TABAH MENGGENGGAM BARA API
__ TAUHID WAL JIHAD ___
PRO- T- IN ISLAM
KOMUNITAS PARA PEMBELA TAUHID
Selasa, 08 Januari 2013
"Syaikhul islam Ibnu Taimiyah"
DA’I DAN MUJAHID BESAR
“Demi Allah, tidaklah benci kepada Ibnu Taimiyah melainkah orang yang
bodoh atau pengikut hawa nafsu.”(Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah,
Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977
M. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah-Dimasyq. hal. Depan)
Qodhinya para qadhi Abdul Bar As-Subky.
NAMA DAN NASAB
Beliau adalah imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik
dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti
Anam, pembela dinullah dan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa
sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam
bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy
Al-Harrany Ad-Dimasyqy.
Lahir di Harran, salah satu kota induk
di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan
Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H.
Beliau
berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika
umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa.
Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah
gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan
barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang
tunggangan-pun pada mereka.
Suatu saat gerobak mereka mengalami
kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh
memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah
(mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama
kitab-kitabnya dapat selamat.
PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU
Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau.
Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari
berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits
negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama
tersebut tercengang.
Ketika umur beliau belum mencapai belasan
tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami
bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.
Pada unsur-unsur
itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali,
kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.
Suatu
kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar
dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang
ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang
kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes
dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu
Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula
ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula
mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut
berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan
besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.
Sejak
kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama,
mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa
kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk
belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah
Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam.
Lebih dari semua itu,
beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada
garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku
sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang
muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau
kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal
itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya
tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi
cita-citaku.”
Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu
sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau
sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu serta dinnya telah mencapai
tataran tertinggi.
PUJIAN ULAMA
Al-Allamah As-Syaikh
Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun
kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah,
berkata: “Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada
(Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq
Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh
Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.
Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti
Ibnu Taimiyah ….. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu
terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam
serta lebih ittiba’ dibandingkan beliau.”
Al-Qadhi Abu
Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya,
kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya,
kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah
beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka
akan tercipta manasia seperti anda.”
Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?”
Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan
Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang
seperti dia …..” Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak
memberikan pujian kepadanya.
Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam
beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh,
bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga
beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin
bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya
tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat
(jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu
itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa
menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk
bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi
kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah
diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau
tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau
ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak.
Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan,
pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan
buku-buku.”
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H)
juga berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami,
paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan
pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah
satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar
ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat
menguasai hadits dan fiqh.
Pada umurnya yang ke tujuh belas
beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang
tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun
cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain
Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna
mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil,
Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan
dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak
seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati
tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang
tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.
DA’I, MUJAHID, PEMBASMI BID’AH DAN PEMUSNAH MUSUH
Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang
tabah, liat, wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang
pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah
umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedangnya, seperti halnya beliau
adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.
Dengan
berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam
untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan
sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah
pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik
dan benar, memberikan kesaksiannya: “…… tiba-tiba (ditengah kancah
pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan
komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari
…” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar berhasil
dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.
Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam
mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta
kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang
kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan
racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai
tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.
KEHIDUPAN PENJARA
Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta
antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam
berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira.
Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di Dimasyq. Dan beliau
berkata: “Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di
dalamnya terdapat kebaikan besar.”
Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata:
“Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!
Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku
Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku
dan tiada pernah tinggalkan aku.
Aku, terpenjaraku adalah khalwat
Kematianku adalah mati syahid
Terusirku dari negeriku adalah rekreasi.
Beliau pernah berkata dalam penjara:
“ Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya,
orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.”
Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah
islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis
buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap
ahli-ahli bid’ah.
Pengagum-pengagum beliau diluar penjara
semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang
menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam
kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan
melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai
dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni
penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara
bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang
mengaji.
Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau
dari kalangan munafiqin serta ahlul bid’ah semakin dengki dan marah.
Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu
penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin
terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau
dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah
hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis,
tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.
Namun
beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan
arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada
sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya
tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun
dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau.
Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita
sekalian ke dalam surganya.
WAFATNYA
Beliau wafatnya
di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya
yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.
Beliau
berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari,
mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu
beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam
tiap harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat
menghatamkan Al-Qur’an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.
Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.
Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat
Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan
jenazahnya, termasuk para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga
kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq
(Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk
menghormati kepergian beliau.
Seorang saksi mata pernah
berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang
ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi
menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli
sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati
oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin
Hambal.
Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan
dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal
Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf,
da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan pemusnah musuh. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar