Membongkar Kedok Pancasila dan UUD 1945
بسم الله الرحمن الرحيم
Pembahasan ini adalah untuk menunjukkan kepada kita tentang
kemusyrikan yang terang dan kekafiran yang nyata dari Pancasila dan UUD
1945. Sehingga tidak ada lagi kesamaran bagi kita untuk mengkafirkan
siapa saja yang menerima Pancasila dan UUD 1945, membanggakannya, serta
mengamalkannya baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
bernegara dan bermasyarakat.
Di dalam Bab XV pasal 36 A : 'Lambang negara adalah Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika'.
Pancasila adalah dasar negara, sehingga para Thaghut RI dan aparatnya
menyatakan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar
negara RI, serta merasakan bahwa Pancasila adalah sumber kejiwaan
masyarakat dan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, pengamalannya
harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia. Setiap penyelenggara
negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila
oleh setiap lembaga kenegaraan serta lembaga kemasyarakatan, baik di
pusat maupun di daerah. [Lihat PPKn untuk SD dan yang lainnya, bahasan
Ekaprasetya Pancakarsa].
Jadi dasar negara RI, pandangan hidupnya, serta sumber kejiwaannya
bukan لا إله إلا الله tapi falsafah syirik Pancasila Thaghutiyyah
Syaitaniyyah
yang berasal dari ajaran syaitan manusia, bukan dari wahyu samawi
ilahi
اللّه subhanahu wata'ala berfirman :
'Itulah Al-Kitab (Al-Qur?an), tidak ada keraguan di dalamnya, sebagai
petunjuk
(pedoman) bagi orang-orang yang bertaqwa'.(Qs. Al-Baqarah : 2)
Tapi mereka mengatakan : 'Ini Pancasila adalah pedoman hidup bagi
bangsa dan pemerintah Indonesia'.
اللّه subhanahu wata?ala berfirman :
'Dan sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah
ia...'. (Qs. Al-An?am : 153)
Tapi mereka menyatakan : 'Inilah Pancasila yang sakti, hiasilah
hidupmu dengan dengan moral Pancasila'.
Oleh karena itu, dalam rangka menjadikan generasi penerus bangsa ini
sebagai orang yang Pancasilais (baca : musyrik), para Thaghut
(Pemerintah) menjadikan PMP/PPKn sebagai pelajaran wajib di semua
lembaga pendidikan mereka.
Sekarang mari kita kupas beberapa butir Pancasila...
Dalam sila I butir II : 'Saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan'.
Pancasila memberikan kebebasan orang untuk memilih jalan hidupnya,
dan tidak ada hukum yang melarangnya. Seandainya orang muslim murtad dan
masuk Nasrani, Hindu, atau Budha, maka itu adalah kebebasannya dan
tidak akan ada hukuman baginya.
Sehingga ini membuka pintu lebar-lebar bagi kemurtadan, sedangkan
dalam ajaran Tauhid Rasulullah bersabda : 'Siapa yang mengganti
agamanya, maka bunuhlah dia'. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Namun kebebasan ini bukan berarti orang muslim bebas melaksanakan
sepenuhnya ajaran Islam, tapi ini dibatasi oleh Pancasila, sebagaimana
yang tertera dalam butir I : 'Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab'.
Sehingga bila ada orang murtad dari Islam, terus ada orang yang
menegakkan terhadapnya hukum اللّهsubhanahu wata'ala yaitu membunuhnya,
maka orang yang membunuh ini pasti dijerat hukum Thaghut.
Dalam sila II butir I : 'Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan persamaan kewajiban antar sesama manusia'.
Yaitu bahwa tidak ada perbedaan di antara mereka dalam status itu
semua dengan sebab dien (agama), sedangkan اللّه subhanahu wata'ala
berfirman :
'Katakanlah : Tidak sama orang buruk dengan orang baik, meskipun
banyaknya
yang buruk itu menakjubkan kamu'.(Qs. Al-Maaidah : 100)
Dia Ta'ala juga berfirman :
'Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga'.(Qs. Al-Hasyr :
20)
اللّهsubhanahu wata'ala juga berfirman :
'Maka apakah orang yang mukmin (sama) seperti orang yang fasik?
(tentu) tidaklah sama'. (Qs. As-Sajadah : 18)
Sedangkan kaum musyrikin dan Thaghut Pancasila mengatakan : 'Mereka
sama'.
اللّه subhanahu wata'ala berfirman :
'Maka apakah Kami menjadikan orang-orang islam (sama) seperti
orang-orang kafir. Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan? Atau adakah kamu memiliki sebuah kitab (yang
diturunkan اللّه) yang kamu membacanya, bahwa didalamnya kamu
benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu'.(Qs. Al-Qalam :
35-38)
Sedangkan budak Pancasila, mereka menyamakan antara orang-orang Islam
dengan orang-orang kafir. Dan saat ditanya, Apakah kalian mempunyai
buku yang kalian pelajari tentang itu ? . Mereka menjawab : Ya, kami
punya. Yaitu PMP/PPKn dan buku lainnya yang dikatakan di dalamnya :
'Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antar
sesama manusia'.
Apakah ini Tauhid atau Kekafiran ???
Lalu dinyatakan dalam butir II : 'Saling mencintai sesama
manusia'.
Pancasila mengajarkan pemeluknya untuk mencintai orang-orang Nasrani,
Hindu, Budha, Konghucu, para Demokrat, para Quburriyyun, para Thaghut
dan orang-orang kafir lainnya. Sedangkan اللّه ta'ala mengatakan :
'Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada اللّه dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
اللّه dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka'.(Qs. Al
Mujadilah : 22)
Kata Pancasila : 'Harus saling mencintai meskipun dengan orang-orang
non-muslim'. Namun kata اللّه , orang yang saling mencintai dengan
mereka bukanlah orang Islam.
اللّه mengajarkan Tauhid,
Tapi Pancasila mengajarkan kekafiran
اللّه subhanahu wata?ala juga berfirman :
'Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian jadikan
musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia yang kalian menjalin kasih
sayang dengan mereka'.(Qs. Al-Mumtahanah : 1)
Dia subhanahu wata'ala berfirman tentang siapa musuh kita itu
:
'sesungguhnya orang-orang kafir adalah musuh yang nyata bagi
kalian'.(Qs. An-Nisa? : 101)
Renungi ayat-ayat itu dan amati butir Pancasila di atas.
Yang satu ke timur dan yang satu lagi ke barat,
Sungguh sangat jauh antara timur dan barat
اللّه subhanahu wata'ala berfirman tentang ajaran Tauhid yang
diserukan para Rasul :
'serta tampak antara kami dengan kalian permusuhan dan kebencian
untuk selama-lamanya sampai kalian beriman kepada اللّه saja'.(Qs.
Al-Mumtahanah : 4)
Tapi dalam Thaghut Pancasila : 'Tidak ada permusuhan dan
kebencian, tapi harus toleran dan tenggang rasa'.
Apakah ini Tauhid atau Syirik ???
Ya, Tauhid... tapi bukan Tauhidullah, namun Tauhid
(Penyatuan) kaum musyrikin atau Tauhiduth Thawaaghit.
Rasulullah صلى الله عليه وسلمtelah mengabarkan bahwa : 'Ikatan iman
yang paling kokoh adalah cinta karena اللّه dan benci karena اللّه'.
Namun kalau kamu iman kepada Pancasila, maka cintailah orang karena
dasar ini dan bencilah dia karenanya. Kalau demikian berarti adalah
orang beriman, tapi bukan kepada اللّه, namun beriman kepada Thaghut
Pancasila. Inilah yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang Esa
itu bukanlah اللّه dalam agama Pancasila ini, tapi itulah garuda
Pancasila.
Enyahlah Tuhan yang seperti itu...
Dan enyahlah para pemujanya....
Dalam sila III butir I : 'Menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan'.
Inilah yang dinamakan dien (agama) Nasionalisme yang merupakan ajaran
syirik. Dalam butir di atas, kepentingan Nasional harus lebih di
dahulukan siatas kepentingan golongan (baca : agama).
ApabilaTauhid atau ajaran Islam bertentangan dengan
kepentingan syirik atau kufur negara, maka Tauhid harus mengalah.
Sedangkan اللّه subhanahu wata'ala berfirman :
'Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului
اللّه dan Rasul-Nya'. (Qs. Al-Hujurat : 1)
Oleh sebab itu, karena Nasionalisme adalah segalanya maka hukum-hukum
yang dibuat dan diterapkan adalah yang disetujui oleh orang-orang kafir
asli dan kafir murtad, karena hukum اللّه sangat-sangat menghancurkan
tatanan Nasionalisme, ini kata Musyrikun Pancasila.
Sebenarnya kalau dijabarkan setiap butir dari Pancasila itu dan
ditimbang dengan Tauhid, tentulah membutuhkan waktu dan lembaran yang
banyak. Namun disini kita mengisyaratkan sebagiannya saja.
Kekafiran, kemusyrikan dan kezindikan Pancasila adalah banyak
sekali. Sekiranya uraian di atas cukuplah sebagai hujjah bagi
pembangkang dan sebagai cahaya bagi yang mengharapkan hidayah.
Setelah mengetahui kekafiran Pancasila ini, apakah mungkin orang
muslim masih mau melagukan : 'Garuda Pancasila, akulah pendukungmu...'.
Tidak ada yang melantunkannya kecuali orang kafir mulhid atau orang
jahil yang sesat yang tidak tahu hakikat Pancasila.
Sedangkan di dalam UUD 1945 Bab II pasal 3 ayat (1) : 'MPR berwenang
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar'.
Sudah kita ketahui bahwa hak menentukan hukum / aturan /
undang-undang adalah hak khusus اللّه subhanahu wata'ala. Dan bila itu
dipalingkan kepada selain اللّه maka itu adalah syirik akbar. اللّه
subhanahu wata?ala berfirman :
'Dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu bagi-Nya dalam
menetapkan hukum'. (Qs. Al-Kahfi : 26)
اللّه subhanahu wata?ala berfirman :
'Hak hukum (putusan) hanyalah milik اللّه'. (Qs. Yusuf : 40)
Tasyri' (pembuatan hukum) adalah hak khusus اللّه subhanahu wata'ala,
ini artinya MPR adalah arbab (Tuhan-Tuhan) selain اللّه, dan
orang-orang yang duduk sebagai anggota MPR adalah orang-orang yang
mengaku sebagai Rabb (Tuhan), sedangkan orang-orang yang memilihnya
adalah orang-orang yang mengangkat ilah yang mereka ibadahi. Sehingga
ucapan setiap anggota MPR : 'Saya adalah anggota MPR', artinya adalah
'Saya adalah Tuhan selain اللّه'.
UUD 1945 Bab VII pasal 20 ayat (1) : 'Dewan Perwakilan Rakyat
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang'.
Padahal dalam Tauhid, yang memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang / hukum / aturan tak lain hanyalah اللّه subhanahu
wata'ala.
Dalam pasal 21 ayat (1) : 'Anggota DPR berhak memajukan usul
Rancangan Undang-Undang'.
UUD 1945 Bab III pasal 5 ayat (1) : 'Presiden berhak mengajukan
Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat'.
Bahkan kekafiran itu tidak terbatas pada pelimpahan wewenang hukum
kepada para Thaghut itu, tapi itu semua diikat dengan hukum yang lebih
tinggi, yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Rakyat lewat lembaga MPR-nya
boleh berbuat tapi harus sesuai UUD 1945, sebagaimana dalam Bab I pasal 1
ayat (2) : 'Kedaulatan berada di tangan rakyat, dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar'.
Begitu juga Presiden, sebagaimana dalam Bab III pasal 4 ayuat (1) UUD
1945 : 'Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar'.
Bukan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah, tapi menurut Undang-Undang
Dasar.
Apakah ini islam ataukah kekafiran ???
Bahkan bila ada perselisihan kewenangan antar lembaga pemerintahan,
maka putusan final dikembalikan kepada Mahkamah Thaghut yang mereka
namakan Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam Bab IX pasal 24C ayat (1)
: 'Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
Pemilihan Umum'.
Padahal dalam ajaran Tauhid, semua harus dikembalikan kepada اللّه
dan Rasul-Nya, sebagaimana firman-Nya :
"Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada اللّه (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu benar‑benar beriman kepada اللّه dan hari kemudian". (Qs. An‑Nisa' :
59)
Al imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : '(firman اللّه) ini
menunjukkan bahwa orang yang tidak merujuk hukum dalam kasus
persengketaannya kepada Al-Kitab dan As-Sunnah serta tidak kembali
kepada keduanya dalam hal itu, maka dia bukan orang yang beriman kepada
اللّه dan hari akhir'. [Tafsir Al-Qur?an Al-?Adhim : II / 346].
Ini adalah tempat untuk mencari keadilan dalam Islam, tapi dalam
ajaran Thaghut RI, keadilan ada pada hukum yang mereka buat sendiri.
Undang-Undang Dasar 1945 Thaghut memberikan jaminan kemerdekaan
penduduk untuk meyakini ajaran apa saja, sehingga pintu-pintu kekafiran,
kemusyrikan dan kemurtadan terbuka lebar dengan jaminan UUD. Orang
murtad masuk ke agama lain adalah hak kemerdekaannya dan tidak ada
sanksi hukum atasnya. Padahal dalam ajaran اللّه subhanahu wata'ala,
orang murtad punya dua pilihan, kembali ke Islam atau dihukum mati,
sebagaimana sabda Rasulullah :
'Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah ia'. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Orang meminta-minta ke kuburan, membuat sesajen, tumbal,
mengkultuskan seseorang, dan perbuatan syirik lainnya, dia mendapat
jaminan UUD, sebagaimana dalam Bab XI pasal 29 ayat (2) : 'Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu'.
Mengeluarkan pendapat, pikiran dan sikap meskipun kekafiran adalah
hak yang dilindungi Negara dengan dalih HAM, sebagaimana dalam Bab XA
pasal 28E ayat (2) : 'Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya'.
Budaya syirik dan berhalanya mendapat jaminan penghormatan dengan
landasan hukum Thaghut, sebagaimana dalam Bab yang sama pasal 28 I ayat
(3) : 'Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban'.
UUD 1945 juga menyamakan antara orang muslim dengan orang kafir,
sebagaimana di dalam Bab X pasal 27 ayat (1) : 'Segala warga negara
bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya'.
Padahal اللّه subhanahu wata'ala telah membedakan antara orang kafir
dengan orang muslim dalam ayat-ayat yang sangat banyak.
اللّه Ta'ala berfirman :
'Tidaklah sama penghuni neraka dengan penghuni surga.' (Qs. Al-Hasyr :
20)
اللّه subhanahu wata?ala berfirman seraya mengingkari kepada orang
yang menyamakan antara dua kelompok dan membaurkan hukum-hukum mereka :
'Maka apakah Kami menjadikan orang-orang islam (sama) seperti
orang-orang kafir. Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan?'.(Qs. Al-Qalam : 35 - 36)
Dia subhanahu wata?ala berfirman :
'Maka apakah orang yang mukmin (sama) seperti orang yang fasik?
(tentu) tidaklah sama'. (Qs. As-Sajadah : 18)
اللّه subanahu wata'ala menginginkan adanya garis pemisah yang syar'i
antara para wali-Nya dengan musuh-musuh-Nya dalam hukum-hukum dunia dan
akhirat. Namun orang-orang yang mengikuti syahwat dari kalangan budak
Undang-Undang negeri ini ingin menyamakan antara mereka.
Siapakah yang lebih baik ???
Tentulah aturan اللّه Yang Maha Esa yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar