MENGAPA HANYA JIHAD SATU-SATUNYA SOLUSI ?
Menegakkan Dienul Islam adalah kewajiban setiap muslim tidak
terkecuali. Karenanya, tidak ada satupun individu muslim yang dapat
mengelak dari tanggung jawab menegakkan Syari’ah Allah dan Kalimah-Nya
di muka bumi ini. Allah Ta’ala Berfirman :
“Dia (Allah) telah mensyari’atkan bagi kamu tentang Ad
Dien, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu : Tegakkanlah Ad Dien dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. .!!” Amat
berat bagi orang-orang musyrik Dien yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada Dien itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (QS Asy Syuraa 13)
Namun demikian banyak sekali kerancuan yang muncul tentang cara dan
tahapan yang harus dilakukan untuk mewujudkan tegaknya Dienul Islam dan
Syari’ah Allah di atas bumi ini. Bahkan tidak sedikit dari kaum muslimin
yang akhirnya terjerumus ke dalam perangkap musuh-musuh Allah dan
bergelimang dalam lumpur kemusyrikan dan kekufuran Demokrasi.
Tidak sedikit pula yang terlena dalam lembah kesesatan tasawwuf dan
aliran sufisme. Ada juga yang kemudian melarang para pemuda untuk
berjihad karena mereka belum melalui tahapan Tarbiyah dan Tashfiyyah
(pendidikan dan pembersihan hati), atau belum cukup ilmu syari’ah yang
dipahaminya atau fiqh jihad yang dipelajarinya.
Berikut adalah penjelasan mengapa hanya jihad yang bisa
mengembalikan kejayaan umat ini dan menegakkan syari’ah Allah di muka
bumi ini ?
1. Karena hanya Jihad yang bisa mengangkat kehinaan yang tengah menimpa umat ini
Rasulullah ShollAllahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ
وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ
عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ (قال
المناوى : بسند حسن رواه أحمد و أبو دادود و البيهقى
“Jika kalian telah kembali berjual beli dengan baiul inah (riba),
kalian ikuti ekor sapi (menjadi peternak), kalian lebih merasa senang
dengan bercocok tanam lalu kalian tinggalkan jihad fi sabilillah,
pastilah Allah akan timpakan kehinaan atas kalian yang tidak mungkin bisa diangkat kecuali kalian kembali kepada Dien kalian” (Hadits Hasan Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Al Baihaqi)
Yang dimaksud dengan Dien dalam hadits ini adalah Jihad, karena
sholat, zakat, puasa, haji dan dzikir tidak akan mampu mengangkat umat
ini dari kehinaan. Semua ibadah ini memang merupakan bagian dari Ad Dien
dan mempunyai peran penting dalam melenyapkan kehinaan ini tetapi
sesungguhnya kehinaan, keterpurukan dan kenistaan ini hanya bisa
dihilangkan dengan cara melenyapkan sebab terjadinya kehinaan itu
sendiri : yaitu karena umat Islam telah meninggalkan jihad sebagaimana
dengan jelas disebutkan oleh Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wasallam.
Dalam hadits lain juga disebutkan :
“Tidaklah suatu kaum meninggalkan Jihad kecuali Allah akan timpakan kehinaan atas mereka” [1]
Karena itu jika masih ada yang mencari jalan lain untuk menegakkan Dienul Islam, sungguh ia telah melakukan kesalahan besar.
2. Karena Jihad adalah Kehidupan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan
Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada “sesuatu yang akan menghidupkan
kamu” (QS Al Anfal 24)
yang dimaksud “sesuatu yang akan menghidupkan kamu” adalah jihad
Hidup tidak di bawah naungan Islam, sesungguhnya adalah kematian, dan
yang akan membuatnya hidup kembali adalah dengan jihad, sebagaimana
dijelaskan dalam ayat di atas.
3. Karena Jihad adalah pemenuhan janji kita kepada Allah, dan janji adalah hutang
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ
فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا
بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati
apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada
yang gugur (syahid). Dan di antara mereka ada (pula) yang
menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)”(QS Ahzab 23)
Menepati janji kepada Allah dalam ayat ini hanya ada dua pilihan :
berjihad hingga ia gugur syahid atau tetap sabar, konsisten, tsabat,
istiqomah dan tidak mundur selangkah pun dari jalan Jihad ini, seberat
apapun resiko yang harus ditanggung.
4. Karena Al Jannah (surga) amat mahal harganya
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di
antaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar. Sesungguhnya kamu
mengharapkan mati (syahid) sebelum kamu menghadapinya; (sekarang)
sungguh kamu telah melihatnya dan kamu menyaksikannya” (QS Ali Imron 142)
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul
dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Kapankah datangnya pertolongan
Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS Al Baqarah 214)
Dalam shahih Bukhari disebutkan bahwa ayat ini diturunkan sehubungan
dengan keluhan beberapa shahabat Rasulullah ShollAllahu ‘alaihi wasallam
karena beratnya teror, tekanan dan siksaan yang mereka alami. Lalu
Rasulullah bersabda :
“Sungguh orang-orang sebelum kalian telah mengalami siksaan yang
jauh lebih pedih, ada yang dikubur hidup-hidup dalam tanah, ada yang
tubuhnya digergaji hingga terbelah dua, ada juga yang kulitnya disisir
dengan sisir besi hingga kulitnya mengelupas dari tulangnya, akan tetapi
semua itu tidak mampu membuat mereka mundur dari membela Dienullah.
Demi Allah, urusan ini (Dien Allah) pasti akan mendapatkan kemenangan
sehingga seseorang yang berjalan antara Shan’a dan Hadramaut tidak
sedikit pun merasa takut selain kepada Allah, demikian pula ia tidak
takut kambing gembalaannya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian adalah orang-orang yang tergesa-gesa” (HR. Bukhari) [2]
Jika para shahabat yang sudah teruji keteguhan imannya, kesabarannya
dan kesungguhannya dalam membela syari’ah Allah saja dikatakan
tergesa-gesa dan tidak sabar, lalu bagaimana dengan mereka yang tanpa
malu-malu mengatakan bahwa cara yang paling rasional, sesuai dengan
zaman dan tidak membahayakan ummat adalah terlibat dalam demokrasi,
parlemen dan partai politik ? Allahul musta’an.
5. Karena yang ditunggu-tunggu seorang mukmin sejati hanya dua pilihan (Hidup Mulia Atau Mati Syahid)
“Katakanlah : “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami,
kecuali salah satu dari dua kebaikan. Dan Kami menunggu-nunggu bagi kamu
bahwa Allah akan menimpakan kepadamu azab (yang besar) dari sisi-Nya.
Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersamamu.” (QS At Taubah 52)
6. Karena kita telah menjual semua yang kita miliki -jika kita mengaku sebagai mukmin-, dan Allah lah yang membelinya.
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri
dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang
pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah
menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al
Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu,
dan itulah kemenangan yang besar. (QS At Taubah 111)
Syaikh Asy Syahid –insya Allah- Abu Mus’ab Az Zarqowy Rahimahullah menjelaskan “Jika
pembeli telah menerima barang dagangan, maka terserah Dia mau diapakan
dagangan tersebut. Terserah mau Dia letakkan di mana; kalau Dia
berkehendak akan diletakkan-Nya di istana, kalau Dia berkendak akan
diletakkannya di penjara, kalau Dia berkehendak akan diberinya pakaian
paling gagah, kalau Dia berkehendak akan menjadikannya telanjang kecuali
sebatas penutup aurat, kalau Dia berkehendak akan menjadikannya kaya,
kalau Dia berkehendak akan dijadikannya fakir miskin, kalau Dia
berkehendak akan dijadikanya tergantung di tiang gantungan, atau
menjadikan musuh menguasainya lantas membunuh atau mencincangnya.” [3]
7. Karena Jihad adalah Furqon (pembeda) antara mukmin dan munafiq serta manhaj Allah dalam memilih kader pembela Dien-Nya
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang (golongan munafik) yang
dikatakan kepada mereka,”Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah
sholat dan tunaikan zakat !” Maka setelah diwajibkan kepada mereka
berperang (Jihad), tiba-tiba sebahagian dari mereka takut kepada manusia
(musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu
takutnya. Mereka berkata : “Ya Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan
berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban
berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?” Katakanlah:
“Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun (QS An Nisa’ 77)
Sebelum datangnya perintah qital (jihad) semua orang mengaku paling
berani dalam jihad, paling merindukan mati syahid dan sebagainya, tetapi
saat perintah jihad itu telah diturunkan, ternyata tidak sedikit yang
berguguran di tengah jalan, bahkan memusuhi jihad dan mujahidin.
Dalam ayat lain Allah Ta’ala Berfirman :
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata:
“Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka siapa
di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa
tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah
pengikutku.” Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di
antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama
dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum
berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan
tentaranya.” Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah,
berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang
yang sabar.” (Qs. Al-Baqarah 249)
Syaikh Mujahid Abu Qatadah Al Filishthiny menjelaskan tentang ayat ini :
“Jika ada ulama yang mensyaratkan bahwa untuk berjihad, seseorang
harus melalui tahapan tarbiyyah dan tashfiyyah dulu, atau harus hafal
dulu 40 hadits Rasul, atau kekuatan jama’ahnya harus sepadan dengan
musuh-musuh Allah, atau harus menunggu izin dari ulil amri (menurut
mereka) maka ketahuilah bahwa semua syarat itu tidak pernah ditetapkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Apakah Thalut mensyaratkan ini dan itu kepada
pasukannya sebelum mereka berangkat jihad ataukah syarat itu justru
disampaikannya saat pasukannya tinggal selangkah lagi bertemu dengan
musuh ?
Inilah hikmah yang sangat besar dari kisah Thalut dan pasukannya,
di mana seorang pimpinan baru bisa melihat kesungguhan tekad, keteguhan
niat, ketsabatan pasukannya dan kesabaran mereka menghadapi cobaan,
teror dan ujian setelah mereka berhadap-hadapan dengan musuh-musuh
Allah.
Ayat ini juga menjelaskan bahwa seorang pemimpin baru
bisa memahami umat yang dipimpinnya ketika ia terjun langsung
bersama-sama dengan mereka dalam kecamuk pergolakan jihad dan penegakan
syari’ah Allah, bukan hanya dari balik meja kerja atau dari dalam bilik
perpustakaannya, atau dari balik meja mengajarnya”. [4]
Dalam Tafsir At-Thobary disebutkan
bahwa sebelum berangkat ke medan jihad, pasukan Thalut berjumlah 80.000
mujahid. Kemudian Thalut menerangkan kepada pasukannya bahwa Allah akan
menguji mereka dengan sebuah sungai yang akan mereka lewati, mereka
tidak boleh meminumnya kecuali seteguk dua teguk. Namun pada akhirnya
ketika mereka benar-benar menemui sungai itu, sebagian besar mereka lupa
dan meminum airnya dengan puas. Hingga mereka tidak bisa mengikuti
Thalut berperang melawan pasukan Jalut. Dan jumlah pasukan yang taat
kepada Thalut hanya sekitar 4.000 mujahid, dalam riwayat yang lain
sejumlah 300 mujahid lebih belasan, dari jumlah 80.000 pasukan Thalut.
Namun yang paling kuat adalah riwayat yang menyatakan bahwa pasukan
yang mengikuti Thalut sama dengan jumlah pasukan Badar, yaitu 300 lebih
belasan. Sebagaimana dalam riwayat Al Barra’ bin Azib, beliau berkata :
أن عِدَّةُ أَصْحَابُ بَدْرٍ عَلىَ عِدَّةِ أَصْحَابُ طَالُوْت الذين
جَاوَزُوا النَهَرَ مَعَهُ، وَلمَ يُجَاوَزُ مَعَه إِلاّّّ مُؤْمِن:
ثَلاَثُمِئَة وَبِضَعَة عَشَرَ رَجُلاً.
Artinya : “Bahwasannya jumlah Ashabu (pasukan) Badar atas (sama
dengan) jumlah pasukan Thalut, yaitu sejumlah orang-orang yang melewati
sungai bersamanya, dan tidaklah mereka melewati sungai itu, kecuali
mereka termasuk orang mukmin ; yaitu 300 lebih belasan pasukan (mujahid).” [5]
Jadi kalau pasukan Thalut jumlahnya 80.000 mujahid dan yang
ikut berperang bersama Thalut hanya 300 lebih belasan mujahid, maka
sisanya sejumlah 79.680-an sekian mujahid terjebak dengan ujian sungai,
kemudian terlena dan mereka tidak termasuk orang-orang mukmin. Lahaula wala quwwata illaa billah!! Berapa persen jumlah pasukan 300 lebih sedikit dibandingkan 79.680 pasukan ? Kurang dari 1 % nya, Allahu Akbar !!!
Sungguh indah apa yang dikatakan Sayyid Quthb Rahimahullah ketika mengomentari firman Allah :
كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
Artinya :“ Betapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan
kelompok yang banyak dengan izin Allah dan allah beserta orang-orang
yang sabar.” (QS. Al-Baqarah 249)
Beliau berkata, “Ayat ini adalah kaidah dalam perasaan
orang-orang yang yakin bahwa mereka pasti akan berjumpa dengan Allah,
kaidah ini menyatakan bahwa kelompok orang-orang beriman itu sedikit,
sebab kelompok inilah yang bisa menapaki tangga ujian yang berat hingga
puncaknya, sehingga mereka mencapai predikat sebagai pasukan pilihan.
Meski sedikit, tapi merekalah yang menang, sebab mereka memiliki kontak
dengan sumber segala kekuatan, dan mewakili kekuatan yang pasti menang;
yaitu kekuatan Allah yang pasti memenangkan urusan-Nya, Dzat Yang Maha
Pemaksa di atas hamba-hamba-Nya, yang menghancurkan orang-orang bengis,
menghinakan orang-orang dzolim, dan menundukkan orang-orang yang
sombong.”
Dalam riwayat Imam Bukhori sebagaimana riwayat yang lain, di sebutkan (dalam menafsirkan ayat 249 Surat Al-Baqarah) …
وَلمَ يُجَاوَزُ مَعَه إِلاّّّ مُؤْمِن
“Dan tidaklah melewati (sungai) itu bersama (Thalut), kecuali (statusnya) sebagai mukmin,” [6]
Di sini jelas sekali para mujahidin yang telah bertekad berjihad di
jalan Allah bersama pemimpin mereka yaitu Thalut, namun kemudian
terlena, lupa dan tenggelam dengan ujian (kenikmatan) sungai. Maka Rasulullah menghukumi mereka sebagai orang yang bukan mukmin. Karena itu, perhatikanlah hal ini wahai saudara-saudaraku para mujahid..!!
Tidak ada musibah bagi seorang mujahid yang lebih besar melebihi
hilangnya status mukmin dalam dirinya, ini adalah hal yang sangat
serius, bukan hal remeh temeh. Ingatlah wahai saudaraku, hal ini
berkaitan dengan ketaatan pada syariat Allah, bahwa Allah mewajibkan
kaum mukminin berjihad di jalan-Nya. Baik ringan atau berat, baik kaya
maupun miskin, baik sibuk ataupun lapang, lebih-lebih pada saat jihad
menjadi fardhu ‘ain bagi setiap mukmin.
Mereka yang lebih memilih hidup tenang, hidup mewah dan segala
kesenangan duniawi, tidak peduli dan tidak mau menyambut seruan hijrah
dan jihad setelah iman, maka tidaklah bermanfaat iman mereka. Bahkan
Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka jahannam dan tidak
bermanfaat (hilang) iman mereka yang selama ini mereka bangun. Allahu
Akbar !!! Tidak ada musibah yang lebih besar melebihi hilangnya status
iman seseorang, status mukmin seseorang. Allahul musta’an
Wallahu a’lamu bish showaab
Abu Izzuddin Al Hazimi
[1] Hadits riwayat Ibnu Murdawaih dalam Kanzul Ummal, disebutkan
juga dalam tafsir Ad Duur Al Mantsur dan dinukil oleh Syaikh Abu Qatadah
Al Filisthini dalam Al Jihad wal Ijtihad halaman 17
[2] Tafsir Ad Duur Al Mantsur juz 1 hal 489, Tafsir An Nisaburi juz 2 hal 20,
[3] Washoyaa Lil Mujahidin : Abu Mush’ab Az Zarqowy hal 16 terbitan Minbar Tauhid Wal Jihad
[4] Al Jihad Wal Ijtihad : Dar Al Bayariq Cetakan I 1419 H hal 152
[5] Diriwayatkan oleh Imam Thobary dengan 6 jalan/sanad, seluruhnya
dari Al Barra’ bin Azib, lihat Tafsir Ath Thobary; dan diriwayatkan pula
oleh Imam Ahmad, Imam Bukhori, Imam Ibnu Katsir, dan Imam Baihaqy
[6] Riwayat Bukhary, Bab Al-Maghozy, 7/290. lihat Tafsir Baghowy, 1/302. Maktabah Syamilah, dan beberapa riwayat lain yang shahih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar