Setiap hari Uqbah bin Amir Al Juhani keluar dan berlatih
memanah, kemudian ia meminta Abdullah bin Zaid agar mengikutinya namun
sepertinya ia nyaris bosan. Maka Uqbah berkata : “Maukah kamu aku
kabarkan sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam?”. Ia menjawab : “Mau.” Uqbah berkata : “Saya telah
mendengar beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla akan memasukkan tiga orang ke dalam
surga lantaran satu anak panah; orang yang saat membuatnya mengharapkan
kebaikan, orang yang menyiapkannya di jalan Allah serta orang yang
memanahkannya di jalan Allah.” Beliau bersabda : ”Berlatihlah memanah
dan berkuda. Dan jika kalian memilih memanah maka hal itu lebih baik
daripada berkuda.” (HR. Ahmad – 16699)
Hadits di atas menggambarkan betapa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam sangat menganjurkan agar seorang muslim peduli dengan persiapan
untuk berjihad di jalan Allah. Memanah dan berkuda merupakan dua
kegiatan yang terkait dengan hal itu. Dan seorang muslim perlu memiliki
semangat untuk berjihad di jalan Allah. Mengapa? Karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam memperingatkan bahwa raibnya semangat berjihad
mengindikasikan hadirnya kemunafikan dalam diri.
Barangsiapa mati dan belum berperang dan tidak pernah bercita-cita untuk
berperang, maka ia mati dalam salah satu cabang kemunafiqan”. (HR. Abu
Dawud – 2141)
Seorang muslim diharapkan memiliki kecintaan kepada agamanya sehingga
ia rela mengorbankan jiwanya demi kemuliaan Islam jika tuntutannya
demikian. Dan berjihad di jalan Allah merupakan bukti tertinggi komitmen
seorang muslim. Bahkan Al-Qur’an menggambarkan muslim yang bersedia
mengorbankan jiwa dan hartanya demi menegakkan agama Allah adalah
seperti orang yang terlibat dalam perniagaan terbaik dengan Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu
perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu)
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah
dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu
mengetahuinya.” (QS. Ash-Shaff : 10-13)
Tradisi jihad sebagai sebuah perniagaan atau jual-beli antara orang
beriman dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala bukan merupakan tradisi yang
baru diperkenalkan oleh Nabi Akhir Zaman, yaitu Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun tradisi ini sudah Allah tetapkan
semenjak diwahyukannya Kitab Taurat kepada Nabi Musa ‘Alaihissalam dan
Kitab Injil kepada Nabi Isa ‘Alaihissalam.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan
harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada
jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi)
janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Qur’an”. (QS
At-Taubah : 111)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menawarkan kepada orang beriman agar menjual
diri dan harta mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan bayarannya
berupa surga untuk mereka. Wujud jual-belinya ialah berupa kesediaan
seorang mukmin untuk berperang di jalan Allah, lalu ia membunuh atau
terbunuh di medan perang. Perkara ini sudah Allah janjikan semenjak
turunnya Kitab Taurat dan Injil kemudian Al-Qur’an.
Ironisnya dewasa ini, masyarakat yahudi-nasrani yang mendominasi dunia
diizinkan dan dimudahkan untuk membangun kekuatan militer mereka. Bahkan
mereka dapat dengan seenaknya mengerahkan armada perangnya ke negeri
mana saja yang mereka sukai. Termasuk ke negeri-negeri kaum muslimin
sebagaimana yang kita saksikan di Palestina, Irak dan Afghanistan.
Kehadiran pasukan mereka di bumi Islam tidak dipandang sebagai sebuah
tindak kriminal atau pelanggaran hukum internasional. Sementara bila
kaum muslimin berusaha melatih dan mempersenjatai diri seperti yang
dilakukan oleh sekelompok pemuda yang melakukan i’dad di pegunungan
Jalin Jantho, maka mereka segera dilabel sebagai kelompok teroris.
Maka sudah tiba masanya bagi ummat Islam untuk memperhatikan
kewajiban syari’at yang satu ini. Tidak pantas bila ummat Islam
menghindar untuk mempersiapkan diri membangun armada perang sedangkan
Barat kafir yang diwakili oleh kekuatan militer yahudi-nasrani dibiarkan
bebas menyusun bahkan memobilisasi kekuatan militer mereka sesuka hati.
Oleh karenanya, sudah sewajarnya bila kaum muslimin berusaha sekuat
tenaga untuk mempersiapkan berbagai kekuatan –termasuk armada perang-
dalam rangka memenuhi perintah mulia Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.
Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas
dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (QS.
Al-Anfal : 60)
Untuk itu marilah kita memulai upaya persiapan tersebut dengan
melakukan apa yang jelas-jelas telah dianjurkan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Di antaranya ialah memanah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atas mimbar berkata
: ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa
kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah
memanah”. (HR. Abu Dawud – 2153)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ”Tidak ada hiburan
kecuali dalam tiga hal; seorang laki-laki yang melatih kudanya, candaan
seseorang terhadap isterinya, dan lemparan anak panahnya. Dan
barangsiapa yang tidak memanah setelah ia mengetahui ilmunya karena
tidak menyenanginya, maka sesungguhnya hal itu adalah kenikmatan yang ia
kufuri.” (HR. An-Nasa’i – 3522)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar