Yoga berasal dari suku kata
yuj, dalam bahasa Sansekerta berarti “
menghubungkan” atau “
mempersatukan”
[1].
Secara bahasa yoga bermakna menyatu, manunggal dengan kesadaran Tuhan
atau kenyataan diri sendiri. Dengan kata lain yoga merupakan salah satu
ritual yang mengantarkan seseorang pada kemanunggalan dirinya dengan
sang pencipta
[2]. Pada terminologi Yoga, meditasi disebut dengan
Dhyana
yang artinya adalah aliran pikiran. Meditasi dalam Yoga berdasarkan
pada pengetahuan Tantra (yang selanjutnya dikenal sebagai Astaunga
Yoga). Tantra berarti kebebasan dari kegelapan dengan cara
penyatuan dengan Yang Maha Tinggi (Tuhan). Arti lain dari meditasi adalah Samadhi. Samadhi adalah “persatuan dengan Tuhan” (
Sam artinya “dengan”,
Adhi artinya “Tuhan” atau ‘lord’)
Perlu diketahui bahwa keberadaan yoga yang banyak dilakukan oleh
masyarakat dan perkumpulan yoga hari ini sebenarnya bukan yoga yang
murni olah tubuh. Melainkan mereka (para praktisi yoga) banyak mencampur
adukkan gerakan yoga dari tahapan meditasi diam hingga meditasi gerak
(Yoga memang tak ubahnya dengan meditasi. Secara umum, senam yoga adalah
meditasi dalam gerak sebab dalam melakukan gerakan yoga juga pikiran
kita dilatih untuk tenang dan khusyuk) dengan selalu mengiringinya
dengan bacaan-bacaan khusus disertai dengan menghadirkan hati dan
kekhusyu’an. memusatkan pikiran dan konsentrasi, atau melihat pada objek
gambar tertentu.
Setelah mereka melakukannya, biasanya mereka merasakan sensasi yang
berbeda. Terutama bagi praktisi yoga yang ingin mendapatkan suatu
kesaktian tertentu, ada yang mengklaim bahwa mereka didatangi oleh
mahkluk astral (Dewa-dewi) yang sesungguhnya itu adalah setan. Atau
merasa kundalininya telah bangkit yang sesungguhnya adalah syetan yang
berjalan di sepanjang tulang punggungnya dengan menstimulir syaraf
tubuhnya hingga merasa seolah-olah ada yang menjalar panas, dingin,
getaran halus dan berbagai macam sensasi lainnya.
Dari sini jelas sekali bahwa yoga ini merupakan ibadah orang-orang
Hindu. Terkhusus untuk para devotes sai baba, yoga merupakan menu wajib
baginya. Dan sebagaian besar perkumpulan Sai Organisation berlindung di
balik perkumpulan-perkumpulan ini. Salah satu gelar dan julukan sai baba
sendiri adalah Maha Master Yogi (raja diraja Yoga). Meditasi yoga
mengajarkan bahwa seseorang akan sampai pada puncak kesadaran ini yang
tertinggi, atau berada pada
maqam manunggaling kawula gusti
karena kesempurnaan gerakan yoga yang dilakukannya, maka sai baba
dianggap salah satu master yoga yang telah mencapai maqam itu. Kehebatan
ilmu yoga Sai Baba diklaim telah mengantarkan dirinya pada derajad
seorang avatar (menjelmanya tuhan dalam dirinya). Saibaba sendiri selalu
mengingatkan pada devotesnya bahwa tuhan berada dalam diri setiap
orang. Bahkan, Sai Baba menyebutkan bahwa setiap manusia adalah tuhan.
Inilah buah dari pengamalan yoga yang dipraktekkan oleh para pengikut
Sai Baba.
Ajaran meditasi yoga yang mengajarkan pencapaian puncak spiritual tertinggi ini tersusupi ideologi
wihdatul wujud, sebuah ideologi yang sudah divonis kafir oleh jumhur ulama
[3].
Dengan demikian, tingkat bahaya ajaran ini bukan semata gerakan-gerakan
bid’ah, melainkan juga bisa menjerumuskan seseorang dalam kemusryikan
yang mengeluarkan seseorang dari
millah.
[4]
[1] Apte, Vaman Shivram (1965). The Practical Sanskrit Dictionary. Delhi: Motilal Banarsidass Publishers, p.788
[2] John Ferguson, An Illustrated Encyclopaedia of Mysticism, “Atman”, New York: Seabury Press, 1977, p.20.
[3] Paham Bersatunya manusia dan Tuhan pada yoga sama dengan paham wihdatul wujud para sufi sesat. Wihdatul Wujud,
yaitu keyakinan bahwa semua yang ada pada hakikatnya adalah satu dan
segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta ini tidak lain merupakan
perwujudan/penampakan Zat Ilahi (Allah ‘azza wa jalla) – maha suci Allah
‘azza wa jalla dari segala keyakinan kotor mereka-. Dedengkot sekte ini
adalah Ibnu ‘Arabi Al Hatimi Ath Thai (Nama lengkapnya adalah Abu Bakr
Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad bin Ahmad Ath Thai Al Hatimi Al Mursi
Ibnu ‘Arabi, yang binasa pada tahun 638 H dan dikuburkan di Damaskus.
(Lihat Siar Al A’lam An Nubala’ tulisan Imam Adz Dzahabi 16/354)
Dalam kitabnya Al Futuhat Al Makkiyah (seperti yang dinukilkan oleh DR. Taqiyuddin Al Hilali dalam kitabnya Al Hadiyyatul Haadiyah hal. 43) dia menyatakan keyakinan kufur ini dengan ucapannya: Hamba adalah tuhan dan tuhan adalah hamba duhai gerangan, siapakah yang diberi tugas (melaksanakan syariat)? Jika kau katakan: hamba, maka dia adalah tuhan Atau kau katakan: tuhan, maka mana mungkin tuhan diberi tugas?!
Dan dalam kitabnya yang lain Fushushul Hikam (hal.192) dia ngelindur: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembah anak sapi, tidak lain yang mereka sembah kecuali Allah.”
Meskipun demikian, orang-orang ahli Tasawuf malah memberikan
gelar-gelar kehormatan yang tinggi kepada Ibnu ‘Arabi, seperti gelar Al ‘Arif Billah (orang yang mengenal Allah ‘azza wa jalla dengan sebenarnya), Al Quthb Al Akbar (pemimpin para wali yang paling agung), Al Misk Al Adzfar (minyak kesturi yang paling harum), dan Al Kibrit Al Ahmar (Permata yang merah berkilau), padahal orang ini terang-terangan memproklamirkan keyakinan Wihdatul Wujud
dan keyakinan-keyakinan kufur dan rusak lainnya, seperti pujian dia
terhadap Firaun dan keyakinannya bahwa Firaun mati di atas keimanan,
celaan dia terhadap Nabi Harun ‘alaihi salam yang mengingkari
kaumnya yang menyembah anak sapi -yang semua ini jelas-jelas
bertentangan dengan nash Al Quran-, dan keyakinan dia bahwa kafirnya
orang-orang Nasrani adalah karena mereka hanya mengkhususkan Nabi ‘Isa ‘alaihi salam sebagai Tuhan, yang kalau seandainya mereka tidak mengkhususkannya maka mereka tidak dikafirkan.
Beberapa Contoh Penyimpangan dan Kesesatan Ajaran Tasawuf
Berikut kami akan nukilkan beberapa ucapan dan keyakinan sesat dan
kufur dari tokoh-tokoh yang sangat diagungkan oleh orang-orang ahli
tasawuf, yang menunjukkan besarnya penyimpangan ajaran ini dan sangat
jauhnya ajaran ini dari petunjuk Al Quran dan As Sunnah.
Pertama, Ibnu Al Faridh yang binasa pada tahun 632 H, tokoh besar sufi yang menganut paham Wihdatul Wujud
dan meyakini bahwa seorang hamba bisa menjadi Tuhan, bahkan -yang lebih
kotor lagi- dia menggambarkan sifat-sifat Tuhannya seperti sifat-sifat
wanita, sampai-sampai dia menganggap bahwa Tuhannya telah menampakkan
diri di hadapan Nabi Adam ‘alaihi salam dalam bentuk Hawwa (istri Nabi Adam ‘alaihi salam)?! Untuk lebih jelas silakan merujuk pada kitab Hadzihi Hiya Ash Shufiyyah (hal. 24-33), tulisan Syaikh Abdurrahman al Wakil yang menukil ucapan-ucapan kufur Ibnu Al Faridh ini.
Kedua, Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya Fushushul Hikam yang berisi segudang kesesatan dan kekufuran. Dalam kitabnya ini dia mengatakan bahwa Rasullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lah yang memberikan padanya kitab ini, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Bawalah dan sebarkanlah kitab ini pada manusia agar mereka mengambil manfaat darinya”, kemudian Ibnu ‘Arabi berkata: “Maka
aku pun (segera) mewujudkan keinginan (Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam) itu seperti yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentukan padaku tidak lebih dan tidak kurang.” Kemudian Ibnu ‘Arabi berkata:
(Kitab ini) dari Allah, maka dengarkanlah! dan kepada Allah kembalilah! (Fushushul Hikam, dengan perantaraan kitab Hadzihi Hiya Ash Shufiyyah hal. 19).
Ketiga, At Tilmisani, seorang tokoh besar tasawuf, ketika dikatakan padanya bahwa kitab rujukan mereka Fushushul Hikam bertentangan dengan Al Quran, dia malah menjawab, “Seluruh isi Al Quran adalah kesyirikan, dan sesungguhnya Tauhid hanya ada pada ucapan kami.” Maka dikatakan lagi kepadanya, “Kalau
kalian mengatakan bahwa seluruh yang ada (di alam semesta) adalah satu
(esa), mengapa seorang istri halal untuk disetubuhi, sedangkan saudara
wanita haram (disetubuhi)?” Maka dia menjawab, “Menurut kami
semuanya (istri dan saudara wanita) halal (untuk disetubuhi), akan
tetapi orang-orang yang terhalang dari penyaksian keesaan seluruh alam
mengatakan bahwa saudara wanita haram (disetubuhi), maka kami pun
ikut-ikut mengatakan haram.” (Dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, lihat Majmu’ul Fatawa 13/186).
Keempat, Abu Yazid Al Busthami, yang pernah berkata: “Aku heran terhadap orang yang telah mengenal Allah, mengapa dia tetap beribadah kepada-Nya?!” (Dinukil oleh Abu Nu’aim Al Ashbahani dalam kitabnya Hilyatul Auliya’ 10/37). Dia juga berkata, “Sungguh
aku telah menghimpun amalan ibadah seluruh penghuni tujuh langit dan
tujuh bumi, kemudian aku masukkan ke dalam bantal dan aku letakkan di
bawah pipiku.” (Hilyatul Auliya’ 10/35-36).
Kelima, Abu Hamid Al Ghazali, seorang yang termasuk tokoh-tokoh ahli tasawuf yang paling besar dan tenar, di dalam kitabnya Ihya ‘Ulumud Din ketika dia membicarakan tingkatan-tingkatan dalam tauhid, dia mengatakan, “Dalam
Tauhid ada empat tingkatan: …Tingkatan yang kedua: Dengan membenarkan
makna lafadz di dalam hati sebagaimana yang dilakukan oleh umumnya kaum
muslimin, dan ini adalah keyakinannya orang-orang awam?! Tingkatan yang
ketiga: Mempersaksikan makna tersebut dengan jalan Al Kasyf
(penyingkapan tabir) melalui perantaraan cahaya Al Haq (Allah ‘azza wa
jalla ) dan ini adalah tingkatan Al Muqarrabin, yaitu dengan seseorang
melihat banyaknya makhluk (di alam semesta), akan tetapi dia melihat
semuanya bersumber dari Zat Yang Maha Tunggal lagi Maha Perkasa, dan
tingkatan yang keempat: Dengan tidak menyaksikan di alam semesta ini
kecuali satu zat yang esa, dan ini merupakan penyaksian para Shiddiqin,
dan diistilahkan oleh orang ahli tasawuf dengan sebutan: Al Fana’ Fit
Tauhid (telah melebur dalam tauhid/pengesaan) karena dia tidak melihat
kecuali satu, bahkan dia tidak melihat dirinya sendiri… Dan inilah
puncak tertinggi dalam tauhid. Jika anda bertanya bagaimana mungkin
seseorang tidak melihat kecuali hanya satu saja, padahal dia melihat
langit, bumi dan semua benda-benda yang benar-benar nyata, dan itu
banyak sekali? dan bagaimana sesuatu yang banyak menjadi hanya satu?
Ketahuilah bahwa ini adalah puncak ilmu Mukasyafat (tersingkapnya tabir)
(maksudnya adalah cerita bohong orang-orang ahli Tasawuf yang bersumber
dari bisikan jiwa dan perasaan mereka, yang sama sekali tidak
berdasarkan Al Quran dan As Sunnah, -pen), dan rahasia-rahasia ilmu ini
tidak boleh ditulis dalam sebuah kitab, karena orang-orang yang telah
mencapai tingkatan Ma’rifah berkata bahwa membocorkan rahasia ketuhanan
adalah kekafiran. Sebagaimana seorang manusia dikatakan banyak bila anda
melihat rohnya, jasad, sendi-sendi, urat-urat, tulang belulang dan isi
perutnya, padahal dari sudut pandang lain dikatakan dia adalah satu
manusia.” (Lihat kitab Ihya ‘Ulumud Din 4/241-242).
Al Ghazali juga berkata, “Pandangan terhadap tauhid jenis
pertama, yaitu pandangan tauhid yang murni, dengan pandangan ini, Anda
pasti akan dikenalkan bahwa Dialah yang bersyukur dan disyukuri, dan
Dialah yang mencintai dan dicintai, ini adalah pandangan orang yang
meyakini bahwa tidaklah ada di alam semesta ini melainkan Dia (Allah
‘azza wa jalla).” (Ibid 4/83).
Keenam, Asy Sya’rani, seorang tokoh besar tasawuf yang telah menulis sebuah kitab yang berjudul Ath Thabaqat Al Kubra,
yang memuat biografi tokoh-tokoh ahli tasawuf dan kisah-kisah (kotor)
yang dianggap oleh orang-orang ahli tasawuf sebagai tanda kewalian. Di
antaranya kisah seorang wali(?) yang bernama Ibrahim Al ‘Uryan, orang
ini bila naik mimbar dan berceramah selalu dalam keadaan telanjang
bulat!? (Lihat At Thabaqat Al Kubra 2/124).
Kisah lainnya tentang seorang (wali Setan) yang bernama Syaikh Al
Wuhaisyi yang bertempat tinggal di rumah pelacuran, yang mana setiap ada
orang yang selesai berbuat zina, dan hendak meninggalkan tempat
tersebut, dia berkata kepadanya: “Tunggulah sebentar hingga aku selesai memberikan syafaat untukmu sebelum engkau meninggalkan tempat ini!?”
Dan diantara kisah tentang orang ini: bahwa setiap kali ada seorang
pemuka agama setempat sedang menunggang keledai, dia memerintahkannya
untuk segera turun, lalu berkata kepadanya: “Peganglah kepala keledaimu, agar aku dapat melampiaskan birahiku padanya!?” (Lihat At Thabaqat Al Kubra 2/129-130).
Setelah pembahasan di atas, maka jelaslah bagi kita semua bahwa
ajaran tasawuf adalah ajaran sesat yang menyimpang sangat jauh dari
petunjuk Al Quran dan As Sunnah, yang dengan mengamalkan ajaran ini –na’udzu billah min dzalik–
seseorang bukannya makin dekat kepada Allah ‘azza wa jalla, tapi malah
semakin jauh dari-Nya, dan hatinya bukannya makin bersih, akan tetapi
malah semakin kotor dan penuh noda. Kemudian jika timbul pertanyaan, “Kalau begitu usaha apa yang harus kita lakukan dalam upaya untuk menyucikan jiwa dan hati kita?”
Maka jawabannya adalah sederhana sekali, yaitu, Pelajari dan amalkan
syariat islam ini lahir dan batin, maka dengan itulah jiwa dan hati kita
akan bersih (untuk lebih jelasnya silakan pembaca menelaah kitab Manhajul Anbiya’ fii Tazkiyatin Nufus
tulisan Syaikh Salim Al Hilali, yang ditulis khusus untuk menjelaskan
masalah penting ini), karena di antara tugas utama yang dibawa para
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyucikan jiwa dan
hati manusia dengan mengajarkan kepada mereka syariat Allah ‘azza wa
jalla, sebagaimana firman Allah:
لَقَدْ مَنَّ اللّهُ عَلَى الْمُؤمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولاً
مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ
وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُواْ مِن قَبْلُ لَفِي
ضَلالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang
beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari
golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali ‘Imran: 164)
Maka orang yang paling banyak memahami dan mengamalkan petunjuk Al
Quran dan As Sunnah dengan baik dan benar, maka dialah orang yang paling
bersih dan suci hati dan jiwanya dan dialah orang yang paling bertakwa
kepada Allah ‘azza wa jalla, karena semua orang berilmu sepakat
mengatakan bahwa: “Penghalang utama yang menghalangi seorang manusia untuk dekat kepada Allah ‘azza wa jalla adalah (kekotoran) jiwanya.” (Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitabnya Igatsatul Lahafan dan Al Fawa’id). Oleh karena inilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempermisalkan petunjuk dan ilmu yang Allah turunkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan air hujan yang Allah turunkan dari langit, karena sebagaimana
fungsi air hujan adalah untuk menghidupkan, membersihkan dan menumbuhkan
kembali tanah yang tandus dan gersang, maka demikian pula petunjuk dan
ilmu yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah untuk menghidupkan, menyucikan dan menumbuhkan hati manusia, dalam hadits Abi Musa Al ‘Asy’ari radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضاً… الحديث
“Sesungguhnya permisalan dari petunjuk dan ilmu yang aku bawa
dari Allah adalah seperti hujan (yang baik) yang Allah turunkan ke
bumi…” (HSR Imam Al Bukhari 1/175 – Fathul Bari dan Muslim no. 2282)
[4] . Untuk lebih jelasnya saya memberikan sebuah buku berjudul : “KAKI TANGAN DAJJAL MENCENGKRAM INDONESIA” Penerbit granada Mediatama. KARYA Abu fatihah Al- Adnani yang mengupas lebih detail kesesatan Yoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar