PRO- T- IN ISLAM

KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID

Selasa, 08 Januari 2013

MENGAPA HANYA JIHAD ?!

MENGAPA HANYA JIHAD SATU-SATUNYA SOLUSI ?
Menegakkan Dienul Islam adalah kewajiban setiap muslim tidak terkecuali. Karenanya, tidak ada satupun individu muslim yang dapat mengelak dari tanggung jawab menegakkan Syari’ah Allah dan Kalimah-Nya di muka bumi ini. Allah Ta’ala Berfirman :
Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad Dien, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah Ad Dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. .!!” Amat berat bagi orang-orang musyrik Dien yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS Asy Syuraa 13)
Namun demikian banyak sekali kerancuan yang muncul tentang cara dan tahapan yang harus dilakukan untuk mewujudkan tegaknya Dienul Islam dan Syari’ah Allah di atas bumi ini. Bahkan tidak sedikit dari kaum muslimin yang akhirnya terjerumus ke dalam perangkap musuh-musuh Allah dan bergelimang dalam lumpur kemusyrikan dan kekufuran Demokrasi.
Tidak sedikit pula yang terlena dalam lembah kesesatan tasawwuf dan aliran sufisme. Ada juga yang kemudian melarang para pemuda untuk berjihad karena mereka belum melalui tahapan Tarbiyah dan Tashfiyyah (pendidikan dan pembersihan hati), atau belum cukup ilmu syari’ah yang dipahaminya atau fiqh jihad yang dipelajarinya.
Berikut adalah penjelasan  mengapa hanya jihad yang bisa mengembalikan kejayaan umat ini dan menegakkan syari’ah Allah di muka bumi ini ?
1.      Karena hanya Jihad yang bisa mengangkat kehinaan yang tengah menimpa umat ini
Rasulullah ShollAllahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ (قال المناوى : بسند حسن رواه أحمد و أبو دادود و البيهقى
“Jika kalian telah kembali berjual beli dengan baiul inah (riba), kalian ikuti ekor sapi (menjadi peternak), kalian lebih merasa senang dengan bercocok tanam lalu kalian tinggalkan jihad fi sabilillah, pastilah Allah akan timpakan kehinaan atas kalian yang tidak mungkin bisa diangkat kecuali kalian kembali kepada Dien kalian” (Hadits Hasan Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Al Baihaqi)
Yang dimaksud dengan Dien dalam hadits ini adalah Jihad, karena sholat, zakat, puasa, haji dan dzikir tidak akan mampu mengangkat umat ini dari kehinaan. Semua ibadah ini memang merupakan bagian dari Ad Dien dan mempunyai peran penting dalam melenyapkan kehinaan ini tetapi sesungguhnya kehinaan, keterpurukan dan kenistaan  ini hanya bisa dihilangkan dengan cara melenyapkan sebab terjadinya kehinaan itu sendiri : yaitu karena umat Islam telah meninggalkan jihad sebagaimana dengan jelas disebutkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam hadits lain juga disebutkan :
Tidaklah suatu kaum meninggalkan Jihad kecuali Allah akan timpakan kehinaan atas mereka” [1]
Karena itu jika masih ada yang mencari jalan lain untuk menegakkan Dienul Islam, sungguh ia telah melakukan kesalahan besar.
2.      Karena Jihad adalah Kehidupan  
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada “sesuatu yang akan menghidupkan kamu” (QS Al Anfal 24)
 yang dimaksud “sesuatu yang akan menghidupkan kamu”  adalah jihad

Hidup tidak di bawah naungan Islam, sesungguhnya adalah kematian, dan yang akan membuatnya hidup kembali adalah dengan jihad, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas.
3.      Karena Jihad adalah pemenuhan janji kita kepada Allah, dan janji adalah hutang 
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur (syahid). Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)”(QS Ahzab 23)
Menepati janji kepada Allah dalam ayat ini hanya ada dua pilihan : berjihad hingga ia gugur syahid atau tetap sabar, konsisten, tsabat, istiqomah dan tidak mundur selangkah pun dari jalan Jihad ini, seberat apapun resiko yang harus ditanggung.
4.      Karena Al Jannah (surga) amat mahal harganya
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad  di antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. Sesungguhnya kamu mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang) sungguh kamu telah melihatnya dan kamu menyaksikannya” (QS Ali Imron 142)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapankah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS Al Baqarah 214) 
Dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan dengan keluhan beberapa shahabat Rasulullah ShollAllahu ‘alaihi wasallam karena beratnya teror, tekanan dan siksaan yang mereka alami. Lalu Rasulullah bersabda :
“Sungguh orang-orang sebelum kalian telah mengalami siksaan yang jauh lebih pedih, ada yang dikubur hidup-hidup dalam tanah, ada yang tubuhnya digergaji hingga terbelah dua, ada juga yang kulitnya disisir dengan sisir besi hingga kulitnya mengelupas dari tulangnya, akan tetapi semua itu tidak mampu membuat mereka mundur dari membela Dienullah. Demi Allah, urusan ini (Dien Allah) pasti akan mendapatkan kemenangan sehingga seseorang yang berjalan antara Shan’a dan Hadramaut tidak sedikit pun merasa takut selain kepada Allah, demikian pula ia tidak takut kambing gembalaannya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang tergesa-gesa” (HR. Bukhari) [2]
Jika para shahabat yang sudah teruji keteguhan imannya, kesabarannya dan kesungguhannya dalam membela syari’ah Allah saja dikatakan tergesa-gesa dan tidak sabar, lalu bagaimana dengan mereka yang tanpa malu-malu mengatakan bahwa cara yang paling rasional, sesuai dengan zaman dan tidak membahayakan ummat adalah terlibat dalam demokrasi, parlemen dan partai politik ? Allahul musta’an.
5.      Karena yang ditunggu-tunggu seorang mukmin sejati hanya dua pilihan (Hidup Mulia Atau Mati Syahid) 
“Katakanlah : “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.” (QS At Taubah 52)
6.      Karena kita telah  menjual semua yang kita miliki -jika kita mengaku sebagai mukmin-, dan Allah lah yang membelinya.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS At Taubah 111)
Syaikh Asy Syahid –insya Allah- Abu Mus’ab Az Zarqowy Rahimahullah menjelaskan  “Jika pembeli telah menerima barang dagangan, maka terserah Dia mau diapakan dagangan tersebut. Terserah mau Dia letakkan di mana; kalau Dia berkehendak akan diletakkan-Nya di istana, kalau Dia berkendak akan diletakkannya di penjara, kalau Dia berkehendak akan diberinya pakaian paling gagah, kalau Dia berkehendak akan menjadikannya telanjang kecuali sebatas penutup aurat, kalau Dia berkehendak akan menjadikannya kaya, kalau Dia berkehendak akan dijadikannya fakir miskin, kalau Dia berkehendak akan dijadikanya tergantung di tiang gantungan, atau menjadikan musuh menguasainya lantas membunuh atau mencincangnya.”  [3]
7.      Karena Jihad adalah Furqon (pembeda) antara mukmin dan munafiq serta manhaj Allah dalam memilih kader pembela Dien-Nya 
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang (golongan munafik) yang dikatakan kepada mereka,”Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sholat dan tunaikan zakat !” Maka setelah diwajibkan kepada mereka berperang (Jihad), tiba-tiba sebahagian dari mereka takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. Mereka berkata : “Ya Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?” Katakanlah: “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun (QS An Nisa’ 77)
Sebelum datangnya perintah qital (jihad) semua orang mengaku paling berani dalam jihad, paling merindukan mati syahid dan sebagainya, tetapi saat perintah jihad itu telah diturunkan, ternyata tidak sedikit yang berguguran di tengah jalan, bahkan memusuhi jihad dan mujahidin.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala Berfirman :
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Qs. Al-Baqarah 249)
Syaikh Mujahid Abu Qatadah Al Filishthiny menjelaskan tentang ayat ini :
Jika ada ulama yang mensyaratkan bahwa untuk berjihad, seseorang harus melalui tahapan tarbiyyah dan tashfiyyah dulu, atau harus hafal dulu 40 hadits Rasul, atau kekuatan jama’ahnya harus sepadan dengan musuh-musuh Allah, atau harus menunggu izin dari ulil amri (menurut mereka) maka ketahuilah bahwa semua syarat itu tidak pernah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Apakah Thalut mensyaratkan ini dan itu kepada pasukannya sebelum mereka berangkat jihad ataukah syarat itu justru disampaikannya saat pasukannya tinggal selangkah lagi bertemu dengan musuh ?
Inilah hikmah yang sangat besar dari kisah Thalut dan pasukannya, di mana seorang pimpinan baru bisa melihat kesungguhan tekad, keteguhan niat, ketsabatan pasukannya dan kesabaran mereka menghadapi cobaan, teror dan ujian setelah mereka berhadap-hadapan dengan musuh-musuh Allah.
Ayat ini juga menjelaskan bahwa seorang pemimpin baru bisa memahami umat yang dipimpinnya ketika ia terjun langsung bersama-sama dengan mereka dalam kecamuk pergolakan jihad dan penegakan syari’ah Allah, bukan hanya dari balik meja kerja atau dari dalam bilik perpustakaannya, atau dari balik meja mengajarnya”. [4]
Dalam Tafsir At-Thobary disebutkan bahwa sebelum berangkat ke medan jihad, pasukan Thalut berjumlah 80.000 mujahid. Kemudian Thalut menerangkan kepada pasukannya bahwa Allah akan menguji mereka dengan sebuah sungai yang akan mereka lewati,  mereka tidak boleh meminumnya kecuali seteguk dua teguk.  Namun pada akhirnya ketika mereka benar-benar menemui sungai itu, sebagian besar mereka lupa dan meminum airnya dengan puas.  Hingga mereka tidak bisa mengikuti Thalut berperang melawan pasukan Jalut.  Dan jumlah pasukan yang taat kepada Thalut hanya sekitar 4.000 mujahid, dalam riwayat yang lain sejumlah 300 mujahid lebih belasan, dari jumlah 80.000 pasukan Thalut.
Namun yang paling kuat adalah riwayat yang menyatakan bahwa pasukan yang mengikuti Thalut sama dengan jumlah pasukan Badar, yaitu 300 lebih belasan.  Sebagaimana dalam riwayat Al Barra’ bin Azib, beliau berkata :
أن عِدَّةُ أَصْحَابُ بَدْرٍ عَلىَ عِدَّةِ أَصْحَابُ طَالُوْت الذين جَاوَزُوا النَهَرَ مَعَهُ، وَلمَ يُجَاوَزُ مَعَه إِلاّّّ مُؤْمِن: ثَلاَثُمِئَة وَبِضَعَة عَشَرَ رَجُلاً.
Artinya : “Bahwasannya jumlah Ashabu (pasukan) Badar atas (sama dengan) jumlah pasukan Thalut, yaitu sejumlah orang-orang yang melewati sungai bersamanya, dan tidaklah mereka melewati sungai itu, kecuali mereka termasuk orang mukmin ; yaitu 300 lebih belasan pasukan (mujahid).” [5]
Jadi kalau pasukan Thalut jumlahnya 80.000 mujahid dan yang ikut berperang bersama Thalut hanya 300 lebih belasan mujahid, maka sisanya sejumlah 79.680-an sekian mujahid terjebak dengan ujian sungai, kemudian terlena dan mereka tidak termasuk orang-orang mukmin. Lahaula wala quwwata illaa billah!! Berapa persen jumlah pasukan 300 lebih sedikit dibandingkan 79.680 pasukan ? Kurang dari 1 % nya, Allahu Akbar !!!
Sungguh indah apa yang dikatakan Sayyid Quthb Rahimahullah ketika mengomentari firman Allah :
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya :“ Betapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah dan allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah 249)
Beliau berkata, “Ayat ini adalah kaidah dalam perasaan orang-orang yang yakin bahwa mereka pasti akan berjumpa dengan Allah, kaidah ini menyatakan bahwa kelompok orang-orang beriman itu sedikit, sebab kelompok inilah yang bisa menapaki tangga ujian yang berat hingga puncaknya, sehingga mereka mencapai predikat sebagai pasukan pilihan. Meski sedikit, tapi merekalah yang menang, sebab mereka memiliki kontak dengan sumber segala kekuatan, dan mewakili kekuatan yang pasti menang; yaitu kekuatan Allah yang pasti memenangkan urusan-Nya, Dzat Yang Maha Pemaksa di atas hamba-hamba-Nya, yang menghancurkan orang-orang bengis, menghinakan orang-orang dzolim, dan menundukkan orang-orang yang sombong.”
Dalam riwayat Imam Bukhori sebagaimana riwayat yang lain, di sebutkan (dalam menafsirkan ayat 249 Surat Al-Baqarah) …
وَلمَ يُجَاوَزُ مَعَه إِلاّّّ مُؤْمِن
“Dan tidaklah melewati (sungai) itu bersama (Thalut), kecuali (statusnya) sebagai mukmin,” [6]
Di sini jelas sekali para mujahidin yang telah bertekad berjihad di jalan Allah bersama pemimpin mereka yaitu Thalut, namun kemudian terlena, lupa dan tenggelam dengan ujian (kenikmatan) sungai.  Maka Rasulullah menghukumi mereka sebagai orang yang bukan mukmin.   Karena  itu, perhatikanlah hal ini wahai saudara-saudaraku para mujahid..!!
Tidak ada musibah bagi seorang mujahid yang lebih besar melebihi hilangnya status mukmin dalam dirinya, ini adalah hal yang sangat serius, bukan hal remeh temeh.  Ingatlah wahai saudaraku, hal ini berkaitan dengan ketaatan pada syariat Allah, bahwa Allah mewajibkan kaum mukminin berjihad di jalan-Nya.  Baik ringan atau berat, baik kaya maupun miskin, baik sibuk ataupun lapang, lebih-lebih  pada saat jihad menjadi fardhu ‘ain bagi setiap mukmin.
 
Mereka yang lebih memilih hidup tenang, hidup mewah dan segala kesenangan duniawi, tidak peduli dan tidak mau menyambut seruan hijrah dan jihad setelah iman, maka tidaklah bermanfaat iman mereka.  Bahkan Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka jahannam dan tidak bermanfaat (hilang) iman mereka yang selama ini mereka bangun. Allahu Akbar !!! Tidak ada musibah yang lebih besar melebihi hilangnya status iman seseorang, status mukmin seseorang. Allahul musta’an
Wallahu a’lamu bish showaab
Abu Izzuddin Al Hazimi
[1]  Hadits riwayat Ibnu Murdawaih dalam Kanzul Ummal, disebutkan juga dalam tafsir Ad Duur Al Mantsur dan dinukil oleh Syaikh Abu Qatadah Al Filisthini dalam Al Jihad wal Ijtihad halaman 17
[2]  Tafsir Ad Duur Al Mantsur juz 1 hal 489,  Tafsir An Nisaburi juz 2 hal 20,
[3]  Washoyaa Lil Mujahidin : Abu Mush’ab Az Zarqowy hal 16 terbitan Minbar Tauhid Wal Jihad
[4]  Al Jihad Wal Ijtihad  : Dar Al Bayariq Cetakan I 1419 H hal 152
[5]  Diriwayatkan oleh Imam Thobary dengan 6 jalan/sanad, seluruhnya dari Al Barra’ bin Azib, lihat Tafsir Ath Thobary; dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, Imam Bukhori, Imam Ibnu Katsir, dan Imam Baihaqy
[6]  Riwayat Bukhary, Bab Al-Maghozy, 7/290. lihat Tafsir Baghowy, 1/302. Maktabah Syamilah, dan beberapa riwayat lain yang shahih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar