Kedekatan hubungan SBY dengan AS memang
menimbulkan tanda tanya besar. Tampaknya hubungan dirinya dengan AS
termasuk dalam hal ini Yahudi AS tidak hanya bersifat ekonomi politik,
tetapi juga berdimensi emosional.
Memang sudah menjadi rahasia umum bahwa
kebanyakan dari pemimpin Indonesia belum mampu bahkan gagal menunjukan
keberpihakan kepada rakyat kecil, apalagi kepada kaum Muslimin. Hal ini
mungkin karena para pemimpin telah terbuai dengan posisi nyaman,
sehingga yang terbesit dipikiran mereka hanyalah bagaimana mereka
langgeng dan mengamankan kepemimpinannya. Atau justru kepemimpinan yang
didapat karena besarnya andil dari AS sehingga mereka tidak bisa lepas
dari balas budi dan kungkungan atau kuatnya cengkraman.
Para pemimpin bersedia melakukan apa saja
dengan dalih kerjasama. Bila benar demikian, para pemimpin seperti itu
layak dikatakan sebagai antek, budak yang harus mau mengikuti tuannya.
Dalam hal ini simaklah pernyataan SBY seperti
di kutip dari International Herald Tribune (8/1/2003). Saat itu, SBY
adalah seorang jenderal bintang tiga Angkatan Darat. Lelaki yang
bertubuh tegap dan nampak gagah ini mengatakan, "I Love the United
States, With all its faults. I consider it my second country", bila
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih, "Saya mencintai
Amerika dengan segala kesalahannya. Saya anggap Amerika adalah negeri
kedua saya".
Pernyataan demikian dideklarasikan oleh SBY
ketika menjabat sebagai Menkopolkam pada era Presiden Megawati Soekarno
Putri. Ucapan semacam itu boleh jadi disampaikan untuk memperoleh credit
point dari Pemerintahan AS. Dengan dukungan dari Pemerintah AS,
kemudian SBY mendirikan Partai Demokrat, nama yang sama seperti Partai
Demokrat di AS. Ternyata strategi tersebut berhasil membawa SBY menjadi
Presiden Indonesia.
Fenomena semacam ini menjadi pemandangan yang
sangat menarik apabila kita juga melihat bagaimana proses Obama untuk
menjadi Presiden AS. Obama yang pandai berpidato itu juga menyampaikan
buah fikirannya di depan konfrensi lobi Yahudi, America-Israel Public
Affair Committee (AIPAC) bahwa "Undivided Jerusalem, the Capital of
Israel for all Eternity" hal itu berarti Yerusalem sebagai ibukota
Israel Raya untuk selamanya. Bahkan Obama mengatakan "Yerusalem tidak
boleh terpisah, dia harus menjadi ibukota Israel". Obama juga mengatakan
jika menjadi presiden, Amerika akan bahu membahu dengan Israel.
Pernyataan demi pernyataan semacam ini dapat
diduga untuk menarik dukungan kaum Yahudi, sehingga bila dihubungkan
dengan pernyataan SBY merupakan permohonan restu dukungan kepada
Pemerintahan AS, sedangkan Obama meminta dukungan lobi Yahudi AS.
Menurut Eggi Sudjana, penulis buku "SBY Antek Yahudi-AS?; Suatu Kondisi
Menuju Revolusi", ucapan SBY tersebut sebagai wujud penghambaan kepada
dan untuk kepentingan AS dan sekutunya di Indonesia. Eggi dalam bukunya
juga menyatakan bahwa sejak zaman Soeharto lengser, tidak ada calon
presiden yang memberikan pernyataan itu, kecuali SBY.
Meskipun Obama dan Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) diduga sama-sama antek Yahudi AS, Obama tampak lebih baik. Hal ini
terlihat bagaimana Presiden AS tersebut menempatkan reformasi jaminan
kesehatan (Obamacare) sebagai prioritas kebijakan domestiknya. Adalah
mengherankan SBY tidak mengikuti langkah baik Obama tersebut. Tentu
sekarang muncul pertanyaan, lantas dimana adanya Yudhoyonocare itu?
Indikasi pemerintahan SBY Sebagai
Antek Yahudi AS
Beberapa kutipan tulisan dalam buku setebal
268 halaman ini menggambarkan adanya indikasi SBY sebagai antek
Yahudi-AS. Misalnya saja dalam Kabinet Indonesia Bersatu I, terdapat
sosok seperti Sri Mulyani Indrawati, Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas)—kemudian menjadi Menteri Keuangan dan
kini menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia termahal, karena
menjadi direksi Bank Dunia. Kemudian ada Marie Elka Pangestu (Menteri
Perdagangan), Andung Nitimiharja (Menteri Perindustrian), Jusuf Anwar
(Menteri Keuangan), Purnomo Yusgiantoro (Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral) yang di mata Baswir, mereka tergolong penganut neolib yang
gandrung terhadap ekonomi pasar. Mereka rata-rata pernah bekerja atau
terlibat dalam lembaga-lembaga unilateral sponsor utama neoliberalisme,
seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Sementara itu, Menteri Perindustrian M.S
Hidayat (Mantan Ketua Umum Kadin) juga sempat berharap pengusaha Israel
menginvestasikan dana di Indonesia tidak lagi melalui pihak ketiga, jika
hubungan diplomatik Indonesia-Israel terjalin dan perdamaian Timur
Tengah tercapai.
Pada halaman 59 buku ini, Eggi menuliskan "...
seperti Soeharto dan SBY dianggap Amerika sebagai good boy, karena
mudah didikte dan diatur, maka mereka berdua disebut sebagai budak
imperialisme Amerika".
Buku SBY Antek Yahudi-AS? juga membongkar
makar lima perusahaan tambang raksasa milik Yahudi AS yang beroperasi di
Indonesia, yakni Freeport McMoran, Exxonmobile, Chevron, Conoco
Philips, dan Newmont. Bahkan pada 2008, kebutuhan energi minyak pantai
bagian barat wilayah Amerika Serikat dipasok langsung dari kilang
Tangguh di Papua".
Dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan Eggi
juga menggugat keberadaan Naval Medical Research Unit No. 2 (NAMRU 2)
yang disinyalir menjadi sarang intelijen asing. Hal ini membuktikan
sekali lagi betapa terangnya keberpihakan SBY kepada Yahudi AS. Atau hal
ini menjadi indikasi nyata bahwa SBY memang bagian dari jaringan Yahudi
AS itu.
Di bagian lain, Eggi juga menyatakan bahwa
pemerintahan SBY terkenal pengecut terhadap tekanan Yahudi AS. Dia tidak
berani untuk melakukan nasionalisasi perusahaan-prusahaan multi
nasional (MNC) dan transnasional (TNC) milik Yahudi AS dan Inggris yang
beroperasi di Indonesia. Pemerintahan SBY dinilainya serupa dengan
pemerintahan Soeharto, tidak berani membersihkan pengaruh Yahudi AS di
Indonesia. Bahkan untuk melakukan kontrak ulang untuk memberikan laba
yang lebih besar kepada Indonesia tidak pernah dilakukan oleh SBY.
SBY malah lebih cenderung untuk menjaga dan
melindungi kepentingan Yahudi AS di Indonesia. Kedekatan hubungan SBY
dengan AS memang menimbulkan tanda tanya besar. Tampaknya hubungan
dirinya dengan AS temasuk dalam hal ini Yahudi AS tidak hanya bersifat
ekonomi politik, tetpi juga sudah berdimensi emosional.
Dalam buku tersebut juga dilampirkan dua buah
foto lawas SBY sebagai komandan pasukan PBB di Bosnia Herzegovina
bersama dengan Jendral Radko miladic (Serbia). Foto lainnya nampak SBY,
Jendral Radko Miladic, dan Kompol. Timur Pradopo yang kini menjadi
Kapolri. Foto-foto tersebut diambil antara tahun 1994-1995 ketika
terjadi pembantaian 3000 kaum muslimin di Bosnia Herzegovina.
Pada masa pemerintahan SBY ini, cengkraman AS
terhadap Indonesia semakin dalam dengan ditandatanganinya Comperhensive
Partnership Agreement pada 17 September 2010 yang meliputi kerjasama
politik dan kemanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan, dan kerjasama
dalam sosial-budaya, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan hal-hal
teknologi.
J.W Lotz menyatakan bahwa kaum Zionis Yahudi
AS lebih menyukai kubu SBY-Boediono yang lebih liberal pemikirannya
(berkiblat ke Amerika). Dalam pilpres 2009 dimenangkan kembali oleh SBY,
artinya bahwa kekuatan lobi Yahudi AS tetap mempertahankan supremasi
TNI AD di Indonesia dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan
konspirasi Barat di Indonesia. Kekuatan lobi Yahudi AS lebih suka
bersekutu dengan petinggi TNI AD dibanding dengan tokoh-tokoh politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar