal nyelenehnya. Memang faham inklusif dan pluralisme itu sendiri jelas bertabrakan dengan Islam. Pluralisme menganggap semua agama itu paralel, sejalan, hanya beda teknis, tapi prinsipnya sama. Sedangkan Islam ada garis tegas dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Nanti insya Allah saya kemukakan dalil-dalil untuk menolak faham pluralisme dan inklusif itu, namun sebelumnya mari kita simak beberapa lontaran dari para tokoh Islam Liberal itu.

Nurcholish Madjid sebagaimana telah kita bahas di atas, sampai-sampai dia melontarkan bahwa fikih telah kehilangan relevansinya dalam kehidupan modern sekarang ini. Antara apa yang ia lontarkan itu sendiri dengan gagasan/ pemikiran yang ia lontarkan pula, tidak ada kecocokan. Coba kita tanyakan: Apa relevansinya dengan kehidupan modern sekarang ini, hingga sempat-sempatnya Nurcholish Madjid melontarkan:
1. Makna Laa ilaaha illallaah (Tiada Tuhan selain Allah) ia ubah jadi Tiada tuhan (t kecil) selain Tuhan (T besar). Lontaran itu dalam makalah seminarnya yang diselenggarakan Harian Pelita, Jakarta, April 1985. Hingga seorang peserta memprotesnya, dan menyatakan penerjemahan semacam itu hukumnya haram, karena mengaburkan makna Tauhid (keesaan Allah). Kata Dr Bachtiar Effendi dosen IAIN Jakarta dan perguruan tinggi lainnya yang sebenarnya dia juga orang yang dekat dengan Nurcholish: Ungkapan Cak Nur (Nurcholish) itu cari kerjaan saja. Itu kan sama saja dengan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang ingin mengganti Assalamu'alaikum jadi Selamat pagi. Di kalangan awam kan kemudian bisa difahami, apakah boleh ketika kita mengakhiri shalat, saat menengok ke kanan dan kekiri, dengan mengucapkan: Selamat pagi, Selamat pagi.. Kan itu namanya cari kerjaan.
2. Apa relevansinya, Nurcholish Madjid mengartikan Islam itu bukan nama agama, tapi sikap pasrah, sehingga akibatnya, orang non Islam yang juga punya sikap pasrah jadi risih. "Orang saya tidak Islam kok dikatakan Islam, itu bagaimana?"
3. Apa relevansinya Nurcholish Madjid menyebut orang Konghuchu, Hindu, Budha, dan Sinto itu adalah orang Ahli Kitab juga sebagaimana orang Yahudi dan Nasrani, karena menurut Nurcholish, alasannya adalah: setiap kaum itu ada nadzir-nya (pemberi peringatan). Jadi mereka, menurut Nurcholish, adalah Ahli Kitab juga. Tetapi kenapa penyembah berhala di Arab tidak dimasukkan sebagai Ahli Kitab, padahal justru mereka masih berhaji mengamalkan ibadah Nabi Ibrahim? Padahal justru Nabi Ibrahim itu jelas nabi, dan juga punya shuhuf/ kitab?
4. Apa relevansinya dengan kehidupan modern ini, Nurcholish Madjid mengatakan bahwa musyrikat (wanita musyrik) yang tidak boleh dinikahi menurut Al-Qur'an itu hanya musyrikat Arab? Padahal, kalau alasannya seperti point 3 tersebut di atas, justru wanita musyrik Arab punya kitab alias Ahli Kitab, karena mengamalkan ibadah haji yang diwarisi dari Nabi Ibrahim as.
Lontaran-lontaran Nurcholish Madjid itu sendiri tidak ada relevansinya dengan kehidupan modern sekarang ini, bahkan menabrak ajaran Islam. Tetapi dia justru berani mengatakan, fikih telah kehilangan relevansinya.

Tokoh lainnya, Masdar F Mas'udi adalah orang yang banyak bergaul dengan para kiai NU (Nahdlatul Ulama), karena dia memang orang NU secara struktural maupun secara pendidikan dulunya. Masdar Farid Mas'udi ini kenalan baik saya, karena sama-sama dari IAIN Yogya. Dia juga wartawan seperti saya. Tetapi dia namanya jadi melejit sejak punya gagasan agar ibadah haji tiap tahun itu waktunya diperluas, bukan hanya pada bulan Dzulhijjah. Karena di dalam Al-Qur'an disebutkan, Al-Hajju asyhurun ma'luumaat, ibadah haji itu pada bulan-bulan tertentu, yaitu Syawal, Dzulqo'dah dan Dzulhijjah. Maka, menurut Masdar, ayat Al-Qur'an itu jangan dikorbankan oleh hadits al-Hajju 'Arofah, ibadah haji itu Arafah (9 Dzulhijjah di padang Arafah).

Secara sekilas, usulan itu seakan logis. Tetapi ibadah haji itu ada ayatnya, ada haditsnya, dan ada praktek Nabi saw. Sedang Nabi saw memerintahkan: Khudzuu 'annii manaasikakum (ambillah dariku tatacara ibadah hajimu). Karena ibadah haji itu mengenai waktu dan tempatnya pun termasuk hal-hal yang ditentukan, maka usulan Masdar itu menjadi aneh.

Kenapa?
Karena hal-hal mengenai ketentuan ibadah itu dalam Islam disebut tauqifi, sudah ditentukan, umat Islam tinggal ikut dan ta'at. Dalam istilah ushul fiqh, namanya ta'abbudi, yaitu wilayah ibadah yang sifatnya bukan ta'aqquli (wilayah akal). Pak Munawir Sjadzali yang dikenal ingin merungubah hukum waris Islam mengenai bagian anak laki-laki dibanding perempuan 2:1 akan dijadikan 1:1 saja beliau mengatakan takut untuk menyentuh wilayah ibadah. Sampai-sampai beliau sering sekali mencontohkan Umar bin Khathab yang mengatakan bahwa Hajar Aswad itu hanya batu, tetapi karena Umar melihat Nabi saw menciumnya maka Umar pun ikut menciumnya, karena ini masalah ibadah. Jadi dalam hal ibadah, kita hanya sebagai pengikut. Hanya saja Pak Munawir taat pada satu perkara tapi menyelisihi dalam perkara lainnya, yaitu ayat yang sudah jelas qoth'i (pasti) pengertiannya, masih mau dia ubah. Maka tidak bisa. Jadinya, Masdar lebih "maju" ketimbang Pak Munawir, tetapi justru lebih tidak bisa diterima untuk mengubah waktu yang berkaitan dengan ibadah haji. Sedang Pak Munawir pun tak bisa mengubah ketentuan hukum waris Islam, walaupun dia beralasan bahwa hukum waris itu bukan termasuk hukum dalam ibadah.

Di samping lontarannya tentang ibadah haji, Masdar juga menyamakan zakat dengan pajak. Padahal ketentuan zakat itu sudah jelas di dalam Al-Qur'an. Sedang yang namanya pemungutan pajak, para ulama berbeda-beda pendapat, baik tentang bolehnya maupun tentang syarat-syaratnya dan kegunaannya. Adapun zakat, sudah jelas merupakan kewajiban bagi muzakki (si wajib zakat). Bahkan merupakan salah satu rukun Islam, hingga Khalifah Abu Bakar pun mengerahkan tentara untuk memerangi orang-orang yang tidak membayar zakat.
Kalau zakat sama dengan pajak, maka apakah Masdar berani mengatakan bahwa bayar pajak itu merupakan rukun Islam? Kalau toh berani, Islam tidak akan mengakuinya. Padahal justru ada kata-kata Nabi saw yang mengibaratkan taubatnya wanita yang dirajam karena berzina bisa memadai bila dibanding taubatnya pemungut pajak. Apakah kata "pemungut pajak" di situ Masdar berani pula menggantinya dengan "pemungut zakat" yang bahkan Nabi saw pun menugaskan orang untuk memungut zakat?

Walhasil, penyamaan zakat dengan pajak itu adalah satu lontaran yang mengada-ada.

Goenawan Mohammad yang dikenal sebagai pemimpin Majalah Tempo tidak banyak terdengar dalam hal gagasannya tentang Islam. Tetapi waktu geger dunia tentang penghinaan Islam dalam novel ayat-ayat Syetan karangan Salman Rushdi orang India yang tinggal di Inggeris sebelum tahun 1990-an, Goenawan Mohammad sebagai pembela Salman Rushdi berpolemik dengan Ridwan Saidi yang bersama umat Islam sedunia menghujat Salman Rushdi yang menghina Islam. Goenawan Mohammad menulis di Majalah Tempo, waktu itu merupakan majalah mingguan terbesar di Indonesia, sedang Ridwan Saidi dengan nama samaran Abu Jihan menulis lewat Majalah Panji Masyarakat yang waktu itu masih merupakan majalah Islam. Ridwan Saidi menyindir Goenawan Mohammad dengan judul tulisan Gunter Mahound. Mahound adalah kata-kata hinaan yang dilontarkan Ridwan Saidi sebagai tendangan balik. Karena Goenawan membela Salman Rushdie dengan dalih kebebasan mencipta, maka Ridwan melontarkan hinaan lewat tulisan terhadap Goenawan dengan alasan "kebebasan mencipta" pula. Tapi Goenawan sangat marah sampai kini, kata Ridwan.

Djohan Effendi, Deakin University, Australia.
Beliau ini terdaftar resmi sebagai anggota aliran sesat menyesatkan yaitu Ahmadiyah di Yogyakarta. Dia lah yang menyunting buku Catatan Harian Ahmad Wahib yang menggegerkan umat Islam tahun 1981, karena isinya ada 26 point yang menabrak Islam. Faham pluralis dihembuskan dari sana. Djohan Effendi juga melindungi aliran-aliran sesat, baik sebagai APU (Ahli Peneliti Utama) bidang agama di Departemen Agama maupun ketika ia jadi pejabat di Sekretariat Negara jaman Presiden Gusdur tahun 2000M. Sampai-sampai ketika ditanyakan tentang kemungkinan pelarangan LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) yang sebenarnya merupakan aliran Islam Jama'ah yang telah dilarang pemerintah, justru Djohan mengatakan, orang mau ke Kramat Tunggak (tempat pelacuran) saja tidak dilarang, masa' orang mau beribadah dilarang.

Djohan Effendi juga memimpin rombongan ke Israel bersama Gus Dur di masa Soeharto.

Jalaluddin Rahmat, Yayasan Muthahhari, Bandung.
Tokoh ini menolak hadist shahih riwayat Imam Muslim, Antum a'lamu bi umuuri dunyaakum (kalian lebih tahu tentang rusan-urusan dunia kalian).
Hadits yang jelas shahih, Jalal tolak. Tetapi tasawuf yang tidak ada dalilnya, bahkan rawan kesesatan (untuk lebih jelas tentang kesesatan tadawuf, silahkan baca buku saya, tasawuf Belitan Iblis, dan buku Tasawuf Pluralisme dan Pemurtadan), justru dia jajakan lewat buku-buku maupun ceramahnya, untuk menjajakan Syi'ah, aliran sesat. Dia mengadakan kontrovesri yang sangat nyata. Dia adalah tokoh Ijabi (Ikatan Jama'ah Ahlul Bait). Dia orang Sunda, menyatakan diri sebagai jama'ah Ahlul Bait (keluarga Nabi saw) padahal Aisyah yang jelas isteri Nabi saw saja tidak dimasukkan sebagai Ahlul Bait oleh kelompok Ijabi itu. Aneh. Memang aliran sesat itu biasanya sering aneh.

Nasaruddin Umar, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Dia ini memberi kata pengantar dengan memuji-muji buku Anand Kreshna, keturunan India kelahiran Solo, yang tidak jelas agamanya apa, tetapi isi bukunya itu mencampur aduk aneka ajaran agama. Hanya saja judul-judulnya membahas tentang Islam, bahkan Al-Qur'an. Buku-buku Anand diterbitkan oleh penerbitan Katolik, Gramedia alias Kompas Group di Jakarta. Karena isinya banyak merusak pemahaman Islam, maka dihujat orang lewat Majalah Media Dakwah dan Republika, akhirnya buku-buku Anand Kreshna ditarik dari peredaran oleh penerbitnya. (Silahkan baca selengkapnya ada di buku Tasawuf Pluralisme dan Pemurtadan).

Komaruddin Hidayat, Yayasan Paramadina, Jakarta.
Dia ini membolehkan dan menganggap tidak apa-apa wanita Islam dinikahi lelaki Nasrani, dalam kasus artis Ira Wibowo dinikahi Katon Bagaskara. Kata Komar, tidak apa-apa asal tidak mengganggu keimanannya. Pendapatnya itu berlawanan dengan Al-Qur'an:
"Mereka (wanita-wanita beriman) tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal pula bagi mereka." (QS Al-Mumtahanah/ 60: 10).
Komar juga pernah berbicara di depan orang-orang Nasrani bahwa kalau menang orang Islam maka kalian orang Nasrani dikek (sembelih) semua. Ucapan itu kemudian dimuat di koran Protestan, Sinar Harapan (kini namanya Suara Pembaruan), maka ramai di masyarakat, sehingga Komar khabarnya minta maaf dan meralat.

Said Agil Siraj, PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Jakarta.
Tokoh ini khabarnya berbau Syi'ah. Pernah menggegerkan ketika ia berbicara dan menulis makalah yang isinya menuduh bahwa orang-orang Arab, begitu Nabi saw meninggal maka mereka meninggalkan agamanya, dan yang tidak hanya kaum Quraisy, dan itupun bukan karena Islam, tapi karena kesukuan. Karena berani memurtadkan orang-orang sekitar Nabi saw, maka khabarnya Said Agil Siraj ini dikafirkan oleh sekian kiai. Tetapi kemudian ia malah berpendapat lebih aneh lagi, dan dimuat di suatu majalah. Kata Agil Siraj, kalau seseorang berdo'a kepada batu secara khusyu' maka Allah akan mengabulkan do'anya. Karena kalau tidak, maka Allah akan sama dengan batu.
Ketika Agil Siraj bersaing mencalonkan diri sebagai ketua umum PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dengan KH Hasyim Muzadi untuk menggantikan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) yang sedang jadi Presiden, ada slebaran di Muktamar NU di Jawa Timur. Isinya, jangan pilih orang yang suka blusak-blusuk (keluar masuk) ke gereja. Slebaran itu artinya menolak Agil Siraj yang khabarnya suka ceramah di gereja. Akhirnya Agil Siraj kalah.

Itulah kondisi sebagian mereka yang terdaftar dalam Jaringan Islam Liberal. Memang pendapat sebagian mereka itu membuat geger. Kadang membuat geger, dan memang pendapat yang menggegerkan itu adalah pendapat model orang Pluralis ataupun Islam Liberal. Tetapi sosok penulisnya ketika melontarkan gagasan yang menggegerkan kadang tidak ditampilkan.

Kasus itu di antaranya sudah dua kali terjadi di koran Republika. Hingga Republika didemo oleh tokoh-tokoh Islam dari KISDI, Dewan Dakwah, As-Syafi'iyah, Khairu Ummah, BKSPPI (Badan Kerjasama Pondok Pesantren se-Indonesia) dan lainnya.
Kasus pertama, kaum Pluralis atau kini menyebut dirinya Islam Liberal itu menampilkan pemikiran pluralisme dalam buku Catatan Harian Ahmad Wahib, lalu dimuat panjang lebar oleh Republika.

Kasus kedua, menampilkan artis Nike Ardila, yang mati karena mobilnya menabrak tembok, secara besar-besaran dan berhari-hari. Sampai-sampai di koran Republika yang sahamnya dari umat Islam itu ditulis bahwa Nike Ardila kini tenang tidur di sisi Tuhan.
Artis yang lakonnya sulit untuk diteladani tetapi diucapi dengan derajat setinggi itu (tidur di sisi Tuhan), menjadikan gerahnya para tokoh Islam. Tulisan itu khabarnya memang dibuat oleh orang yang kini ternyata terdaftar dalam Jaringan Islam Liberal tersebut.


Bantahan terhadap Faham Pluralis -Islam Liberal
Untuk menjawab golongan tasykik (menyebarkan keragu-raguan) yang punya faham pluralisme dan inklusivisme dengan menyebut dirinya sebagai Islam Liberal itu, perlu disimak ayat-ayat, hadits, sirah Nabi Muhammad saw yang riwayatnya otentik.

Kalau semua agama itu sama, sedang mereka yang beragama Yahudi, Nasrani, dan Shabi'in itu cukup hanya mengamalkan agamanya, dan tidak usah mengikuti Nabi Muhammad saw, maka berarti membatalkan berlakunya sebagian ayat Allah dalam Al-Qur'an. Di antaranya ayat:
"Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk seluruh manusia." (As-Saba'/34: 28).

"Katakanlah (hai Muhammad): Hai manusia! Sesungguhnya aku utusan Allah kepada kamu semua." (Al-A'raaf/ 7: 158).


Apakah mungkin ayat itu dianggap tidak berlaku? Dan kalau tidak meyakini ayat dari Al-Qur'an, maka hukumnya adalah ingkar terhadap Islam itu sendiri. Kemudian masih perlu pula disimak hadits-hadits.
Sabda Nabi saw:
"Wa kaanan nabiyyu yub'atsu ilaa qoumihi khooshshotan wa bu'itstu ilan naasi 'aamatan."
"Dahulu Nabi diutus khusus kepada kaumnya sedangkan aku (Muhammad) diutus untuk seluruh manusia." (Diriwayatkan Al-Bukhari 1/ 86, dan Muslim II/ 63, 64).


Mungkin golongan tasykik -Islam Liberal masih berkilah, bahwa ayat-ayat dan hadits tentang diutusnya Nabi Muhammad untuk seluruh manusia ini bukan berarti Yahudi dan Nasrani sekarang baru bisa masuk surga kalau mengikuti ajaran Nabi saw. Kilah mereka itu sudah ada jawaban tuntasnya:
'An Abii Hurairota 'an Rasuulillahi saw annahu qoola: "Walladzii nafsi Muhammadin biyadihi, laa yasma'u bii ahadun min haadzihil Ummati Yahuudiyyun walaa nashrooniyyun tsumma yamuutu walam yu'min billadzii ursiltu bihii illaa kaana min ash-haabin naari." (Muslim).

Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda: "Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka." (Hadits Riwayat Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa saw ilaa jamii'in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya beriman kepada risalah nabi kita saw bagi seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau).

Konsekuensi dari ayat dan hadits itu, Nabi Muhammad saw sebagai pengemban risalah yang harus menyampaikan kepada umat manusia di dunia ini, maka terbukti Nabi saw mendakwahi raja-raja yang beragama Nasrani dan bahkan raja atau kaisar beragama Majusi. Seandainya cukup orang Yahudi dan Nasrani itu menjalankan agamanya saja dan tidak usah memasuki Islam, maka apa perlunya Nabi Muhammad saw mengirimkan surat kepada Kaisar Heraclius dan Raja Negus (Najasi) yang keduanya beragama Nasrani, sebagaimana Kaisar Kisra di Parsi (Iran) yang beragama Majusi (penyembah api), suatu kepercayaan syirik yang amat dimurkai Allah SWT.

Sejarah otentik yang tercatat dalam kitab-kitab hadits menyebutkan bukti-bukti, Nabi berkirim surat mendakwahi Kaisar dan raja-raja Nasrani maupun Majusi untuk masuk Islam agar mereka selamat di akhirat kelak. Bisa dibuktikan dengan surat-surat Nabi saw yang masih tercatat di kitab-kitab hadits sampai kini. Di antaranya surat-surat kepada Raja Najasi di Habasyah (Abesinea, Ethiopia), Kaisar Heraclius penguasa Romawi, Kisra penguasa Parsi, Raja Muqouqis di Mesir, Raja al-Harits Al-Ghassani di Yaman, dan kepada Haudhah Al-Hanafi.


Bagaimanapun disiar-siarkannya dan digede-gedekannya, namun dengan bukti-bukti ketidak ilmiahan dan ketidak sohihan pemikiran orang Pluralis yang kini menamakan diri Islam Liberal itu, menurut terminologi Al-Qur'an tidak lebih hanyalah bagai buih yang tidak ada harganya dan tak ada gunanya.
Artinya: "Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan." (Q.S. Ar-Ra'd :17).

Islam yang benar adalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Selanjutnya, pemahaman Islam yang benar adalah yang sesuai dengan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, diamalkan dan diwarisi oleh para sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in.

Islam yang disampaikan Nabi saw dan diamalkan bersama para sahabatnya itulah yang jadi teladan bagi umat Islam selanjutnya. Karena, di kala ada kesalahan atau kekurangan maka langsung ada teguran dari Allah SWT lewat wahyu. Selanjutnya, untuk mengamalkan Islam, maka landasannya adalah Al-Qur'an, As-Sunnah/ Hadits Nabi saw, dan ijma' (kesepakatan) para sahabat.

Setelah jelas bahwa landasan atau sumber Islam itu adalah Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijma', maka dalam hal pemahaman yang shahih adalah pemahaman yang sesuai dengan pemahaman para sahabat, tabi'ien, dan tabi'it tabi'ien. Karena merekalah sebagai generasi umat yang terbaik, menurut hadits shahih dari Nabi saw:
"Sebaik-baik generasi ialah generasiku, kemudian orang-orang sesudahnya, dan orang-orang sesudahnya lagi. Lalu akan datang orang-orang yang kesaksiannya mendahului sumpahnya dan sumpahnya mendahului kesaksiannya." (HR Al-Bukhari).

Di samping itu ada hadits yang menunjukkan:
Barangsiapa hendak menjadikan teladan, teladanilah para sahabat Rasulullah saw. Sebab, mereka itu paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit takallufnya (tidak suka mengada-ada), paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya dan menegakkan Din-Nya. Karena itu hendaklah kalian mengenal keutamaan jasa-jasa mereka dan ikutilah jejak mereka, sebab mereka senantiasa berada di atas jalan (Allah) yang lurus." (HR Ahmad dari Ibnu Mas'ud).

Dengan demikian, Islam Liberal yang menawarkan pemahaman model-model yang tidak sinkron dengan ilmu, kenyataan hidup, sejarah yang benar, dan bahkan tidak pakai dalil Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma'; serta pemahamannya tidak merujuk kepada pemahaman umat terbaik yakni tiga generasi awal Islam, maka jelas jauh dari kebenaran. Baik itu kebenaran secara ilmu, realita, maupun secara paradigma ilmu Islam. Maka selayaknya umat Islam hati-hati dan waspada terhadap pemahaman Islam Liberal itu. Dan kalau mampu bahkan mengadakan pengadilan terhadap pemahaman mereka, dan menentukan keputusan sesuai dengan hukum Islam yang baku dan benar.

Sikap terhadap orang-orang yang tidak mau memakai hukum dari Nabi saw adalah ketegasan seperti yang dilaksanakan oleh Umar bin Khathab berikut ini, di zaman Nabi saw dan masih turun Al-Qur'an. Peristiwa berikut ini perlu dijadikan pelajaran:

Ada dua orang yang sedang berselisih. Lalu kedua orang tadi pergi menghadap Rasulullah saw meminta pengadilan. Rasulullah saw pun menyelesaikan perselisihan kedua orang tadi. Namun salah seorang dari mereka merasa kurang puas terhadap keputusan Rasulullah, kemudian ia mengatakan kepada lawannya: "Kalau begitu kita adukan ke Umar."

Kedua orang tadi menghadap ke Umar dan menceritakan permasalahannya. Seusai mendengarkan masalahnya, Umar bangkit dari tempat duduknya sambil mengatakan:
"Diamlah kalian di tempat." Umar masuk untuk mengambil pedangnya, kemudian keluar dan langsung mengayunkannya ke arah orang yang tidak puas tadi hingga akhirnya orang itu mati.

Kemudian peristiwa itu diberitahukan kepada Rasulullah saw. Beliau pun bersabda: "Saya kira tidak mungkin Umar memberanikan diri untuk membunuh seorang mukmin."

Kemudian Allah SWT menurunkan ayat dalam surat An-Nisaa' ayat 65 sebagai pernyataan untuk mengokohkan kebenaran pendapat Umar:
"Maka demi Tuhanmu mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS An-Nisa': 65).

Rasulullah pun menghalalkan darah orang yang terbunuh itu, dan Umar terbebas dari segala sanksi hukum.

Dalam hal ini Umar beranggapan bahwa perbuatan orang yang dibunuhnya menyebabkannya halal dibunuh. Al-Qur'an telah jelas, sikap Nabi saw telah jelas pula, sedang perlakuan sahabat Nabi saw, dalam hal ini Umar bin Khathab pun jelas. Maka tidak ada yang perlu diragukan lagi, bahwa orang yang tidak mau berhukum dengan hukum yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, yaitu hukum Islam/ syari'at Islam itu jelas menurut sumpah Allah adalah tidak beriman. Bahkan Umar bin Khathab membunuhnya pun halal, tidak disalahkan oleh wahyu Allah

Riwayat Hidup Penulis
Nama: Drs. H. Hartono bin Ahmad Jaiz
Lahir: di Tari Wetan, Sumber, Simo-Boyolali, Kamis 1 April 1953.


Pendidikan:
Tamat Fakultas Adab/Sastra Arab IAIN (Institut Agama Islam Negeri) Sunan Kalijaga Yogyakarta 1980-1981.

Sebelumnya, belajar di PGA (Pendidikan Guru Agama) 6 tahun Negeri di Solo Jawa Tengah 1968-1973.

Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) II di Tinawas Nogosari Boyolali 1966-1968, SD Sumber-Simo Boyolali 1959-1965.

Selama belajar di PGAN Solo mondok di Pesantren Jenengan tempat Pak Munawir Sjadzali mantan Menteri Agama mondok dulu, di bawah pimpinan KH Ma'ruf, dulunya guru di Madrasah Mamba'ul 'Ulum (kini pesantren itu telah tiada).

Dan beberapa tahun setiap Ramadhan ikut mengaji kitab-kitab agama di Pesantren Kacangan Andong Boyolali.

Namun yang terkesan justru ketika sekolah madrasah ikut seorang janda tua di Tinawas Nogosari, Ny. H. Abdul Wahid, yang setiap pukul 02 malam sudah bangun untuk shalat tahajjud lalu berdzikir, kemudian ia membangunkan murid madrasah ini waktu subuh. Dia berjalan ke masjid yang jaraknya 200 meter, kemudian murid ini mengikuti dari kejauhan dalam keremangan.

Di Yogyakarta 1974-1981 bersama teman-teman menghidupkan jama'ah Masjid Sapen (Safinatur Rahmah) dekat rel.

Di Jakarta sejak 1981 mengajar di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Pesantren As-Syafi'iyah 1981-1986.

Menjadi Redaktur Majalah Remaja Islam "Salam" terbitan As-Syafi'iyah 1981-1982.

Menjadi wartawan Pelita 1982 sampai 1996, kemudian dialihkan menjadi Kepala Bagian Perpustakaan dan dokumentasi sampai 1997.

Pernah diinterogasi 2 hari dalam kasus pemberitaan 62 jenis makanan diduga mengandung lemak babi 1989, dan dinyatakan tidak bersalah oleh para penginterogasi di Gedung Bundar Kejaksaan Agung Jakarta.

Diutus oleh Harian Pelita dan DDII (Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia) untuk meliput kondisi umat Islam Bosnia Herzegovina yang diserbu dan dibantai Serbia. Tugas meliput itu dilaksanakan sampai Mostar Bosnia Herzegovina dan di kamp-kamp pengungsi di Zagreb Croatia, dan Nagyatad Hongaria serta meliput masyarakat Muslim di Buddapes ibukota Hongaria, Desember 1992.

Menghadiri undangan Sidang VIII Akademi Fiqh Islam (Mujamma' Al-Fiqh Al-Islami) suatu lembaga di bawah OKI (Organisasi Konferensi Islam / OIC) di Brunei Darussalam, selama seminggu Juni 1993 M / awal tahun 1414 H. Dari Indonesia pesertanya hanya almarhum KH Ahmad Azhar Basyir Ketua Muhammadiyah, dan lembaga lainnya hanya Harian Pelita.

Termasuk anggota pendiri LepHI (Lembaga Pengkajian Hadits Indonesia) yang diketuai H. Ali Mustafa Ya'qub MA di Jakarta, 1995.

Mengikuti Pendidikan Kader Ulama (PKU) angkatan ketiga yang diselenggarakan Majelis Ulama Indonesia DKI Jakarta 1996-1997.

Termasuk anggota tim KISDI (Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam) dalam melacak daging olahan (sosis, bulatan bakso dsb) PT Aroma di Denpasar Bali yang ternyata penggilingannya campur antara daging sapi dan daging babi, Agustus 1997.

Menjadi pengasuh rubrik Islamika di Majalah Media Dakwah Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sejak 1998. Menjadi anggota tim editor terjemahan Tafsir Ibnu Katsir, Yayasan Imam Syafi'I di Bogor, sejak 1999.

Menjadi Ketua Lajnah Ilmiah LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di Jakarta sejak 1998.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar