Pancasila yang dikatakan sebagai ideologi bangsa Indonesia adalah
bersumber pada filsafat-filsafat Barat maupun filsafat-filsafat Timur.
M. Yamin berkata tentang ini: “Pancasila sebagai hasil penggalian Bung
Karno ini sesuai pula dengan pandangan tinjauan hidup Neo Hegelian”22.
Serta perhatikan pidato Bung Karno dihadapan BPUPKI, antara lain
mengatakan, inspirasi-inspirasi tentang Pancasila ia peroleh dari
pemikir-pemikir Sosialis Cina23.
Jadi kandungan Pancasila adalah sebagian besar diambil dari
filsafat-filsafat Barat maupun filsafat-filsafat Timur (sosialis
komunis) serta dimasukkan beberapa ajaran Islam, kemudian jadilah ia
sebagai collective ideologi (ideologi bersama) bagi bangsa Indonesia24.
Itulah sebabnya, seorang Muslim perlu menganalisa secara mendalam
kandungan Pancasila, apakah bertentangan atau tidak dengan Islam, agar
aqidah ummat Islam tidak tercampur baur yang mengakibatkannya musyrik
kepada Allah Azza wa Jalla.
Sebagaimana kita ketahui Pancasila terdiri dari lima sila
yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusian yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa
Konsep ketuhanan dalam Pancasila tidak jelas maknanya, karena
ditafsirkan menurut agama dan kepercayaan masing-masing individu bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam ragam agama dan
kepercayaannya itu. Penafsiran Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam
sangat berbeda dengan penafsiran menurut Kristen ataupun lainnya. Dalam
Pancasila terdapat banyak Tuhan, yaitu Tuhannya orang-orang Islam,
Tuhannya orang Kristen, Tuhannya orang Hindu, Tuhannya orang Budha dan
lainnya, jadi Tuhan-Tuhan manusia Indonesia berkumpul dalam Pancasila
sebagai wadah tunggal, sebagai collective ideologi (aqidah bersama).
Bagaimana konsep Ketuhanan dalam Islam samakah dengan
Pancasila?
Allah berfirman:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan dia yang
hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk
dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi25 Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar”. (Al Baqarah: 255)
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa”. (Al Ikhlas : 1)
Sebagaimana tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 255, missi Islam
adalah untuk menegakkan kalimah LA ILAHA ILLA ALLAH, tidak ada Illah
kecuali hanya Allah saja. Jadi konsepsi dalam Islam hanya ada satu Illah
saja, yaitu Allah Azza wa Jalla. Selainnya tidak!!! Tidak ada tuhan
Yesus, tidak ada Sang Yhang Whidi, tidak ada Tao, tidak ada tuhan-tuhan
lainnya. Yang ada hanya Allah Azza wa Jalla.
Bagaimana konsep Pancasila dengan Islam tentang Tuhan ini, sama atau
tidak?
Pancasila mengakui adanya tuhan-tuhan selain Allah, sedangkan Islam
melarangnya (Musyrik/Kafir). Allah berfirman:
“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah
salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan
selain dari Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan
ditimpa siksaan yang pedih”. (Al Maidah: 73)
Jadi disini jelaslah bertentangan konsep Islam dengan Pancasila.
Akibat adanya kesatuan Tuhan dalam Pancasila dianggapnya semua agama
adalah baik dan benar, inilah kemusyrikan yang nyata, jelas-jelas
melanggar konsep Allah dan Rasul-Nya. Allah berfirman:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab26 kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (Ali Imran: 19)
Jadi jelaslah sila pertama dari Pancasila ini sangat bertentangan
dengan Islam, karena dapat membuat seorang Muslim menjadi musyrik kepada
Allah.
Sila ke 2: Kemanusian yang adil dan beradab
Dalam kontek Pancasila, sesuatu perbuatan dianggap adil dan beradab
apabila sesuai dengan sifat manusiawi (kemanusian).
“Jadi kemanusian yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan
perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia
dalam hubungan dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap
diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap alam dan hewan”27.
Jelaslah menurut Pancasila, segala sesuatu yang tidak sesuai dengan
kodrat manusiawi (nafsu) tidak dapat diterima dan dibenarkan sama
sekali, padahal manusia yang tidak dilandasi dengan keimanan yang kuat
maka cenderung mengikuti hawa nafsu yang sesat. Dalam Pancasila banyak
hal-hal yang mengikuti hawa nafsu manusia bukan yang diturunkan Allah,
misalnya:
- Hukum potong tangan bagi pencuri dan rajam bagi penzina adalah
tidak manusiawi, jadi hal ini tidak dapat diterima oleh Pancasila,
sedangkan hal ini adalah wahyu Allah yang harus dilaksanakan oleh setiap
Muslim, jika ia tidak melaksanakannya maka ia telah KAFIR (Al Maidah:
44).
Dalam kontek Pancasila penzina adalah orang yang mempunyai suami dan
istri lalu melakukan hubungan dengan orang lain, dikatakan berzina
apabila mendapat tuntutan dari salah satunya, sedangkan muda mudi yang
berhubungan tidak dianggap berzina, asalkan suka sama suka, tidak
dihukum sama sekali. Sedangkan menurut Islam mereka adalah penzina semua
yang harus dihukum. Bertolak belakang betul konsep adil dan beradab
menurut Islam dan Pancasila.
- Presiden sebagai kepala negara dan pemegang kekuasaan tertinggi
negara dapat membebaskan seseorang dari tuntutan hukuman (hak Grasi,
Rehabilitasi dsbnya), ini adalah adil menurut harkat kemanusiaan,
sedangkan menurut Islam siapapun tidak berhak membebaskan seseorang dari
hukuman yang telah ditentukan, walau Nabi sekalipun, sebab ini adalah
hak tunggal yang hanya dimiliki oleh Allah saja.
- Ekonomi Pancasila ala kapitalis, hak perorangan, yang kaya makin
kaya, yang miskin makin miskin, tanpa mempunyai kewajiban sedikitpun
untuk mengeluarkan hartanya, yang dalam Islam dikenal dengan Zakat,
inikah kemanusian yang adil?
Sila kedua ini sudah jelas sangat bertentangan dengan konsep Islam,
karena sifat manusia tidaklah terlepas dengan nafsu yang selalu condong
kearah maksiat, itulah sebabnya Islam tidak mengizinkan seseorang untuk
mengikuti harkat kemanusiaan yang berdasarkan pada hawa nafsu belaka,
seorang manusia harus tunduk dibawah kehenda wahyu yang diturunkan
Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil
kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara
mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (An Nur: 51)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Itulah konsep Islam, otak/fikir, hawa nafsu harus tunduk dibawah
ketentuan Allah dan Rasul-Nya.
Sila ke 3: Persatuan Indonesia
Pancasila menyebutkan, seorang warga negara Indonesia harus bersatu
padu dalam segala hal, mengutamakan kepentingan negara dan bangsa dari
pada kepentingan pribadi ataupun golongan (termasuk kepentingan agama
sekalipun).
Bolehkah ummat Islam bersatu padu dengan orang-orang kafir dalam
segala hal?
Allah berfirman:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah
dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat
mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya
maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara
mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Fath :29)
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan
saudara-saudaramu menjadi wali (mu), jika mereka lebih mengutamakan
kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka
wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (At Taubah: 23)
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang
yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.” (Al Mujadilah: 22)
“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang
munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah
jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.“ (At
Taubah: 73)
Jihad, Mazhab Hanafi mengartikannya:
Lughoh: Menggunakan sesuatu secara maksimal baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
Syari’ah: Membunuh orang-orang kafir, memancung kepala mereka,
mengambil harta mereka dan meruntuhkan rumah-rumah berhala (ibadah)
mereka guna menegakkan Islam28.
Buka Al Qur’an lagi: Al Maidah: 54, An Nisa: 144, Ali Imran: 28, Al
Maidah: 51 dan 57.
Dengan tegas dan jelas Allah Azza wa Jalla melarang kaum Muslimin
untuk bersatu dengan orang-orang kafir, apabila dalam menjalankan ibadah
kepada Allah, Islam tidak mengenal toleransi beragama (beribadah
bersama-sama), ummat Islam hanya diperintahkan bersatu, hanya
berdasarkan taqwa kepada Allah, yaitu dengan sesama Muslim bukan sama
orang kafir yang membenci Islam.
Pancasila dapat menimbulkan sifat nasionalisme, dan demikianlah
tujuan Pancasila
“Dengan Persatuan Indonesia harus pula dikembangkan semangat cinta
tanah air dan bangsa (nasionalisme) serta semangat pengabdian dan
pengorbanan kepada tanah air dan bangsa (Patriotisme), yang hakekatnya
bersumber pada kesadaran senasib dan seperjuangan dalam menghadapi
tantangan hidup”29.
Dengan tegas dan jelas dikatakan Pancasila bertujuan untuk
menciptakan sikap nasionalisme ini dapat menimbulkan kebanggaan raas,
merasa lebih tinggi dan baik dari bangsa lain, serta memandang rendah
mereka, Islam memandang mulia dan tidaknya seseorang bukan tergantung
dari ras, melainkan taqwanya kepada Allah semata.
Islam diturunkan untuk menghapuskan nasionalisme dan mempersatukan
ummat manusia seluruh dunia dibawah naungan Al Qur’an dan Sunnah. Allah
berfirman:
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat
bagi semesta alam.” (Al Anbiya: 107)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi."Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui.” (Al Baqarah: 30)
Khilafah adalah sistem pemerintahan dalam Islam, manusia sebagai
wakil Allah untuk menjalankan semua yang diturunkan-Nya, semua
peraturan-peraturan dan perundang-undangan tidak boleh keluar/menyimpang
dari wahyu Allah, daerah kekuasaannya meliputi seluruh Alam ini30.
Sayyid Quthub mengatakan: Masyarakat Islam ialah suatu masyarakat
yang Universal, yakni tidak Rasial, tidak nasional dan tidak pula
terbatas didalam lingkungan batas-batas geografis. Dia terbuka untuk
seluruh anak manusia tanpa memandang jenis, warna kulit atau bahasa,
bahkan juga tidak memandang agama dan keyakinan atau Aqidah31.
Menyerukan sikap Nasionalime adalah hal yang dilarang dalam Islam,
Rasulullah bersabda:
Bukan tergolong ummatku yang menyerukan Ashobiyyah, bukan tergolong
ummatku yang berperang atas dasar Ashobiyyah, bukan tergolong ummatku
yang mati atas dasar ashobiyyah. (HR. Abu Dawud)32
Selanjutnya Sayyid Quthub berkata: Sebagai tindak lanjut dari
penghapusan dinding-dinding raas, bahasa dan warna kulit, maka Islam
meniadakan pula batas geografi antara berbagai bangsa, yang menciptakan
perasaan Nasional sempit dan yang menjadi sumber bagi persaingan sengit
antara nation-nation yang berbeda –beda. Persaingan inilah yang
melahirkan sistem penjajahan yang intipatinya ialah eksploitasi bangsa
atas bangsa, jenis atas jenis dan tanah air atas tanah air.
Persatuan Indonesia ini juga akan melahirkn sikap patriotisme,
mengabdi dan rela mengorbankan diri demi untuk kepentingan negara dan
bangsa. Inilah perbuatan musyrik yang dianjurkan Pancasila. Seorang
Muslim diperintahkan beribadah (mengabdi) dan berkorban semata-mata
karena Allah saja. Allah berfirman:
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al An’am: 162) “Tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (Al
An’am: 163)
Sa’id Hawa mengatakan, salah satu yang mengakibatkan batalnya
syahadat adalah terlalu cinta pada tanah air, berjuang karenanya
semata33.
Sila ke 4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/ perwakilan
Pancasila menyebutkan, seluruh rakyat Indonesia harus tunduk dan
patuh kepada semua peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh dewan
perwakilan yang berdasarkan pada rasio sehat. Jadi kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
berarti, bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya memakai sistem
perwakilan sedang putusan-putusan harus berdasarkan kepentingan rakyat,
yang diambil melalui musyawarah yang dipimpin oleh rasio yang sehat
serta dijalankan dengan penuh rasa tanggung jawab34.
Dalam sistem Pancasila, pemegang kekuasaan tertinggi adalah rakyat
yang diatur/diwakilkan melalui perwakilan (MPR/DPR). Hal ini sangat
bertentangan dengan sistem dalam Islam, ketaatan harus hanya kepada
Allah semata dan wajib mengikuti undang-undang-Nya serta haram
meninggalkan peraturan ini dan mengikuti undang-undang buatan
manusia-manusia lainnya. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (An Nisa: 59)
“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan
orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat,
seraya mereka tunduk (kepada Allah).” (Al Maidah: 55)
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah
kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya35. Amat sedikitlah kamu
mengambil pelajaran (daripadanya).” (Al A’raf: 3)
“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)
dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al Jaatsiyah: 18 )
Pemimpin tertinggi ummat Islam adalah Allah, Rasul-Nya kemudian
orang-orang yang beriman yang tunduk dan patuh kepada wahyu yang
diturunkan Allah, bukan orang yang mengikuti rasio sehat yang tak
terlepas dengan kemauan nafsu. Seorang Muslim harus tunduk dan patuh
hanya kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, diperkenankan taat kepada
manusia asalkan ia beriman dan tidak mengajak kepada maksiat terhadap
Allah.
Konsep demokrasi dalam Pancasila bersumber dari kebiasaan nenek
moyang bangsa Indonesia yang animisme, Hindu maupun Budha. “Demokrasi
Pancasila demokrasi yang telah dipraktekkan oleh bangsa Indonesia sejak
dahulu kala (oleh nenek moyang) dan masih dijumpai sampai sekarang”36.
Demokrasi Pancasila berdasarkan dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh
rakyat yang dilaksanakan sepenuhnya oleh dewan perwakilan. Sistem
demokrasi Pancasila ini terlihat dalam MPR maupun DPR yang terdiri dari
beberapa golongan agama dan kepercayaan, ada wakil Islam, Kristen,
Hindu, Budha, Komunis, Kejawen dan lain sebagainya, menjadi satu dalam
MPR/DPR yang membuat peraturan-peraturan maupun hukum. Sedangkan Islam
menghendaki Syuro (Ali Imran: 159) yang terdiri hanya dari wakil Islam,
Islam yang taat saja, bukan dari berbagai golongan.
Rasulullah berkata: Kumpulkanlah para ahli ibadat yang bijaksana
diantara ummatku dan musyawaratkanlah urusanmu itu diantara kamu, dan
janganlah membuat keputusan dengan satu pendapat saja37. Demikianlah
dalam Islam, semua keputusan yang diambil tidak boleh sama sekali
bertentangan dengan Al Qur’an maupun As Sunnah.
Demokrasi Pancasila, MPR/DPR, banyak menelurkan keputusan-keputusan
yang bertentangan dengan Islam, seperti UU tentang perkawinan dan
lainnya. Seorang Muslim tidak diizinkan sama sekali menjadi anggota
parlemen yang selalu memojokan Islam. Allah berfirman:
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al
Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk
beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan
mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik
dan orang-orang kafir di dalam jahannam.” (An Nisa: 140)
Demikianlah ketentuan Islam, ini adalah sistem politik dalam Islam,
politik non cooperatif. Apalagi kalau kita melihat MPR/DPR sekarang di
Indonesia ini, wakil-wakil Islam hanya mencari kursi saja, tidak membawa
ideologi Islam sejati, padahal ketika berkampaye selalu menggunakan
ayat-ayat Al Qur’an, namun setelah menarik simpati ummat Islam, dan
dipilih, mereka lupa sama sekali dengan ayat Allah yang dibacakannya.
MPR/DPR sekarang tidak lebih sebagai parlemen/Majelis untuk memojokan
ummat Islam, kaki tangan penguasa. Padahal jika ummat Islam menelaah
perjuangan Rasulullah Saw., Beliau (Rasulullah Saw.) tidak pernah mau
duduk bersama Abu Jahal (di darut nadwah), sekalipun Abu Jahal
menawarkan kepada Rasulullah Saw. untuk bergantian memerintah Makkah.
Jadi jelaslah sudah, Musyawarah menurut Pancasila dan Islam adalah
bertentangan, Islam bersumber pada wahyu Allah Yang Maha Sempurna,
sedangkan Pancasila bersumber dari filsafat, hasil pemikiran otak
manusia yang lemah, apalagi digali dari sumber-sumber kafir Barat dan
ditambah lagi dengan sumber-sumber Indonesia tempo doeloe, animisme.
Sila ke 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sila kelima dari Pancasila ini pada hakekatnya adalah manifestasi
daripada rasa nasionalisme, yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam.
(lihat pembahasan sila ke III). Konsep keadilan sosial dalam Islam
sangat berbeda dengan konsep dalam Pancasila. Konsep keadilan sosial
dalam Islam sepenuhnya bersumber dari rasa Taqwa kepada Allah semata,
semua bentuk keadilan sosial tidak boleh menyimpang dari konsep Al
Qur’an dan Sunnah Rasulullah, tujuan keadilan dalam Islam untuk
menciptakan kebahagian bagi seluruh ummat manusia didunia ini, tidak
terbatas pada teritorial suatu daerah ataupun bangsa saja.
Sedangkan konsep keadilan sosial dalam Pancasila bersumber dari
sifat-sifat manusiawi, segala sesuatu dipandang baik dan buruk diukur
dengan karsa dan rasa manusia, bukan pada wahyu yang diturunkan Allah.
Seperti perzinaan (pelacuran) hal ini diizinkan oleh manusia Pancasila
(terbukti dengan dilokallisasikannya komplek-komplek WTS oleh
Pemerintah), demi untuk tersalurnya kebutuhan nafsu manusia, hal ini
dipandang sebagai kebutuhan pokok manusia.
Sedangkan hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi penzina,
poligami dan lainnya ditinggalkan dengan naluri kemanusiaan (biadab).
Keadilan sosial dalam Pancasila terbatas untuk rakyat yang
berdomisili di Indonesia, diprioritaskan terutama untuk bangsa
Indonesia, walaupun orang itu kafir. Sedangkan Islam selalu memberikan
perioritas pertama pada pemeluknya walau dimanapun tempatnya, Islam
tidak terbatas pada teritorial.
Jelaslah pertentangan sila kelima ini dengan Islam, perbedaannya dari
tujuan maupun awalnya, Islam menghendaki terciptanya keadilan sosial
bagi seluruh dunia, sedangkan Pancasila terbatas pada wilayah Indonesia.
Setelah kita menganalisa isi (kandungan) dari Pancasila secara
menyeluruh, kesimpulan terakhir yang kita peroleh adalah; Semua
kandungan Pancasila adalah bertentangan dengan Islam. Demikian pula
secara fundamental sistem Pancasila berdasarkan sistem jahil, maka
secara otomatis semua produknya adalah jahili. Ummat Islam selama ini
ditipu oleh Ulama-Ulama (syu’) Pancasilais, dengan menempelkan ayat-ayat
Allah pada butir-butir Pancasila, padahal semua itu adalah taktik untuk
menenangkan ummat Islam, agar dikatakan Pancasila tidak bertentangan
dengan Islam, mereka inilah yang disitir oleh Allah sebagai anjing,
karena dia tahu ayat namun dijualnya dengan murah. Allah berfirman:
“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)
nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing
jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu
membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (Al
Araf: 176)
Ummat Islam harus waspada dan hati-hati dengan perbuatan semacam ini,
walau bagaimanapun yang haq itu tak akan tercampur dengan yang bathil,
yang haq pasti haq karena bersumber dari yang haq pula, dan sebaliknya.
Seandainya yang bathil ada persamaan dengan yang haq, maka hal itu
adalah bathil, walau kelihatannya haq. Demikian juga dengan Pancasila,
walaupun disusupi ayat-ayat Al -Qur’an, pasti dia akan tetap bathil,
karena dasarnya adalah sudah bathil.
Diterbitkan oleh:
Episentrum Pengkajian Islam dan Riset Sosial
- EMPIRIS -
Alamat:
Pondok Amani,
Jalan Ahmad Tohir Rt. 001 Rw. 04
Beji Pondokcina Kota-Depok
Email: empiris49@yahoo.com
Mardhatillah, 12 Rabi Thani 1428 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar