“Sebaik-baik petunjuk ialah
Kitabullah (Al-Qur’an), serta sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk
Rasulullah yakni Sunnahnya, dan seburuk-buruk perbuatan dan perkataan
ialah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan ialah Bid’ah dan
setiap kebid’ahan itu sesat serta setiap kesesatan itu ialah tempatnya
di dalam Naar (Neraka)“.
Gagasan pluralisme agama, yaitu paham yang
menganggap semua agama itu sama karena berasal dari Allah, sebenarnya
berasal dari faham rusak Ibnu Arabi yaitu Wihdatul Adyan (penyatuan
semua agama), yang diikuti secara taklid oleh orang-orang semacam, Gus
Dur, Ulil, Abdul Munir Mulkhan, Syafii Maarif dan sebagainya.
Agama Kristen (Katholik dan Protestan) – serta
ratusan bahkan ribuan sekte yang berasal darinya– jelas bukan ajaran
yang berasal dari Allah melalui Nabi Isa alaihissalam. Tetapi, ajaran
agama yang antara lain dibawa oleh Paulus dengan cara merusak ajaran
agama yang dibawa Nabi Isa alaihissalam. Begitu juga dengan agama Kong
Hucu, Budha, Hindu, Shinto dan sebagainya, bukanlah ajaran agama yang
berasal dari Allah.
Mengapa gagasan pluralisme agama disebut
sebagai gagasan orang dungu? Cobalah simak kejadian berikut ini :
Seorang pemandu tamu Ma’had Al-Zaytun pimpinan
AS Panji gumilang di Indramayu Jawa Barat menjelaskan kondisi pesantren
megah itu kepada pengunjung dalam mobil ketika mengelilingi pergedungan
dan kawasan pesantren ini. Pemandu mengatakan : “Pesantren ini menerima
juga santri-santri yang non muslim”. Lalu seorang bocah keturunan India
dalam mobil ini bertanya : “Lho kok menerima santri non Muslim Pak, kan
ini pesantren?”.
“Ya, kami menerima murid yang non muslim pula,
karena semua agama itu sama, semuanya dari Tuhan juga. Jadi semua agama
sama”, jawab pemandu.
Mobil pun tetap berjalan pelan-pelan. Pemandu
masih sering menjelaskan ini dan itu kepada pengunjung sekitar 10-an
orang dalam mobil itu. Lalu mobil lewat di depan deretan kandang yang
isinya banyak sapi. Bocah keturunan India itu bertanya lagi : “Pak, itu
banyak sapi, untuk apa pak, sapi-sapi itu?”.
“Untuk disembelih, dijadikan lauk bagi para
santri”, jawab pemandu.
“Lho, sapi kok disembelih Pak. Tadi bapak
bilang, semua agama sama. Lha kok sapi boleh disembelih pak?”. Tanya
bocah keturunan India yang bagi agama dia sapi tak boleh disembelih itu.
Ditunggu bermenit-menit tidak ada jawaban dari
pemandu. Adanya hanya diam. Padahal hanya menghadapi bocah yang dibawa
oleh bapak dan ibunya dan belum dapat bepergian sendiri itu.
Baru menghadapi bocah saja, orang yang
berfaham pluralisme agama alias menyamakan semua agama ini sudah tidak
mampu menjawab. Padahal masih di dunia. Apalagi di akhirat kelak.
Di dunia ini sudah ada tuntunannya, bahwa
agama yang diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala hanyalah Islam. Yang
lain tidak diridhai. Maka jelas tidak sama antara yang diridhai dan yang
tidak. Yang bilang sama, itu hanya orang-orang yang tak menggunakan
akalnya.
Islam Membantah Pluralisme Agama
Islam sebagai agama satu-satunya yang
diridhai-Nya, bukan pendapat manusia, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala
sendiri yang mengatakannya.
“Sesungguhnya agama (yang diridhai)
di sisi Allah hanyalah Islam”. (QS.
Ali-‘Imran : 19)
“Barangsiapa mencari agama selain
agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali-‘Imran : 85)
Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
menjelaskan secara gamblang. Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda : “Demi
Dzat yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari Ummat
ini yang mendengar (agama)ku, baik dia itu seorang Yahudi maupun
Nasrani, kemudian dia mati dan belum beriman dengan apa yang aku diutus
dengannya, kecuali dia termasuk penghuni neraka.” (Hadits Riwayat
Muslim bab Wujubul Iimaan birisaalati nabiyyinaa shallAllahu ‘alaihi
wassalam ilaa jamii’in naasi wa naskhul milal bimillatihi, wajibnya
beriman kepada risalah nabi kita shallAllahu ‘alaihi wassalam bagi
seluruh manusia dan penghapusan agama-agama dengan agama beliau)
Dalam penerapan agama itu maka tidak ada
pilihan lain lagi, apabila Allah dan rasul-Nya telah menentukan sesuatu.
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki
yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah
dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al-Ahzaab : 36)
“Sesungguhnya jawaban orang-orang
mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul
menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan : “Kami mendengar
dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An-Nuur : 51)
Gagasan pluralisme agama ini terutama
disosialisasikan oleh tokoh-tokoh pengajar dari UIN (Universitas Islam
Negeri), IAIN (Institut Agama Islam Negeri), STAIN (Sekolah Tinggi Agama
Islam Negeri), STAIS (Sekolah Tinggi Agama Islam Swasta), bahkan orang
liberal di berbagai lembaga. Seharusnya mereka dilarang mengajar apalagi
sampai menjabat Rektor di UIN maupun IAIN, karena UIN dan IAIN adalah
lembaga pendidikan tinggi agama Islam.
Seharusnya, mereka kalau memang gentle
bikinlah UAAIN (Universitas Anti Agama Islam Negeri) dan IAAIN (Institut
Anti Agama Islam Negeri). Tetapi ungkapan ini jangan dianggap sebagai
suruhan, namun maksudnya adalah suatu peringatan keras, agar jangan
sampai merusak Islam, apalagi lewat perguruan tinggi Islam.
Kenyataannya, ketika dirasa pembusukan aqidah
lewat perguruan tinggi Islam dan sebagian oraganisasi Islam sudah dapat
mereka lakukan, mereka kemudian membuat lembaga pendidikan tinggi dan
pesantren yang mereka anggap akan lebih intensif dalam memusyrikkan
lagi. Maka bertandanglah mereka, kerjasama antara UIN Jogjakata, UGM
(Universitas Gajah Mada) Jogjakarta, dan sebuah universitas Nasrani.
Dibuatlah pendidikan tinggi antar agama di Jogjakarta. Sedangkan Gus Dur
tak mau ketinggalan, maka dia membuat pula pesantren multi agama di
Semarang bersama rekannya yang dulu memimpin gerombolan apa yang disebut
pasukan berani mati.
Cuplikan beritanya sebagai berikut :
Forum Keadilan dan Hak Asasi Umat Beragama (Forkhagama)
mendirikan pesantren multiagama Bhinneka Tunggal Ika. Bertempat di
Pondok Pesantren Soko Tunggal Jl. Sendangguwo Raya, Sabtu petang
kemarin, pemancangan Prasasti Deklarasi Soko Tunggal ditandatangani
Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Tokoh-tokoh agama yang
turut menandatangani prasasti berasal dari agama Islam, Hindu, Budha,
Kristen, Katholik, dan Khonghucu. Menurut Ketua Forkhagama KH Nuril
Arifin atau yang biasa disebut Gus Nuril, pesantren didirikan dengan
tujuan menciptakan persatuan di Indonesia. Pesantren multiagama itu akan
dibangun di atas tanah seluas 9.000 m2 di Kelurahan Purwosari, Mijen
yang merupakan tanah wakaf Gus Nuril. (Suara Merdeka, Semarang, Senin,
19 Desember 2005).
Pluralisme Agama Beda dengan
Pluralitas
Pluralisme agama itu beda dengan pluralitas.
Pluralitas hanyalah mengakui adanya agama-agama, tidak mengakui sama
ataupun benarnya. (Kalau pluralitas dalam satu agama, kami maksudkan
dalam tulisan ini adalah kebalikan dari eksklusivitas. Misalnya orang
Al-Irsyad, Persis dan lainnya boleh-boleh saja shalat di masjid orang
Muhammadiyah, itu pluralitas. Sedang orang LDII hanya ada di masjid
mereka dan masjid mereka hanya untuk mereka, itu eksklusif). Sedang
pluralisme agama itu mengakui semua agama sama. Jadi pluralisme agama
itu faham kemusyrikan, menyamakan semua agama, maka penyembah berhala
disamakan dengan penyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pengertian yang mudah difahami umat
Islam adalah istilah musyrik. Ketika diganti dengan istilah baru,
pluralisme agama, maka umat ini tidak faham. Padahal sebenarnya adalah
kemusyrikan, dan termasuk upaya-upaya orang musyrik dalam meneguhkan
kemusyrikannya.
Dalam riwayatnya, orang musyrikin Quraisy di
Makkah pun meminta Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam untuk
menyembah berhala selama satu tahun, dan mereka akan menyembah Allah
selama satu tahun juga. Kemudian Allah menurunkan surat Al-Kafirun, dan
di dalamnya Dia memerintahkan Rasul-Nya untuk melepaskan diri dari agama
mereka secara keseluruhan. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Surat Al-Kafirun
ayat 1).
Kalau model kemusyrikan sekarang yang namanya
pluralisme agama, bukan masalah penyembahannya yang dipentingkan, namun
pemahamannya, dari aqidah tauhid ditarik-tarik ke kemusyrikan yang
diganti nama dengan pluralisme agama.
Dari sini jelaslah bahwa pluralisme agama itu
faham kemusyrikan, dan merupakan upaya-upaya orang musyrikin dalam
propaganda kemusyrikannya. Itu semua telah dibantah oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala dalam surat Al-Kafirun.
Sebenarnya masalah pluralitas (mengakui adanya
perbedaan, bukan mengakui semua agama sama seperti pluralisme) secara
intern di kalangan Islam tidak masalah. Jamaah NU tidak ada hambatan
apapun shalat di masjid orang-orang Muhammadiyah dan sebagainya. Begitu
juga sebaliknya.
Kalau toh ada eksklusivitas, itu biasanya
terjadi di kalangan aliran sesat seperti LDII (Islam Jama’ah), Ahmadiyah
Qadian dan Lahore dan sejenisnya. Mesjid mereka tertutup bagi kalangan
di luar mereka. Pernikahan pun hanya terjadi di antara sesama mereka.
Yang juga eksklusif adalah agama Kristen.
Orang Katholik tidak mau disamakan dengan orang Kristen Protestan,
mereka beribadah di gereja masing-masing. Bahkan orang Katholik menyebut
dirinya “Katholik” saja tanpa embel-embel Kristen, berbeda dengan
“Kristen Protestan” yang masih menempelkan Kristen sebelum sekte
Protestannya.
Orang Katholik tidak dibenarkan menikah dengan
Kristen Protestan meski sama-sama bertuhankan Yesus. Apalagi dengan
agama lain.
Di dalam Kristen terdapat ratusan bahkan
ribuan sekte yang masing-masing punya gereja sendiri. Jemaat gereja
Bethel tidak beribadah di gereja Nehemia, begitu seterusnya. Bahkan
pernikahan pun demikian, sebisa mungkin terjadi di antara jemaat satu
gereja.
Berbeda dengan Kristen yang eksklusif,
agama-agama kebudayaan seperti Hindu, Budha, Kong Hucu, meski terkesan
longgar namun tetap saja berpendirian tidak semua agama sama. Mereka
memang tidak keberatan ritual keagamaannya dijadikan objek wisata.
Bahkan penganut agama lain pun, bila ingin menikah dengan tata cara
(ritual) agama mereka, boleh-boleh saja. Pernah terjadi, Mick Jagger
dedengkot The Rolling Stone menikah di salah satu negara Asia dengan
menggunakan tata cara (ritual) agama mayoritas di negeri tersebut.
Padahal kedua mempelai bukanlah penganut agama tersebut.
Masih ingat ketika Megawati bersembahyang di
Pura? Padahal ia bukan penganut Hindu. Pendeta dan masyarakat Hindu di
Bali tidak marah, malahan mereka senang sekali. Sampai-sampai, ketika
AM. Saefuddin meledek Megawati, orang-orang Hindu bukannya marah kepada
Megawati tetapi justru kepada AM. Saefuddin. Padahal, seharusnya mereka
berterimakasih bukannya malah marah kepada AM. Saefuddin.
Tahun 2006, penerbit Media Hindu pernah
meluncurkan buku berjudul “Semua Agama Tidak Sama” yang berisi kumpulan
tulisan sejumlah tokoh dan cendekiawan Hindu. Intinya, mereka
mengkritisi Pluralisme Agama.
Ngakan Made Madrasuta, editor buku tersebut,
dalam kata pengantarnya menyanggah paham pluralisme agama yang sering
dijajakan kaum Hindu pluralis. Mereka, kaum Hindu pluralis itu, selama
ini telah memelintir makna yang tersurat dari Bagawad Gita, yang antara
lain berbunyi : “Jalan mana pun yang ditempuh manusia ke arah-Ku,
semuanya Aku terima.”
Menurut Madrasuta, itu tidak bisa dijadikan
dasar pembenaran atas pluralisme agama (Hindu). Karena, yang disebut
“Jalan” adalah empat yoga : Karma Yoga, Jnana Yoga, Bhakti Yoga, dan
Raja Yoga. Kesemuanya itu hanya ada dalam agama Hindu. Tidak ada dalam
agama lain.
Begitulah faktanya…
Anehnya, kaum liberal justru memaksakan
gagasan pluralisme agama ini untuk diterapkan umat Islam, seolah-olah
umat Islam begitu eksklusif dan tidak mengenal toleransi serta
mengabaikan pluralitas. Padahal, Islam adalah perekat bangsa. Tanpa
Islam, masyarakat di kawasan Nusantara ini, terkotak-kotak berdasarkan
suku. Artinya, gagasan pluralisme agama yang diusung kaum sepilis
bukan saja aneh tapi gagasan orang dungu.
Meniru Orang Kafir dan Tak Percaya Diri
Gagasan pluralisme agama sebagaimana diusung
kalangan sepilis, sesungguhnya bukan hal baru. Gagasan sejenis sudah
sejak lama diusung oleh pemeluk agama Baha’i –merupakan sempalan paham
sesat Syi’ah Imamiah, yang pertama kali diperkenalkan oleh Mirza Ali
Muhammad.
Berbeda dengan kaum sepilis yang berpendidikan
dan berpenampilan intelek, penganut agama Baha’i ini umumnya
berpenampilan ndeso sehingga tidak mampu meyakinkan masyarakat luas
termasuk media massa seperti Kompas dan Jawapos untuk mengakomodasi
kesesatannya.
Peganut agama Baha’i ini meski mengakui
keberadaan Nabi Muhammad, namun bukan sebagai rasul terakhir. Karena
Muhamad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sudah meninggal, maka nabi mereka
adalah Bahaullah. Di titik ini ada kemiripan dengan paham sesat
Ahmadiyah.
Menurut mereka, semua agama itu benar dan
sama, tidak ada agama yang salah, karena yang salah cuma orangnya. Meski
mengaku bertuhankan Allah, namun penganut agama Baha’i ini memiliki
kitab suci sendiri yaitu Al-Aqdas.
Menurut Al-Aqdas, shalat bagi penganut agama
Baha’i ini dibagi tiga: ringan, sedang, dan berat. Ibadah ringan hanya
sebatas ingat shalat. Ibadah sedang, dengan berdiri beberapa saat.
Ibadah berat, bisa berupa shalat sehari semalam. Pelaksanaan ibadah itu
hanya satu kali sehari, menghadap kiblat Aka.
Meski ndeso, penganut agama Baha’i ini jauh
lebih gentle karena dengan tegas mengatakan Baha’i adalah agama
tersendiri, bukan Islam. Ungkapan ini bukan mengurangi nilai sesatnya,
tetapi dari segi keterus-terangannya bahwa mereka bukan Islam itu satu
kenyataan. Bandingkan dengan Ulil (Abshar Abdalla), Musdah Mulia, Gus
Dur, Syafi’i Maarif, Syafi’i Anwar, Abdul Munir Mulkhan dan
kawan-kawannya, atau Ahmadiyah, Syi’ah dan LDII yang selain tidak gentle
juga tidak percaya diri dengan keyakinan sesatnya, sehingga masih terus
menempelkan Islam di depan agama sesatnya itu.
Semoga kita Selalu dalam Lindungan Allah
‘Azza wa Jalla dan Umat Islam yang haus akan kebenaran Islam yang murni,
dan risalah ini semoga dapat bermanfaat bagi Umat Islam, walaupun
banyak yang tidak mendukung tapi risalah ini Penulis persembahkan bagi
orang islam yang haus akan kebenaran islam. Do’aku selalu menyertai
kalian semua yang selalu mengemban dakwah tauhid dan jihad. Amien Ya
Mujibas Saliem.
Salam Dakwah Tauhid dan Jihad, Bumi Allah
‘Azza wa Jalla…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar