Takfir Pelaku
Syirik Akbar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ikhwani fillah… materi yang akan kita
bahas pada kesempatan ini adalah tentang takfir man
fa’alasysyirka (pengkafiran pelaku syirik).
Ketahuilah wahai saudaraku, saat
hancurnya tatanan tauhid di Saudi Arabia dan bercokolnya para thaghut di
sana, maka masalah-masalah tauhid ikut tersisihkan bersama para
‘ulamanya. Para thaghut membatasi gerak lisan para ulama. Kitab-kitab
rujukan dalam hal ini sangatlah asing dan yang malah banyak beredar
adalah kitab-kitab yang samar, bersifat mujmal dan banyak
menguntungkan para thaghut. Perhatikanlah, tulisan dan jawaban para
‘ulama resmi pemerintah Saudi tentang hal ini tidaklah memuaskan hati
para pencari kebenaran dan tidaklah mampu menghilangkan dahaga jiwa yang
mencari tathbiq hukum terhadap waqi’ (realita), namun
alhamdulillah kebenaran tidak akan hilang apapun upaya thaghut
untuk menutupinya.
Pada masa sekarang, masalah takfir
seolah-olah menjadi tabu untuk dibahas sebagaimana halnya masalah hakimiyyah.
Bila ada orang yang berani mengangkat kepalanya dalam hal ini, maka
serta merta tuduhan Khawarij dan Takfiriy
menghujaninya. Jadi tidaklah aneh bila banyak orang yang ‘phobi’
takfir. Akan tetapi muslim muwahhid yang lebih mengutamakan ridla Allah
atas yang lainnya, maka tidak akan peduli terhadap tuduhan-tuduhan
murahan yang dialamatkan kepadanya, karena ridla Allah adalah tujuan
utama. Berkaitan dengan itu, maka marilah kita membahasnya dengan
merujuk pada Al Kitab, As Sunnah dan ijma serta pernyataan para ‘ulama.
1. Dalil dari Al
Kitab (Al Qur’an)
Ikhwani… -semoga Allah melimpahkan
rahmat-Nya kepada antum- ketahuilah bahwa pelaku syirik akbar sudah
Allah kafirkan dalam banyak ayat Al Qur’an, di antaranya yaitu:
أَلا لِلَّهِ الدِّينُ
الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا
نَعْبُدُهُمْ إِلا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ
يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لا
يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah
agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil
pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan
supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang
mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar (kafir).” (QS.
Az Zumar [39]: 3)
Dalam ayat tersebut Allah telah memvonis
kafir para pelaku syirik. Dia Ta’ala juga berfirman:
وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ
إِلَهًا آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ
إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ
“Dan barangsiapa mengibadahi Tuhan
yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya
tentang itu, maka sesungguhnya
perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu
tiada beruntung”. (QS. Al
Mu’minuun [23]: 117)
Dia Subhanahu Wa Ta’ala juga
berfirman:
وَلا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ
مَا لا يَنْفَعُكَ وَلا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ
الظَّالِمِينَ
“Dan janganlah kamu menyembah selain
Allah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula)
memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang
demikian) itu, maka sesungguhnya
kalau begitu kamu termasuk orang-orang yang zhalim”. (QS.
Yunus [10]: 106).
Yang dimaksud orang-orang zhalim di sini
adalah orang-orang musyrik, sebagaimana firman-Nya:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ
الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.
(QS. Luqman
[31]: 13)
Yang dimaksud orang-orang zhalim di sini
adalah orang-orang kafir sebagaimana dalam ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا
بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi
jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah
orang-orang yang zhalim.” (QS. Al
Baqarah [2]: 254)
Bila Allah Subhanahu Wa Ta’ala
telah memvonis kafir para pelaku syirik, maka wajiblah atas kita
membenarkan vonis Allah itu dalam bentuk kita mengkafirkan pelaku syirik
itu.
Masih banyak ayat Al Qur’an yang
memvonis kafir para pelaku syirik akbar. Allah juga memerintahkan kita
untuk memvonis kafir para pelaku syirik, Dia Ta’ala berfirman:
وَإِذَا مَسَّ الإنْسَانَ ضُرٌّ
دَعَا رَبَّهُ مُنِيبًا إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا خَوَّلَهُ نِعْمَةً مِنْهُ
نَسِيَ مَا كَانَ يَدْعُو إِلَيْهِ مِنْ قَبْلُ وَجَعَلَ لِلَّهِ
أَنْدَادًا لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعْ بِكُفْرِكَ قَلِيلا
إِنَّكَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
“Dan apabila manusia itu ditimpa
kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali
kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya
lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdo’a (kepada Allah)
untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan
sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya.
Katakanlah: “Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu;
sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka”. (QS.
Az Zumar [39]: 8)
وَجَعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا
لِيُضِلُّوا عَنْ سَبِيلِهِ قُلْ تَمَتَّعُوا فَإِنَّ مَصِيرَكُمْ إِلَى
النَّارِ
“Orang-orang kafir itu telah
menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia)
dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu, karena
Sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka”. (QS.
Ibrahim [14]: 30)
Allah juga memerintahkan kita untuk
mengikuti jejak Ibrahim dan Rasul-Rasul serta para pengikutnya saat
mereka mengatakan kepada kaumnya:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ
إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ
كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri
tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama
dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami
berlepas diri dari kalian dan dari dari apa yang kalian ibadati selain
Allah, kami ingkari (kekafiran) kalian dan telah nyata antara kami dan
kalian permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kalian
beriman kepada Allah saja” (QS. Al
Mumtahanah [60]: 4)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga
berfirman:
قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ (١) لا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Katakanlah: “Hai orang-orang kafir.
Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah”. (QS.
Al Kaafiruun: 1-2)
Para Imam Da’wah Tauhid Nejd berkata:
“Sesungguhnya Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku syirik dan
memerintahkan untuk mengkafirkan mereka dan memusuhi mereka” (Ad
Durar As Saniyyah: 9/292)
Syaikh ‘Abdurrahman
Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah
berkata: Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mencap kafir para
pelaku syirik dalam ayat yang sangat banyak, maka (kita) harus
mengkafirkan mereka juga. (Syarh Ashli Dienil Islam).
2. Dalil-dalil
dari As Sunnah
Adapun sabda Rasulullah shalallahu’alaihi
wa sallam di antaranya: “Siapa yang mengucapkan Laa ilaaha
illallaah dan dia kafir terhadap segala sesuatu yang diibadati selain
Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya atas
Allah Subhanahu Wa Ta’ala” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Makna “dia kafir terhadap segala
sesuatu yang diibadati selain Allah” adalah sebagaimana yang
dikatakan para Imam Da’wah Tauhid Nejd: “Mengkafirkan para pelaku syirik
dan bara’ dari mereka serta dari apa yang mereka ibadati bersama Allah”
(Ad Durar: 9/292)
Mengkafirkan para pelaku syirik adalah
bagian dari makna kafir kepada thaghut. Maka bagaimana halnya sehingga
sebagian orang-orang ‘salafiy’ maz’uum dan orang-orang yang
terkontaminasi dengan pemahaman mereka berani mengatakan itu adalah
fitnah Khawarij seraya mereka mengingkari kepada muwahhid yang
melaksanakan kewajiban kufur kepada thaghut. Kufur kepada thaghut adalah
kewajiban setiap muwahhid bukan kewajiban ‘ulama saja. Apakah kewajiban
kufur terhadap thaghut adalah atas ‘ulama saja, wahai maz’uum?
Jawablah dengan dalil, jangan dengan dalih.
Ingatlah, bahwa perkataan seorang
Tabi’in bukanlah hujjah yang bisa menghadang nash, apalagi perkataan
‘ulama sekarang… dan apalagi perkataan ‘ulama pemerintah…!!!
Rasulullah shalallahu’alaihi wa
sallam bersabda: “Siapa yang mengganti diennya, maka bunuhlah
dia”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Macam penggantian dien yang paling
dasyat adalah syirik akbar. Pelakunya divonis bunuh, sedangkan vonis itu
tidak jatuh, kecuali setelah takfir.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam mengutus seorang sahabat untuk membunuh seorang laki-laki
yang menikahi bekas ibu tirinya. Ini adalah pengkafiran dari beliau,
sedangkan menikahi ibu tiri statusnya jauh di bawah syirik akbar,
meskipun keduanya adalah bentuk kekafiran.
Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam pernah hendak menyerang Banu Al Mushthaliq, saat ada
kabar bahwa mereka menolak membayar zakat, tapi ternyata kabar tersebut
adalah bohong.
3. Ijma’
Adapun ijma’ sangat banyak, di
antaranya:
- Ijma’ para sahabat pada zaman Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq radliyallahu ‘anhu atas pengkafiran Musailamah Al Kadzdzab dan para pengikutnya. Syaikh Muhammad rahimahullah berkata: “Dan di antara orang-orang yang murtad ada yang tetap di atas dua kalimat syahadat, namun dia mengakui kenabian Musailamah dengan dugaan darinya bahwa beliau (shallallahu ‘alaihi wa sallam) menyertai dia dalam kenabian, karena dia mengangkat saksi-saksi palsu yang menyaksikan kenabiannya, kemudian dia dibenarkan banyak orang. Meskipun demikian para ‘ulama tetap ijma’ bahwa mereka itu adalah orang-orang murtad meskipun mereka jahil akan hal itu. Dan siapa yang meragukan kemurtadan mereka, maka dia kafir seperti mereka”. (Syarh Sittati Mawadli Minas Sirah dalam Majmu’atu At Tauhid)
- Ijma’ para sahabat pada zaman Abu Bakr radliyallahu ‘anhu atas pengkafiran orang-orang yang menolak membayar zakat. (Mufiid Al Mustafiid Fii Kufri Taarikit Tauhid)
- Ijma’ para sahabat pada zaman Utsman Ibnu ‘Affan radliyallahu ‘anhu atas pengkafiran jama’ah mesjid di Kufah, saat salah seorang di antara mereka melontarkan ungkapan pembenaran akan kenabian Musailamah, sedangkan yang lain diam, tidak mengingkari. (Mufiid Al Mustafiid)
- Ijma’ para sahabat pada zaman Ali radliyallahu ‘anhu atas pengkafiran Ghulatur Rafidlah yang mengkultuskan Ali radliyallahu ‘anhu, padahal mereka itu adalah orang-orang yang rajin beribadah dan merupakan murid-murid para sahabat Rasul. Hukuman bagi mereka adalah dibakar hidup-hidup oleh Ali radliyallahu ‘anhu di Bab (pintu) Kandah dalam parit. (Ad Durar As Saniyyah Juz Murtad)
- Ijma’ para Tabi’in atas pengkafiran Al Ja’d Ibnu Dirham, padahal dia adalah seorang ahli ilmu, ahli ibadah dan zuhud. (Ad Durar: Juz Murtad)
- Ijma’ para ulama atas pengkafiran Bani ‘Ubaid (para penguasa Mesir pada masa dinasti Fathimiyyah) padahal mereka itu mengaku sebagai penguasa Khilafah Islamiyyah. Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Akan tetapi di antara kejadian terakhir adalah kisah Banu ‘Ubaid dan jajarannya yaitu para penguasa Mesir. Sesungguhnya mereka mengaku sebagai bagian dari keturunan Ahlul Bait. Mereka selalu shalat berjama’ah dan shalat Jum’at. Mereka telah mengangkat para qadli dan mufti. Para ‘ulama telah ijma bahwa mereka itu kafir, murtad lagi mesti diperangi, negeri mereka adalah negeri kafir harbiy. Wajib memerangi mereka meskipun mereka (rakyatnya) dipaksa lagi benci kepada para penguasa itu.” (Tarikh Nejd, risalah kepada Ahmad Ibnu Abdil Karim dan ada pula dalam Kasyfusy Syubuhat)
- Ijma’ ulama atas kafirnya Fakhruddien Ar Razi, karena mengarang kitab As Sirrul Maknun Fi ‘Ibadatin Nujum, meskipun bisa jadi ia taubat lagi setelahnya. Ini dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (Mufiid Al Mustafiid, Al Kalimat An Nafi’ah Fil Mukaffirat Al Waqi’ah)
- Ijma’ semua ‘ulama madzhab dalam kitab-kitab mereka, di mana mereka semua menetapkan bab khusus tentang riddah dan mereka memulainya dengan syirik akbar.
Ijma-ijma ini adalah dalil yang
menunjukkan bahwa takfir itu bukan fitnah, akan tetapi dien…wahai maz’uum!
Apalagi dalam masalah syirik akbar. Al Imam Al Barbahari
rahimahullah berkata: “Dan seorang pun dari kalangan ahlul
kiblat tidak boleh dikeluarkan dari Islam, sehingga ia menolak satu ayat
dari kitab Allah atau sesuatu dari atsar-atsar Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam atau dia shalat kepada selain
Allah, atau dia menyembelih untuk selain Allah (tumbal). Dan siapa
melakukan sesuatu dari hal-hal itu, maka WAJIB atas engkau mengeluarkan
dia dari Islam”. (Syarhus Sunnah no.49)
Mengkafirkan pelaku syirik itu wajib
atas engkau wahai maz’uum…, bukan fitnah! Ini adalah ‘aqidah Ahlus
Sunnah bukan Khawarij. Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab
rahimahullah berkata saat menyebutkan hal-hal yang membatalkan
keislaman: “Orang yang tidak mengkafirkan pelaku syirik atau ragu akan
kekafiran mereka atau membenarkan ajaran mereka”
Wahai maz’uum, siapakah yang dalam
posisi bahaya, kami yang mengkafirkan pelaku syirik atau kalian yang
tidak mengkafirkannya ? Apakah pembatal Islam yang satu ini khusus bagi
ulama yang tidak mengkafirkan pelaku syirik atau bagi semua orang yang
tidak mengkafirkan ? Ingatlah kisah Mush’ab Ibnu Az Zubair,
gubernur Kufah telah diperintahkan untuk membunuh seorang wanita
(puteri seorang sahabat), karena menolak mengkafirkan suaminya yang
mengaku sebagai Nabi yaitu Al Mukhtar Ats Tsaqafi, dia
(Mush’ab) diperintahkan oleh Khalifah ‘Abdullah Ibnu Az Zubair radliyallahu
‘anhu. (Ad Durar Juz Al Murtad, lihat juga Al Idlah
Wat Tabyiin, Syaikh Ahmad Hamud Al Khalidiy )
Syaikh Muhammad rahimahullah
berkata dalam Tata Cara Kufur Terhadap Thaghut: “Engkau
meyakini bathilnya ibadah kepada selain Allah, engkau meninggalkannya,
engkau membencinya, engkau mengkafirkan para pelakunya, serta engkau
memusuhi mereka”. (Risalah Fie Ma’na Thaghut)
Mengkafirkan pelaku syirik adalah
termasuk makna kufur terhadap thaghut, sedangkan kufur kepada thaghut
adalah separuh kandungan Laa ilaaha illallaah. Apa komentarmu, wahai
maz’uum…? Apakah kufur kepada thaghut itu adalah kewajiban atas ‘ulama
saja ? Kalau demikian, Tauhid itu berarti hanya wajib atas ‘ulama saja
dan tidak atas yang lainnya….???
Beliau mengatakan lagi: “Pokok Dienul
Islam dan kaidahnya ada dua:
Pertama:
- Perintah ibadah kepada Allah saja
tidak ada sekutu bagi-Nya
- Penekanan yang sangat akan hak itu
- Melakukan loyalitas di dalamnya
- Dan mengkafirkan orang yang
meninggalkannya
Ke dua:
- Menghati-hatikan dari syirik dalam
ibadah kepada Allah
- Bersikap keras dalam hal itu
- Melakukan permusuhan di dalamnya
- Dan mengkafirkan orang yang
melakukannya”. (Al Jami’ Al Faried)
Lihat maz’uum…! Mengkafirkan pelaku
syirik adalah pokok dasar dien Al Islam ini. Apakah ini wajib atas
‘ulama saja ? Mana dalil dari Al Kitab atau As Sunnah atau ijma yang
membenarkan klaim kalian ? Datangkanlah dalil bila kalian memang benar !
Takfir pelaku syirik adalah dien, oleh
sebab itu Syaikh Hamd Ibnu
‘Atiq rahimahullah mengatakan kepada ‘Abdullah Ibnu
Husain Al Makhdlub setelah beliau menuturkan pokok dien Al Islam di
atas : “Ini baru izhharuddien wahai Abdullah Ibnu Husain !!! (Ad
Durar: 12)
Demikianlah menurut ulama dakwah Tauhid
Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tetapi menurut “Salafiy Maz’uum” hal ini
(takfir pelaku syirik akbar,ed.) adalah fitnah yang perlu ditahdzir.
Syaikh ‘Abdurrahman Ibnu Hasan
rahimahullah berkata saat menjelaskan pokok Dienul Islam di
atas: “Oleh sebab itu orang tidak menjadi muwahhid kecuali dengan cara
menafikan syirik, bara’ darinya, serta mengkafirkan orang yang
melakukannya” (Syarh Ashli Dienil Islam)
Bahkan Syaikh Muhammad Ibnu
Abdil Wahhab rahimahullah menuturkan di antara 9 macam
orang yang tidak bertauhid: “Dan di antara mereka ada orang yang
memusuhi para pelaku syirik, namun tidak mengkafirkan mereka”. (Ashlu
Dienil Islam)
Subhaanallah… padahal di antara
maz’uumin ada orang yang tidak memusuhi pelaku syirik apalagi
mengkafirkannya, namun yang mereka musuhi adalah para muwahhidin…!
Para Imam Da’wah Tauhid Najdiyyah
menyatakan bahwa mengkafirkan para pelaku syirik itu adalah termasuk
pondasi dien ini, yang pasti diketahui oleh orang yang memiliki bagian
dalam Islam ini. (Fatawa Al Aimmah An Najdiyyah jilid 3)
Bahkan Syaikh ‘Abdul Lathif Ibnu
‘Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah
berkata: “Dan sebagian ‘ulama memandang bahwa ini (takfir para
pelaku syirik) dan jihad di atasnya adalah rukun (pilar) yang mana Islam
tidak bisa tegak tanpanya” (Mishbah Adh Dhalam: 28).
Beliau rahimahullah juga
berkata di halaman 12: “Dan adapun menelantarkan jihad dan tidak
mengkafirkan orang-orang murtad dan orang-orang yang menyekutukan
Tuhannya serta orang-orang yang menjadikan tandingan-tandingan dan
tuhan-tuhan bersama-Nya, maka sikap seperti ini hanyalah dilalui oleh
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dia tidak
mengagungkan perintah-Nya, tidak meniti jalan-Nya dan tidak mengagungkan
Allah dan Rasul-Nya dengan pengagungan yang sebenarnya, bahkan tidak
mengagungkan ‘ulama-‘ulama dan imam-imam umat ini dengan pengagungan
yang sebenarnya”.
Mengkafirkan para pelaku syirik adalah
makna kufur kepada thaghut yang paling agung. (Ad Durar As Saniyyah)
Orang yang paham makna Laa ilaaha
illallaah, maka dia paham bahwa takfir pelaku syirik adalah bagian dari
maknanya. Tatkala seorang Badui Nejd yang asalnya musyrik, –dia dan
kaumnya mengaku muslim, namun mereka juga melakukan kesyirikan,
sedangkan para tokoh di sana menyebut mereka sebagai orang-orang Islam–
datang dan sedikit belajar Tauhid, maka dia berkata sebagaimana yang
dikisahkan oleh Syaikh Muhammad rahimahullah:
“Dan sungguh indah sekali apa yang dikatakan oleh seorang Arab Badui
tatkala dia datang kepada kami dan mendengar sedikit tentang Islam
(Tauhid), dia berkata : “Saya bersaksi bahwa kami adalah orang-orang
kafir –yaitu dia dan seluruh orang badui Nejd– dan saya bersaksi bahwa muthawwi
(ustadz) yang mengatakan bahwa kami adalah orang-orang Islam, dia
adalah kafir””. (Syarh Sittati Mawadli Minas Sirah)
Dia bukan ‘ulama wahai maz’uum, tapi dia
adalah orang awam yang mengetahui Tauhid. Namun Syaikh Muhammad
memberikan tanggapan positif terhadap ucapan itu dan bukan
mentahdzirnya seperti yang kalian lakukan… Mungkin kalian berkata: “Itu
kan Syaikh Muhammad, ucapannya bukan dalil…”
Kami jawab: “Ya benar, dia bukan dalil,
akan tetapi tanggapannya itu berdasarkan dalil Al Kitab, As Sunnah dan
ijma, sedangkan apa dalil kalian bahwa takfir pelaku syirik akbar adalah
hak ‘ulama? Mana dalil kalian dari Al Qur’an, As Sunnah atau ijma ?”
Para imam dakwah tauhid mengatakan dalam
Ad Durar As Saniyyah juz 9: “Di antara hal
yang pelakunya wajib diperangi adalah tidak mau mengkafirkan pelaku
syirik atau ragu akan kekafiran mereka. Sesungguhnya hal itu tergolong
penggugur dan pembatal keislaman. Siapa yang memiliki sifat ini, maka
dia telah kafir, halal darah dan hartanya serta wajib memeranginya,
sedangkan dalil atas hal itu adalah sabda Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam: Siapa yang mengucapkan laa
ilaaha illallaah dan dia kafir kepada segala sesuatu yang diibadati
selain Allah, maka haramlah darah dan hartanya, sedangkan perhitungannya
atas Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Beliau shalallahu ‘alaihi wa
sallam menggantungkan keterjagaan darah dan harta terhadap dua hal,
hal pertama ucapan laa ilaaha illallaah
dan ke dua kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah,
maka darah seorang hamba dan hartanya tidak terjaga sehingga dia
mendatangkan dua hal ini. Pertama: ucapannya laa
ilaaha illallaah dan yang dimaksud dengannya adalah maknanya bukan
sekedar lafazhnya, sedangkan maknanya adalah memurnikan seluruh macam
ibadah hanya kepada Allah saja, dan ke dua: ucapannya:
dan dia kufur kepada segala sesuatu yang diibadati selain Allah, dan
yang dimaksud dengannya adalah mengkafirkan pelaku syirik, bara dari
mereka dan dari apa yang mereka ibadati bersama Allah.
Oleh sebab itu siapa yang tidak
mengkafirkan para pelaku syirik dari kalangan Daulah (negara) Turki dan
para ‘ubbadul qubur seperti penduduk Makkah dan yang lainnya dari
kalangan yang beribadah kepada para wali dan orang-orang shalih, maka
sesungguhnya dia itu kafir seperti mereka, meskipun dia cinta kepada
Islam dan kaum muslimin dan benci kepada syirik dan kaum musyrikin,
karena orang yang tidak mengkafirkan para pelaku syirik itu tidaklah
membenarkan Al Qur’an, karena Al Qur’an telah mengkafirkan para pelaku
syirik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka, memusuhi mereka dan
memeranginya ”.
Coba perhatikan wahai maz’uum..! Orang
yang tidak mau mengkafirkan pelaku syirik itu wajib diperangi, apa
gerangan dengan orang yang melarang mengkafirkannya dan mentahdzir orang
yang mengkafirkannya.
Syaikh Sulaiman Ibnu ‘Abdillah
Ibnu Muhammad mengatakan tentang orang yang tidak mengetahui
kekafiran pelaku syirik: “Bila dia tidak tahu kekafiran mereka, maka
dijelaskan kepadanya dalil-dalil dari Al Kitab dan As Sunnah yang
menunjukkan kekafirannya, bila dia malah ragu dan bimbang, maka dia
kafir berdasarkan ijma bahwa orang yang ragu akan kekafiran orang kafir
adalah kafir”. (Autsaqu ‘Ural Iman, halaman
terakhir)
Sebagian orang-orang maz’uumin mengatakan:
“Kami mengkafirkan pelaku syirik secara nau’
tanpa ta’yin”.
Kami jawab: Minimal itu adalah bentuk
bid’ah kalau tidak disertai sikap yang menafikan
Tauhid. Dalil-dalil yang ada tidaklah membedakan antara nau’
dan mu’ayyan. Insya Allah ada bahasan khusus tentang Takfir
Mu’ayyan, namun di sini akan saya singgung sekilas:
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala
menyatakan:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ
يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat
dosa yang besar”. (QS. An
Nisaa’ [4]: 48)
Ayat ini tidak membedakan antara nau’
dengan mu’ayyan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Siapa yang merubah diennya, maka bunuhlah”. (HR. Al
Bukhari dan Muslim) Hadits ini tidak membedakan antara
nau’ dan mu’ayyan. Silahkan rujuk pernyataan
Syaikh ‘Abdullah Aba Buthain dalam Ad Durar As
Saniyyah Jilid 10.
Syaikh Muhammad Ibnu Abdil
Wahhab rahimahullah berkata: “Apakah ada seorang dari
semenjak zaman sahabat hingga zaman Manshur Al Bahuti (‘ulama zaman
Syaikh Muhammad) yang mengatakan bahwa mereka (para pelaku syirik) itu
dikafirkan nau’-nya saja tidak mu’ayyan-nya”.
(Tarikh Nejd, risalah kepada Ahmad Ibnu ‘Abdil Karim)
Jadi membedakan antara nau’ dan
mu’ayyan dalam syirik akbar adalah menyalahi manhaj
(salaf,ed.) alias bid’ah, akan tetapi menurut orang-orang salafi maz’uum
bahwa hal itu adalah manhaj salaf. Memang di zaman ini banyak hal serba
terbalik. Sahabat adalah salaf, sedangkan salaf tidak membedakan nau’
dan mu’ayyan dalam syirik. Apakah benar-benar salafiy-kah
mereka yang membedakan nau’ dengan mu’ayyan…?
Tentu bukan salafiy tapi ahlu bid’ah. Syaikh
Ishaq Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan menyatakan tentang
pernyataan yang membedakan antara nau’ dan mu’ayyan:
“Kemudian bid’ah dan syubhat mereka itu merebak hingga laris di
kalangan ikhwan-ikhwan khusus”. (Hukmu Takfir Al Mu’ayyan)
Dan bid’ah itulah yang diwarisi oleh
orang-orang maz’uumin yang mengaku paling salafiy di masa sekarang.
Bagaimanakah sikap kita terhadap orang-orang maz’uum itu ??
Syaikh Muhammad Ibnu
Abdil Wahhab rahimahullah berkata: “Siapa yang
membela-bela mereka (para thaghut dan para pelaku syirik) atau
mengingkari kepada yang mengkafirkannya atau dia mengklaim bahwa
perbuatan mereka ini meskipun bathil, maka itu tidak mengeluarkan mereka
kepada kekafiran, maka status minimal orang yang membela-bela ini
adalah fasiq yang mana tulisan dan kesaksiannya tidak diterima dan tidak
boleh shalat bermakmum di belakangnya”. (Ad Durar: 10/53)
Siapa yang membela-bela para pelaku
syirik dan para thaghut di negeri ini, kami atau kalian wahai maz’uum ?
Siapa yang mengingkari kepada yang
mengkafirkannya, kami atau kalian wahai salafiy maz’uum ?
Siapa yang mengatakan bahwa perbuatannya
memang syirik, tapi orangnya tidak boleh dikatakan musyrik, kami atau
kalian wahai ad’iyaa (para pengklaim paling) salafiy ?
Hal serupa juga dikatakan oleh Syaikh
Sulaiman Ibnu Sahman serta
para Imam Dakwah Tauhid lainnya dalam Ad Durar As Saniyyah
bahwa tidak sah bermakmum kepada orang yang tidak mengkafirkan ‘ubbadul
qubuur. “Dan masuk dalam jajaran ‘ubbadul qubuur adalah para
penguasa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, para aparat
keamanannya, para demokrat, para pengikut hukum buatan dsb.” (Kitab Ath
Thabaqat, Syaikh Ali Al Khudlair : 1)
Sedangkan syaikh kalian, wahai maz’uum (Khalid
al Musyaiqih) merestui bahwa ‘ubbadul qubuur yang
jahil adalah muwahhidin.
Kami tidak akan shalat di belakang
kalian wahai maz’uum dan kami benci kalian karena kalian adalah pembual
atas nama Allah. Syaikh Muhammad rahimahullah berkata:
”Dan kafirlah kalian terhadap thaghut-thaghut semuanya, musuhilah
mereka, bencilah mereka dan bencilah orang yang mencintai mereka atau
membela-bela mereka atau tidak mengkafirkan mereka atau orang yang
mengatakan : Apa urusan saya dengan mereka? Atau mengatakan: Allah
tidak membebani saya untuk (mengomentari) mereka. Sungguh dia
telah berdusta dan mengada-ada atas nama Allah, justeru Allah telah
mengharuskan dia untuk (mengomentari) mereka dan mewajibkan atasnya
untuk kafir terhadap mereka, meskipun mereka itu saudara-saudara dan
anak-anaknya”. (Hadiyyah Thayyibah, dalam Majmu’ah At Tauhid)
Apakah saya mengada-ada dari diri saya
sendiri atau saya mengikuti ‘ulama wahai maz’uum..?
Karena kebodohan kalian -wahai
maz’uumin- terhadap aqidah Ahlus Sunnah dan aqidah Khawarij, maka kalian
memvonis muwahhid yang mengkafirkan pelaku syirik sebagai Khawarij. Ini
adalah vonis dari orang jahil, maka tentu tidaklah ada pengaruhnya,
tapi realita membuktikan bahwa kalianlah yang Khawarij, karena kalian
beramah-tamah lagi akrab dengan para pelaku syirik (bahkan para
thaghut,ed.), di sisi lain kalian memusuhi lagi menyerang para muwahhid.
Syaikh ‘Abdul Lathif Ibnu
‘Abdirrahman Ibnu Hasan rahimahullah
berkata: “Siapa yang menjadikan pengkafiran dengan syirik akbar
termasuk hal ini (aqidah Khawarij), maka sesungguhnya dia itu telah
mencela para rasul dan (‘ulama) umat ini, dia tidak bisa membedakan
antara dien para rasul dengan madzhab Khawarij, dia sungguh telah
mencampakkan nash-nash Al Qur’an dan telah mengikuti selain jalan kaum
mukminin”. (Mishbahudh Dhalam: 73)
Hal serupa dinyatakan oleh murid beliau
yaitu Syaikh Sulaiman Ibnu
Sahman dalam kitab Kasyfu Asy Syubhatain. Beliau
nyatakan bahwa orang yang mengkafirkan para pelaku syirik itu telah ittiba’
kepada para rasul dan mengikuti para ‘ulama. Kalau kalian mengikuti
siapa wahai maz’uum… saat kalian mengingkari kami ? Yaa… paling-paling
mengikuti ‘ulama suu’ atau perkataan ulama yang samar. Memang,
di mana-mana lalat itu selalu mencari yang kotor dan meninggalkan yang
bersih, sehingga tidaklah mustahil bid’ah kalian ini akan menghantarkan
pada kekafiran yang nyata dan saya melihatnya, serta ini sering terjadi
pada pendahulu kalian.
Syaikh Muhammad
berkata: “Sesungguhnya mereka orang-orang yang keberatan dengan masalah
takfir, bila engkau mengamati mereka, ternyata orang-orang muwahhid itu
musuh-musuh mereka, mereka membencinya dan dongkol dengannya, sedangkan
orang-orang musyrik dan orang-orang munafiq adalah kawan dekat mereka
yang mana mereka bercengkrama dengannya. Tapi realita ini telah terjadi
pada kami dari orang-orang yang ada di kota Dir’iyyah dan ‘Uyainah yang
(akhirnya) murtad dan benci akan dien ini”. (Ad Durar: 10/92)
Subhanallah Yang Memegang hati ini…
Memang mereka sengaja mengusir kaum muwahhidin sedangkan orang-orang
musyrik dan para thaghut, mereka undang, mereka jamu dan dipersilahkan
menyampaikan sambutan bahkan diberi bingkisan. Inikah manhaj salafiy,
wahai maz’uum…?
Sebagian orang maz’uum saat
mendengar muwahhid mengkafirkan pelaku syirik akbar atau thaghut yang
mengaku Islam, maka dia spontan mengatakan: “Jangan kafirkan saudaramu,
ini bahaya, karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Siapa mengatakan kepada saudaranya ‘Wahai
kafir…’, maka tuduhan itu kembali kepada salah satunya”
(HR. Muslim).
Maasyaa Allah, memang di zaman ini
banyak hal serba terbalik… Mereka mendalili orang kafir dengan dalil
tentang orang mukmin. Wahai maz’uum… Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam mengatakan: “…kepada saudaranya…”, maka saya
bertanya: “Apakah para thaghut dan para pelaku syirik akbar itu adalah
saudaramu sehingga dilarang mengkafirkannya?”
Bila kamu jawab: Ya, mereka adalah
saudara-saudara kami. Kami menjawab: Namun Allah Subhanahu Wa Ta’ala
menyatakan:
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا
الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ
الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan
sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah
saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS.
At Taubah [9]: 11)
Bila tiga syarat tersebut tidak
terpenuhi, maka bukanlah saudara, sedangkan para pelaku syirik dan para
thaghut itu belum taubat dari syiriknya, maka itu bukan saudara. Ini
hukum Allah Subhaanahu Wa Ta’ala , tapi si maz’uum punya hukum
sendiri bahwa itu ‘saudara saya’. Rupanya dia senang bersaudara dengan
pelaku syirik dan senang bermusuhan dengan para muwahhid.
Maha Benar Allah dan sungguh busuk
keyakinan si maz’uum ini.
Akhirnya saya tujukan kepada ikhwan
muwahhidin, janganlah antum takut dengan dalih-dalih orang-orang maz’uum
itu. Syubhat-syubhat yang mereka lontarkan adalah persis sama dengan
syubhat-syubhat musuh Aimmah Da’wah Tauhid Najdiyyah
dan semua itu alhamdulillaah ada jawabannya.
Teruslah antum berdakwah dan jangan
patah semangat dengan ditahannya kami di sini. Badan kita jauh, tapi
hati kita dekat. Perkuatlah silaturrahiim.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad, keluarga dan para sahabatnya. Segala puji hanya
bagi Allah.
14 Rabi’ Al Awwal 1425 H/ 5 Mei 2004
M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar