Wanita
memang menjadi sumber fitnah terbesar bagi para
laki-laki sebagaimana sabda Nabi Shalallohu ‘alaihi Wassalam. Seraut
wajah
seorang wanita, bisa saja membuat seorang lelaki terbayang-bayang dan
mabuk
kepayang. Oleh karena itu, ada sebagian ulama yang mewajibkan menutup
wajah
karena besarnya peluang fitnah yang bisa ditimbulkan.
Terlepas
dari pendapat mana yang kita pilih antara sufur (membuka wajah)
atau menutupny
dengan niqab (cadar), yang harus
diperhatikan adalah penjagaan futnah yang harus dilakukan. Karena, hari
ini
banyak kita temui kurangnya ihtimam
terhadap ppenjagaan tersebut.
Banyak
kita temui di jejaring sosial, para akhawat
memasang profil picture alias foto dirinya baik yang bercadar
atau
pun tidak. Ada yang rame-rame bersama akhawat lain, ada juga yang
sendirian.
Termasuk, ada pula yang memasang foto closeup-nya lengkap dengan
cadarnya.
Padahal tidak jelas apa tujuannya dan kepentingannya.
Pun
demikian dengan akhawat yang membuka wajahny. Dengan
pede-nya ia tebar senyuman dan pesona. Berdandan dengan maksud supaya
terlihat
cantik dan menarik. Ditambah suara yang dibuat serenyh mungkin dan
gesture yang
sok manis. Justru ketika dirinya berada di tmpat bertemunya ia dengan
ikhwan,
seperti di kampus, pamern buku atau selainnya. Lengkap sudah menjadi
sumber
fitnah. Naudzubillah
Untuk
bisa selamat dari fitnah kecantikan, kita harus jelas memaknai potensi
kecantikan
yang kita miliki agar kecantikan tersebut menjadi pahala dan barokah
untuk
kita. Bukannya menjadi peluang fitnah dan maksiat, baik bagi diri kita
maupun
orang lain.
Cantik
Barokah vs Penuh Fitnah
Kecantikan
yang
barokah adalah kecantikan lahiriah seseorang yang mensyukuri bahwa hal
itu
adalah karunia Allah. Tak patut rasany jika ia merasa bangga dan sombong
atas
kecantikannya. Ia juga menjaga kecantikan itu dari dua hal. Pertama,
menjaganya
dari perkara-perkara yang diharamkan Allah dan tetap menjaga kesucian
diri dan
kehormatannya. Kedua, menjaga dan merawat kecantikan yang dimilikinya.
Selain
itu, ia tidak memamerkannya kepada orang-orang yang tidak berhak
menikmati
kecantikannya, juga tidak melakukan tabarruj atas wajah cantiknya. Ia
julurkan
di atas kecantikannya pakaian ketakwaan yang merupakan sebaik-baik
pakaian dan
menutup auratnya. Ia hiasi paras ayunya dengan hiasan keshalehan yang
merupakan
sebaik-baik perhiasan. Ia kendalikan hawa nafsunya untuk tidak melanggar
perintah dan mengerjakan larangan, terutama yang berkaitan dengan
kecantikan
miliknya. Orang-orang cantik inilah yang akan selamat dari ujian
kesabaran atas
karunia kecantikan. Bersabar supaya tidak mengikuti dorongan nafsu untuk
mengeksploitasi kecantikannya. Sabar dan syukur, itulah sifat yang
dimiliki
oleh pemilik kecantikan yang barokah. Inilah kecantikan yang
mendatangkan
kecintaan Allah atas pemiliknya.
Berlawanan
dengan
itu, kecantikan penuh fitnah adalah kecantikan yang merugikan si
pemilik
dan mengundang kemurkaan Allah atasnya. Yaitu kecantikan yang digunakan
sebagai
sarana untuk bermaksiat kepada Allah. Kecantikan yang mana pemiliknya
“diperkosa” oleh nafsunya supaya mau memamerkan kecantikannya,
menyombongkan
dan menonjolkannya. Bahkan ia merasa bangga jika dapat memuaskan
penglihatan
lawan jenis (yang tidak berhak) atas kecantikan miliknya.
Dengan
kecantikan yang ia miliki, ia justru terseret jauh dari keridhaan Allah.
Karena
ia telah menyia-nyiakan karunia kecantikan yang diberikan oleh-Nya.
Bukannya
menjaga keindahan dirinya dari fitnah, ia justru menjadikannya sebagai
peluang
fitnah. Kecantikan yang seharusnya menjadi potensi ketaatan, malah ia
jadikan
sebagai modal kemaksiatan. Inilah kecantikan pennuh fitnah, yang sia-sia
dan
dibenci oleh Allah. Walaupu kecantikannya tiada tara, namun tak ada
artinya (di
sisi Allah).
Suami
yang Paling Berhak Menikmati
Kecantikan
yang
mendatangkan pahala adalah yang tepat penikmatnya. Suami adalah
satu-satunya penikmat kecantikan kita yang paling tepat. Karena itulah,
berhias
dan tampil cantik harusnya ditujukan khusus untuk suami kita.
Meski
sering kali kita temui, banyak yang begitu rebut dan ribet dalam
memperhatikan
penampilan ketika akan keluar rumah. Berbagai persiapan akan dilakukan
untuk
sebisa mungkin tampil cantik dan mengundang perhatian publik. Padahal
ketika
berada di rumah, mereka cuek dan acuh terhadap dandanan mereka, meski di
hadapan suami mereka. Cukup tampil apa adanya, kusut, semrawut dan
berantakan,
plus daster yang sudah usang dan perlu ditabal. Bukanlah hal yang
mengherankan
jika suami akhirnya lebih memilih untuk mencari “pemandangan” di luar
yang
lebih indah dan menarik.
Oleh
karena itu, bagi akhawat yang telah menikah, suami mendapat prioritas
penting
sebagai tujuan utama berhias. Berdandan untuk suami bernilai ibadah.
Seorang istri
yang sadar akan kewajibannya, akan berupaya maksimal untuk dapat menarik
perhatian suami dengan mengerahkan setia potensi keindahan dan
kecantikannya. Sehingga,
ia bisa tampil untuk menjadi penyejuk mata, penyenang jiwa dan penentram
hati
bagi suami. Pun ia sanggup, menjaga pandangan suami dan kemaluannya,
hingga tak
ada kata berpaling kecuali hanya pada istrinya.
Dan
jika belum menikah, jaga dan rawat kecantikan tersebut hingga pada saat
yang
tepat nanti, kita bisa menampilkannya dengan baik. Jangan biarkan
laki-laki
lain sedikitpun menikmatinya. Karena tak ada hak secuil pun baginya.
Kecantikan
kita adalah sesuatu yang spesial yang bisa mendapatkannya. Dialah suami
kita
nantinya.
Berhias
pun
dapat berpahala, jika kita meniatkannya karena Allah dan tepat dalam
menempatkannya. Semoga barokahlah yang kita raih atas kecantikan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar