TABAH MENGGENGGAM BARA API
__ TAUHID WAL JIHAD ___
PRO- T- IN ISLAM
KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID
Selasa, 08 Januari 2013
J I H A D ANTARA DEFINISI SYAR’I DAN USAHA DISTORSI
I. DEFINISI SECARA BAHASA
Kata jahada-yajhadu-al juhdu wa al jahdu جهد-يجهد-الجهد-الحهد) )
mempunyai lebih dari 20 makna, semuanya berkisar pada makna kemampuan
(الطاقة ) , kesulitan (المشقة ) , keluasan (الوسع) (kemampuan dan
kesempatan), (القتال) perang dan ( (المبالغة bersungguh-sungguh. Karena
itu para ahli tafsir, ahli hadits, ahli fiqih dan ahli bahasa selalu
mengartikan jihad secara bahasa dengan makna mencurahkan segenap
kemampuan atau (bersungguh-sungguh menundukkan) kesulitan. [1]
Syaikh Musthofa al Suyuthi berkata,” Al jihadu merupakan mashdar dari
kata jaahada-jihaadan wa mujaahadatan maknanya bersunggh-sungguh
(mencurahkan kemampuan) dalam memerangi musuh.”[2]
Kata
jahada-juhdun dan jahdun sudah mempunyai makna mubalaghah
(bersungguh-sungguh). Apalagi kata jihad yang berasal dari kata jaahada
dengan sighah mubalaghah, tentulah maknanya bersungguh-sungguh kuadrat.
Ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak saling mengerahkan kemampuan
maksimalnya untuk mengalahkan lawannya..[3] Itulah sebabnya para pakar
bahasa menyebutkan makna jihad secara bahasa adalah :
” Menanggung kesulitan dengan mengerahkan segala kemampuan”.[5] II. DEFINISI SECARA SYAR’I.
Bila disebutkan kata jihad fi sabilillah maka maknanya adalah berperang
melawan orang-orang kafir untuk menegakkan kalimatulloh. Inilah
definisi yang disebutkan oleh para ulama salaf, berdasar ayat-ayat dan
sunah-sunah Rasulullah. Begitulah fatwa Rasulullah ketika ditanya oleh
seorang shahabat tentang makna jihad :
Dari Amru bin Abasah ra. beliau
berkata,” Ada orang bertanya kepada Rosululloh,”Wahai Rosululloh, apakah
Islam itu ?” Beliau menjawab,” Hatimu merasa aman, dan juga orang-orang
muslim merasa aman dari gangguan lidah dan tanganmu.” Orang tersebut
bertanya,”Lalu Islam bagaimanakah yang paling utama?’ Beliau
menjawab,”Iman.” Orang tersebut bertanya lagi,” Apakah iman itu?” Beliau
menjawab,” Kamu beriman kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, Rosul-rosul-Nya dan kebangkitan setelah mati.” Orang
tersebut bertanya lagi,”Lalu iman bagaimanakah yang paling utama itu?”
Beliau menjawab,”‘Hijroh.” Orang tersebut bertanya lagi,” Apakah hijroh
itu?” Beliau menjawab,”Engkau meninggalkan amalan jelek.” Orang tersebut
bertanya lagi,”Lalu hijroh bagaimanakah yang paling utama itu?” Beliau
menjawab,” Jihad.” Orang tersebut bertanya lagi,”Apakah jihad itu?”
Beliau menjawab,” Engkau memerangi orang kafir jika kamu bertemu
mereka.” Orang tersebut bertanya lagi,” Lalu bagaimanakah jihad yang
paling utama itu?” Beliau menjawab,” Siapa saja yang terluka kudanya dan
tertumpah darahnya”, Rosulullah Shollallahu ‘Alahi wasallam berkata:
kemudian dua amalan yang merupakan amalan yang paling utama kecuali
barang siapa yang bisa beramal yang menyerupainya ; haji mabrur dan
‘umroh.[6]
Bahkan syaithan pun paham bahwa jihad itu maknanya
perang di jalan Allah demi meninggikan kalimat Allah, sebagaimana
disebutkan dalam hadits :
Dari Sibrah bin Abi Fakihah bahwasanya Rasulullah
bersabda,” Sesungguhnya setan menghadang manusia di setiap jalan
kebaikan. Ia menghadang manusia di jalan Islam,” Apakah kau mau masuk
Islam dan meninggalkan agamamu, agama bapakmu dan agama moyangmu ?” Ia
tidak menururti setan dan masuk Islam.Maka setan menghadangnya di jalan
hijrah,” Kau mau hijrah, meninggalkan tanah air dan langit yang
menanungimu ?Ia tidak menururti setan dan berhijrah maka setan
menghadangnya di jalan jihad,” Kau mau berjihad, sehingga terbunuh dan
istrimu diambil orang serta hartamu dibagi-bagi ?” Ia tidak menururti
setan dan tetap berjihad. Siapa saja melakukan hal, itu maka sudah
menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa saja
terbunuh maka sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke
surga. Dan siapa saja tenggelam (karena jihad atau hijrah-pent) maka
sudah menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga. Dan siapa
saja terlempar dari kendaraannya (saat hijrah atau jihad) maka sudah
menjadi kewajiban Allah untuk memasukkannya ke surga.” [7]
Dari Abu Huroiroh ra.
Beliau berkata,” Datang seseorang kepada Rosululloh saw. Lalu
berkata,”Tunjukkan padaku sebuah amalan yang bisa menyamai jihad !!”
Beliau menjawab,”Aku tidak mendapatkannya. Apakah kamu mampu apabila
seorang mujahid keluar, kamu masuk masjid lalu sholat dan tidak berhenti
dan kamu shaum dan tidak berbuka?” Orang tersebut berkata,” Siapa yang
mampu melakukan hal tersebut???” Abu Huroiroh berkata,” Sesungguhnya
bermainnya kuda seorang mujahid itu dicatat sebagai beberapa kebaikan.”
[8]
Keterangan : Puasa dan sholat adalah bagian dari jihadun
nafs, namun demikian Rosululloh mengatakan,” Aku tidak mendapatkan
amalan yang bisa menyamai jihad.” Hal ini menunjukkan bahwa yang
dimaksud dengan jihad kalau berdiri sendiri adalah perang melawan
orang-orang kafir, bukan mujahadatun nafs, bukan dakwah, bukan thalabul
ilmi, bukan membangun sekolah dan pondok pesantren dan amal-amal sholih
lainnya.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra. ia berkata,” Dikatakan kepada Rosululloh
saw..” Wahai Rosululloh, orang bagaimanakah yang paling utama ?”
Rosululloh saw. Menjawab,” Orang mukmin yang berjihad di jalan Alloh
dengan jiwa dan hartanya.” Mereka bertanya lagi,” Kemudian siapa?”
Beliau menjawab,” Seorang mukmin yang (menyendiri) berada dalam suatu
lembah, takut kepada Alloh dan meninggalkan manusia karena kejahatan
mereka .”[9] Keterangan : Orang mukmin yang menyendiri di tempat sepi
seperti suatu lembah, gunung, daerah pedalaman dll, sambil bertaqwa
kepada Alloh, melakukan sholat, tekun beribadah kepada Allah disebut
sebagai mu’tazil (orang yang beruzlah). Pekerjaannya disebut uzlah.
Jelas sekali uzlah dengan seluruh bentuk ibadah di dalamnya termasuk
berjihad melawan hawa nafsunya, namun Rasulullah tidak menyebutnya
sebagai seorang mujahid (orang yang berjihad) dan uzlahnya juga tidak
beliau sebut sebagai jihad. Beliau menyebutkan orang yang berjihad
dengan jiwa dan raganya di jalan Alloh, itulah mujahid sesungguhnya. Hal
ini menunjukkan bahwa kata jihad apabila berdiri sendiri artinya adalah
perang melawan orang-orang kafir.
Dari Abu Huroiroh ra. bahwasanya Rosululloh
bersabda,” Barangsiapa beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya, menegakkan
sholat dan menunaikan shaum Romadhon, maka Alloh pasti akan
memasukkannya ke dalam syurga, baik dia berjihad di jalan Alloh maupun
duduk di daerah ia dilahirkan.” Para shahabat berkata,” Bagaimana kalau
hal ini kami kabarkan kepada orang-orang?” Beliau menjawab,”
(jangan!!!-pent) Sesungguhnya di syurga ada seratus tingkatan yang
disiapkan untuk para mujahidin di jalan Alloh. Jarak antara dua
tingkatan sebagaimana jarak antara langit dan bumi.”[10]
Keterangan: Rosululloh menamakan orang-orang yang duduk ditempat
tinggalnya tidak ikut berperang di jalan Allah bukan mujahid sekalipun
ia shalat, zakat, haji, shaum, berdakwah dan mengerjakan amal-amal
sholih lainnya, padahal itu semua termasuk jihad melawan hawa nafsu.
Dari sini jelas, jihad maknanya adalah berperang, bukan dakwah, atau
amal sholih lainnya.
Setiap hadits yang menerangkan fadlilah
jihad maka yang dimaksud adalah jihad yang sebenarnya yaitu perang
melawan orang-orang kafir dalam rangka menegakkan kalimatulloh dan tidak
dibawa kepada pengertian-pengertian lain baik thalabul ilmi, dakwah,
mendirikan pondok pesantren dan madrasah membangun jembatan, menyantuni
fakir miskin dan anak-anak yatim dan amal sholih lainnya.
Pendapat ulama salaf dalam hal ini :
Madzhab Hanafi:
1. Imam Ibnul Humam berkata,” Jihad adalah mendakwahi orang kafir
kepada agama yang benar dan memerangi mereka kalau tidak mau menerima.
[Hasyiyah Ibnu abidin 4/121, lihat Fathul Qodir 5/436].[11]
2.
Imam Al-Kasani berkata,” Mengerahkan segala kemampuan dengan berperang
di jalan Alloh dengan nyawa, harta dan lisan atau lain-lain atau
melebihkan (begitu mencurahkan kemampuan) dalam hal itu.”[12]
Madzhab Maliki:
Imam Ibnu Arafah berkata,” Perangnya orang Islam melawan orang kafir
yang tidak terikat perjanjian untuk meninggikan kalimatulloh, atau
karena ia mendatanginya, atau karena ia memasuki daerahnya[13]
Ibnu Rusyd berkata,” Setiap orang yang berpayah-payah karena Allah
berarti telah berjihad di jalan Allah. Namun sesungguhnya jihad fi
sabilillah kalau berdiri sendiri maka tidak ada maksud lain selain
memerangi orang kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau
membayar jizyah dalam keadaan hina.”[14]
Madzhab Syafi’i:
Imam Al-Bajuri berkata,” Jihad artinya adalah berperang di jalan Alloh.” (Hasyiyatu Al-Bajuri ‘Ala Ibni Al Qosim 2/261].[15]
Imam Ibnu Hajar berkata,” Dan secara syar’i adalah mengerahkan tenaga dalam memerangi orang kafir.” [Fathu al Bari 6/3].
Imam al Qasthalani berkata,” Memerangi orang kafir untuk memenangkan Islam dan meninggikan kalimat Allah.”
Madzhab Hambali:
“Secara syar’i adalah memerangi orang-orang kafir.”[16]
“Jihad adalah perang dengan mengerahkan segala kemampuan untuk meninggikan kalimatulloh.[17]
Imam Al Ba’ly berkata,” Jihad secara syar’i adalah ungkapan khusus untuk memerangi orang-orang kafir.[18]
Pendapat ulama salaf ini ditegaskan kembali oleh para ulama kontemporer:
Dr. Abdulloh Azzam berkata,” Empat imam madzhab bersepakat bahwasanya
jihad adalah perang dan tolong-menolong di dalamnya. Kesimpulannya: 1)
Kata “jihad” kalau berdiri sendiri maka artinya adalah perang dan kata
“fii sabiilillah” apabila berdiri sendiri artinya adalah jihad.[19]
Beliau juga berkata,” Kata jihad jika disebutkan secara sendirian (tanpa
qarinah-pent) maka maknanya adalah perang dengan senjata, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnu Rusyd dan disepakati empat imam madzhab. [20]
Syaikh Abdul Baqi Abdul Qadir Ramdhun berkata,” Jihad secara istilah.
Ketika disebutkan kata jihad fi sabilillah maka maknanya adalah
memerangi orang-orang kafir, menyiapkan diri untuk hal itu dan beramal
di jalan hal itu.” [21]
DR. Abdullah Ahmad Qadiri berkata,”
Adapun pengertian jihad secara syar’i, menurut mayoritas ulama fiqih
berkisar dalam arti orang Islam memerangi orang kafir.”[22]
Syaikh Abdul Akhir Hammad al Ghunaimi berkata,” Adapun dalam istilah
syar’i maka maknanya adalah memerangi orang-orang kafir demi meninggikan
kalimat Allah.” [23]
DR. Ali Nufai’ al Ulyani berkata,” Adapun
definisi jihad menurut syar’i adalah memerangi orang kafir untuk
meninggikan kalimat Allah dan saling membantu dalam hal itu.”[24]
Syaikh Salman Fahd Audah berkata,” Jihad melawan orang kafir. Yaitu
dengan memerangi mereka dan dengan mengerahkan segala hal yang
dibutuhkan dalam peperangan ini baik harta, pengalaman dan lain-lain.
Sebagaiman disebutkan dalam hadits Anas,”Berjihadlah melawan orang-orang
musyrik dengan harta, nyawa dan lisan kalian.” Bila disebut kata jihad
fi sabilillah maka maknanya adalah jihad dengan makna ini(perang melawan
orang kafir),sebagaimana diungkapkan imam Ibnu Rusyd, (beliau
menyebutkan perkataan Ibnu Rusyd).” [25]
Begitu juga dengan
para ulama lainnya, seperti Syaikh Abdul Aziz Abdullah bin Baz dalam
risalah beliau “Jihad dan keutamaannya”[26]..
Dan kadang-kadang
kata jihad digunakan juga untuk jihadun nafs, jihadusy syaithon dan
jihad-jihad yang lain. Diantaranya adalah:
وَجَاهِدُوْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيْرًا
“Dan jihadilah mereka dengannya (Al-Qur’an) dengan jihad yang besar.” (QS.Al-Furqon: 52)
Dari Ibnu
Mas’ud bahwasanya Rasulullah bersabda,” Tak seorang nabi pun yang diutus
sebelumku kecuali ia mempunyai shahabat- shahabat dan penolong-penolong
yang setia. Mereka mengikuti sunnah-sunnahnya dan meengerjakan apa yang
diperrintahkannya. Kemudian datang setelah mereka kaum yang mengatakan
apa yang tidak mereka kerjakan dan mengerjakan apa yang tidak
diperintahkan. Maka barang siapa yang berjihad melawan mereka dengan
tangannya maka dia adalah mukmin dan barang siapa berjihad dengan
lisannya dia adalah mukmin dan siapa yang berjihad dengan hatinya maka
dia mukmin. Setelah itu tidak ada lagi iman walaupun sebesar biji sawi. ”
[28]
“Jihad itu ada empat: amar makruf, nahi
munkar, berlaku benar pada tempat yang menuntut kesabaran dan membenci
orang-orang fasik.” Akan tetapi jika kata jihad diungkakan secara mutlak
(secara lepas) maka artinya adalah perangmelawan orang-orang kafir
untuk menegakkan kalimatulloh sebagai mana diatas. Sebagai mana yang
dikatakan Imam Ibnu Hajar berkata,” Secara syar’i adalah mengerahkan
kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir, dan kadang-kadang digunakan
untuk makna berjihad melawan hawa nafsu dan setan.” [Fathu al Bari
6/5]. Imam Ibnu Rusydi berkata,” Jihadus saif adalah memerangi
orang-orang musyrik karena agama. Setiap orang yang berpayah-payah
karena Alloh maka ia telah berjihad di jalan Alloh, akan tetapi
sesungguhnya kalimat jihad fii sabilillah apabila berdiri sendiri
(mutlaq) maka tidak ada arti lain kecuali jihad melawan orang-orang
kafir dengan pedang sampai mereka masuk Islam atau membayar jizyah
dengan rendah diri. Abdul Akhir Hammad berkata:”Dan perkataan yang kami
nukil ini kami tidak dapatkan seorangpun yang menyelisihinya dan begitu
pula nas-nas syar’I tidaklah memberikan pengertian kecuali sebagaimanan
yang kami sebutkan ini.”[29] Dalam kesempatan yang lain beliau berkata:”
Yang benar, memang jihad dalam Islam mencakup jihad melawan syetan,
hawa nafsu dan godaan dunia. Akan tetapi yang paling tinggi adalah
memerangi musuh-musuh Allah dengan pedang dan tombak dan inilah puncak
ketinggian Islam dan ini pulalah yang dimaksud dengan jihad kalau
diungkapkan secara mutlak (berdiri sendiri)”.[30] Jadi segala bentuk
jihad, baik jihad melawan hawa nafsu, syetan atau godaan dunia
disyari’atkan dalam Islam bahkan segala bentuk jerih payah dalam rangka
beribadah kepada Alloh adalah jihad fii sabilillah. Namun semua bentuk
dan macam jihad tesebut bukanlah yang dimaksud pada ayat-ayat dan
hadits-hadits yang menerangkan jihad secara mutlak (berdiri sendiri)
baik hukum-hukum yang berlaku padanya maupun keutamaan-keutamaannya.
Demikian juga halnya dengan Ibnu Qayyim, beliau berkata,”…Kemudian
diwajibkan atas kaum muslimin secara menyeluruh untuk memerangi semua
orang musyrik secara menyeluruh. Yang mana sebelumnya hal ini dilarang
lalu diizinkan, lalu diperintahkan untuk melawan orang-orang yang
memulai perang lalu diperintahkan untuk memerangi seluruh orang musyrik,
hukum perintah terakhir ini ada yang mengatakan farhdu ‘ain namun yang
masyhur adalah fardhu kifayah. Yang benar, pekerjaan jihad secara umum
adalah fardhu ‘ain baik dengan hati, lisan, harta atau tangan. Semua
orang Islam harus berjihad dengan berbagai bentuk jihad tersebut, adapun
jihad dengan nyawa adalah fardhu kifayah sedangkan jihad dengan harta
ada yang mewajibkan dan ada yang tidak. Yang benar adalah wajib juga.”
[31]
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,” Yang saya maksud dengan
jihad adalah sebuah kewajiban yang hukumnya tetap hingga hari kiamat.
Ini merupakan kandungan dari apa yang disabdakan Rosululloh saw. :
“Barangsiapa mati, sedangkan ia belum pernah berperang atau berniat untuk berperang, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.”[32]
Peringkat pertama jihad adalah pengingkaran dengan hati dan peringkat
terakhir adalah berperang di jalan Alloh. Di antara keduanya terdapat
jihad dengan pena, tangan dan lesan berupa kata-kata yang benar di
hadapan penguasa yang zlolim. Tidaklah dakwah menjadi hidup kecuali
dengan jihad. Kadar ketinggian dakwah dan keluasan bentangan ufuknya
adalah penentu bagi sejauh mana keagungan jihad di jalan-Nya dan sejauh
mana pula harga yang harus ditebus untuk mendukungnya. Sedangkan
keagungan pahalanya diberikan kepada mujahid.
وَجَاهِدُوْا فِيْ اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ
” Dan berjihadlah di jalan Alloh dengan sebenar-benar jihad” ( Surat alhajj : 78) .
Dengan demikian engkau telah mengerti slogan abadimu:”Jihad adalah jalan kami.”
Syaikh Said Hawa menerangkan perkataan beliau di atas dengan berkata,”
Kami sebutkan dalam kitab jundulloh tsaqofatan wa akhlaqon bahwa jihad
itu ada lima macam yaitu; jihad dengan tangan, jihad dengan lisan, jihad
dengan harta, jihad dengan politik.” Lebih lanjut beliau berkata,”Jika
jihad disebutkan secara mutlak maka yang dimaksud adalah jihad dengan
tangan.” [33]
catatan kaki
[1] Al Jihadu fi Sabilillah
Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh Ahmad Al-Qodiri 1/48,
menyimpulkan dari Lisanu al Arab 4/107, Taaju al Arus 2/329,al Mu’jamu
al Wasith /142, Al Shihah 1/457, Mu’jamu Maqayisi al Lughah 1/486 dll
[2]Ibid
[3] lihat Min Wasaili Daf’i al Ghurbah, Syaikh Salman Audah hal. 13-14
[4] Fi al Jihadi Adabun wa Ahkamun hal. 5
[5] Taujihat Nubuwah, Dr. Sayyid Muhammad Nuh 2/312-213
[6]HR.Ahmad 4/114 dengan sanad shohih no:17152hal:1225,, mempunyai
syawahid dalam Silsilah Ahadits al Shahihah no. 551 jilid 2/92.
[7]. HR. Ahmad 3/483 no:16054hal:1127, Shahih al Jami’ al Shaghir 1/338 no. 1652/736.
[8] HR. Al-Bukhori No. 2785 Kitabul jihad was Sair, Darus
Ssalamcet.ke-1 th.1998M/1417H, Nasa’I 6/19 Maktabah Ilmiyah, Ahmad
2/344., Ibnu Abi Syaibah 5/199).
[9] Al-Bukhori no. 2786, Kitab jihad Wassair, hal: 566″ Darussalam ” Riyadh cet ke-1th: 1997M/1417H.
[10] Ibid no : 2790,hal: 566
[11] Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr. Abdulloh
Ahmad Al-Qodiri 1/49, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr. Abdulloh Azzam
hal. 5
[12] Ibid
[13] Lihat Al Lajnah al Syar’iyah hal. 46
[14] Lihat Min Wasaa’ili Daf’il Ghurbah, Syaikh Salman Fahd Audah hal 21, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr. Abdulloh Azzam hal.6
[15] Lihat Fil Jihadi Adaabun wa Ahkamun Dr. Abdulloh Azzam hal. 5-6
[16] Lihat Al Jihadu fi Sabilillah Haqiqatuhu wa Ghayatuhu, Dr.
Abdulloh Ahmad Al-Qodiri 1/49, Fil Jihaadi Adaab Wa Ahkaam, Dr. Abdulloh
Azzam hal. 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar