Habib Munzir berkata :
“Kita bisa melihat kejadian Tsunami di aceh beberapa tahun yang
silam, bagaimana air laut yang setinggi 30 meter dengan kecepatan 300km
dan kekuatannya ratusan juta ton, mereka tak menyentuh masjid tua dan
makam makam shalihin, hingga mereka yang lari ke makam shalihin selamat.
Inilah bukti bahwa Istighatsah dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau
tidak lalu mengapa Allah jadikan di makam–makam shalihin itu terdapat
benteng yang tak terlihat membentengi air bah itu, yang itu sebagai
isyarat Illahi bahwa demikianlah Allah memuliakan tubuh yang taat
pada-Nya swt, tubuh – tubuh tak bernyawa itu Allah jadikan benteng untuk
mereka yang hidup.., tubuh yang tak bernyawa itu Allah jadikan sumber
Rahmat dan perlindungan-Nya swt kepada mereka mereka yang berlindung dan
lari ke makam mereka.
mereka yang lari berlindung pada hamba–hamba Allah yang shalih mereka
selamat, mereka yang lari ke masjid–masjid tua yang bekas tempat
sujudnya orang–orang shalih maka mereka selamat, mereka yang lari dengan
mobilnya tidak selamat, mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat..
Pertanyaannya adalah : kenapa Allah jadikan makam sebagai perantara
perlindungan-Nya swt?, kenapa bukan orang yang hidup?, kenapa bukan
gunung?, kenapa bukan perumahan?.
Jawabannya bahwa Allah mengajari penduduk bumi ini beristighatsah pada shalihin. Walillahittaufiq” (Meniti Kesempurnaan Iman hal 7-8))
SANGGAHAN
Sungguh ini merupakan pendalilan yang sangat aneh bin ajaib dari
Habib Munzir, dan sanggahan terhadap pendalilan beliau ini dari beberapa
sisi :
PERTAMA : apakah begini berdalil yang benar dalam
beragama? Mana dalil dari Al Quran dan hadits habibuna Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, ataupun perkataan para shahabat dengan
riwayat yang benar? Apakah karena sebuah keyakinan yang sudah mengakar
lalu menghalalkan segala cara agar keyakinan bisa diterima?!!. Tidak
bisa disangka pendalilan seperti ini keluar dari Habib Munzir.
Benar-benar aneh bin ajaib!!! Subhanallah wallahul musta’an!!!.
KEDUA : Apakah Habib Munzir sudah melakukan sensus
data orang-orang yang selamat dari bencana tsunami di Aceh secara
keseluruhan dengan memperhatikan sebab kenapa mereka selamat?, apakah
yang selamat karena berdoa kepada Allah tanpa beristighootsah kepada
mayat lebih sedikit daripada yang selamat karena beristighootsah kepada
mayat?.
KETIGA : Perkataan Habib Munzir “Mereka yang lari mencari tim SAR tidak selamat“, ini merupakan pernyataan yang aneh bin ajaib yang menimbulkan pertanyaan-pertanyaan :
- Apakah waktu terjadi bencana tsunami yang terjadi secara
tiba-tiba sudah ada tim SAR di lokasi kejadian tatkala itu?. Ataukah tim
SAR tiba di lokasi kejadian setelah selesai tsunami?.
- Lantas kalaupun seandainya ada tim SAR tatkala itu maka
apakah terbetik di pikiran masyarakat untuk mencari tim SAR sementara
tsunami begitu cepat menyerang???
- Lantas jika tim SAR ada tatkala itu, dimanakah lokasi
mereka?, apakah mereka selamat ataukah tidak selamat terkena tsunami?
KEEMPAT : Perkataan Habib Munzir “mereka
yang lari ke makam shalihin selamat. Inilah bukti bahwa Istighatsah
dikehendaki oleh Allah swt, karena kalau tidak lalu mengapa Allah
jadikan di makam–makam shalihin itu terdapat benteng yang tak terlihat
membentengi air bah itu” ini merupakan pernyataan yang menimbulkan banyak pertanyaan :
- Apakah ada data valid yang bisa dipertanggungjawabkan
bahwasanya sebagian kaum muslimin selamat karena beristighootsah kepada
mayat?
- Dimanakah lokasi kuburan-kuburan tersebut sehingga
orang-orang yang berlindung ke kuburan-kuburan tersebut selamat?. Apakah
lokasinya di dataran tinggi? Ataukah di dataran rendah?. Jika
kuburan-kuburan tersebut di dataran tinggi maka bisa jadi sebab
keselamatan bukanlah karena kuburan-kuburan tersebut akan tetapi karena
lokasi kuburan yang berada di dataran tinggi
- Jika seandainya lokasi kuburan di dataran rendah maka
inilah yang ajaib, menunjukkan bahwa air tsunami terhalang dinding yang
tidak nampak sebagaimana perkataan Habib Munzir. Karenanya kami sangat
butuh informasi akurat dengan data yang valid dari Habib Munzir…, jangan
lupa jumlah orang yang selamat tersebut karena kuburan?
- Kami ingin tahu data kuburan-kuburan tersebut, benar-benar orang shalihkah atau shalih-shalihan?
- Lantas jika memang benar banyak yang selamat karena
berlindung di kuburan, maka apakah mereka selamat karena beristighootsah
kepada penghuni kuburan??, kami butuh bukti nyata akan hal ini…dan
berapakah jumlah mereka tersebut??. Ataukah mereka beristighootsah
langsung kepada Allah ta’aalaa?
KELIMA : Perkataan Habib Munzir “mereka yang lari ke makam shalihin selamat. Inilah bukti bahwa Istighatsah dikehendaki oleh Allah swt“.
Sungguh ini merupakan pernyataan yang sangat berani sekali…ini adalah
berbicara tentang sesuatu yang ghaib yang hanya diketahui oleh Allah.
Karenanya saya mengajak Habib Munzir untuk merenungkan hal-hal berikut :
- Perkataannya “Inilah bukti bahwa istighatsah dikehendaki
oleh Allah SWT”: bukti bahwa sesuatu dikehendaki Allah apakah hanya
dengan perkiraan seperti ini? Di saat banyak sekali ayat-ayat suci Al
Quran dan hadits-hadist yang menyatakan bahwa istighatsah, meminta
sesuatu, meminta pertolongan hanya kepada Allah Ta’ala. Mau dikemanakan
ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut?!?”
- Bukankah ada juga laporan dalam sebagian situs internet
bahwasanya ada gereja tua yang selamat?, apakah ini bukti bahwasanya
Allah menghendaki dan meridhoi kesyirikan kaum nashroni?
- Apakah orang-orang yang tidak selamat dalam peristiwa
tsunami –meskipun mereka beristighootsah langsung kepada Allah- lebih
buruk daripada orang-orang yang selamat karena beristighootsah kepada
mayat penghuni kuburan??. Orang yang terkena musibah belum tentu lebih
buruk daripada orang yang selamat. Karena yang tidak selamat bisa jadi
musibah merupakan penghapus dosa-dosanya dan meninggikan derajatnya,
sementara yang selamat bisa jadi merupakan istidrooj dari Allah !!!
- Kalau seandainya kita berdalil dengan kenyataan maka bisa
saja seoerang wahabi akan berkata kepada Habib Munzir : “Tuh lihat,
kerajaan Arab Saudi telah puluhan tahun mengatur Masjid Nabawi dan
Al-Masjid Al-Haroom, serta kepengurusan haji dan Umroh, bukankah ini
bukti bahwasanya Allah meridhoi kaum Wahabi?, dan Allah mengajarkan
kepada umat Islam agar meneladani mereka??”, dan seorang wahabi yang
lain berkata, “Tuh lihat bukankah kerajaan Saudi pusat wahabi dalam
kondisi aman dan makmur, sementara Negara-negara lain seperti yaman
–yang pusatnya kaum sufi dan tempat belajarnya para habib (diantaranya
habib Munzir)- dalam kondisi kacau dan tidak aman, serta perekonomian
terbelakang, bukankah ini adalah menunjukkan bahwa Allah mengajar umat
Islam agar meneladani kerajaan Saudi pusat wahabi??”
KEENAM : Apakah Habib Munzir mengajarkan dan
menganjurkan jika kaum muslimin menghadapi musibah yang sangat besar
yang mengancam kematian –seperti tsunami- maka apakah mereka segera
mencari kuburan orang sholeh untuk beristighootsah kepada mayat-mayat?
Dan meninggalkan beristighootsah langsung kepada Allah??
Bukankah Allah berfirman
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan (QS
An-Naml : 62)
Bukankah Allah juga berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka
(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku (QS Al-Baqoroh : 186)
Ar-Roozi berkata :
“Allah subhaanahu wata’aala berfirman ((Dan jika hamba-hambaKu bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang aku maka sesungguhnya aku dekat)), dan Allah subhaanahu wa ta’aala tidak berkata ((Katakanlah aku
dekat)), maka ayat ini menunjukkan akan pengagungan kondisi tatkala
berdoa dari banyak sisi. Yang pertama, seakan-akan Allah subhaanahu wa
ta’aala berkata : HambaKu engkau hanyalah membutuhkan washithoh
(perantara) di selain waktu berdoa’ adapun dalam kondisi berdoa maka
tidak ada perantara antara Aku dan engkau” (Mafaatihul Goib 5/106)
Renungkanlah wahai Habib Munzir…:
Kalau istighatsah seperti ini dikehendaki Allah Ta’ala, sebagaimana angan-angan Habib, maka kenapa ketika:
- Terjadi perselisihan antara kaum muhajirin dan anshar dalam
pemilihan khalifah setelah wafatnya Habibuna Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, kaum muhajirin dan anshar tidak istighatsah ke kuburan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam padahal keadaan sangat genting
dan penting.
- Terjadi perperangan melawan orang-orang murtad yang
menyebabkan banyak meninggal dari para ahli baca Al Quran, kemudian Umar
radhiyallahu ‘anhu menyarankan Abu Bakar agar dikumpulkannya Al Quran
di dalam satu mushaf, kenapa Abu Bakar tidak istighatsah kuburan Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal ini minta pertolongan,
padahal ini adalah kejadian yang sangat penting.
- Terjadi tha’un di zaman pemerintahan umar radhiyallahu
‘anhu, yang menyebabkan banyak kaum muslim yang meninggal kenapa mereka
tidak beristighatsah ke kuburan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.
- Terjadi penyerangan kaum khawarij terhadap kepemimpinan
Utsman radhiyallahu ‘anhu yang menyebabkan syahidnya utsman radhiyallahu
‘anhu, kenapa para shahabat radhiyallahu ‘anhu tidak istighatsah ke
kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Terjadi beberapa pertempuran di zaman pemerintah Ali bin
Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan keadaan kaum muslim saat itu sangat
genting dan kacau, kenapa para shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak
beristighatsah ke keburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Masih banyak lagi habib…kejadian-kejadian genting dan penting tetapi
kenapa para shahabat radhiyallahu ‘anhum tidak beristighatsah ke kuburan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ?!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar